Anda di halaman 1dari 32

PANDUAN PELAKSANAAN

DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN


(DPJP) DAN CASE MANAGER

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIBUHUAN


KABUPATEN PADANG LAWAS
Jln. KH. Dewantara, Sibuhuan 22563
Sibuhuan – Sumatera Utara – Indonesia
TAHUN 2019
Lampiran Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
Nomor : 445. 0075 / SK / DIR / VI / 2019
Tanggal : 10 Juni 2019

BAB I.
PENDAHULUAN

Rumah sakit adalah institusi tempat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dengan tujuan penyembuhan penyakit serta terhindar dari kematian atau kecacatan. Dalam
melaksanakan fungsinya rumah sakit harus pula mengendalikan atau meminimalkan risiko baik
klinis maupun non klinis yang mungkin terjadi selama proses pelayanan kesehatan berlangsung,
sehingga terlaksana pelayanan yang aman bagi pasien. Oleh karena itu keselamatan pasien di
rumah sakit merupakan prioritas utama dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk
mencapai kondisi pelayanan yang efektif, efisien dan aman bagi pasien itu diperlukan komitmen
dan tanggung jawab yang tinggi dari seluruh personil pemberi pelayanan di rumah sakit sesuai
dengan kompetensi dan wewenangnya.
Kerjasama tim merupakan prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut, dan dilengkapi dengan
komunikasi yang baik. Serta tidak dapat dipungkiri bahwa peranan dokter sangat besar dan
sentral dalam menjaga keselamatan pasien, karena semua proses pelayanan berawal dan
ditentukan oleh dokter.
Sebagai instrumen monitoring dan evaluasi maka tidak kalah pentingnya faktor catatan
medis yang lengkap dan baik, dimana semua proses pelayanan terhadap pasien direkam secara
real time dan akurat. Sehingga apabila terjadi sengketa medis rekam medis ini benar benar dapat
menjadi alat bukti bagi rumah sakit bahwa proses pelayanan telah dijalankan dengan benar dan
sesuai prosedur, atau kalau terjadi sebaliknya dapat pula berfungsi sebagai masukan untuk
memperbaiki proses pelayanan yang ada.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

1. Maksud :

Buku Panduan ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan dari kebijakan Direktur tentang
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan Case Manager di Rumah Sakit Umum Daerah
Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
.

2. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus:


a. Tujuan Umum
Tercapainya mutu pelayanan yang baik di semua lini pelayanan dengan mencegah dan
meminimalisasi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cidera (KNC),
Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kondisi Potensial Cedera (KPC), dan Kejadian Sentinel
(KS) serta meningkatnya Kepuasan Pasien terhadap rumah sakit.

b. Tujuan Khusus
1. Adanya panduan bagi seluruh staf rumah sakit (baik medis, keperawatan maupun
penunjang) dalam menerapkan pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) dan Case Manager, sehingga terjadi persamaan pengertian, keseragaman
dalam pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan.
2. Pengelolaan asuhan medis pasien oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
dan Case Manager, terlaksana dengan baik sesuai dengan standar keselamatan pasien
secara profesional.
BAB III
DEFINISI

1. DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) : adalah seorang dokter, sesuai kewenangan
klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap (paket) kepada satu
pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal sampai dengan akhir perawatan di rumah
sakit, baik pada pelayanan rawat jalan atau rawat inap.
2. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan implementasi
rencana serta tindak lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
3. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP sesuai kewenangan klinisnya,
maka asuhan medis tersebut dilakukan secara terintergrasi dan secara tim diketuai oleh
seorang DPJP Utama. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan
asuhan medis bagi pasien yang bersangkutan (“Ketua Tim”), dengan tugas menjaga
terlaksananya asuhan medis yang komprehensif – terpadu – efektif, demi keselamatan pasien
melalui komunikasi efektif dengan membangun sinergisme dan mencegah duplikasi serta
mendorong penyesuaian pendapat (adjustment) antar anggota / DPJP, mengarahkan agar
tindakan masing-masing DPJP bersifat kontributif (bukan intervensi).
4. Dokter yang memberikan pelayanan interperatif, misalnya memberikan uraian / data
tentang hasil laboratorium atau radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena tidak memberikan
asuhan medis yang lengkap.
5. Profesional Pemberi Asuhan – PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung
memberikan asuhan kepada pasien, antara lain. Dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker,
psikolog klinis, penata anestesi, terapis fisik dan sebagainya.
6. Asuhan Pasien Terintegrasi dan Pelayanan Yang Berfokus Pada Pasien (Patient
Centered Care – PPC) adalah istilah yang saling terkait, yang mengandung aspek pasien
merupakan pusat pelayanan, PPA memberikan asuhan sebagai tim interdisiplin / klinis dengan
DPJP sebagai ketua tim klinis – Clinical Leader, PPA dengan kompetensi dan kewenangan
yang memadai, yang antara lain terdiri dari dokter, perawat, bidan, nutrisionis / dietisien,
apoteker, penata anestesi, terapis fisik dan sebagainya.
7. Case Manager / Manajer Pelayanan Pasien : adalah profesional di rumah sakit
melaksanakan manajemen pelayanan pasien, berkoordinasi dan kolaborasi dengan DPJP serta
PPA lainnya, manajemen rumah sakit, pasien dan keluarganya, pembayarannya, mengenai
asesmen, perencanaan, fasilitasi, koordinasi asuhan, evaluasi dan advokasi untuk opsi dan
pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keluarganya yang komprehensif, melalui
komunikasi dan sumber daya yang tersedia sehingga memberikan hasil (outcome) yang
bermutu dengan biaya-efektif selama dan pasca rawat inap.
BAB IV
RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan)


 Pelayanan Berfokus Pada Pasien (patient centered care) dan Asuhan Terintegrasi.
Asuhan pasien dilaksanakan berdasarkan pola pelayanan berfokus pada pasien
(Patient Centered Care), asuhan diberikan berbasis kebutuhan pelayanan pasien. Pasien
adalah pusat pelayanan, dan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) diposisikan mengelilingi
pasien.

DPJP
Perawat /
Bidan Apoteker

Psikologi Pasien Nutrisionis/


Klinis Keluarga Dietisien

Penata Terapis Fisik


Anestesi
Lainnya

Profesional Pemberi Asuhan (PPA) adalah tenaga kesehatan yang secara langsung
memberikan asuhan kepada pasien, a.l. dokter, perawat, bidan, nutrisionis / dietisien,
apoteker, penata anestesi, terapis fisik dan sebagainya, dengan kompetensi yang memadai,
sama pentingnya pada konstribusi profesinya, masing-masing menjalankan tugas mandiri,
kolaboratif dan delegatif. PPA memberikan asuhan yang terintegrasi dalam satu kesatuan
sebagai tim inter-disiplin dengan kolaborasi inter-profesional. Asuhan pasien terintegrasi
“dimotori” oleh DPJP dalam tim berfungsi sebagai ketua tim klinis (Clinical Leader),
melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis, review dan mengintegrasikan
asuhan pasien. Proses review dilakukan oleh DPJP dengan membaca rencana para PPA
dan memberikan catatan / notasi pada CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi).
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) melaksanakan asuhan pasien dalam 2 (dua)
proses:

A. Asesmen Pasien
Asesmen Pasien terdiri dari 3 (tiga) langkah (IAR) yaitu :
1. I Informasi dikumpulkan, antara lain Anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
lain / penunjang, dsb

2. A Analisis informasi menghasilkan kesimpulan antara lain Masalah, Kondisi,


Diagnosis, untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien.
PPA
3. R Rencana Pelayanan / Care Plan dirumuskan untuk memenuhi Kebutuhan
pelayanan Pasien.

B. Implementasi Rencana Serta Monitoring


Implementasi Rencana Serta Monitoring adalah pemberian pelayanannya.
Pencatatannya dilakukan dengan metode SOAP pada CPPT.

Masing-masing Profesional Pemberi Asuhan (PPA) memberikan asuhan melalui


tugas mandiri, delegatif dengan pola IAR (informasi, analisis informasi dan rencana
pelayanan). Menggunakan pola IAR dan penulisan SOAP / ADIME (untuk GIZI),
berkolaborasi interprofesional dan meningkatkan kompetensi untuk praktik kolaborasi
interprofesional dalam 4 (empat) ranah yaitu : nilai dan etika praktik profesional, peran
dan tanggung jawab, komunikasi interprofesional, kerjasama dalam tim klinis /
interdisiplin, selanjutnya edukasi untuk kolaborasi interprofesional.

 Asuhan Medis
Pengertian Asuhan medis dalam Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang
Baik oleh KKI tahun 2006 adalah memberikan pelayanan berdasarkan tanggung jawab
profesi
dapat berupa pemeriksaan atau terapi.
Asuhan medis di Rumah Sakit Umum Daerah Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
diberikan oleh dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis, disebut sebagai DPJP.
Di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Rumah Sakit Umum Daerah Sibuhuan
Kabupaten Padang Lawas dokter jaga UGD yang bersertifikat kegawat-daruratan, antara
lain ATLS, ACLS, PPGD, General Emergency Life Support (GELS) menjadi DPJP pada
saat asuhan awal pasien gawat-darurat. Pasien selanjutnya dapat diteruskan perawatannya
oleh dokter jaga UGD yang mengelola pasien pada awal perawatan dan dapat juga
dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai
dengan sistem rujukan dapat bersifat advis, rawat bersama atau alih rawat. Rujukan
dilakukan dengan adanya kesepakakan pasien / keluarga pasien dengan dokter yang
pertama kali mengelola pasien mengingat segi efektifitas dan efisiensi biaya perawatan.
Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dan memberikan asuhan medis, maka
dokter spesialis menjadi DPJP pasien tersebut menggantikan DPJP sebelumnya, yaitu
dokter jaga UGD.
Di Unit Rawat Inap, pasien kiriman dokter umum yang memiliki STR dan SIP di
Rumah Sakit Umum Rumah Sakit Umum Daerah Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
dapat merawat pasien dan melakukan konsultasi ke teman sejawat dokter spesialis dengan
kompetensi dan kewenangan yang memadai mengingat Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan
Praktik Kedokteran di Indonesia.
Untuk pasien kiriman dokter umum yang menunjuk dokter umum tertentu yang
memiliki STR dan SIP di Rumah Sakit Umum Rumah Sakit Umum Daerah Sibuhuan
Kabupaten Padang Lawas sebagai penggantinya maka dokter tersebut harus memastikan
bahwa dokter pengganti mempunyai kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan keahlian
untuk mengerjakan tugasnya sebagai dokter pengganti. Dokter pengganti harus tetap
bertanggung jawab kepada dokter yang digantikan atau ketua tim dalam asuhan medis.
Hal ini berlaku juga untuk dokter spesialis dan dokter sub spesialis.
Pemberian asuhan medis di Rumah Sakit Umum Rumah Sakit Umum Daerah
Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas senantiasa mengacu kepada Buku Penyelenggaraan
Praktik Kedokteran Yang Baik Di Indonesia (Keputusan Konsil Nomor 18 / KKI / KEP /
IX / 2006). Penerapan dasar hukum ini selain menjaga mutu asuhan dan keselamatan
pasien, juga dapat menghindari pelanggaran disiplin.
Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia intinya adalah
sebagai berikut :
 Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan
dan keselamatan pasien
 Kaidah dasar moral :
o Menghormati martabat manusia (respect for person)
o Berbuat baik (beneficence)
o Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence)
o Keadilan (justice)
 Tujuan :
o Memberikan perlindungan pada pasien
o Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medik
o Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi.

Tumpuan dasar kompetensi dokter yang mengacu kepada Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI) (Perkonsil No. 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter
Indonesia) adalah :
1. Profesionalitas yang luhur
2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
3. Komunikasi Efektif
4. Pengelolaan Informasi
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
6. Keterampilan Klinis
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan

 Asuhan Medis Terintegrasi dan patient centered care


Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan / asuhan berfokus pada pasien (Patient
Centered Care) adalah elemen penting dan sentral dalam asuhan pasien di rumah sakit.
Konsep inti ( Core Concept ) asuhan berfokus pada pasien terbagi dalam 2 perspektif :
 Perspektif Pasien :
1. Martabat dan Respek.
o Profesional Pemberi Asuhan mendengarkan, menghormati dan menghargai
pandangan serta pilihan pasien – keluarga.
o Pengetahuan, nilai – nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien – keluarga
dimasukkan dalam perencanaan pelayanan dan pemberian pelayanan kesehatan.
2. Berbagi Informasi.
o Profesional Pemberi Asuhan mengkomunikasikan dan berbagi informasi secara
lengkap kepada pasien – keluarga.
o Pasien – keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat.
3. Partisipasi.
o Pasien – keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dalam asuhan,
pengambilan keputusan dan pilihan mereka.
4. Kolaborasi / Kerjasama.
o Rumah sakit bekerjasama dengan pasien – keluarga dalam pengembangan,
implementasi dan evaluasi kebijakan dan program. Pasien – keluarga adalah mitra
PPA.
 Perspektif PPA :
1. Tim Interdisiplin
 Profesional Pemberi Asuhan diposisikan mengelilingi pasien
 Kompetensi yang memadai
 Berkontribusi setara dalam fungsi profesinya
 Tugas mandiri, kolaboratif, delegatif, bekerja sebagai satu kesatuan memberikan
asuhan yang terintegrasi
2. Interprofesionalitas
 Kolaborasi interprofesional
 Kompetensi pada praktik kolaborasi interprofesional
 Termasuk bermitra dengan pasien
3. DPJP adalah ketua tim klinis / clinical leader
 DPJP melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis, review dan
mengintegrasikan asuhan pasien
4. Personalized care
 Keputusan klinis selalu diproses berdasarkan juga nilai – nilai pasien
 Setiap dokter memperlakukan pasiennya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan

Dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, konteks asuhan medis terintegrasi
dan patient centered care terdiri dari unsur–unsur inti antara lain :
 Pasien dan keluarganya adalah pusat pelayanan / asuhan
 DPJP – Dokter Penanggung jawab Pelayanan sebagai clinical leader / ketua tim klinis
mengintegrasikan asuhan.
 PPA – Profesional Pemberi Asuhan diposisikan mengelilingi pasien, memberikan
asuhan secara tim interdisiplin, dengan tugas mandiri dalam pola IAR, juga tugas
kolaboratif dan tugas delegatif, dengan motto asuhan : BPIS – bila pasien itu ( adalah )
saya.
 Kolaborasi interprofesional dalam tim dengan kompetensi untuk praktek kolaborasi.
 Case Manager / MPP – Manajer Pelayanan Pasien berperan dalam menjaga kontinuitas
pelayanan dan asuhan.
 Rekam Medis terintegrasi dalam bentuk CPPT – Catatan Perkembangan pasien
Terintegrasi diisi oleh semua tenaga kesehatan yang memberikan asuhan pasien - PPA,
dengan pola IAR.
 CPPT – Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi dalam rekam medis tempat PPA
mendokumentasikan perkembangan pasien dalam proses pemberian asuhan.
 Hak Pasien dan Keluarga antara lain tentang rumah sakit termasuk PPA bertanggung
jawab untuk memberikan proses yang mendukung hak pasien dan keluarganya selama
dalam pelayanan, pelayanan yang dilaksanakan dengan penuh perhatian dan
menghormati nilai – nilai pribadi dan kepercayaan pasien, menghormati kebutuhan
privasi pasien, mendukung hak pasien dan keluarga untuk berpartisipasi dalam proses
pelayanan termasuk dalam keputusan pelayanan, memberitahu pasien dan keluarganya
tentang bagaimana mereka akan dijelaskan tentang hasil pelayanan dan pengobatan,
termasuk hasil yang tidak diharapkan dan siapa yang akan memberitahukan, dsb.
 Discharge planning / Rencana Pemulangan Pasien yang terintegrasi, dilakukan secara
multidisiplin sejak awal rawat inap dengan tujuan menjaga keberhasilan asuhan dan
pelayanan selama rawat inap maupun pasca rawat inap / dirumah.

B. Ruang Lingkup Case Manager / Manager Pelayanan Pasien


 Kontinuitas Pelayanan
Menjaga kontinuitas pelayanan dalam pola asuhan terintegrasi dan pelayanan
berfokus pada pasien.
 Koordinasi dan Kolaborasi
MPP berkoordinasi dan kolaborasi dengan DPJP dan PPA lainnya, serta manajemen
rumah sakit.
 Hubungan dengan Pasien
Penting bagi MPP untuk membangun dan memiliki relasi yang kondusif dengan
pasien
- keluarga agar proses pelayanan dapat memenuhi kebutuhan mereka. MPP
merupakan "Laison" pasien - keluarga dengan PPA, manajemen rumah sakit,
pembayar
 Skrining pasien
Untuk penanganan pasien, MPP melakukan skrining pasien, kelompok : anak, usia
lanjut, pasien dengan penyakit kronis, risiko tinggi, kasus kompleks dengan hasil
asuhan yang tidak mudah.
Case Manager / MPP

Manajer Pelayanan Pasien

DPJP
Perawat /
Bidan Apoteker

Psikologi Pasien Nutrisionis/


Klinis Keluarga Dietisien

Penata Terapis Fisik


Anestesi
Lainnya

Yan Kes /
RS Lain Case
Manager
MPP
Dokter
Keluarga Yan
Keuangan /
Asuransi
Perusahaan / BPJS Billing
employer
BAB V
DASAR HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit


Pasal 5: Rumah Sakit mempunyai fungsi : huruf b. pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis.
Penjelasan pasal 5 huruf b, disebutkan : yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan
paripurna tingkat kedua adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan
mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Yang dimaksud dengan
pelayanan kesehatan paripurna tingkat ketiga adalah upaya kesehatan perorangan tingkat
lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
Dengan demikian asuhan medis di rumah sakit kepada pasien diberikan oleh dokter spesialis.

Pasal 29 (1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban : huruf r. menyusun dan
melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws).

Penjelasan Pasal 29 huruf r : Yang dimaksud dengan peraturan internal Rumah Sakit
(hospital by laws) adalah peraturan organisasi Rumah Sakit (corporate by laws) dan peraturan
staf rnedis Rumah Sakit (medical staff by law) yang disusun dalam rangka menyelenggarakan
tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan tata kelola klinis yang baik
(good clinical governance). Dalam peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff"by law) antara
lain diatur kewenangan klinis (Clinical Privilege).

Pasal 43 menyatakan Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.

2. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.


Pasal 3 Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk;
1. memberikan perlindungan kepada pasien;
2. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter
dan dokter gigi; dan
3. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Pasal 7 :
(1) Setiap RumahSakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien.
(2) Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Hak pasien;
b. Mendidik pasien dan keluarga;
c. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
d. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
f. mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Lampiran : pengaturan tentang Standar I. Hak pasien, adalah sebagai berikut :


Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria :
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
1.3.Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755 tahun 2011 tentang
penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
 Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis, termasuk
pelayanan interpretatif harus memiliki SK dari Direktur / Kepala Rumah Sakit berupa
Surat Penugasan Klinis / SPK (Clinical Appointment), dengan lampiran rincian
kewenangan klinis / RKK (XXneation Of Clinical Previlege). Penerbitan SPK dan
RKK tersebut harus melalui proses kredensial dan rekredensial untuk evaluasi kinerja
profesional DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan).
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438 tahun 2010 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran.
6. Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.02.04/I/2790/11 tentang
Standar Akreditasi Rumah Sakit.
7. Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, Komisi Akreditasi Rumah Sakit
8. Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan Case Manager, Edisi
1 April 2015, KARS.
9. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21A / KKI / KEP / IX / 2006 tentang
Pengesahan Standar Kompetensi Dokter.
10. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 23 / KKI / KEP / XI 2006 tentang
pengesahan Standar Kompetensi Dokter Gigi.
11. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 19 / KKI / KEP / IX / 2006 tentang Buku
Kemitraan Dalam Hubungan Dokter – Pasien.
12. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 18 / KKI / KEP / IX / 2006 tentang Buku
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia.
13. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi
Dokter Indonesia.
14. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi.
15. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 48 / KKI / PER / XII / 2010 tentang
Kewenangan Tambahan Dokter dan Dokter Gigi.
16. Konsil Kedokteran Indonesia : Komunikasi Efektif Dokter – Pasien, 2006
17. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 111 / PB / A.4 / 02 / 2013
tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
18. Kode Etik Kedokteran Indonesia, PB IDI, 2012
19. Surat Keputusan Direktur RSUD Sibuhuan Nomor : 445. /SK/DIR/RSUD/VI/2019 tentang
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) RSUD Sibuhuan
BAB VI
TATA LAKSANA

A. Tata Laksana Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)


1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di RSUD Sibuhuan baik rawat jalan maupun
rawat inap harus memiliki DPJP.
2. RSUD Sibuhuan memberlakukan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dari dokter
spesialis yang menangani penyakit pasien.
3. Penentuan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) di RSUD Sibuhuan berdasarkan :
a. Permintaan pasien dan keluarga
b. Jadwal praktek dokter spesialis
c. Jadwal jaga
d. Surat rujukan langsung kepada salah satu dokter spesialis.
4. Pergantian / Pengalihan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) di RSUD Sibuhuan
berdasarkan :
a. Permintaan pasien dan keluarga
b. Rekomendasi dokter pengirim pasien.
c. Adanya indikasi pelanggaran prosedur penatalaksanaan penyakit yang dilakukan oleh
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).
d. Adanya tanda-tanda komunikasi antara Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan
pasien / keluarga tidak terjalin dengan baik.
e. Adanya penolakan dokter untuk menjadi Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
pasien tertentu dan meminta untuk dialihkan ke Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) lain.
f. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang diminta, tidak dapat dihubungi
(berhalangan mungkin karena cuti atau tugas luar) mengingat response time yang adekuat
dan demi keselamatan pasien.
5. Perselisihan antar Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) diselesaikan melalui diskusi
kasus yang diselenggarakan oleh Komite Medik dan Direktur RSUD Sibuhuan dengan
keputusan penyelesaian perselisihan bermuara pada kepentingan pasien. Apabila terjadi lebih
dari satu rencana pelayanan, pasien berhak memilih rencana pelayanan yang dikehendaki,
setelah pasien mendapat penjelasan lengkap mengenai seluruh rencana pelayanan yang akan
diberikan.
6. Untuk pasien RSUD Sibuhuan di Unit Gawat Darurat, dokter gawat darurat, dokter jaga
UGD (dengan sertifikat kegawatdaruratan, antara lain PPGD, ATLS, ACLS, GELS)
menjadi DPJP pada pemberian asuhan medis awal / penanganan kegawat-daruratan.
Kemudian selanjutnya saat dilakukan konsultasi / rujuk ditempat (on site ) atau konsultasi
lisan kepada dokter spesialis, dan dokter spesialis tersebut memberikan asuhan medis
(termasuk instruksi secara lisan) maka dokter spesialis tersebut telah menjadi DPJP pasien
yang bersangkutan, sehingga saat itulah DPJP telah berganti dari dokter gawat darurat /
dokter jaga UGD kepada dokter spesialis tersebut.
7. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka harus ditunjuk DPJP
Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tersebut bekerja secara
tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif, berinteraksi dan berkoordinasi. (dibedakan
dengan bekerja sendiri-sendiri).
8. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi
pasien yang bersangkutan (sebagai "Ketua Tim"), dengan tugas menjaga terlaksananya
asuhan medis komprehensif – terpadu - efektif, demi keselamatan pasien melalui
komunikasi yang efektif dan membangun sinergisme dengan mendorong penyesuaian
pendapat (adjustment) antar anggota / DPJP, mengarahkan agar tindakan masing-masing
DPJP bersifat kontributif (bukan intervensi), dan juga mencegah duplikasi serta interaksi
obat.
9. Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk keinginan DPJP
mengkonsultasikan ke dokter spesialis lain agar dikoordinasikan melalui DPJP Utama.
Kepatuhan DPJP terhadap jadwal kegiatan dan ketepatan waktu misalnya antara lain
kehadiran atau menjanjikan waktu kehadiran, adalah sangat penting bagi pemenuhan
kebutuhan pasien serta untuk kepentingan koordinasi sehari-hari.
10. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) sudah harus melihat pasien dalam tempo 1x24
jam sejak ditetapkan sebagai Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) pasien tersebut.
Dalam waktu tersebut, Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) sudah melengkapi data
rekam medis pasien meliputi asesmen awal, pengobatan dan rencana asuhan medis
selanjutnya.
11. Dibawah koordinasi DPJP Utama, sekurang-kurangnya ada rapat Tim yang melibatkan
semua DPJP yang bersangkutan beserta profesi terkait lainnya sesuai kebutuhan pasien;
rumah sakit diharapkan menyediakan ruangan untuk rapat Tim di tempat-tempat
pelayanan, misalnya di Rawat Inap, ICU, UGD, dan lain-lain. DPJP Utama juga
bertugas untuk menghimpun komunikasi / data tentang pasien.
12. Setiap Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) harus melakukan visite pasiennya. Bila
karena sesuatu hal, Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) berhalangan untuk visite,
maka visite dapat dialihkan kepada Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) pengganti.
13. Bila menurut pengamatan pengganti Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) saat itu
perlu menambahkan atau mengurangi rencana asuhan medis, maka pengganti Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) harus menuliskannya di dalam rekam medis sebagai
usul (beserta alasannya) atau mengkomunikasikannya langsung dengan Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP) melalui telepon atau sarana lain.
14. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan keluarga, dan pasien /
keluarga dapat menyetujuinya ataupun sebaliknya. Rumah sakit berwenang mengubah
DPJP bila terjadi pelanggaran prosedur.
15. Satu pasien hanya memiliki satu Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama.
16. Bila Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama mengkonsulkan pasiennya kepada
dokter lain diluar kompetensi Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama tersebut,
maka :
a. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama tidak berganti : Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP) Utama tetap melaksanakan asuhan medis terhadap pasien
dengan mempertimbangkan hasil dari konsultasi Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) lain.
b. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama berganti : Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP) Utama tidak lagi melaksanakan asuhan medis kepada pasien,
melainkan mengalihkan kepada Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) lain sesuai
dengan kompetensinya, proses pengalihan ini harus didokumentasikan secara tertulis di
rekam medis.
17. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis sesuai
kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis harus jelas tentang
alih tanggung jawabnya, dan menggunakan Formulir Daftar DPJP.
a. Koordinasi antar DPJP tentang rencana dan pengelolaan pasien harus dilaksanakan secara
komprehensif, terpadu dan efektif dengan berpedoman kepada Panduan Praktek Klinik,
Standar Prosedur Operasional, Standar Pelayanan Minimal, Standar Keselamatan Pasien
serta standar lainnya yang berlaku di RSUD Sibuhuan.
b. Koordinasi dan transfer informasi (komunikasi dan konsultasi) antar DPJP harus
dilaksanakan secara tertulis dengan menyampaikan beberapa aspek antara lain diagnosis,
hasil pemeriksaan, pemberian terapi, permasalahan dan keperluan konsultasi yang
diperlukan.
c. Bila secara tertulis baik dengan formulir maupun dalam berkas rekam medis belum
optimal maka harus dilakukan koordinasi langsung baik dalam komunikasi pribadi
(langsung atau telepon) maupun pertemuan formal dalam penatalaksanaan kasus tersebut.
d. Koordinasi dan transfer informasi DPJP dibuat tertulis dalam catatan terintegrasi rekam
medis dengan membubuhkan paraf / tanda tangan, dan menggunakan formulir
khusus/lembar konsultasi.
e. Konsultasi yang dituju bisa secara khusus kepada disiplin ilmu ataupun kepada konsultan
secara perorangan.
f. Konsultasi bisa bersifat biasa maupun segera atau emergency (cito).
g. Penyampaian adanya konsultasi bisa dengan menyampaikan / membawa berkas rekam
medis dan formulir dengan atau tanpa pasien (pada kasus tertentu) atau per telepon untuk
kasus emergency seperti di UGD atau kasus di atas meja operasi.
h. Proses konsultasi di UGD dan kamar operasi sesuai standar prosedur operasional yang
berlaku di UGD dan Unit Kamar Operasi di RSUD Sibuhuan.
i. Dalam hal konsultan pribadi yang dituju sedang berhalangan / tidak ditempat, maka DPJP
dapat dialihkan kepada konsultan lain dengan disiplin ilmu / kompetensi yang sama
dengan melaporkan terlebih dahulu kepada DPJP yang mengkonsulkan.
j. Konsultasi yang dibuat oleh dokter UGD / dokter jaga ruangan kepada disiplin ilmu yang
lain, harus sepengetahuan konsulen DPJP yang bertanggung jawab.
k. Konsultasi dari dokter jaga UGD kepada konsulen bisa dilakukan dengan lisan per
telepon dalam melakukan pengobatan emergency kepada pasien di bidang disiplin ilmu
terkait. Jawaban konsulen harus ditulis di dalam berkas rekam medis pasien setelah
dilakukan klarifikasi ulang sesuai kaidah patient safety / keselamatan pasien oleh dokter
jaga UGD.
l. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dengan bagian profesi kesehatan lain (Unit
Gizi, Rehabilitasi Medis, Radiologi, Farmasi, Laboratorium) dilakukan secara lisan dan
tertulis.
18. Pada unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter intensifis. Koordinasi dan
tingkatan keikut-sertaan para DPJP terkait, oleh rumah sakit memakai sistem terbuka,
dengan kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien berupa :
a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola pasien pada awal
perawatan.
b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan penyakit dalam
kondisi (relatif) menonjol atau terparah.
c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP terkait.
d. DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien.
e. Pada pelayanan ICU maka DPJP Utama adalah Intensivis.
19. Pada kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan pada saat di
kamar operasi tersebut. Dokter anastesi yang melakukan tindakan pembiusan merupakan
DPJP anastesi pasien tersebut dan bertanggung jawab terhadap permasalahan yang berkaitan
dengan tindakan anastesi, 24 (dua puluh empat) jam pasca operasi bahkan sampai pasien
kembali ke ruangan rawatan atau ICU. Untuk pasien post operasi yang di ICU, DPJP sesuai
aturan yang ditetapkan oleh ICU. Sebelum operasi dilaksanakan dokter operator dan dokter
anastesi harus melaksanakan pre visit pasien di ruangan rawatan. Dalam proses penandaan /
pemberian tanda digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi
dan melibatkan pasien. Dokter bedah dan dokter anastesi harus ikut melakukan prosedur Sign
In, Time Out, Sign Out sesuai kaidah keselamatan pasien dan menandatangani formulir
panduan Time Out sesuai dengan SPO Time Out di kamar operasi.
a. Sign In, pembacaan dan pengisian formulir sign in yang dilakukan sebelum pasien di
anastesi di holding area.
b. Time Out, dilakukan di ruang operasi / tindakan invasif sesaat sebelum incisi pasien
operasi/sebelum tindakan invasif.
c. Sign Out, setelah operasi / tindakan invasif dilakukan pengecekan kembali.
d. Proses Sign In, Time Out, Sign out dipandu oleh perawat sirkuler dan diikuti oleh operator,
dokter anastesi, perawat. Dokumentasi prosedur ini disimpan dalam format checklist
keselamatan pasien operasi / tindakan invasif.
20. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi / sedang
dioperasi, dokter yang dirujuk tersebut melakukan tindakan / memberikan instruksi,
maka otomatis menjadi DPJP juga bagi pasien tersebut.
21. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu oleh dokter lain
(seperti dokter ruangan ) dimana yang bersangkutan boleh menulis / mencatat di rekam
medis, maka tanggung jawab adalah tetap ada pada DPJP, sehingga DPJP yang
bersangkutan harus memberikan supervisi klinis medis untuk melaksanakan monitoring
dan evaluasi terhadap asuhan pelayanan klinis yang dilaksanakan. Selanjutnya melakukan
validasi berupa pemberian paraf / tanda tangan pada setiap catatan kegiatan tersebut di
rekam medis setiap hari.
22. Asuhan pasien dilaksanakan oleh para Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang bekerja
secara tim ("Tim Interdisiplin") sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient
Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Clinical / Team Leader) harus proaktif
melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif
dan efektif dalam tim. Termasuk dalam kegiatan ini adalah perencanaan pulang
(discharge plan) yang dapat dilakukan pada awal masuk rawat inap atau pada akhir
rawat inap. Menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan dan melibatkan keluarga pasien
dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik atau sesuai kebutuhan pasien.
23. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi / informasi kepada pasien
dan keluarganya, menggunakan dan mengembangkan tehnik komunikasi yang berempati.
Komunikasi merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan Fokus pada
Pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan kompetensi dokter dalam area
kompetensi ke-3 (Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012; Penyelenggaraan
Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006).
24. Komunikasi efektif oleh DPJP dapat dilakukan dengan menerapkan :
a. Teknik SBAR (situation, background, assessment, recommendation) yang dilakukan
ketika melaporkan atau serah terima pasien kritis/ bermasalah, pada saat pergantian shift
jaga atau menitipkan pasien.
b. Teknik Tbak ((baca “tebak”), Tulis, Baca, Konfirmasi)) digunakan saat dokter / perawat
mendapat instruksi verbal per telepon dan pelaporan hasil kritis, dimana DPJP pemberi
instruksi menuliskan instruksi di catatan terintegrasi (rekam medis pasien). Setiap
pemberian instruksi verbal tentang Obat LASA (Look Alike Sound Alike) / NORUM
(Nama Obat Rupa Mirip), maka penerima pesan harus melakukan Read Back nama obat
dengan mengeja huruf obat tersebut satu persatu dengan ejaan Alphabeth Fonetik :
A : Alpha N : November
B : Bravo O : Oscar
C : Charlie P : Papa
D : Delta Q : Queen
E : Echo R : Romeo
F : Fanta S : Sierra
G : Golf T : Tango
H : Hotel U : Ultra
I : India V : Victor
J : Juliet W : Whiskey
K : Kilo X : X - Ray
L : Lima Y : Yankee
M :Mama Z : Zebra

Instruksi dengan cara meninggalkan pesan dikotak suara / voice mail tidak dapat
diperkenankan.
Pemberian instruksi verbal per telepon tidak diperkenankan pada :
1. Pemberian obat-obatan epidural
2. Pemberian produk darah kecuali pada kondisi emergensi di OK atau UGD
3. Pemberian obat kemoterapi
4. Pemberian obat pada gagal ginjal berat
5. Pemberian obat pada anak bayi
c. Instruksi verbal per telepon dapat dilakukan apabila DPJP tidak berada di RSUD
Sibuhuanatau tidak dapat menemui pasien dalam waktu > 30 menit.
25. Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus mencantumkan nama
dan paraf / tanda tangan. Pendokumentasian tersebut dilakukan antara lain di form
asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT (Integrated note),
form asesmen pra anestesi sedasi, instruksi pasca bedah, form edukasi / informasi ke
pasien dan sebagainya. Termasuk juga pendokumentasian keputusan hasil pembahasan
tim medis, hasil ronde bersama multi kelompok staf medis, dan sebagainya.
26. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Case Manager), agar
terjaga kontinuitas pelayanan baik waktu ravvat inap, rencana pemulangan, tindak
lanjut asuhan mandiri dirumah, control dan sebagainya.
27. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif, bila lebih dari satu) tentang
DPJP, dalam bentuk satu formulir yang diisi secara periodik sesuai kebutuhan /
penambahan / pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar setiap DJIP, tanggal
mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama dan gelar, tanggal mulai dan
akhir sebagai DPJP Utama. Menggunakan formulir Daftar DPJP dan tidak berfungsi
sebagai daftar hadir.
28. Keterkaitan DPJP dengan Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis /Clinical Pathway,
setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan proses asuhan pasien (baik asuhan medis
maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainnya) yang diberikan kepada pasien patuh
pada Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway yang telah
ditetapkan oleh Rumah Sakit.Tingkat kepatuhan pada Panduan Praktek Klinis / Alur
Perjalanan Klinis /Clinical Pathway ini akan menjadi objek Audit Klinis dan Audit Medis.
29. Apabila dokter tidak mematuhi Alur Perjalanan Klinis/ Clinical Pathway/ Panduan Praktek
Klinis maka harus memberi penjelasan tertulis dan dicatat di rekam medis.

B. Tata Laksana Case Manager / Manajer Pelayanan Pasien


1. Melakukan skrining pasien yang membutuhkan MPP, pada waktu admisi, atau bila
dibutuhkan pada waktu di ruang rawat inap, berdasarkan pasien yang meliputi :
a) Risiko tinggi
b) Biaya tinggi
c) Potensi komplain tinggi
d) Kasus dengan penyakit kronis
e) Kemungkinan sistem pembiayaan yang komplek
f) Kasus yang melebihi rata-rata lama dirawat
g) Kasus yang diidentifikasi rencana pemulangannya kritis atau yang membutuhkan
kontinuitas pelayanan
h) Kasus komplek / rumit
2. Setelah pasien ditentukan sebagai klien MPP, maka dilakukan asesmen utilitas dengan
mengumpulkan berbagai informasi klinis, psiko-sosial, sosioekonomis, maupun sistem
pembayaran yang dimiliki pasien.
3. Menyusun rencana manajemen pelayanan pasien tersebut, berkolaborasi dengan DPJP
serta para anggota tim klinis lainnya, yang mencerminkan kelayakan / kepatutan dan
efektivitas-biaya dari pengobatan medis dan klinis serta kebutuhan pasien untuk
mengambil keputusan.
4. Melakukan fasilitasi yang mencakup interaksi antara MPP dan DPJP serta para anggota
tim PPA lainnya, berbagai unit pelayanan, pelayanan administrasi, perwakilan pembayar.
Fasilitasi untuk koordinasi, komunikasi dan kolaborasi antara pasien dan pemangku
kepentingan, serta menjaga kontinuitas pelayanan.
5. Memfasilitasi untuk kemungkinan pembebasan dari hambatan yang tidak mempengaruhi
kinerja/hasil.
6. Memfasilitasi dan memberikan advokasi agar pasien memperoleh pelayanan yang optimal
sesuai dengan sistem pembiayaan dan kemampuan financial dengan berkonsultasi dengan
DPJP, memperoleh edukasi yang adekuat, termasuk rencana pemulangan yang
memperhatikan kontinuitas pelayanan dan yang aman.
7. Melakukan monitoring dan evaluasi proses-proses pelayanan dan asuhan pasien.

BAB VII
DOKUMENTASI

Ada bukti dokumentasi kegiatan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan Case Manager
/ Manager Pelayanan Pasien (MPP), dalam rekam medis seperti pencatatan yang terlihat dari :
FORMULIR DAFTAR DPJP

No. Rekam Medis : ..................................................................................................

Nama : ..................................................................................................

Tgl. Lahir / Umur : .................................................................................... ( Lk / Pr )

Diagnosa : ..................................................................................................

DPJP DPJP UTAMA

Diagnosa Ket
Nama Tanggal Tanggal Nama Tanggal Tanggal
Dokter Mulai Akhir Dokter Mulai Akhir
CATATAN PERKEMBANGAN No. RM : ………………………………………………
Nama : ………………………………………………
PASIEN TERINTEGRASI Tgl. Lahir / Umur : ………………………………….. ( Lk/Pr )

REVIEW &
VERIFIKASI DPJP
Hasil Asesmen Pasien dan Pemberian
Profesional Intruksi PPA (Tulis Nama, Beri
Pelayanan
Tgl/ Pemberi Termasuk Pasca Bedah Paraf, Tgl,Jam)
(Tulis dengan format SOAP/ADIME,
Jam Asuhan (Instruksi ditulis (DPJP harus
disertai Sasaran. Tulis Nama, beri Paraf
(PPA) dengan rinci dan jelas) membaca/mereview
pada akhir catatan)
seluruh Rencana
Asuhan)
Keterangan :
S (Subjektif) : Keluhan Pasien
O (Objektif) : Pemeriksaan dan Hasil Penunjang lainnya
A (Assessment) : Penilaian Terkini
P (Planning) : Rencana Tindakan / tindakan dan target yang
diharapkan

A (Assessment) : Penilaian Terkini


D (Diagnosis) : Diagnosa gizi
I (Intervention) : Rencana Tindakan
M (Monitoring) : Monitoring
E (Evaluation) : Evaluasi
REVIEW &
VERIFIKASI DPJP
Hasil Asesmen Pasien dan Pemberian
Profesional Intruksi PPATermasuk (Tulis Nama, Beri
Pelayanan
Tgl/ Pemberi Pasca Bedah Paraf, Tgl,Jam)
(Tulis dengan format SOAP/ADIME,
Jam Asuhan (Instruksi ditulis (DPJP harus
disertai Sasaran. Tulis Nama, beri Paraf
(PPA) dengan rinci dan jelas) membaca/mereview
pada akhir catatan)
seluruh Rencana
Asuhan)
Keterangan :
S (Subjektif) : Keluhan Pasien
O (Objektif) : Pemeriksaan dan Hasil Penunjang lainnya
A (Assessment) : Penilaian Terkini
P (Planning) : Rencana Tindakan / tindakan dan target yang
diharapkan

A (Assessment) : Penilaian Terkini


D (Diagnosis) : Diagnosa gizi
I (Intervention) : Rencana Tindakan
M (Monitoring) : Monitoring
E (Evaluation) : Evaluasi
FORMULIR MANAJEMEN PELAYANAN PASIEN

No. Rekam Medis :


..................................................................................................
Nama :
..................................................................................................
Tgl. Lahir / Umur : ................................................................................ ( Lk / Pr
)
Alamat :
..................................................................................................
Dokter yang merawat ( DPJP ) :
..................................................................................................
Dokter lain :
..................................................................................................
Diagnosis :
..................................................................................................
Kelompok resiko * :
..................................................................................................
Anak / Lanjut usia / Menular / Biaya tinggi / Kendala bahasa / Kendala fisik /
...............………..........
..............................................................................................................................................................
....

28
Tanda tangan
Tgl/Jam Masalah Tindak Lanjut Evaluasi dan nama
Case Manager

* Lingkari pada jawaban yang benar

29
FORMULIR
CATATAN LENGKAP No. RM : ………………………………………………
PERINTAH LISAN / Nama : ………………………………………………
MELALUI TELEPON /
Tgl. Lahir / Umur : ………………………………… ( Lk/Pr )
PELAPORAN HASIL
PEMERIKSAAN KRITIS

Penerima Pemberi Pelaksana


Tanggal/ Perintah Perintah Perintah
No Isi Perintah Keterangan
Jam ( Tanda ( Tanda ( Tanda
Tangan ) Tangan ) Tangan )

30
Contoh pengisian formulir daftar DPJP

Contoh pengisian formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi

31
32

Anda mungkin juga menyukai