Anda di halaman 1dari 19

Lampiran : Keputusan Direktur RSUD Sungai Bahar

Nomor : /Kep.Dir/RSUD-SB/2019
Tentang : Pemberlakuan Panduan Kewenangan pemberian instruksi oleh PPA
yang kompeten, tata cara pemberian instruksi, dan
pendokumentasiannya pada Setiap Pasien di RSUD Sungai Bahar

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit adalah institusi tempat memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan tujuan penyembuhan penyakit serta terhindar dari kematian atau
kecacatan. Dalam melaksanakan fungsinya rumah sakit harus pula mengendalikan atau
meminimalkan resiko baik klinis maupun non klinis yang mungkin terjadi selama
proses pelayanan kesehatan berlangsung, sehingga terlaksana pelayanan yang aman
bagi pasien. Oleh karena itu keselamatan pasin di rumah sakit merupakan prioritas
utama dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk mencapai kondisi pelayanan
yang efektif, efisien dan aman bagi pasien, diperlukan komitmen dan tanggung jawab
yang tinggi dari seluruh personil pemberi pelayanan di rumah sakit sesuai dengan
kompetensi dan kewenangannya. Selanjutnya pelayanan berfokus pada pasien, patient
centered care, dengan elemen utama asuhan terintegrasi merupakan standar dalam
akreditasi. Untuk penerapannya diperlukan kolaborasi interprofesional para Profesional
Pemberi Asuhan (PPA) karena merupakan persyarat untuk mencapai tujuan tersebut
dan dilengkapi dengan kompetensi praktek kolaborasi termasuk komunikasi yang baik.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan dokter sebagai ketua tim (Clinical
Leader) sangat besar dan sentral dalam menjaga keselamatan pasien, karena semua
proses pelayanan berawal dan ditentukan oleh dokter. Sebagai instrumen monitoring
dan evaluasi maka tidak kalah pentingnya faktor catatan medis yang lengkap dan baik,
dimana semua proses pelayanan terhadap pasien direkam secara real time dan akurat.
Apabila terjadi sengketa medis maka rekam medis ini benar-benar dapat menjadi alat
bukti bagi rumah sakit bahwa proses pelayanan telah dijalankan dengan benar dan
sesuai prosedur, atau kalau terjadi sebaliknya dapat pula berfungsi sebagai masukan
untuk memperbaiki proses pelayanan yang ada. Salah satu elemen dalam pemberian
asuhan kepada pasien (patient care) adalah asuhan medis. Asuhan medis diberikan oleh
dokter yang dalam standar keselamatan pasien disbut DPJP : Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan. Pengaturan tentang DPJP sangat diperlukan dalam pelaksanaan asuhan
medis di rumah sakit untuk menghindari kemungkinan terjadinya pelayanan yang

1
kuarang baik karena terjadinya duplikasi, interaksi obat yang kurang terkontrol, kontra
indeksi, ketidak jelasan peranan dokter bila hanya diminta pendapat saja, dll.
Panduan ini disusun untuk memudahkan rumah sakit mengelola
penyelenggaraan asuhan medis oleh DPJP dalam rangka memenuhi Standar Akreditasi
Rumah Sakit.

A. TUJUAN
 Tujuan Umum : Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah
sakit.
 Tujuan Khusus :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien agar memperoleh asuhan medis yang
terbaik.
b. Memberikan kemudahan kepada rumah sakit untuk mengelola
penyelenggaraan asuhan medis oleh DPJP dalam rangka memenuhi Standar
Akreditasi Rumah Sakit.
c. Memberikan panduan dan penjelasan tentang peranan DPJP.
d. Memberikan panduan dan penjelasan tentang mekanisme koordinasi,
kolaborasi interprofesional dan kerja sama tim dalam memberikan asuhan
kepada pasien di rumah sakit.

B. PENGERTIAN
1. Profesional Pemberi Asuhan – PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung
memberikan asuhan kepada pasien, antara lain. Dokter, perawat, bidan, ahli gizi,
apoteker, psikolog klinis, penata anestesi, terapis fisik dsb.
2. DPJP (Dokter Penanggung Jawap Pelayanan) : adalah seorang dokter, sesuai
dengan kewenang klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis
lengkap (paket) kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal
sampai dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan
dan rawat inap. Asuhan medis lengkap artinya rencana serta tindakan lanjutnya
sesuai kebutuhan pasien.
3. Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari satu DPJP sesuai
kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau terintegrasi, maka harus
ada DPJP Utama. Contoh: pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke,
dikelola oleh lebih dari satu DPJP : Dokter Spesialis penyakit Dalam, Dokter
Spesialis Mata dan Dokter Spesialis Saraf.

2
4. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP, maka asuhan medis
tersebut dilakukan secara terintegrasi dan secara tim diketahui oleh seorang DPJP
Utama. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan
medis bagi pasien yang bersangkutan (“Kedua Tim”), dengan tugas menjaga
Terlaksananya asuhan medis komprehensif – terpadu – efektif, demi keselamatan
pasien melalui komunikasi efektif dengan membangun sinergisme dan mencegah
duplikasi serta mendorong penyesuaian pendapat (adjustmen) antar anggota /
DPJP, mengarahkan agar tindakan masing – masing DPJP bersifat kontributif
(bukan intervensi).
5. Dokter yang memberikan pelayanan interpretatif, misalnya memberikan uraian /
data tentang hasil laboratorium atau hasil radiologi, tidak dipakai istilah DPJP,
karena tidak memberikan asuhan medis yang lengkap.
6. Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan berfokus pada pasien (Patient Centered
Care – PPC) adalah istilah yang saling terkait, yang mengandung aspek pasien
merupakan pusat pelayanan, PPA memberikan asuhan sebagai tim interdisiplin /
klinis dengan DPJP sebagi ketua tim klinis – Clinical Leader, PPA dengan
kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang antara lain. Terdiri dari dokter,
perawat, bidan, nutrisionis / sietisien, apoteker, penata anestesi, terapis fisik dsb.
7. Asesmen pasien adalah proses yang akan menghasilkan keputusan tentang
pengobatan pasien dan kebutuhan pengobatan selanjutnya apakah itu pada keadaan
emergensi, elektif atau pelayanan terencana, bahkan ketika kondisi pasien berubah.
Asesmen pasien (baku) terdiri atas 3 proses utama : Mengumpulkan informasi,
Analisis informasi dan Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua
kebutuhan pasien yang telah diidentifikasi.

a. Pengumpulan Informasi
Informasi dikupulkan dengan cara ; anamnesa, melakukan observasi dan
pemeriksaan fisik serta menggunakan hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium
dan pencitraan ) Dalam mengumpulkan informasi sangat penting diperhatikan hal
yang berkaitan dengan privasi, kenyamanan dan kerahasiaan. Mengingat konsep
rahasia kedokteran, jika dipandang perlu atas izin/ persetujuan pasien, pasien dapat
ditemani oleh orang lain. Saat berinteraksi, penting sekali agar petugas berlaku
profesional, hormat, sopan dan bersahabat. Pengumpulan informasi dilakukan
oleh setiap petugas dan profesi terkait yang berperan dalam asesmen pasien.
b. Analisis Informasi
Setiap informasi dianalisa terkait reabilitas, akurasi dan validitas untuk digunakan
membuat kesimpulan klinis. Kesimpulan haruslah dapat menggambarkan kondisi

3
fisik, psikologis, serta kebutuhan pelayanan kesehatan penderita secara holistik.
Sederhananya kesimpulan klinis dapat mengidentifikasi; masalah utama, masalah
sekunder/ premorbid, tingkat keparahan, faktor penyebab masalah, serta dapat
menentukan semua kebutuhan pelayanan yang dibutuhkan pasien.
c. Membuat Rencana Pelayanan
Rencana pelayanan haruslah dapat memenuhi semua kebutuhan pasien yang telah
diidentifikasi, serta tersusun berdasarkan skala prioritas/ urgency.
Rencana pelayanan dibuat oleh masing-masing petugas dan profesi terkait. Dan
Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) bertanggung jawab atas semua
pengambilan keputusan yang diperlukan dalam tatalaksana untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan pasien.

4
BAB II
RUANG LINGKUP

A. PPA (PROFESIONAL PEMBERI ASUHAN)


Asuhan pasien dalam standar akreditasi harus dilaksanakan berdasarkan pola
Pelayanan Berfokus pada Pasien (Patient Centered Care), asuhan diberikan berbasis
kebutuhan pelayanan pasien. Pasien adalah pusat pelayanan, dan Profesional Pemberian
Asuhan (PPA) diposisikan mengelilingi pasien.

PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung memberikan asuhan kepada
pasien, a.I. dokter, perawat, bidan, nutrisionis / dietisien, apoteker, penata anestesi,dsb.
Dengan kompetensi yang memadai, sama pentingnya pada konstribusi profesinya,
masing – masing menjalankan tugas mandiri, kolaboratif dan delegatif.

PPA memberikan asuhan yang terintegrasi dalam satu kesatuan sebagai tim
interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional. DPJP dalam tim adalah sebagai ketua
tim klinis (Clinical Leader), melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis,
review dan mengintegrasikan asuhan pasien.

1. Masing – masing PPA memberikan asuhan melalui tugas mandiri delegatif dan
kolaboratif dengan pola IAR
2. Menggunakan Pola IAR dan penulisan SOAP / ADIME (untuk GIZI)
PPA melaksanakan asuhan pasien dalam 2 proses, Asesmen pasien dan
Implementasi rencana termasuk monitoring.

Asesmen pasien terdiri dari 3 langkah (IAR) :

a. Informasi dikumpulkan, antara lain anamnesa, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan lain / penunjang, dsb (I)
b. Analisis informasi, menghasilkan kesimpulan antara lain maslah, kondisi,
diagnosis, untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien (A)
c. Rencana pelayanan / Care Plan dirumuskan, untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan pasien (R).
d. Implementasi rencana serta monitoring adalah pemberian pelayanannya.
Pencatatannya dilakukan dengan metode SOAP pada Catatan Perkembangan
Pasien Trintegrasi.

3. Berkolaborasi interprofesional

5
4. Meningkatkan kompetensi untuk praktik kolaborasi interprofesional dalam 4 ranah
:
a. Nilai dan etika praktik interprofesional
b. Peran dan tanggung jawab
c. Komunikasi interprefesional
d. Kerjasama dalam tim klinis / interdisiplin
e. Edukasi untuk kolaborasi Interprofesional

B. ASUHAN MEDIS
Asuhan medis di rumah sakit diberikan oleh dokter spesialis, disebut sebagai
DPJP. Di Instalasi Gawat Darurat dokter juga yang bersertifikat kegawatdaruratan,
antara lain ATLS, ACLS, PPGD, General Emergency Life Support (GELS) menjadi
DPJP pada saat asuhan awal pasien gawat darurat. Saat pasien dikonsul / rujuk ke
dokter spesialis dan memberikan asuhan medis, maka dokter spesialis tsb menjadi DPJP
pasien tsb mengantikan DPJP sebelumnya, yaitu dokter jaga IGD tsb diatas.

Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada Buku


Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia (Kep Konsil no
18/KKI/KEP/IX/2006). Penerapan panduan ini selain menjaga mutu asuhan dan
keselamatan pasien, juga dapat menghindari pelanggaran disiplin.

Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia intinya adalah sbb :

1. Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta


perlindungan dan keselamatan pasien
2. Kaidah dasar moral :
a. Menghormati martabat manusia (respect for person)
b. Informasi dikumpukan : Anamnesa, pemeriksaan, pemeriksaan lain / penunjang,
dsb
c. Analisis informasi : Dihasilkan Diagnosis / Masalah / Kondisi, untuk dapat
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien.
d. Rencana Pelayanan / Care Plan : Dirumuskan untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan pasien Berbuar baik (benefincence)
e. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence)
f. Keadilan (justice)
3. Tujuan :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medic

6
c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi.
4. Tumpuan dasar kompetensi dokter mengacu kepada Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI) (Perkonsil No 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi
Dokter Indonesia) yang adalah :
a. Profesionalitas yang Luhur
b. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
c. Komunikasi efektif
d. Pengelolaan Informasi
e. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
f. Keterampilan Klinis
g. Pengelolaan Masalah Kesehatan

C. ASUHAN PASIEN TERINTEGRASI DAN PATIENT CENTERED CARE


Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan / asuhan berfokus pada pasien (patient
centered care) adalah elemen penting dan sentral dalam asuhan pasien di rumah sakit.
Konsep inti (core concept) asuhan berfokus pada pasien terbagi dalam 2 perspektif :

1. Perspektif Pasien :

a. Martabat dan Respek.


1) Profesional pemberi asuhan mendengarkan, menghormati dan menghargai
pandangan serta pilihan pasien – keluarga.
2) Pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien –
keluarga dimasukkan dlam perencanaan pelayanan dan pemberi pelayanan
kesehatan.
b. Berbagi informasi.
1) Profesional pemberi asuhan mengkomunikasikan dan berbagi informasi
secara lengkap kepada pasien – keluarga.
2) Pasien – keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat.
c. Partisipasi
Pasien – keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dalam asuhan,
pengambilan keputusan dan pilihan mereka.
d. Kolaborasi / kerjasama
Rumah sakit bekerjasama dengan pasien – keluarga dalam pengembangan,
implementasi dan evaluasi kebijakan dan program. Pasien – keluarga adalah
mitra PPA.

2. Perspektif PPA

7
a. Tim Interdisiplin
1) Profesional pemberia asuhan diposisikan mengelilingi pasien
2) Kompetensi yang memadai
3) Berkontribusi setara dalam fungsi profesinya
4) Tugas mandiri, kolaboratif, delegatif, bekerja sebagai satu kesatuan
memberikan asuhan yang terintegrasi
b. Interprofesionalitas
1) Kolaborasi interprofesional
2) Kompetensi pada praktik kolaborasi interprofesional
3) Termasuk bermitra dengan pasien
c. DPJP adalah ketua tim klinis / clinical leader
DPJP melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis, review dan
mengintegrasikan asuhan pasien
d. Personalized Care
1) Keputusan klinis selalu diproses berdasarkan juga nilaii-nilai pasien
2) Setiap dokter memperlakukan pasiennya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan

D. DPJP SEBAGAI CLINICAL LEADER


1. Dalam asuhan/pelayanan berfokus pada pasien (patient centered care) para PPA
memberikan asuhan sebagai tim interdisiplin, masing-masing PPA melakukan
tugas mandiri, tugas delegatif dan tugas kolaboratif dengan pola IAR.
2. Asuhan pasien terintegrasi “dimotori” oleh DPJP dlam fungsi sebagai ketua tim
klinis (Clinical leader) yang melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi,
sintesis. DPJP melakukan review rencana PPA lainya dan menverifikasinya,.
Proses review dilakukan oleh DPJP dengan membaca rencana para PPA dan
memberikan catatan/notasi pada CPPT (Catatan Pelayanan Pasien terintegrasi).

E. KEWENANGAN KLINIS DAN EVALUASI KINERJA


1. Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis, termasuk
pelyanan interpretatif (antara lain Dr.Sp.PK, Dr.Sp.PA, Dr.Sp.Rad., dsb.), harus
memiliki SK dari Direktur Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis / SPK
(Clinical appointment), dengan lampiran Rincian Kewenangan Klinis / RKK
(Delineation of Clinical Privilage). Penerbitan SPK dan RKK tsb harus melalui
proses kredensial dan rekredensial yang mengacu kepada Permenkes 755/2011
tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.

8
2. Regulasi tentang evaluasi kinerja profesional DPJP ditetapkan Direktur Rumah
Sakit dengan mengacu ke Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite
Medik di Rumah Sakit dan Standar Akreditasi Rumah Sakit.

F. PENUNJUKAN DPJP DAN PENGELOMPOKAN STAF MEDIS


1. Regulasi tentang penunjukan seseorang DPJP untuk mengelola seorang pasien,
pengantian DPJP, selesainya DPJP karena asuhan medisnya telah tuntas, ditetapkan
oleh Direktur Rumah Sakit. Penunjukan seorang DPJP dapat antara lain berdasarkan
permintaan pasien, jadwal praktek, jadwal jaga, konsul/rujukan langsung.
Pergantian DPJP perlu pengaturan rinci tentang alih tanggung jawabnya. Tidak
dibenarkan pergantian DPJP yang rutin, contoh : pasien A ditangani setiap minggu
dengan pola hari Senin oleh DrSp PD X, hari Rabu DrSp PD Y, hari Sabtu DrSp PD
Z; karena hal tersebut akan mengakibatkan tidak adanya kontinuitas pelayanan.
2. Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari satu DPJP dan
penunjukan DPJP Utama, tugas dan kewenangannya ditetapkan Direktur Rumah
Sakit.
3. Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat digunakan butir-butir
sbb : a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola pasien
pada awal perawatan
4. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan penyakit dalam
kondisi (relatif) menonjol atau terparah
5. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP terkait d. DPJP
Utama dapat merupakan pilihan dari pasien
6. Pada pelayanan ICU maka DPJP Utama adalah Intensivis Pengaturan tentang
pengelompokan Staf Medis ditetapkan / diorganisir oleh Direktur Rumah Sakit
sesuai kebutuhan, disebut KSM (Kelompok Staf Medis). Pengelompokan dapat
dilakukan antara lain dengan pola disiplin ilmu / spesialisasi (Kelompok Staf Medis
Bedah, Penyakit Dalam, Radiologi, Mata dsb), kategori penyakit (KSM Diabetes,
KSM Onkologi) kategori organ (KSM Ginjal, KSM Gestro-entero Hepatologi)
kategori usia (KSM Geriatri) dan Kategori interes tertentu/lainya (KSM Sel Punca,
dll).

9
BAB III
TATA LAKSANA

A. ASUHAN PASIEN OLEH PPA


1. DPJP
a. Tugas (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan)
1) DPJP Merencanakan dan mengarahkan kerangka pokok asuhan.
2) DPJP mengkoordinasikan asuhan pasien dengan seluruh PPA
3) DPJP berkolaborasi dengan semua PPA terkait
4) DPJP mesintesis semua SOAP terkait
5) DPJP menginterpretasi asesmen
6) DPJP mereview rencana semua PPA lainnya, buat catatan/notasi di CPPT,
sehingga terlaksana asuhan pasien terintegrasi serta kontinuitas asuhannya
memenuhi kebutuhan pasiennya.
7) DPJP melakukan verifikasi (telah melakukan review) paraf.
8) DPJP berkomunikasi dengan Case Manager agar terjaga kontinuitas
pelayanan pasien memenuhi kebutuhan pasiennya
b. Asuhan DPJP
1) Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat jalan
maupun rawat inap harus memiliki DPJP
2) Pada unit / instalasi gawat darurat, dokter gawat darurat, dokter jaga
(dengan sertifikasi kegawat daruratan, antara lain PPGD, ATLS, ACLS,
GELS) menjadi DPJP pada pemberian asuhan medis awal / penanganan
kegawat daruratan. Kemudian selanjutnya saat dilakukan konsultasi / rujuk
ditempat (on side) atau konsultasi lisan kepada dokter spesialis, dan dokter
spesialis tsb memberikan asuhan medis (termasuk instruksi secara lisan)
maka dokter spesialis tsb telah menjadi DPJP pasien ysb, sehingga saat
itulah DPJP telah berganti dari dokter gawat darurat / dokter jaga IGD
kepada dokter spesialis tsb.
3) Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP maka harus
ditujuk DPJP Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua
DPJP tsb bekerja secara tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif,
berinteraksi dan berkoordinasi (dibedakan dengan bekerja sendirisendiri).
4) Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan
medis bagi pasien ysb (sebagai “Ketua Tim”), dengan tugas menjaga
terlaksananya asuhan medis komprehensif – terpadu – efektif, demi
keselamatan pasien melalui komunikasi yang efektif dan membangun

10
sinergisme dengan mendorong penyesuaian pendapat (adjustment) antar
Anggota / DPJP, mengarahkan agar tindakan masing-masing DPJP bersifat
kontributif (bukan intervensi), dan juga mencegah duplikasi serta interaksi
obat.
5) Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk keinginan DPJP
mengkonsultasikan ke dokter spesialis lain agar dikoordinasikan melalui
DPJP Utama. Keputusan DPJP terhadap jadwal kegiatan dan ktepatan
waktu misalnya antar lain kehadiran atau menjanjikan waktu kehadiran,
adalah sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pasien serta untuk
kepentingan koordinasi sehari-hari.
6) Dibawah koordinasi DPJP Utama, sekurang-kurangnya ada rapat Tim yang
melibatkan semua DPJP ysb beserta profesi terkait lainya sesuai kebutuhan
pasien; rumah sakit diharapkan menyediakan ruangan untuk rapat tim di
tempat-tempat pelayanan, misalnya di Rawat Inap, ICU, UGD, dll. DPJP
Utama juga bertugas untuk menghimpun komunikasi / data tentang pasien.
7) Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan / keluarga, dan
pasien dan / keluarga dapat menyetujuinya ataupun sebaliknya. Rumah sakit
berwenang mengubah DPJP bila terjadi pelangaran prosedur.
8) Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan
tertulis sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam
medis harus jelas tentang alih tanggung jawabnya. Harap digunakan
formulir daftar DPJP (Contoh Formulir Daftar DPJP terlampir).
9) Pada unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter intensifis.
Koordinasi dan tingkatan keikut sertaan para DPJP terkait, tergantung pada
sistem yang ditetapkan dalam kebijakan rumah sakit misalnya sistem
terbuka / tertutup / semi terbuka. Bila rumah sakit memakai sistem terbuka,
gunakan kriteria tsb .
10) Pada kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan pada
saat di kamar operasi tsb.
11) Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi /
sedang dioperasi, dokter yang dirujuk tsb melakukan tindakan /
memberikan instruksi, maka otomatis menjadi DPJP juga bagi pasien tsb.
12) Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP di bantu oleh
dokter lain (antara lain dokter ruangan, residen) dimana ysb boleh menulis /
mencatat di rekam medis, maka tanggung jawab adalah tetap ada pada
DPJP, sehingga DPJP yang bersangkuatan harus memberi supervisi, dan

11
melakukan validasi berupa pemberian paraf / tanda tangan pada setiap
catatan kegiatan tsb di rekam medis setiap hari.
13) Asuhan pasien dilakukan oleh para profesional pemberi asuhan yang
bekerja secara tim (“Tim Interdisiplin”) sesuai konsep Pelayanan Fokus
pada Pasien (Patient Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Clinical /
Team Leader) harus proaktif melakukan koordinasi dan mengintegrasikan
asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim.
Termasuk dalam kegiatan ini adalah perencanaan pulang (discharge plan)
yang dapat dilakukan pada awal masuk rawat inap atau pada akhir rawat
inap
14) DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi / informasi kepada
pasien dan keluarganya. Gunakan dan kembangkan tehnik komunikasi yang
berempati. Komunikasi merupakan elemen yang penting dalam konteks
Pelayanan fokus pada pasien (Patient Centered Care), selain juga
merupakan kompetensi dokter dalam area kompetensi ke 3 (Standar
Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012; Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006).
15) Pendokumentasian yang di lakukan oleh DPJP di rekam medis harus
mencantumkan nama dan paraf / tanda tangan. Pendokumentasian tsb
dilakukan antara lain di form asesmen awal medis, catatan perkembangan
pasien terintegrasi / CPPT (integrated note), form asesmen pra anestesi /
sedasi, intruksi pasca bedah, form edukasi / informasi ke pasien dsb.
Termasuk juga pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim medis,
hasil ronde bersama multi kelompok staf medis / departemen, dsb. (contoh
Formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi dan contoh Formulir
Perintah Lisan terlampir).
16) Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para profesional pemberi
asuhan bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Case
Manager), sesuai dengan Panduan Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien
agar terjaga kontinuitas pelayanan baik waktu rawat inap, rencana
pemulangan, tindak lanjut asuhan mandiri dirumah, kontrol dsb.
17) Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif, bila lebih dari
satu) tentang DPJP, dalam bentuk satu formulir yang di isi secara periodik
sesuai kebutuhan / penambahan / pengurangan / penggantian, yaitu nama
dan gelar setiap DPJP, tanggal mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP
Utama nama dan gelar, tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP Utama.

12
Daftar ini bukan berfungsi sebagai daftar hadir. (Formulir Daftar DPJP,
terlampir).
18) Rumah Sakit terletak jauh dari kota besar, atau di daerah terpencil,
penetapan kebijakan tentang asuhan medis yang sifatnya khusus agar di
konsultasikan dengan pemangku kepentingan antara lain Komite Medis,
Fakultas Kedokteran ysb bagi residen, Organisasi Profesi, IDI, Dinas
Kesehatan, Badan Pengawas Rumah Sakit Propinsi, Kolegium dsb.
19) Keterkaitan DPJP dengan Panduan Praktik Klinis / Alur Perjalanan Klinis /
Clinical Pathway, setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan peroses
asuhan pasien (baik asuhan medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan
lainyan) yang diberikan kepada pasien patuh pada Panduan Praktek Kinis /
Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway yang telah di tetapkan oleh RS.
Tingkat kepatuhan pada Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis /
Clinical Pathway ini akan menjadi objek Audit Klinis dan Audit Medis.
20) Apabila dokter tidak mematuhi Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway /
Panduan Praktek Klinis maka harus memberikan penjelasan tertulis dan
dicatat di rekam medis.
B. SUPERVISI
1. Pada proses asuhan medis dimana dilaksanakan oleh DPJP yang dibutuhkan oleh
Staf Medis non DPJP, misalnya Residen (PPDS), Dokter Ruangan (DR), dsb,
maka diperlukan supervisi klinis medis untuk melaksanakan monitoring dan
evaluasi terhadap asuhan pelayanan klinis yang dilaksanakan. Supervisi sangat
diperlukan untuk memastikan asuhan pasien aman dan memastikan koordinasi dan
kerjasama tim yang baik adalah pengalaman belajar bagi para profesional pemberi
asuhan, bahwa pelayanan telah diberikan dengan cara yang efektif, dan juga untuk
kepastian hukumnya bagi pemegang kewenangan klinisnya.
2. Diperlukan tingkat pengawasan yang konsisten dengat tingkat pelatihan dan
tingkat kompetensi para staf medis yang membantu asuhan medis.
3. Seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan medis memahami proses supervisi
klinis: siapa supervisor dan frekuensi sepervisinya penandatanganan harian dari
semua catatan dan perintah, penandatanganan rencana asuhan dan kemajuan
catatan harian, atau membuat entri terpisah dalam catatan pasien. Demikian juga,
jelas tentang bagaimana bukti pengawasan yang didokumentasikan, termasuk
frekuensi dan lokasi dokumentasi.
4. Rumah sakit memiliki prosedur megidentifikasi dan memonitoring keseragaman
proses supervisi klinis, memonitoring dan evaluasi pelayanan asuhan klinis.

13
5. Apabila supervisi klinis tidak dilaksanakan dengan baik maka akan menimbulkan
potensi untuk terjadinya kejadian yang tidak diharapkan, atau menurunnya mutu
asuhan medis.
6. Supervisi dan umpan balik yang dihasilkan penting untuk mengakuisisi dan
mengembangkan keterampilan klinis dan profesionalisme sluruh staf medis yang
terlibat dalam asuhan medis. Supervisi dilakukan secara bertahap meningkatkan
otoritas dan kemandirian, pengawasan dan umpan balik.
7. Supervisi yang berlebihan dapat menghambat perkembangan para staf untuk
menjadi praktisi yang kompeten dalam disiplin mereka.
8. RS harus menetapkan kebjakan tentang tingkatan supervisi masing-masing staf
medis no DPJP.
9. Tingkatan Supervisi bagi DPJP dan dr.

C. PPA ( PROFESIONAL PEMBERI ASUHAN)


PPA adalah tim interdisiplin
1. Pasien dan keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dlm asuhan,
pengambilan keputusan dan pilihan mereka oleh PPA
2. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) mendengarkan, menghormati dan menghargai
pandangan serta pilihan pasien dan keluarga.
3. Pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien dan keluarga
dimasukkan dalam perencanaan pelayanan dan pemberian pelayanan kesehatan
oleh PPA
4. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) mengkomunikasikan dan berbagi informasi
secara lengkap pasien dan keluarga.
5. Pasien dan keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat dari PPA
6. Informasi dan edukasi diberikan oleh PPA berdasarkan kebutuhan pasien dan
dilakukan konfirmasi apakah pasien dan keluarga sudah mengerti
7. Pasien dan keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dalam asuhan,
pengambilan keputusan dan pilihan oleh PPA

D. MPP ( MANAJER PELAYANAN PASIEN / CASE MANAGER )


1. MPP Menjaga kontinuitas pelayanan selama pasien tinggal di rumah sakit
2. Skrining Pasien yg butuh manajemen pelayanan: resiko tinggi, biaya tinggi, potensi
komplein tinggi, penyakit kronis, pembiayaan yg komple , kasus komplek/rumit
dll oleh MPP
3. MPP melakukan asesmen utilitas, mengumpulkan informasi dan data klinis, psiko
sosial, sosio ekonomi dll.

14
4. MPP membuat rencana pelayanan yaitu berkolaborasi dengan DPJP, PPA lain
untuk asuhan selanjutnya .
5. MPP memfasilitasi untuk inter aksi dengan DPJP, PPA, bag Administrasi,
perwakilan Pembayar ,unit kerja lain .dll.
6. MPP mengadvokasi termasuk proses pemulangan yg aman dan ke pemangku
jabatan lain dll.
7. Dokumentasi dalam format pemberian edukasi dan informasi

E. CLINICAL PATHWAY TERINTEGRASI


Clinical pathway digunakan sebagai pedoman dalam memberikan asuhan klinis dan
bermanfaat dalam upaya untuk memastikan adanya integrasi dan koordinasi yang
efektif dari pelayanan.
1. Pelayanan terpadu/terintegrasi dan berfokus pasien
2. Melibatkan semua profesional pemberi asuhan (dokter, perawat,bidan,
farmasis,nutrisionis, fisioterapis, dll)
3. Mencatat seluruh kegiatan asuhan (rekam medis)
4. Penyimpangan kegiatan asuhan dicatat sebagai varians

F. RENCANA PULANG TERINTEGRASI (INTEGRATED DISCHARGE


PLANNING)
Discharge planning merupakan komponen dari sistem perawatan berkelanjutan,
pengkajian dilakukan terhadap :
1. Data pasien
2. Ketika melakukan pengkajian kepada pasien, keluarga harus menjadi bagian dari
unit perawatan
3. Keluarga harus dilibatkan agar transisi perawatan dari Rumah Sakit ke rumah dapat
efektif
4. Pasien dan keluarga di informasikan jenis obat dan manfaat masing masing obat,
dosis, waktu pemberian serta efek samping yang mungkin timbul serta upaya
penanganannya
5. Pasien dan keluarga harus menjaga keteraturan minum obat
6. Pasien dan keluarga harus meminum obat sesuai aturan

G. ASUHAN GIZI TERINTEGRASI


Pasien yang pada asesmen berada pada risiko nutrisi, akan mendapat terapi gizi.
DPJP, beserta para PPA ( Perawat, Bidan, Ahli Gizi, dll ) bekerjasama dalam
merencanakan, memberikan dan memonitor terapi gizi. Respon pasien terhadap terapi

15
gizi dicatat dalam CPPT dan didokumenkan dalam rekam medis pasien.

H. TATA CARA PEMBERIAN INTRUKSI OLEH PPA PADA RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH SUNGAI BAHAR
Instruksi medis adalah segala bentuk tindakan, pemberian obat-obatan,
pemeriksaan laboratorium dan diagnostik imajing yang diperintahkan oleh dokter yang
merawat pasien atau bila diperlukan oleh dokter jaga. Untuk memperjelas dan
menyeragamkan tata cara pemberian instruksi yang dapat dipertanggungjawabkan
Penetapan kebijakan pemberian instruksi petugas medis di lingkungan Rumah Sakit
Umum Daerah Sungai Bahar meliputi :
1. Semua pemberian instruksi adalah tanggung jawab DPJP atau dokter jaga, jika
dalam keadaan gawat darurat.

2. Setiap pemberian instruksi atau resep obat harus dilakukan secara tertulis, kecuali
dalam keadaan gawat darurat dapat diberikan instruksi kepada perawat atau dokter
jaga melalui telepon.

3. Untuk pasien baru yang belum diperiksa sendiri oleh DPJP, maka pemberian
instruksi melalui telepon hanya boleh diberikan kepada dokter jaga yang memeriksa
pasien tersebut .

4. Intruksi untuk pemeriksaan laboratorium dan diagnostik imajing harus disertai


indikasi klinis apabila meminta hasilnya berupa interpretasi, Kecuali dalam keadaan
khusus seperti di Unit darurat .

5. Intruksi di berikan hanya oleh mereka yang kompeten dan berwenang.

6. Dokter jaga atau perawat yang menerima instruksi tersebut akan menuliskannya di
rekam medis dan akan membacakannya ulang untuk pengecekan.

7. Catatan instruksi tersebut harus diparaf oleh DPJP pada keesokan harinya ketika
DPJP datang.

16
BAB IV
DOKUMENTASI

A. PRINSIP PENDOKUMENTASIAN
1. Berdasarkan Fakta
a. Berisikan penjelasan dan informasi yang efektif tentang apa yg dilihat, didengar,
dirasakan.
b. Penjelasan yg objektif harus merupakan hasil observasi langsung dan pengukuran
terhadap perilaku klien yg nyata.
c. Informasi berdasarkan fakta akan menghilangkan kesalahan interprestasi
2. Akurat
a. Penggunaan pengukuran.
b. Ketepatan penulisan kata/istilah/data
c. Penulisan tanggal/tanda tangan/nama jelas
3. Kelengkapan
a. Pencatatan lengkap; mudah dimengerti.
b. Pencatatan singkat; dengan tidak menghilangkan makna
c. Pencatatan yg terlalu panjang dan berbelit-belit banyak
d. Menghabiskan waktu, kertas atau sulit dipahami.
e. Hindari kata-kata / istilah yang tidak perlu / tidak dipahami PPA lain
4. Ketepatan Waktu
a. Semua data, rencana, tindakan ataupun hasil evaluasi harus segera
didokumentasi oleh PPA, yang bertujuan untuk menghindari kelupaan atau
kesalahan penulisan akibat dari penundaan.
b. Penundaan pendokumentasian dapat juga menyebabkan kelalaian dan kesalahan.
5. Terorganisasi
a. Penulisan dokumentasi harus terorganisir sesuai dengan kronologis
perkembangan pasien
b. Penulisan yg tumpang tindih akan membingungkan dan menghilangkan manfaat
dari dokumentasi itu sendiri sebagai wahana komunikasi antar perawat dan PPA
6. Kerahasiaan
a. Menjaga informasi yang ada dalam dokumen tidak dibaca oleh pihak yg tidak
berkepentingan dalam pelayanan kesehatan.
b. Informasi yang harus dirahasiakan dari segi hukum adalah informasi yang
didapatkan dari hasil pemeriksaan, observasi, diskusi, tindakan
medik/keperawatan dan pengobatan.

17
B. DOKUMENTASI PROSEDUR MENGENAI PENGINTEGRASIAN DAN
KOORDINASI AKTIVITAS ASUHAN PASIEN .
Meliputi :
1. Pembuatan asuhan pasien secara tim yang berkesinambungan antara medis,
keperawatan dan tenaga kesehatan lain.
2. Melakukan ronde pasien dengan multi departemen agar dapat mengetahui
mengetahui keadaan pasien serta dapat membuat asuhan yang berkesinambungan.
3. Melakukan kombinasi bentuk perencanaan asuhan yang diberikan pada pasien
4. Membuat rekam medis pasien yang terintegrasi dalam satu laporan.

18
LAMPIRAN FOTO

19

Anda mungkin juga menyukai