Anda di halaman 1dari 8

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

MATA KULIAH
MANAJEMEN PELAYANAN BERFOKUS PASIEN

OLEH:
Rizki Dwi Sukardi
20210309212

DOSEN PENGAMPU :
dr. Djoni Darmadjaja, Sp.B, FINACS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


MAGISTER ADMINISTRSI RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2022
5 POINT MASALAH/KENDALA IMPLEMENTASI PBP DI RUMAH SAKIT

1. KESADARAN DOKTER SPESIALIS (DPJP) UNTUK MENERAPKAN PBP


Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) adalah dokter yang bertanggung jawab
sepenuhnya atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien, sesuai dengan kewenangan klinis
dokter atau dokter gigi tersebut terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap
(paket) kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal sampai dengan akhir
perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan dan rawat inap (apabila pasien
hanya perlu asuhan medis dari 1 orang dokter).
Kendala yang dihadapi Rumah Sakit Terhadap PBP adalah Kesadaran DPJP dalam
melaksanakan PBP masih kurang, banyak DPJP yang belum mengetahui konsep dari
Pelayanan berfokus pasien, kebanyakan dari para DPJP masih menganut model pelayanan
tradisional dokter menjadi ”captain of ship” dengan tim pelayanan yang tidak didefiniskan
fungsinya, karena hanya bergantung pada dokter dalam segala hal. Dokter bekerja dengan
fokus perhatian terlebih pada penyakit pasien (disease centered care) kurang fokus pada
kondisi pasien secara holistik, yang fungsi ini akhirnya diserahkan pada perawat. Hubungan
dokter dan pasien masih menganut pola lama yaitu seperti hubungan orang tua dan anak
(paternalistik), sehingga pasien mengikut saja apa yang dikatakan dan dilakukan dokter tanpa
bisa membantah atau bertanya.

2. IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY

Clinical pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang


merangkum setiap langkah yang dilaksanakan pada pasien mulai masuk sampai keluar rumah
sakit berdasarkan standar pelayanan kedokteran, standar asuhan keperawatan, dan standar
pelayanan tenaga kesehatan lainnya, yang berbasis bukti dengan hasil yang dapat diukur dan
dalam jangka tertentu selama di rumah sakit.

Kendala dalam penerapan Clinical Pathway di rumah sakit adalah Rumah sakit
merupakan suatu institusi yang cukup sulit untuk menyatukan prosedur dari berbagai disiplin
karena Perbedaan latar belakang pendidikan, pengalaman dan keyakinan professional pada
setiap profesi, ini merupakan menjadi kendala dalam penerapan clinical pathway yang sudah
dibuat oleh rumah sakit. Keinginan para klinisi untuk selalu mengikuti evidence base
medicine dengan melakukan standar prosedur terbaik yang kemungkinan tanpa peduli pada
biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit dan Ketidakpedulian klinisi terhadap biaya
pengobatan pasien serta Keengganan untuk membaca dan menghafal konsensus dalam
clinical pathway ini merupakan menjadi alasan penyimpangan dalam penerapan clinical
pathway.

3. CLINICAL LEADERSHIP DI RS

Asuhan klinis pasien merupakan kegiatan profesi yang harus dilakukan secara ilmiah
dan berbasis bukti (evidence based), dan bukan lagi merupakan kegiatan pelayanan yang
melulu berdasarkan pada pengalaman pribadi pemberi asuhan. Untuk itu diperlukan adanya
standar asuhan yang dibuat oleh Profesi dan disahkan penggunaannya di rumah sakit dan
dievaluasi pelaksanaannya oleh otoritas yang diakui di rumah sakit yaitu Komite Medis. Oleh
karenanya selain DPJP sebagai clinical team leader, maka Ketua Kelompok Staf Medis
(KSM) juga menjadi clinical leader yang ikut mengarahkan terlaksananya asuhan klinis
secara baik dan benar. Begitu pula dengan Ketua Komite medis yang merupakan unsur
penjamin mutu dan etika pelayanan medis di rumah sakit juga merupakan clinical leader di
rumah sakit. Perlu adanya pengaturan fungsi dan tugas diantara clinical leader ini yang
disebut dengan clinical leadership.

Kendala berikutnya adalah Case Manajer (Manajer Pelayanan Pasien) sebagai


pendamping Clinical Leader, banyak Rumah Sakit yang belum mengoptimalkan peran dari
Case Manajer (Manajer Pelayanan Pasien). Peran Case manajer dalam mengimplementasikan
PCC Manajer Pelayanan Pasien (case manager) adalah profesional dalam RS yang bekerja
secara kolaboratif dengan PPA, memastikan bahwa pasien dirawat serta ditransisikan ke
tingkat asuhan yang tepat, dalam perencanaan Clinical Leadership Dalam Upaya Menjamin
Terlaksananya Patient Safety di Rumah Sakit, asuhan yang efektif dan menerima pengobatan
yang ditentukan, serta didukung pelayanan dan perencanaan yang dibutuhkan selama maupun
sesudah perawatan RS. Untuk mempertahankan kontinuitas pelayanan selama pasien tinggal
di rumah sakit, staf yang bertanggungjawab secara umum terhadap koordinasi dan
kesinambungan pelayanan pasien atau pada fase pelayanan tertentu teridentifikasi dengan
jelas. Staf yang dimaksud adalah Manajer Pelayanan Pasien (case manager) yang dapat
seorang dokter atau tenaga keperawatan yang kompeten. Nama staf (manajer pelayanan
pasien) ini tercantum didalam rekam medis pasien atau dengan cara lain dikenalkan kepada
semua staf rumah sakit, serta sangat diperlukan apalagi bagi pasien-pasien tertentu yang
kompleks dan pasien lain yang ditentukan rumah sakit. Manajer Pelayanan Pasien perlu
bekerjasama dan berkomunikasi dengan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.

4. OPTIMALISASI FUNGSI KOMITE MEDIK

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya komite medik berwenang: a. memberikan


rekomendasi rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege); b. memberikan
rekomendasi surat penugasan klinis (clinical appointment); c. memberikan rekomendasi
penolakan kewenangan klinis (clinical privilege) tertentu; dan d. memberikan rekomendasi
perubahan/modifikasi rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege); e.
memberikan rekomendasi tindak lanjut audit medis; f. memberikan rekomendasi pendidikan
kedokteran berkelanjutan; g. memberikan rekomendasi pendampingan (proctoring); dan h.
memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin;

Dalam pelayanan berfokus pasien kendala Komite medis yaitu kurang merangkul
bagian-bagian kepala KSM (Kelompok Staf Medis), sehingga menimbulkan pelayanan
kepada pasien menjadi tidak seragam, contohnya dalam asuhan pasien masih banyak yang
tidak sesuai/tidak patuh dengan Panduan praktik klinis maupun Clinical Pathway yang sudah
di sahkan oleh direktur

5. SISTEM PEMBIAYAAN PELAYANAN DENGAN BPJS

Sejak dimulainya Jaminan Kesehatan Nasional sejak 1 Januari 2014, berbagai


masalah dan hambatan dihadapi oleh rumah sakit, baik dari aspek regulasi, pelaksanaan JKN,
peran Komite Medis maupun pola remunerasi dokter dalam melaksanakan tugas profesinya.
Pelaksanaan JKN dengan pola bayar Prospective Payment sesuai tariff INA-CBG kurang
difahami para manajemen rumah sakit, terlebih-lebih para staf medis. Para dokter yang
terbiasa dengan pola Fee for Service khawatir akan terjadi penurunan penghasilannya.
Sedangkan staf klinis selain dokter juga sudah mulai mempertanyakan bagaimana bentuk
remunerasi untuk mereka. Disisi lain manajemen rumah sakit selain khawatir akan terjadinya
penurunan mutu pelayanan juga dihantui ketakutan akan defisitnya cash flow rumah sakit
dengan sistim pembayaran yang baru ini, apabila harus membayar jasa staf klinis dengan cara
lama (fee for service). Memang sistim pembayaran yang dilakukan dalam JKN ini
(prospective payment) tidak bisa tidak harus diikuti dengan sistim pembayaran jasa dengan
sistim total remunerasi kepada seluruh karyawan

JELASKAN BAGAIMANA HUBUNGANNYA DALAM MEMPENGARUHI


IMPLEMENTASI PBP DI RUMAH SAKIT

Rumah sakit dalam melaksanakan fungsinya memberikan pelayanan kesehatan


kepada masyarakat harus meminimalkan risiko yang mungkin terjadi selama proses
pelayanan kesehatan berlangsung sehingga akan tercapai pelayanan yang aman bagi pasien.
Oleh karena itu Patient Safety haruslah menjadi prioritas utama bagi rumah sakit. Untuk
mencapai kondisi pelayanan yang efektif, efisien dan aman bagi pasien maka diperlukan
komitmen dan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pelayanan di rumah sakit.
Keselamatan pasien baru dapat dijamin atau diyakini tercapai apabila rumah sakit merubah
paradigma pelayanan lama yang hanya berorientasi pada penyakit dengan paradigma
pelayanan baru yaitu pelayanan berfokus pasien (Patient Centered Care) Untuk menjamin
tercapainya Patient safety melalui pelaksanaan pelayanan yang berfokus pasien maka
diperlukan kepemimpinan klinik (clinical leadership) yang kuat di rumah sakit. Sehingga
pimpinan rumah sakit dapat mempercayakan pasien rumah sakit pada pemimpin klinik ini
dalam upaya pelayanan kesehatan pada pasien rumah sakit.

Sesungguhnya seorang pimpinan rumah sakit (direktur) mempunyai 2 unsur penjamin


terlaksananya pelayanan pada pasien, yaitu unsur manajemen pelayanan yang dipercayakan
pada Manajer pelayanan pasien (case manager) dan unsur asuhan klinis pasien yang
dipercayakan pada Dokter penanggung jawab pelayanan pasien (DPJP). Untuk tercapainya
pelayanan berfokus pasien, asuhan yang diberikan kepada pasien haruslah asuhan yang
terintegrasi, dimana semua profesional pemberi asuhan berkolaborasi dalam menjalankan
asuhan. Rumah sakit menetapkan staf medis, keperawatan dan staf lain yang bertanggung
jawab atas pelayanan pasien, bekerja sama dalam menganalisis dan mengintegrasikan
asesmen pasien. Asuhan klinis Pasien adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
pasien oleh praktisi para Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang multi profesi yaitu Dokter,
Perawat, Ahli Gizi, Fisioterapis, Radiologi, Analis Laboratorium, Apoteker, dan professional
lain yang mungkin ikut terlibat sebagai pendukung asuhan pasien.
Integrated clinical pathway (ICP/alur klinis terpadu) adalah suatu konsep perencanaan
pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar pelayanan medis dan standar asuhan keperawatan yang berbasis bukti
dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama pasien berada di rumah
sakit. Implementasi ICP sangat erat hubungan dan keterkaitannya dengan upaya kendali mutu
dan kendali biaya, dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan, dengan biaya
yang dapat diestimasikan dan terjangkau. Dalam Undang Undang No 44 tahun 2009 tentang
Rumah sakit pada pasal 46, jelas-jelas disebutkan bahwa rumah sakit bertanggung jawab
secara hukum atas semua pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit. Oleh
karena itu sudah menjadi keharusan bagi direktur rumah sakit untuk mengetahui dan
mengendalikan semua proses pelayanan yang berlangsung, sejak pasien masuk ke rumah
sakit sampai dia keluar dari rumah sakit. Sebaliknya para profesional yang bekerja dirumah
sakit juga harus bekerja dengan arahan dan kendali direktur dalam memberikan pelayanan
kepada pasien.

Peran DPJP dalam mengimplementasikan PCC DPJP (Dokter Penanggung Jawab


Pelayanan) adalah seorang dokter yang bertanggung jawab terhadap pelayanan dan
pengelolaan asuhan medis seorang pasien, sesuai dengan Undang Undang RI Nomor 39
tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang Undang Nomor 44 tentang Rumah Sakit.
Pelayanan medis merupakan inti kinerja berdasarkan evidence base medicine (kedokteran
berbasis bukti). Dalam proses ini DPJP melakukan pelayanan sesuai keahliannya, bila kasus
kebidanan maka DPJP yang kompeten untuk kasus kebidanan adalah dokter kebidanan begitu
juga dengan spesialis lainnya. Proses Asuhan Pasien bersifat dinamis dan melibatkan semua
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) sehingga pengintegrasian dan koordinasi aktifitas asuhan
pasien menjadi tujuan agar menghasilkan proses asuhan yang efektif dan efisien, dimana
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) bertindak sebagai Clinical Team Leader. Untuk
mempertahankan kontinuitas pelayanan pasien selama di Rumah Sakit, maka identitas staf
yang bertanggung jawab secara umum berkaitan dengan koordinasi, kesinambungan
pelayanan pasien dan pelayanan tertentu lainnya dicantumkan di dalam Rekam Medis Pasien
atau dengan kata lain dikenalkan kepada semua staf Rumah Sakit sebagai Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP). Peran Case manajer dalam mengimplementasikan PCC Manajer
Pelayanan Pasien (case manager) adalah profesional dalam RS yang bekerja secara
kolaboratif dengan PPA, memastikan bahwa pasien dirawat serta ditransisikan ke tingkat
asuhan yang tepat, dalam perencanaan asuhan yang efektif dan menerima pengobatan yang
ditentukan, serta didukung pelayanan dan perencanaan yang dibutuhkan selama maupun
sesudah perawatan RS. Untuk mempertahankan kontinuitas pelayanan selama pasien tinggal
di rumah sakit, staf yang bertanggungjawab secara umum terhadap koordinasi dan
kesinambungan pelayanan pasien atau pada fase pelayanan tertentu teridentifikasi dengan
jelas. Staf Optimalisasi Peran DPJP Dalam penyusunan yang dimaksud adalah Manajer
Pelayanan Pasien (case manager) yang dapat seorang dokter atau tenaga keperawatan yang
kompeten. Nama staf (manajer pelayanan pasien) ini tercantum didalam rekam medis pasien
atau dengan cara lain dikenalkan kepada semua staf rumah sakit, serta sangat diperlukan
apalagi bagi pasien-pasien tertentu yang kompleks dan pasien lain yang ditentukan rumah
sakit. Manajer Pelayanan Pasien perlu bekerjasama dan berkomunikasi dengan pemberi
pelayanan kesehatan yang lain.

Fungsi Manajer Pelayanan Pasien diuraikan secara rinci dalam Panduan Pelaksanaan
Manajer Pelayanan Pasien (MPP) Clinical Pathway sebagai implementasi dari konsep asuhan
terintegrasi dan kolaboratif Rencana pelayanan (khususnya asuhan) pasien harus dibuat
secara terintegrasi dan kolaboratif oleh semua Profesional pemberi asuhan (PPA),
terdokumentasi dan diverifikasi oleh DPJP sebagai Team leader asuhan pasien. Dokumentasi
rencana asuhan ini lah yang dikenal sebagai Clinical Pathway yang berfungsi ganda yaitu
sebagai acuan semua PPA dalam memberikan asuhan dan juga sebagai alat monitoring
pelaksanaan rencana asuhan. Alat ini akan sangat berguna dalam melaksanakan program
audit klinis, sehingga clinical pathway dikenal sebagai alat kendali mutu dan kendali biaya
pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Sejak dimulainya Jaminan Kesehatan Nasional sejak 1 Januari 2014, berbagai


masalah dan hambatan dihadapi oleh rumah sakit, baik dari aspek regulasi, pelaksanaan JKN,
peran Komite Medis maupun pola remunerasi dokter dalam melaksanakan tugas profesinya.
Pelaksanaan JKN dengan pola bayar Prospective Payment sesuai tariff INA-CBG kurang
difahami para manajemen rumah sakit, terlebih-lebih para staf medis. Para dokter yang
terbiasa dengan pola Fee for Service khawatir akan terjadi penurunan penghasilannya.
Sedangkan staf klinis selain dokter juga sudah mulai mempertanyakan bagaimana bentuk
remunerasi untuk mereka. Disisi lain manajemen rumah sakit selain khawatir akan terjadinya
penurunan mutu pelayanan juga dihantui ketakutan akan defisitnya cash flow rumah sakit
dengan sistim pembayaran yang baru ini, apabila harus membayar jasa staf klinis dengan cara
lama (fee for service). Memang sistim pembayaran yang dilakukan dalam JKN ini
(prospective payment) tidak bisa tidak harus diikuti dengan sistim pembayaran jasa dengan
sistim total remunerasi kepada seluruh karyawan.

SOAL KASUS

• COBA JELASKAN APA YANG MENYEBABKAN DOKTER DINYATAKAN


BERSALAH OLEH MKDKI DAN JUGA RS DINYATAKAN BERSALAH
OLEH PENGADILAN PIDANA

Dokter dinyatakan bersalah oleh MKDKI karena ini merupakan bentuk pelanggaran
disiplin kedokteran dengan mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang
tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Seharusnya yang
dilakukan adalah Dokter atau dokter gigi dapat mendelegasikan tindakan atau prosedur
kedokteran tertentu kepada tenaga kesehatan tertentu yang sesuai dengan ruang lingkup
keterampilan mereka, dokter atau dokter gigi harus yakin bahwa tenaga kesehatan yang
menerima pendelegasian tersebut, memiliki kompetensi untuk itu, serta Dokter atau dokter
gigi, tetap bertanggung jawab atas penatalaksanaan pasien yang bersangkutan.

Rumah Sakit dinyatakan bersalah oleh pengadilan pidana karena Ketentuan dalam
Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit bahwa rumah sakit
harus bertanggungjawab atas kelalaian yang dilakukan oleh dokter yang berpraktik di rumah
sakit merupakan beban yang ditanggung oleh pemilik dan manajemen rumah sakit. Rumah
Sakit, dengan statusnya sebagai badan hukum, karena diberi kedudukan menurut hukum
sebagai ”persoon” dan karenanya merupakan ”rechtspersoon”, maka Rumah Sakit juga
terbebani hak dan kewajibannya menurut hukum atas tindakan yang dilakukannya. Korporasi
atau badan hukum sebagai subjek hukum dapat dimintai pertanggungjawaban, sesuai dengan
tingkat kesalahannya. Merupakan badan hukum yang beranggota, tetapi mempunyai hak dan
kewajiban sendiri terpisah dari hak dan kewajiban anggota masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai