Anda di halaman 1dari 32

PANDUAN PELAKSANAAN

DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN


(DPJP)

RS UMUM METRO MEDICAL CENTER


Jl. Merdeka Barat No.70A Kota Lhokseumawe Phone : (0645)44722
Fax: (0645)44722 Email : ptmetromedical_center@yahoo.com
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN

Rumah sakit adalah institusi tempat memberikan pelayanan kesehatan kepada


masyarakat dengan tujuan penyembuhan penyakit serta terhindar dari kematian atau
kecacatan. Dalam melaksanakan fungsinya rumah sakit harus pula mengendalikan atau
meminimalkan risiko baik klinis maupun non klinis yang mungkin terjadi selama proses
pelayanan kesehatan berlangsung, sehingga terlaksana pelayanan yang aman bagi
pasien. Oleh karena itu keselamatan pasien di rumah sakit merupakan prioritas utama
dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk mencapai kondisi pelayanan yang
efektif, efisien dan aman bagi pasien itu diperlukan komitmen dan tanggung jawab yang
tinggi dari seluruh personil pemberi pelayanan di rumah sakit sesuai dengan kompetensi
dan wewenangnya.
Kerjasama tim merupakan prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut, dan dilengkapi
dengan komunikasi yang baik. Serta tidak dapat dipungkiri bahwa peranan dokter
sangat besar dan sentral dalam menjaga keselamatan pasien, karena semua proses
pelayanan berawal dan ditentukan oleh dokter.
Sebagai instrumen monitoring dan evaluasi maka tidak kalah pentingnya faktor
catatan medis yang lengkap dan baik, dimana semua proses pelayanan terhadap pasien
direkam secara real time dan akurat. Sehingga apabila terjadi sengketa medis rekam
medis ini benar benar dapat menjadi alat bukti bagi rumah sakit bahwa proses pelayanan
telah dijalankan dengan benar dan sesuai prosedur, atau kalau terjadi sebaliknya dapat
pula berfungsi sebagai masukan untuk memperbaiki proses pelayanan yang ada.

1
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

1. Maksud :
Buku Panduan ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan dari kebijakan
Direktur tentang Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) di RS Umum Metro
Medical Center.

2. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus:


a. Tujuan Umum
Tercapainya mutu pelayanan yang baik di semua lini pelayanan dengan
mencegah dan meminimalisasi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian
Nyaris Cidera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kondisi Potensial
Cedera (KPC), dan Kejadian Sentinel (KS) serta meningkatnya Kepuasan
Pasien terhadap rumah sakit.

b. Tujuan Khusus
1. Adanya panduan bagi seluruh staf rumah sakit (baik medis, keperawatan
maupun penunjang) dalam menerapkan pelaksanaan Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP), sehingga terjadi persamaan pengertian,
keseragaman dalam pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan.
2. Pengelolaan asuhan medis pasien oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP), terlaksana dengan baik sesuai dengan standar keselamatan pasien
secara profesional.

2
BAB III
DEFINISI

1. DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) : adalah seorang dokter, sesuai


kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap
(paket) kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal sampai dengan
akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan atau rawat inap.
2. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan
implementasi rencana serta tindak lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
3. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP sesuai kewenangan
klinisnya, maka asuhan medis tersebut dilakukan secara terintergrasi dan secara tim
diketuai oleh seorang DPJP Utama. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator
proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien yang bersangkutan (“Ketua Tim”),
dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis yang komprehensif – terpadu –
efektif, demi keselamatan pasien melalui komunikasi efektif dengan membangun
sinergisme dan mencegah duplikasi serta mendorong penyesuaian pendapat
(adjustment) antar anggota / DPJP, mengarahkan agar tindakan masing-masing DPJP
bersifat kontributif (bukan intervensi).
4. Dokter yang memberikan pelayanan interperatif, misalnya memberikan uraian /
data tentang hasil laboratorium atau radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena
tidak memberikan asuhan medis yang lengkap.
5. Profesional Pemberi Asuhan – PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung
memberikan asuhan kepada pasien, antara lain. Dokter, perawat, bidan, ahli gizi,
apoteker, psikolog klinis, penata anestesi, terapis fisik dan sebagainya.
6. Asuhan Pasien Terintegrasi dan Pelayanan Yang Berfokus Pada Pasien (Patient
Centered Care – PPC) adalah istilah yang saling terkait, yang mengandung aspek
pasien merupakan pusat pelayanan, PPA memberikan asuhan sebagai tim
interdisiplin / klinis dengan DPJP sebagai ketua tim klinis – Clinical Leader, PPA
dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang antara lain terdiri dari
dokter, perawat, bidan, nutrisionis / dietisien, apoteker, penata anestesi, terapis fisik
dan sebagainya.

3
BAB IV
RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan)


 Pelayanan Berfokus Pada Pasien (patient centered care) dan
Asuhan
Terintegrasi.
Asuhan pasien dilaksanakan berdasarkan pola pelayanan berfokus pada
pasien (Patient Centered Care), asuhan diberikan berbasis kebutuhan pelayanan
pasien. Pasien adalah pusat pelayanan, dan Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
diposisikan mengelilingi pasien.

DPJP
Perawat /
Bidan Apoteker

Psikologi Pasien Nutrisionis/


Klinis Keluarga Dietisien

Penata Terapis Fisik


Anestesi

Lainnya

Profesional Pemberi Asuhan (PPA) adalah tenaga kesehatan yang secara


langsung memberikan asuhan kepada pasien, a.l. dokter, perawat, bidan,
nutrisionis / dietisien, apoteker, penata anestesi, terapis fisik dan sebagainya,
dengan kompetensi yang memadai, sama pentingnya pada konstribusi
profesinya, masing-masing menjalankan tugas mandiri, kolaboratif dan
delegatif. PPA memberikan asuhan yang terintegrasi dalam satu kesatuan
sebagai tim inter-disiplin dengan kolaborasi inter-profesional. Asuhan pasien

4
terintegrasi “dimotori” oleh DPJP dalam tim berfungsi sebagai ketua tim klinis
(Clinical Leader), melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis,
review dan mengintegrasikan asuhan pasien. Proses review dilakukan oleh DPJP
dengan membaca rencana para PPA dan memberikan catatan / notasi pada CPPT
(Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi).

Profesional Pemberi Asuhan (PPA) melaksanakan asuhan pasien dalam 2 (dua)


proses:

A. Asesmen Pasien
Asesmen Pasien terdiri dari 3 (tiga) langkah (IAR) yaitu :
1. I Informasi dikumpulkan, antara lain Anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
lain / penunjang, dsb
2. A Analisis informasi menghasilkan kesimpulan antara lain Masalah, Kondisi,
Diagnosis, untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien. PPA

3. R Rencana Pelayanan / Care Plan dirumuskan untuk memenuhi Kebutuhan


pelayanan Pasien.

B. Implementasi Rencana Serta Monitoring


Implementasi Rencana Serta Monitoring adalah pemberian pelayanannya.
Pencatatannya dilakukan dengan metode SOAP pada CPPT.

Masing-masing Profesional Pemberi Asuhan (PPA) memberikan asuhan


melalui tugas mandiri, delegatif dengan pola IAR (informasi, analisis informasi
dan rencana pelayanan). Menggunakan pola IAR dan penulisan SOAP / ADIME
(untuk GIZI), berkolaborasi interprofesional dan meningkatkan kompetensi
untuk praktik kolaborasi interprofesional dalam 4 (empat) ranah yaitu : nilai dan
etika praktik profesional, peran dan tanggung jawab, komunikasi

5
interprofesional, kerjasama dalam tim klinis / interdisiplin, selanjutnya edukasi
untuk kolaborasi interprofesional.

 Asuhan Medis
Pengertian Asuhan medis dalam Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
Yang Baik oleh KKI tahun 2006 adalah memberikan pelayanan berdasarkan
tanggung jawab profesi
dapat berupa pemeriksaan atau terapi.
Asuhan medis di RS Umum Metro Medical Center diberikan oleh dokter
umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter sub spesialis disebut sebagai
DPJP.
Di Unit Gawat Darurat RS Umum Metro Medical Center dokter jaga UGD
yang bersertifikat kegawat-daruratan, antara lain ATLS, ACLS, PPGD, General
Emergency Life Support (GELS) menjadi DPJP pada saat asuhan awal pasien
gawat-darurat. Pasien selanjutnya dapat diteruskan perawatannya oleh dokter
jaga UGD yang mengelola pasien pada awal perawatan dan dapat juga dikonsul
/ rujuk ke dokter spesialis dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai
dengan sistem rujukan dapat bersifat advis, rawat bersama atau alih rawat.
Rujukan dilakukan dengan adanya kesepakakan pasien / keluarga pasien dengan
dokter yang pertama kali mengelola pasien mengingat segi efektifitas dan
efisiensi biaya perawatan. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dan
memberikan asuhan medis, maka dokter spesialis menjadi DPJP pasien tersebut
menggantikan DPJP sebelumnya, yaitu dokter jaga UGD.
Di Unit Rawat Inap, pasien kiriman dokter umum yang memiliki STR dan
SIP di RS Umum Metro Medical Center dapat merawat pasien di RS Umum
Metro Medical Center dan melakukan konsultasi ke teman sejawat dokter
spesialis dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai mengingat Asas,
Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia.
Untuk pasien kiriman dokter umum yang menunjuk dokter umum tertentu
yang memiliki STR dan SIP di RS Umum Metro Medical Center sebagai
penggantinya maka dokter tersebut harus memastikan bahwa dokter pengganti
mempunyai kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan keahlian untuk

6
mengerjakan tugasnya sebagai dokter pengganti. Dokter pengganti harus tetap
bertanggung jawab kepada dokter yang digantikan atau ketua tim dalam asuhan
medis. Hal ini berlaku juga untuk dokter spesialis dan dokter sub spesialis.
Pemberian asuhan medis di RS Umum Metro Medical Center senantiasa
mengacu kepada Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik Di
Indonesia (Keputusan Konsil Nomor 18 / KKI / KEP / IX / 2006). Penerapan
dasar hukum ini selain menjaga mutu asuhan dan keselamatan pasien, juga dapat
menghindari pelanggaran disiplin.
Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia intinya
adalah sebagai berikut :
 Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta
perlindungan dan keselamatan pasien
 Kaidah dasar moral :
o Menghormati martabat manusia (respect for person)
o Berbuat baik (beneficence)
o Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence)
o Keadilan (justice)
 Tujuan :
o Memberikan perlindungan pada pasien
o Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medik
o Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi.

Tumpuan dasar kompetensi dokter yang mengacu kepada Standar


Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) (Perkonsil No. 11 Tahun 2012 tentang
Standar Kompetensi Dokter Indonesia) adalah :
1. Profesionalitas yang luhur
2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
3. Komunikasi Efektif
4. Pengelolaan Informasi
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
6. Keterampilan Klinis
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan

7
 Asuhan Medis Terintegrasi dan patient centered care
Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan / asuhan berfokus pada pasien
(Patient Centered Care) adalah elemen penting dan sentral dalam asuhan pasien
di rumah sakit. Konsep inti ( Core Concept ) asuhan berfokus pada pasien
terbagi dalam 2 perspektif :
 Perspektif Pasien :
1. Martabat dan Respek.
o Profesional Pemberi Asuhan mendengarkan, menghormati dan
menghargai pandangan serta pilihan pasien – keluarga.
o Pengetahuan, nilai – nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien –
keluarga dimasukkan dalam perencanaan pelayanan dan pemberian
pelayanan kesehatan.
2. Berbagi Informasi.
o Profesional Pemberi Asuhan mengkomunikasikan dan berbagi informasi
secara lengkap kepada pasien – keluarga.
o Pasien – keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat.
3. Partisipasi.
o Pasien – keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dalam
asuhan, pengambilan keputusan dan pilihan mereka.
4. Kolaborasi / Kerjasama.
o Rumah sakit bekerjasama dengan pasien – keluarga dalam
pengembangan, implementasi dan evaluasi kebijakan dan program. Pasien
– keluarga adalah mitra PPA.
 Perspektif PPA :
1. Tim Interdisiplin
 Profesional Pemberi Asuhan diposisikan mengelilingi pasien
 Kompetensi yang memadai
 Berkontribusi setara dalam fungsi profesinya
 Tugas mandiri, kolaboratif, delegatif, bekerja sebagai satu kesatuan
memberikan asuhan yang terintegrasi
2. Interprofesionalitas

8
 Kolaborasi interprofesional
 Kompetensi pada praktik kolaborasi interprofesional
 Termasuk bermitra dengan pasien
3. DPJP adalah ketua tim klinis / clinical leader
 DPJP melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis, review dan
mengintegrasikan asuhan pasien
4. Personalized care
 Keputusan klinis selalu diproses berdasarkan juga nilai – nilai pasien
 Setiap dokter memperlakukan pasiennya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan

Dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, konteks asuhan medis
terintegrasi dan patient centered care terdiri dari unsur–unsur inti antara lain :
 Pasien dan keluarganya adalah pusat pelayanan / asuhan
 DPJP – Dokter Penanggung jawab Pelayanan sebagai clinical leader / ketua
tim klinis mengintegrasikan asuhan.
 PPA – Profesional Pemberi Asuhan diposisikan mengelilingi pasien,
memberikan asuhan secara tim interdisiplin, dengan tugas mandiri dalam pola
IAR, juga tugas kolaboratif dan tugas delegatif, dengan motto asuhan : BPIS
– bila pasien itu ( adalah ) saya.
 Kolaborasi interprofesional dalam tim dengan kompetensi untuk praktek
kolaborasi.
 Case Manager / MPP – Manajer Pelayanan Pasien berperan dalam menjaga
kontinuitas pelayanan dan asuhan.
 Rekam Medis terintegrasi dalam bentuk CPPT – Catatan Perkembangan
pasien Terintegrasi diisi oleh semua tenaga kesehatan yang memberikan
asuhan pasien - PPA, dengan pola IAR.
 CPPT – Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi dalam rekam medis
tempat PPA mendokumentasikan perkembangan pasien dalam proses
pemberian asuhan.
 Hak Pasien dan Keluarga antara lain tentang rumah sakit termasuk PPA
bertanggung jawab untuk memberikan proses yang mendukung hak pasien

9
dan keluarganya selama dalam pelayanan, pelayanan yang dilaksanakan
dengan penuh perhatian dan menghormati nilai – nilai pribadi dan
kepercayaan pasien, menghormati kebutuhan privasi pasien, mendukung hak
pasien dan keluarga untuk berpartisipasi dalam proses pelayanan termasuk
dalam keputusan pelayanan, memberitahu pasien dan keluarganya tentang
bagaimana mereka akan dijelaskan tentang hasil pelayanan dan pengobatan,
termasuk hasil yang tidak diharapkan dan siapa yang akan memberitahukan,
dsb.
 Discharge planning / Rencana Pemulangan Pasien yang terintegrasi,
dilakukan secara multidisiplin sejak awal rawat inap dengan tujuan menjaga
keberhasilan asuhan dan pelayanan selama rawat inap maupun pasca rawat
inap / dirumah.

10
BAB V DASAR
HUKUM

1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit


Pasal 5: Rumah Sakit mempunyai fungsi : huruf b. pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna
tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
Penjelasan pasal 5 huruf b, disebutkan : yang dimaksud dengan pelayanan
kesehatan paripurna tingkat kedua adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut
dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Yang
dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat ketiga adalah upaya
kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan
teknologi kesehatan sub spesialistik. Dengan demikian asuhan medis di rumah sakit
kepada pasien diberikan oleh dokter spesialis.

Pasal 29 (1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban : huruf r. menyusun dan
melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws).

Penjelasan Pasal 29 huruf r : Yang dimaksud dengan peraturan internal Rumah


Sakit (hospital by laws) adalah peraturan organisasi Rumah Sakit (corporate by laws)
dan peraturan staf rnedis Rumah Sakit (medical staff by law) yang disusun dalam
rangka menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) dan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance). Dalam peraturan
staf medis Rumah Sakit (medical staff"by law) antara lain diatur kewenangan klinis
(Clinical Privilege).

Pasal 43 menyatakan Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.

2. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.


Pasal 3 Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk;
1. memberikan perlindungan kepada pasien;

11
2. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan
oleh dokter dan dokter gigi; dan
3. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Pasal 7 :
(1) Setiap RumahSakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien.
(2) Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Hak pasien;
b. Mendidik pasien dan keluarga;
c. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
d. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
f. mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.

Lampiran : pengaturan tentang Standar I. Hak pasien, adalah sebagai berikut :


Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria :
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
1.3.Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara
jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya insiden.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755 tahun 2011 tentang
penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
 Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis,
termasuk pelayanan interpretatif harus memiliki SK dari Direktur / Kepala

12
Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis / SPK (Clinical Appointment),
dengan lampiran rincian kewenangan klinis / RKK (Xneation Of Clinical
Previlege). Penerbitan SPK dan RKK tersebut harus melalui proses
kredensial dan rekredensial untuk evaluasi kinerja profesional DPJP (Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan).
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438 tahun 2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran.
6. Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.02.04/I/2790/11
tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit.
7. Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, Komisi Akreditasi Rumah Sakit
8. Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan Case
Manager, Edisi 1 April 2015, KARS.
9. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21A / KKI / KEP / IX / 2006
tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter.
10. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 23 / KKI / KEP / XI 2006 tentang
pengesahan Standar Kompetensi Dokter Gigi.
11. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 19 / KKI / KEP / IX / 2006 tentang
Buku Kemitraan Dalam Hubungan Dokter – Pasien.
12. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 18 / KKI / KEP / IX / 2006 tentang
Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia.
13. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Standar
Kompetensi Dokter Indonesia.
14. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi.
15. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 48 / KKI / PER / XII / 2010 tentang
Kewenangan Tambahan Dokter dan Dokter Gigi.
16. Konsil Kedokteran Indonesia : Komunikasi Efektif Dokter – Pasien, 2006
17. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 111 / PB / A.4 /
02 / 2013 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
18. Kode Etik Kedokteran Indonesia, PB IDI, 2012

13
19. Surat Keputusan Direktur RS Umum Metro Medical Center Nomor 035 / HPK / SK
/ DIR / VI / 2015 tentang Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) RS Umum
Metro Medical Center.

14
BAB VI TATA
LAKSANA

A. Tata Laksana Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)


1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di RS Umum Metro Medical Center
baik rawat jalan maupun rawat inap harus memiliki DPJP.
2. RS Umum Metro Medical Center memberlakukan Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP) dari dokter umum selaku pengirim pasien untuk dirawat di rumah
sakit, disamping keberadaan dokter spesialis dan dokter sub spesialis.
3. Penentuan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) di RS Umum Metro
Medical Center berdasarkan :
a. Permintaan pasien dan keluarga
b. Jadwal praktek dokter spesialis
c. Jadwal jaga
d. Surat rujukan langsung kepada salah satu dokter spesialis / sub spesialis.
4. Pergantian / Pengalihan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) di RS Umum
Metro Medical Center berdasarkan :
a. Permintaan pasien dan keluarga
b. Rekomendasi dokter pengirim pasien.
c. Adanya indikasi pelanggaran prosedur penatalaksanaan penyakit yang dilakukan
oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).
d. Adanya tanda-tanda komunikasi antara Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) dan pasien / keluarga tidak terjalin dengan baik.
e. Adanya penolakan dokter untuk menjadi Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) pasien tertentu dan meminta untuk dialihkan ke Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP) lain.
f. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang diminta, tidak dapat
dihubungi (berhalangan mungkin karena cuti atau tugas luar) mengingat
response time yang adekuat dan demi keselamatan pasien.
5. Perselisihan antar Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) diselesaikan
melalui diskusi kasus yang diselenggarakan oleh Komite Medik dan Direktur RS
Umum Metro Medical Center dengan keputusan penyelesaian perselisihan

15
bermuara pada kepentingan pasien. Apabila terjadi lebih dari satu rencana
pelayanan, pasien berhak memilih rencana pelayanan yang dikehendaki, setelah
pasien mendapat penjelasan lengkap mengenai seluruh rencana pelayanan yang
akan diberikan.
6. Untuk pasien RS Umum Metro Medical Center di Unit Gawat Darurat, dokter
gawat darurat, dokter jaga UGD (dengan sertifikat kegawatdaruratan, antara lain
PPGD, ATLS, ACLS, GELS) menjadi DPJP pada pemberian asuhan medis awal /
penanganan kegawat-daruratan. Kemudian selanjutnya saat dilakukan
konsultasi / rujuk ditempat (on site ) atau konsultasi lisan kepada dokter spesialis,
dan dokter spesialis tersebut memberikan asuhan medis (termasuk instruksi
secara lisan) maka dokter spesialis tersebut telah menjadi DPJP pasien yang
bersangkutan, sehingga saat itulah DPJP telah berganti dari dokter gawat darurat /
dokter jaga UGD kepada dokter spesialis tersebut.
7. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka harus
ditunjuk DPJP Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP
tersebut bekerja secara tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif,
berinteraksi dan berkoordinasi. (dibedakan dengan bekerja sendiri-sendiri).
8. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis
bagi pasien yang bersangkutan (sebagai "Ketua Tim"), dengan tugas menjaga
terlaksananya asuhan medis komprehensif – terpadu - efektif, demi keselamatan
pasien melalui komunikasi yang efektif dan membangun sinergisme dengan
mendorong penyesuaian pendapat (adjustment) antar anggota / DPJP,
mengarahkan agar tindakan masing-masing DPJP bersifat kontributif (bukan
intervensi), dan juga mencegah duplikasi serta interaksi obat.
9. Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk keinginan DPJP
mengkonsultasikan ke dokter spesialis lain agar dikoordinasikan melalui DPJP
Utama. Kepatuhan DPJP terhadap jadwal kegiatan dan ketepatan waktu misalnya
antara lain kehadiran atau menjanjikan waktu kehadiran, adalah sangat penting
bagi pemenuhan kebutuhan pasien serta untuk kepentingan koordinasi sehari-
hari.
10. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) sudah harus melihat pasien dalam
tempo 1x24 jam sejak ditetapkan sebagai Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

16
(DPJP) pasien tersebut. Dalam waktu tersebut, Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP) sudah melengkapi data rekam medis pasien meliputi asesmen
awal, pengobatan dan rencana asuhan medis selanjutnya.
11. Dibawah koordinasi DPJP Utama, sekurang-kurangnya ada rapat Tim yang
melibatkan semua DPJP yang bersangkutan beserta profesi terkait lainnya
sesuai kebutuhan pasien; rumah sakit diharapkan menyediakan ruangan untuk
rapat Tim di tempat-tempat pelayanan, misalnya di Rawat Inap, ICU, UGD,
dan lain-lain. DPJP Utama juga bertugas untuk menghimpun komunikasi / data
tentang pasien.
12. Setiap Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) harus melakukan visite
pasiennya. Bila karena sesuatu hal, Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
berhalangan untuk visite, maka visite dapat dialihkan kepada Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP) pengganti.
13. Bila menurut pengamatan pengganti Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
saat itu perlu menambahkan atau mengurangi rencana asuhan medis, maka
pengganti Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) harus menuliskannya di
dalam rekam medis sebagai usul (beserta alasannya) atau mengkomunikasikannya
langsung dengan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) melalui telepon atau
sarana lain.
14. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan keluarga, dan pasien
/ keluarga dapat menyetujuinya ataupun sebaliknya. Rumah sakit berwenang
mengubah DPJP bila terjadi pelanggaran prosedur.
15. Satu pasien hanya memiliki satu Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
Utama.
16. Bila Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama mengkonsulkan pasiennya
kepada dokter lain diluar kompetensi Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
Utama tersebut, maka :
a. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama tidak berganti : Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama tetap melaksanakan asuhan medis
terhadap pasien dengan mempertimbangkan hasil dari konsultasi Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) lain.

17
b. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama berganti : Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Utama tidak lagi melaksanakan asuhan
medis kepada pasien, melainkan mengalihkan kepada Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP) lain sesuai dengan kompetensinya, proses pengalihan
ini harus didokumentasikan secara tertulis di rekam medis.
17. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis
sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis harus
jelas tentang alih tanggung jawabnya, dan menggunakan Formulir Daftar DPJP.
a. Koordinasi antar DPJP tentang rencana dan pengelolaan pasien harus
dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan efektif dengan berpedoman
kepada Panduan Praktek Klinik, Standar Prosedur Operasional, Standar
Pelayanan Minimal, Standar Keselamatan Pasien serta standar lainnya yang
berlaku di RS Umum Metro Medical Center.
b. Koordinasi dan transfer informasi (komunikasi dan konsultasi) antar DPJP harus
dilaksanakan secara tertulis dengan menyampaikan beberapa aspek antara lain
diagnosis, hasil pemeriksaan, pemberian terapi, permasalahan dan keperluan
konsultasi yang diperlukan.
c. Bila secara tertulis baik dengan formulir maupun dalam berkas rekam medis
belum optimal maka harus dilakukan koordinasi langsung baik dalam
komunikasi pribadi (langsung atau telepon) maupun pertemuan formal dalam
penatalaksanaan kasus tersebut.
d. Koordinasi dan transfer informasi DPJP dibuat tertulis dalam catatan terintegrasi
rekam medis dengan membubuhkan paraf / tanda tangan, dan menggunakan
formulir khusus/lembar konsultasi.
e. Konsultasi yang dituju bisa secara khusus kepada disiplin ilmu ataupun kepada
konsultan secara perorangan.
f. Konsultasi bisa bersifat biasa maupun segera atau emergency (cito).
g. Penyampaian adanya konsultasi bisa dengan menyampaikan / membawa berkas
rekam medis dan formulir dengan atau tanpa pasien (pada kasus tertentu) atau
per telepon untuk kasus emergency seperti di UGD atau kasus di atas meja
operasi.

18
h. Proses konsultasi di UGD dan kamar operasi sesuai standar prosedur operasional
yang berlaku di UGD dan Unit Kamar Operasi di RS Umum Metro Medical
Center.
i. Dalam hal konsultan pribadi yang dituju sedang berhalangan / tidak ditempat,
maka DPJP dapat dialihkan kepada konsultan lain dengan disiplin ilmu /
kompetensi yang sama dengan melaporkan terlebih dahulu kepada DPJP yang
mengkonsulkan.
j. Konsultasi yang dibuat oleh dokter UGD / dokter jaga ruangan kepada disiplin
ilmu yang lain, harus sepengetahuan konsulen DPJP yang bertanggung jawab.
k. Konsultasi dari dokter jaga UGD kepada konsulen bisa dilakukan dengan lisan
per telepon dalam melakukan pengobatan emergency kepada pasien di bidang
disiplin ilmu terkait. Jawaban konsulen harus ditulis di dalam berkas rekam
medis pasien setelah dilakukan klarifikasi ulang sesuai kaidah patient safety /
keselamatan pasien oleh dokter jaga UGD.
l. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dengan bagian profesi kesehatan
lain (Unit Gizi, Rehabilitasi Medis, Radiologi, Farmasi, Laboratorium)
dilakukan secara lisan dan tertulis.
18. Pada unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter intensifis. Koordinasi
dan tingkatan keikut-sertaan para DPJP terkait, oleh rumah sakit memakai
sistem terbuka, dengan kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien
berupa :
a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola pasien pada
awal perawatan.
b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan penyakit
dalam kondisi (relatif) menonjol atau terparah.
c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP terkait.
d. DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien.
e. Pada pelayanan ICU maka DPJP Utama adalah Intensivis.
19. Pada kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan pada saat
di kamar operasi tersebut. Dokter anastesi yang melakukan tindakan pembiusan
merupakan DPJP anastesi pasien tersebut dan bertanggung jawab terhadap
permasalahan yang berkaitan dengan tindakan anastesi, 24 (dua puluh empat) jam

19
pasca operasi bahkan sampai pasien kembali ke ruangan rawatan atau ICU. Untuk
pasien post operasi yang di ICU, DPJP sesuai aturan yang ditetapkan oleh ICU.
Sebelum operasi dilaksanakan dokter operator dan dokter anastesi harus
melaksanakan pre visit pasien di ruangan rawatan. Dalam proses penandaan /
pemberian tanda digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien. Dokter bedah dan dokter anastesi harus ikut
melakukan prosedur Sign In, Time Out, Sign Out sesuai kaidah keselamatan pasien
dan menandatangani formulir panduan Time Out sesuai dengan SPO Time Out di
kamar operasi.
a. Sign In, pembacaan dan pengisian formulir sign in yang dilakukan sebelum
pasien di anastesi di holding area.
b. Time Out, dilakukan di ruang operasi / tindakan invasif sesaat sebelum incisi
pasien operasi/sebelum tindakan invasif.
c. Sign Out, setelah operasi / tindakan invasif dilakukan pengecekan kembali.
d. Proses Sign In, Time Out, Sign out dipandu oleh perawat sirkuler dan diikuti oleh
operator, dokter anastesi, perawat. Dokumentasi prosedur ini disimpan dalam
format checklist keselamatan pasien operasi / tindakan invasif.
20. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi / sedang
dioperasi, dokter yang dirujuk tersebut melakukan tindakan / memberikan
instruksi, maka otomatis menjadi DPJP juga bagi pasien tersebut.
21. DPJP Utama di HDU adalah DPJP yang merawat sebelumnya.
22. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu oleh
dokter lain (seperti dokter ruangan ) dimana yang bersangkutan boleh menulis /
mencatat di rekam medis, maka tanggung jawab adalah tetap ada pada DPJP,
sehingga DPJP yang bersangkutan harus memberikan supervisi klinis medis
untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap asuhan pelayanan klinis yang
dilaksanakan. Selanjutnya melakukan validasi berupa pemberian paraf / tanda
tangan pada setiap catatan kegiatan tersebut di rekam medis setiap hari.
23. Asuhan pasien dilaksanakan oleh para Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang
bekerja secara tim ("Tim Interdisiplin") sesuai konsep Pelayanan Fokus pada
Pasien (Patient Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Clinical / Team
Leader) harus proaktif melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan

20
pasien, serta berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim. Termasuk dalam
kegiatan ini adalah perencanaan pulang (discharge plan) yang dapat dilakukan
pada awal masuk rawat inap atau pada akhir rawat inap. Menentukan kesiapan
pasien untuk dipulangkan dan melibatkan keluarga pasien dalam perencanaan
proses pemulangan yang terbaik atau sesuai kebutuhan pasien.
24. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi / informasi kepada
pasien dan keluarganya, menggunakan dan mengembangkan tehnik komunikasi
yang berempati. Komunikasi merupakan elemen yang penting dalam konteks
Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan
kompetensi dokter dalam area kompetensi ke-3 (Standar Kompetensi Dokter
Indonesia, KKI 2012; Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di
Indonesia, KKI 2006).
25. Komunikasi efektif oleh DPJP dapat dilakukan dengan menerapkan :
a. Teknik SBAR (situation, background, assessment, recommendation) yang
dilakukan ketika melaporkan atau serah terima pasien kritis/ bermasalah, pada
saat pergantian shift jaga atau menitipkan pasien.
b. Teknik Tbak ((baca “tebak”), Tulis, Baca, Konfirmasi)) digunakan saat dokter /
perawat mendapat instruksi verbal per telepon dan pelaporan hasil kritis, dimana
DPJP pemberi instruksi menuliskan instruksi di catatan terintegrasi (rekam medis
pasien). Setiap pemberian instruksi verbal tentang Obat LASA (Look Alike
Sound Alike) / NORUM (Nama Obat Rupa Mirip), maka penerima pesan harus
melakukan Read Back nama obat dengan mengeja huruf obat tersebut satu
persatu dengan ejaan Alphabeth Fonetik :
A : Alpha N : November
B : Bravo O : Oscar
C : Charlie P : Papa

D : Delta Q : Queen
E : Echo R : Romeo
F : Fanta S : Sierra
G : Golf T : Tango
H : Hotel U : Ultra

21
I : India V : Victor
J : Juliet W : Whiskey
K : Kilo X : X - Ray
L : Lima Y : Yankee
M :Mama Z : Zebra

Instruksi dengan cara meninggalkan pesan dikotak suara / voice mail tidak dapat
diperkenankan.
Pemberian instruksi verbal per telepon tidak diperkenankan pada :
1. Pemberian obat-obatan epidural
2. Pemberian produk darah kecuali pada kondisi emergensi di OK atau UGD
3. Pemberian obat kemoterapi
4. Pemberian obat pada gagal ginjal berat
5. Pemberian obat pada anak bayi
c. Instruksi verbal per telepon dapat dilakukan apabila DPJP tidak berada di Rumah
Sakit Umum X atau tidak dapat menemui pasien dalam waktu > 30 menit.
26. Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus
mencantumkan nama dan paraf / tanda tangan. Pendokumentasian tersebut
dilakukan antara lain di form asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien
terintegrasi / CPPT (Integrated note), form asesmen pra anestesi sedasi, instruksi
pasca bedah, form edukasi / informasi ke pasien dan sebagainya. Termasuk
juga pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil ronde
bersama multi kelompok staf medis, dan sebagainya.
27. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Case
Manager), agar terjaga kontinuitas pelayanan baik waktu ravvat inap, rencana
pemulangan, tindak lanjut asuhan mandiri dirumah, control dan sebagainya.
28. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif, bila lebih dari satu)
tentang DPJP, dalam bentuk satu formulir yang diisi secara periodik sesuai
kebutuhan / penambahan / pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar

22
setiap DJIP, tanggal mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama
dan gelar, tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP Utama. Menggunakan
formulir Daftar DPJP dan tidak berfungsi sebagai daftar hadir.
29. Keterkaitan DPJP dengan Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis /Clinical
Pathway, setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan proses asuhan
pasien (baik asuhan medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainnya) yang
diberikan kepada pasien patuh pada Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan
Klinis / Clinical Pathway yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit.Tingkat
kepatuhan pada Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis /Clinical Pathway
ini akan menjadi objek Audit Klinis dan Audit Medis.
30. Apabila dokter tidak mematuhi Alur Perjalanan Klinis/ Clinical Pathway/ Panduan
Praktek Klinis maka harus memberi penjelasan tertulis dan dicatat di rekam
medis.

23
BAB VII
DOKUMENTASI

Ada bukti dokumentasi kegiatan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dalam
rekam medis seperti pencatatan yang terlihat dari :

24
FORMULIR DAFTAR DPJP

No. Rekam Medis :..................................................................................................

Nama :..................................................................................................

Tgl. Lahir / Umur : ................................................................................. ( Lk / Pr )

Diagnosa : ..................................................................................................

DPJP DPJP UTAMA

Diagnosa Ket
Nama Tanggal Tanggal Nama Tanggal Tanggal
Dokter Mulai Akhir Dokter Mulai Akhir

25
No. RM : ……………………
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : …………………
PASIEN TERINTEGRASI
Tgl. Lahir / Umur : ………………….. ( Lk/Pr )

26
REVIEW &
VERIFIKASI DPJP
Hasil Asesmen Pasien dan Pemberian Intruksi
Profesional (Tulis Nama, Beri
Pelayanan PPATermasuk Pasca
Tgl/ Pemberi Paraf, Tgl,Jam)
(Tulis dengan format SOAP/ADIME, Bedah
Jam Asuhan (DPJP harus
disertai Sasaran. Tulis Nama, beri Paraf (Instruksi ditulis
(PPA) membaca/mereview
pada akhir catatan) dengan rinci dan jelas)
seluruh Rencana
Asuhan)

Keterangan : A (Assessment) : Penilaian Terkini


S (Subjektif) : Keluhan Pasien D (Diagnosis) : Diagnosa gizi
O (Objektif) : Pemeriksaan dan Hasil Penunjang lainnya I (Intervention) : Rencana Tindakan
A (Assessment) : Penilaian Terkini M (Monitoring) : Monitoring
P (Planning) : Rencana Tindakan / tindakan dan target yang E (Evaluation) : Evaluasi
diharapka

27
28
BAB VIII
PENUTUP

Institusi rumah sakit swasta yang ada di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh memiliki
keunikan budaya, situasi, kondisi, dan keunikan budaya tenaga medis tersendiri. Tenaga medis
dokter umum masih menjadi pilihan dari pasien / keluarga didalam memberikan pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Dari data rawat inap pasien di RS Umum Metro Medical Center rata-rata
dokter pengirimnya adalah tenaga medis dokter umum. Dengan demikian walaupun tenaga medis
dokter umum bukan termasuk dalam pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua dan tingkat
ketiga di rumah sakit, masih menjadi pilihan dan pemberian asuhan medisnya ditetapkan dengan
Surat Keputusan Direktur RS Umum Metro Medical Center. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) baik dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter sub spesialis harus mengikuti
regulasi tentang Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dalam pelaksanaan asuhan medis
yang mencerminkan pengelolaan resiko klinis dan pelayanan berfokus pada pasien (patient centered
care) sehingga terwujud asuhan pasien yang bermutu dan aman.

29
29
KEPUSTAKAAN

KARS, 2015, Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan Case
Manager : Edisi 1 April

Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.02.04/I/2790/11 tentang Standar
Akreditasi Rumah Sakit.

Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia, Nomor 21A / KKI / KEP / IX / 2006 tentang Pengesahan
Standar Kompetensi Dokter.

Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia, Nomor 23 / KKI / KEP / XI 2006 tentang pengesahan
Standar Kompetensi Dokter Gigi.

Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia, Nomor 19 / KKI / KEP / IX / 2006 tentang Buku
Kemitraan Dalam Hubungan Dokter – Pasien.

Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia, Nomor 18 / KKI / KEP / IX / 2006 tentang Buku
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia.

Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012, PB IDI

Konsil Kedokteran Indonesia, 2006, Komunikasi Efektif Dokter – Pasien

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia, 2012, Nomor 11, Standar Kompetensi Dokter Indonesia.

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia, 2011, Nomor 4, Disiplin Profesional Dokter dan Dokter
Gigi.

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia, Nomor 48 / KKI / PER / XII / 2010 tentang Kewenangan
Tambahan Dokter dan Dokter Gigi.

Republik Indonesia, 2009 Undang-Undang Nomor 44 tentang Rumah Sakit : Pasal 5, pasal 5 huruf
b, Pasal 29 (1), Pasal 29 huruf r, Pasal 43

Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang Nomor 29 tentang Praktik Kedokteran : Pasal 3,


Pasal 7

Republik Indonesia, 2011 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755 tentang penyelenggaraan
Komite Medik di Rumah Sakit.

Republik Indonesia, 2010 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran.

Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Nomor 111 / PB / A.4 / 02 / 2013 tentang
Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

30
30
Surat Keputusan Direktur RS Umum Metro Medical Center, Nomor 035 / HPK / SK / DIR / VI /
2015 tentang Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) RS Umum Metro Medical Center.

Ditetapkan di Lhokseumawe
Pada Tanggal 20 Desember 2018
Direktur RS Umum
Metro Medical Center,

dr. Alwi Qatsir

31
31

Anda mungkin juga menyukai