Anda di halaman 1dari 19

PANDUAN KEWENANGAN PROFESIONAL

PEMBERI ASUHAN (PPA)


RUMAH SAKIT UMUM WALED

RUMAH SAKIT UMUM WALED


JL. SULTAN PRABUKIANSANTANG NO. 04 WALED
KABUPATEN CIREBON

2019
RUMAH SAKIT UMUM WALED
Jl. Prabukiansantang No. 04 Waled Cirebon
Kec. Waled Telp. (0231)

SURAT KEPUTUSAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM WALED

NOMOR :

TENTANG PANDUAN KEWENANGAN PROFESIONAL PEMBERI ASUHAN


(PPA)

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM WALED

Menimbang : a. Bahwa seluruh staf bertanggung jawab melindungi dan


mengedepankan hak pasien dan keluarga;
b. Bahwa Rumah Sakit Umum Waled menghormati hak pasien
dan dalam beberapa situasi hak istimewa keluarga pasien;
c. Bahwa Hak Pasien dan Keluarga merupakan elemen dasar
dari semua kontak di rumah sakit, stafnya, serta pasien dan
keluarganya;
Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang kesehatan;
2. Permenkes No. 159 b/1988 tentang Rumah Sakit
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1333/MenKes/SK/XII/ 1999 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit
4. Permenkes RI Nomor 69 tahun 2014 tentang kewajiban
Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien .
5. Permenkes RI Nomor 4 tahun 2018 tentang kewajiban
Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien.

MEMUTUSKAN
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT WALED
TENTANG PANDUAN KEWENANGAN
MENETAPKAN : PROFESIONAL PEMBERI ASUHAN (PPA) DI RUMAH
SAKIT UMUM WALED.
Peraturan Tentang Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga di
Kebijakan dan Kewenangan dari PPA, bahwa semua bukti
kompetensi dan kewenagan nya ada pada tiap unit/ instalasi
KESATU : tempat bertugas.
Keputusan ini berlaku sejak ditetapkanya, dan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
diadakan perbaikan sebagimana mestinya.

KETIGA : Ditetapkan di : Cirebon


Pada Tanggal : 02 Januari 2019
Direkur Rumah Sakit Umum Waled

Dr. Budi Setiawan Soenjaya, MM


NIP

BAB I

DEFINISI

1. DPJP (Dokter Penanggung Jawap Pelayanan) : adalah seorang dokter, sesuai


dengan kewenang klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis
lengkap (paket) kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal
sampai dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan
dan rawat inap. Asuhan medis lengkap artinya rencana serta tindakan lanjutnya
sesuai kebutuhan pasien.
2. Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari satu DPJP sesuai
kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau terintegrasi, maka harus
ada DPJP Utama. Contoh: pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke,
dikelola oleh lebih dari satu DPJP : Dokter Spesialis penyakit Dalam, Dokter
Spesialis Mata dan Dokter Spesialis Saraf.
3. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP, maka asuhan medis
tersebut dilakukan secara terintegrasi dan secara tim diketahui oleh seorang DPJP
Utama. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan
medis bagi pasien yang bersangkutan (“Kedua Tim”), dengan tugas menjaga
Terlaksananya asuhan medis komprehensif – terpadu – efektif, demi keselamatan
pasien melalui komunikasi efektif dengan membangun sinergisme dan mencegah
duplikasi serta mendorong penyesuaian pendapat (adjustmen) antar anggota /
DPJP, mengarahkan agar tindakan masing – masing DPJP bersifat kontributif
(bukan intervensi).
4. Dokter yang memberikan pelayanan interpretatif, misalnya memberikan uraian /
data tentang hasil laboratorium atau hasil radiologi, tidak dipakai istilah DPJP,
karena tidak memberikan asuhan medis yang lengkap
5. Profesional Pemberi Asuhan – PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung
memberikan asuhan kepada pasien, antara lain. Dokter, perawat, bidan, ahli gizi,
apoteker, psikolog klinis, penata anestesi, terapis fisik dsb.
6. Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan berfokus pada pasien (Patient
Centered Care – PPC) adalah istilah yang saling terkait, yang mengandung
aspek pasien merupakan pusat pelayanan, PPA memberikan asuhan sebagai tim
interdisiplin / klinis dengan DPJP sebagi ketua tim klinis – Clinical Leader, PPA
dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang antara lain. Terdiri
dari dokter, perawat, bidan, nutrisionis / sietisien, apoteker, penata anestesi,
terapis fisik dsb.
BAB II
RUANG LINGKUP

Asuhan pasien dalam standar akreditasi harus dilaksanakan berdasarkan pola


Pelayanan Berfokus pada Pasien (Patient Centered Care), asuhan diberikan berbasis
kebutuhan pelayanan pasien. Pasien adalah pusat pelayanan, dan Profesional
Pemberia Asuhan (PPA) diposisikan mengelilingi pasien.
PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung memberikan asuhan kepada
pasien, a.I. dokter, perawat, bidan, nutrisionis / dietisien, apoteker, penata
anestesi,dsb. Dengan kompetensi yang memadai, sama pentingnya pada konstribusi
profesinya, masing – masing menjalankan tugas mandiri, kolaboratif dan delegatif.
PPA memberikan asuhan yang terintegrasi dalam satu kesatuan sebagai tim
interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional. DPJP dalam tim adalah sebagai
ketua tim klinis (Clinical Leader), melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi,
sintesis, review dan mengintegrasikan asuhan pasien.
PPA melaksanakan asuhan pasien dalam 2 proses, Asesmen pasien dan
Implementasi rencana termasuk monitoring. Asesmen pasien terdiri dari 3 langkah
(IAR) :
1. Informasi dikumpulkan, antara lain anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
lain / penunjang, dsb (I)
2. Analisis informasi, menghasilkan kesimpulan antara lain maslah, kondisi,
diagnosis, untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien (A)
3. Rencana pelayanan / Care Plan dirumuskan, untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan pasien (R). Implementasi rencana serta monitoring adalah pemberian
pelayanannya.
Pencatatannya dilakukan dengan metode SOAP pada Catatan Perkembangan
Pasien Trintegrasi.

Profesional Pemberi Asuhan (PPA)

DPJP

Perawat /
Apoteker
Bidan

Pasien

Keluarga

Lainnya

Penata Nutrisionis/
Anestesi Dietisien

a. Masing – masing PPA memberikan asuhan melalui tugas mandiri delegatif


dan kolaboratif dengan pola IAR
b. Menggunakan Pola IAR dan penulisan SOAP / ADIME (untuk GIZI)
c. Berkolaborasi interprofesional
d. Meningkatkan kompetensi untuk praktik kolaborasi interprofesional dalam 4
ranah :
1) Nilai dan etika praktik interprofesional
2) Peran dan tanggung jawab
3) Komunikasi interprefesional
4) Kerjasama dalam tim klinis / interdisplin
5) Edukasi untuk kolaborasi Interprofesional

Proses Asuhan Pasien

Oleh PPA
Tugas Mandiri

 Tugas Mandiri

1. Asesmen Pasien : IAR


a. Informasi dikumpukan : Anamnesa, pemeriksaan, pemeriksaan lain /
penunjang, dsb
b. Analisis informasi : Dihasilkan Diagnosis / Masalah / Kondisi, untuk
dapat mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien.
c. Rencana Pelayanan / Care Plan : Dirumuskan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan pasien

2. Pemberian Pelayanan
3. Implementasi Rencana
4. Monitoring
A. ASUHAN MEDIS

Asuhan medis di rumah sakit diberikan oleh dokter spesialis, disebut sebagai DPJP.
Di Instalasi Gawat Darurat dokter juga yang bersertifikat kegawatdaruratan, antara lain
ATLS, ACLS, PPGD, General Emergency Life Support (GELS) menjadi DPJP pada
saat asuhan awal pasien gawat-darurat. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis
dan memberikan asuhan medis, maka dokter spesialis tsb menjadi DPJP pasien tsb
mengantikan DPJP sebelumnya, yaitu dokter jaga IGD tsb diatas.
Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada Buku Penyelenggaraan
Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia (Kep Konsil no 18/KKI/KEP/IX/2006).
Penerapan panduan ini selain menjaga mutu asuhan dan keselamatan pasien, juga dpat
menghindari pelanggaran disiplin.
Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia intinya adalah sbb :

1. Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta


perlindungan dan keselamatan pasien
2. Kaidah dasar moral :
a. Menghormati martabat manusia (respect for person)
b. Berbuar baik (benefincence)
c. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence)
d. Keadilan (justice)
3. Tujuan :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medik
c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi.
4. Tumpuan dasar kompetensi dokter mengacu kepada Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI) (Perkonsil No 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter
Indonesia) yang adalah :
a. Profesionalitas yang Luhur
b. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
c. Komunikasi efektif
d. Pengelolaan Informasi
e. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
f. Keterampilan Klinis
Pengelolaan Masalah Kesehatan
B. ASUHAN PASIEN TERINTEGRASI DAN PATIENT CENTERED CARE

Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan / asuhan berfokus pada pasien


(patient centered care) adalah elemen penting dan sentral dalam asuhan pasien di rumah
sakit.

Konsep inti (core concept) asuhan berfokus pada pasien terbagi dalam 2 perspektif :

1. Perspektif Pasien :
a. Martabat dan Respek.
1) Profesional pemberi asuhan mendengarkan, menghormati dan menghargai
pandangan serta pilihan pasien – keluarga.
2) Pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien –
keluarga dimasukkan dlam perencanaan pelayanan dan pemberi pelayanan
kesehatan.
b. Berbagi informasi.
1) Profesional pemberi asuhan mengkomunikasikan dan berbagi informasi
secara lengkap kepada pasien – keluarga.
2) Pasien – keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat.
c. Partisipasi
1) Pasien – keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dalam asuhan,
pengambilan keputusan dan pilihan mereka.
d. Kolaborasi / kerjasama
1) Rumah sakit bekerjasama dengan pasien – keluarga dalam pengembangan,
implementasi dan evaluasi kebijakan dan program. Pasien – keluarga adalah
mitra PPA.

2. Perspektif PPA
a. Tim Interdisiplin
1) Profesional pemberia asuhan diposisikan mengelilingi pasien
2) Kompetensi yang memadai
3) Berkontribusi setara dalam fungsi profesinya
4) Tugas mandiri, kolaboratif, delegatif, bekerja sebagai satu kesatuan
memberikan asuhan yang terintegrasi
b. Interprofesionalitas
1) Kolaborasi interprofesional
2) Kompetensi pada praktik kolaborasi interprofesional
3) Termasuk bermitra dengan pasien
c. DPJP adalah ketua tim klinis / clinical leader
1) DPJP melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis, review dan
mengintegrasikan asuhan pasien
d. Personalized Care
1) Keputusan klinis selalu diproses berdasarkan juga nilaii-nilai pasien
2) Setiap dokter memperlakukan pasiennya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan
C. DPJP SEBAGAI CLINICAL LEADER
1. Dalam asuhan/pelayanan berfokus pada pasien (patient centered care) para PPA
memberikan asuhan sebagai tim interdisiplin, masing-masing PPA melakukan
tugas mandiri, tugas delegatif dan tugas kolaboratif dengan pola IAR.
2. Asuhan pasien terintegrasi “dimotori” oleh DPJP dlam fungsi sebagai ketua tim
klinis (Clinical leader) yang melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi,
sintesis. DPJP melakukan review rencana PPA lainya dan menverifikasinya, lihat
standar PP 2.1. elemen penilaian 5.
3. Proses review dilakukan oleh DPJP dengan membaca rencana para PPA dan
memberikan catatan/notasi pada CPPT (Catatan Pelayanan Pasien terintegrasi).

D. KEWENANGAN KLINIS DAN EVALUASI KINERJA


1. Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis,
termasuk pelyanan interpretatif (antara lain Dr.Sp.PK, Dr.Sp.PA, Dr.Sp.Rad.,
dsb.), harus memiliki SK dari Direktur Rumah Sakit berupa Surat Penugasan
Klinis / SPK (Clinical appointment), dengan lampiran Rincian Kewenangan
Klinis / RKK (Delineation of Clinical Privilage). Penerbitan SPK dan RKK tsb
harus melalui proses kredensial dan rekredensial yang mengacu kepada
Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
2. Regulasi tentang evaluasi kinerja profesional DPJP ditetapkan Direktur Rumah
Sakit dengan mengacu ke Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite
Medik di Rumah Sakit dan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1.
E. PENUNJUKAN DPJP DAN PENGELOMPOKAN STAF MEDIS
1. Regulasi tentang penunjukan seseorang DPJP untuk mengelola seorang pasien,
penggantian DPJP, selesainya DPJP karena asuhan medisnya telah tuntas,
ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit. Penunjukan seorang DPJP dapat antara
lain berdasarkan permintaan pasien, jadwal praktek, jadwal jaga, konsul/rujukan
langsung. Pergantian DPJP perlu pengaturan rinci tentang alih tanggung
jawabnya.
2. Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari satu DPJP dan
penunjukan DPJP Utama, tugas dan kewenangannya ditetapkan Direktur Rumah
Sakit.
3. Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat digunakan butir-
butir sbb :
a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola pasien pada
awal perawatan
b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan penyakit
dalam kondisi (relatif) menonjol atau terparah
c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP terkait
d. DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien
e. Pada pelayanan ICU maka DPJP Utama adalah Intensivis
Pengaturan tentang pengelompokan Staf Medis ditetapkan / diorganisir oleh
Direktur Rumah Sakit sesuai kebutuhan, disebut KSM (Kelompok Staf Medis).
Pengelompokan dapat dilakukan antara lain dengan pola disiplin ilmu /
spesialisasi (Kelompok Staf Medis Bedah, Penyakit Dalam, Radiologi, Mata
dsb), kategori penyakit (KSM Diabetes, KSM Onkologi) kategori organ (KSM
Ginjal, KSM Gestro-entero Hepatologi) kategori usia (KSM Geriatri) dan
Kategori interes tertentu/lainya (KSM Sel Punca, dll).
BAB III
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA ASUHAN DPJP


1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat jalan maupun
rawat inap harus memiliki DPJP
Pada unit / instalasi gawat darurat, dokter gawat darurat, dokter jaga (dengan
sertifikasi kegawat daruratan, antara lain PPGD, ATLS, ACLS, GELS) menjadi
DPJP pada pemberian asuhan medis awal / penanganan kegawat daruratan.
Kemudian selanjutnya saat dilakukan konsultasi / rujuk ditempat (on side) atau
konsultasi lisan kepada dokter spesialis, dan dokter spesialis tsb memberikan asuhan
medis (termasuk instruksi secara lisan) maka dokter spesialis tsb telah.
2. menjadi DPJP pasien ysb, sehingga saat itulah DPJP telah berganti dari dokter gawat
darurat / dokter jaga IGD kepada dokter spesialis tsb.
3. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP maka harus ditujuk
DPJP Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tsb bekerja
secara tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif, berinteraksi dan berkoordinasi
(dibedakan dengan bekerja sendiri-sendiri).
4. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis
bagi pasien ysb (sebagai “Ketua Tim”), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan
medis komprehensif – terpadu – efektif, demi keselamatan pasien melalui
komunikasi yang efektif dan membangun sinergisme dengan mendorong
penyesuaian pendapat (adjustment) antar Anggota / DPJP, mengarahkan agar
tindakan masing-masing DPJP bersifat kontributif (bukan intervensi), dan juga
mencegah duplikasi serta interaksi obat.
5. Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk keinginan DPJP
mengkonsultasikan ke dokter spesialis lain agar dikoordinasikan melalui DPJP
Utama. Keputusan DPJP terhadap jadwal kegiatan dan ktepatan waktu misalnya
antar lain kehadiran atau menjanjikan waktu kehadiran, adalah sangat penting bagi
pemenuhan kebutuhan pasien serta untuk kepentingan koordinasi sehari-hari.
6. Dibawah koordinasi DPJP Utama, sekurang-kurangnya ada rapat Tim yang
melibatkan semua DPJP ysb beserta profesi terkait lainya sesuai kebutuhan pasien;
rumah sakit diharapkan menyediakan ruangan untuk rapat tim di tempat-tempat
pelayanan, misalnya di Rawat Inap, ICU, IGD, dll. DPJP Utama juga bertugas untuk
menghimpun komunikasi / data tentang pasien.
7. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan / keluarga, dan pasien
dan / keluarga dapat menyetujuinya ataupun sebaliknya. Rumah sakit berwenang
mengubah DPJP bila terjadi pelangaran prosedur.
8. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis
sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis harus jelas
tentang alih tanggung jawabnya. Harap digunakan formulir daftar DPJP (Contoh
Formulir Daftar DPJP terlampir).
9. Pada unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter intensifis. Koordinasi dan
tingkatan keikut sertaan para DPJP terkait, tergantung pada sistem yang ditetapkan
dalam kebijakan rumah sakit misalnya sistem terbuka / tertutup / semi terbuka. Bila
rumah sakit memakai sistem terbuka, gunakan kriteria tsb .
10. Pada kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan pada
saat di kamar operasi tsb.
Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi / sedang
dioperasi, dokter yang dirujuk tsb melakukan tindakan / memberikan instruksi,
maka otomatis menjadi DPJP juga bagi pasien tsb.
11. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP di bantu oleh dokter
lain (antara lain dokter ruangan, residen) dimana ysb boleh menulis / mencatat di
rekam medis, maka tanggung jawab adalah tetap ada pada DPJP, sehingga DPJP
yang bersangkuatan harus memberi supervisi, dan melakukan validasi berupa
pemberian paraf / tanda tangan pada setiap catatan kegiatan tsb di rekam medis
setiap hari.
12. Asuhan pasien dilakukan oleh para profesional pemberi asuhan yang bekerja
secara tim (“Tim Interdisiplin”) sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient
Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Clinical / Team Leader) harus proaktif
melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan pasien, serta berkomunikasi
intensif dan efektif dalam tim. Termasuk dalam kegiatan ini adalah perencanaan
pulang (discharge plan) yang dapat dilakukan pada awal masuk rawat inap atau
pada akhir rawat inap
DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi / informasi kepada pasien
dan keluarganya. Gunakan dan kembangkan tehnik komunikasi yang berempati.
Komunikasi merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan fokus pada
pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan kompetensi dokter dalam
area kompetensi ke 3 (Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012;
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006.
13. Pendokumentasian yang di lakukan oleh DPJP di rekam medis harus
mencantumkan nama dan paraf / tanda tangan. Pendokumentasian tsb dilakukan
antara lain di form asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi /
CPPT (integrated note), form asesmen pra anestesi / sedasi, intruksi pasca bedah,
form edukasi / informasi ke pasien dsb. Termasuk juga pendokumentasian
keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil ronde bersama multi kelompok staf
medis / departemen, dsb. (contoh Formulir Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi dan contoh Formulir Perintah Lisan terlampir).
14. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para profesional pemberi asuhan
bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Case Manager),
sesuai dengan Panduan Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien agar terjaga
kontinuitas pelayanan baik waktu rawat inap, rencana pemulangan, tindak lanjut
asuhan mandiri dirumah, kontrol dsb.
15. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif, bila lebih dari satu)
tentang DPJP, dalam bentuk satu formulir yang di isi secara periodik sesuai
kebutuhan / penambahan / pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar setiap
DPJP, tanggal mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama dan gelar,
tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP Utama. Daftar ini bukan berfungsi sebagai
daftar hadir. (Formulir Daftar DPJP, terlampir).
16. Rumah Sakit terletak jauh dari kota besar, atau di daerah terpencil, penetapan
kebijakan tentang asuhan medis yang sifatnya khusus agar di konsultasikan dengan
pemangku kepentingan antara lain Komite Medis, Fakultas Kedokteran ysb bagi
residen, Organisasi Profesi, IDI, Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Rumah Sakit
Propinsi, Kolegium dsb.
17. Keterkaitan DPJP dengan Panduan Praktik Klinis / Alur Perjalanan Klinis /
Clinical Pathway, setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan peroses asuhan
pasien (baik asuhan medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainyan) yang
diberikan kepada pasien patuh pada Panduan Praktek Kinis / Alur Perjalanan
Klinis / Clinical Pathway yang telah di tetapkan oleh RS. Tingkat kepatuhan pada
Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway ini akan menjadi
objek Audit Klinis dan Audit Medis.
18. Apabila dokter tidak mematuhi Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway /
Panduan Praktek Klinis maka harus memberikan penjelasan tertulis dan dicatat di
rekam medis.
B. SUPERVISI
1. Pada proses asuhan medis dimana dilaksanakan oleh DPJP yang dibutuhkan oleh
Staf Medis non DPJP, misalnya Residen (PPDS), Dokter Ruangan (DR), dsb, maka
diperlukan supervisi klinis medis untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi
terhadap asuhan pelayanan klinis yang dilaksanakan. Supervisi sangat diperlukan
untuk memastikan asuhan pasien aman dan memastikan koordinasi dan kerjasama
tim yang baik adalah pengalaman belajar bagi para profesional pemberi asuhan,
bahwa pelayanan telah diberikan dengan cara yang efektif, dan juga untuk kepastian
hukumnya bagi pemegang kewenangan klinisnya.
2. Diperlukan tingkat pengawasan yang konsisten dengat tingkat pelatihan dan tingkat
kompetensi para staf medis yang membantu asuhan medis.
3. Seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan medis memahami proses supervisi
klinis: siapa supervisor dan frekuensi sepervisinya penandatanganan harian dari
semua catatan dan perintah, penandatanganan rencana asuhan dan kemajuan catatan
harian, atau membuat entri terpisah dalam catatan pasien. Demikian juga, jelas
tentang bagaimana bukti pengawasan yang didokumentasikan, termasuk frekuensi
dan lokasi dokumentasi.
4. Rumah sakit memiliki prosedur megidentifikasi dan memonitorinng keseragaman
proses supervisi klinis, memonitoring dan evaluasi pelayanan asuhan klinis.
5. Apabila supervisi klinis tidak dilaksanakan dengan baik maka akan menimbulkan
potensi untuk terjadinya kejadian yang tidak diharapkan, atau menurunnya mutu
asuhan medis.
6. Supervisi dan umpan balik yang dihasilkan penting untuk mengakuisisi dan
mengembangkan keterampilan klinis dan profesionalisme sluruh staf medis yang
terlibat dalam asuhan medis. Supervisi dilakukan secara bertahap meningkatkan
otoritas dan kemandirian, pengawasan dan umpan balik.
7. Supervisi yang berlebihan dapat menghambat perkembangan para staf untuk
menjadi praktisi yang kompeten dalam disiplin mereka.
8. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis
sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis harus jelas
tentang alih tanggung jawabnya. Harap digunakan formulir daftar DPJP (Contoh
Formulir Daftar DPJP terlampir).
9. Pada unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter intensifis. Koordinasi dan
tingkatan keikut sertaan para DPJP terkait, tergantung pada sistem yang ditetapkan
dalam kebijakan rumah sakit misalnya sistem terbuka / tertutup / semi terbuka.
Bila rumah sakit memakai sistem terbuka, gunakan kriteria tsb .
10. Pada kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan pada saat di
kamar operasi tsb.
11. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi / sedang
dioperasi, dokter yang dirujuk tsb melakukan tindakan / memberikan instruksi,
maka otomatis menjadi DPJP juga bagi pasien tsb.
12. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP di bantu oleh dokter
lain (antara lain dokter ruangan, residen) dimana ysb boleh menulis / mencatat di
rekam medis, maka tanggung jawab adalah tetap ada pada DPJP, sehingga DPJP
yang bersangkuatan harus memberi supervisi, dan melakukan validasi berupa
pemberian paraf / tanda tangan pada setiap catatan kegiatan tsb di rekam medis
setiap hari.
13. Asuhan pasien dilakukan oleh para profesional pemberi asuhan yang bekerja
secara tim (“Tim Interdisiplin”) sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien
(Patient Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Clinical / Team Leader) harus
proaktif melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan pasien, serta
berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim. Termasuk dalam kegiatan ini adalah
perencanaan pulang (discharge plan) yang dapat dilakukan pada awal masuk
rawat inap atau pada akhir rawat inap
14. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi / informasi kepada
pasien dan keluarganya. Gunakan dan kembangkan tehnik komunikasi yang
berempati. Komunikasi merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan
fokus pada pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan kompetensi
dokter dalam area kompetensi ke 3 (Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI
2012; Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006).
Pendokumentasian yang di lakukan oleh DPJP di rekam medis harus mencantumkan
nama dan paraf / tanda tangan. Pendokumentasian tsb dilakukan antara lain di form
asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT (integrated
note), form asesmen pra anestesi /

1. Sedasi, intruksi pasca bedah, form edukasi / informasi ke pasien dsb. Termasuk juga
pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil ronde bersama
multi kelompok staf medis / departemen, dsb. (contoh Formulir Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi dan contoh Formulir Perintah Lisan terlampir).
2. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para profesional pemberi asuhan
bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Case Manager),
sesuai dengan Panduan Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien agar terjaga
kontinuitas pelayanan baik waktu rawat inap, rencana pemulangan, tindak lanjut
asuhan mandiri dirumah, kontrol dsb.
3. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif, bila lebih dari satu)
tentang DPJP, dalam bentuk satu formulir yang di isi secara periodik sesuai
kebutuhan / penambahan / pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar setiap
DPJP, tanggal mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama dan gelar,
tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP Utama. Daftar ini bukan berfungsi sebagai
daftar hadir. (Formulir Daftar DPJP, terlampir).
4. Rumah Sakit terletak jauh dari kota besar, atau di daerah terpencil, penetapan
kebijakan tentang asuhan medis yang sifatnya khusus agar di konsultasikan dengan
pemangku kepentingan antara lain Komite Medis, Fakultas Kedokteran ysb bagi
residen, Organisasi Profesi, IDI, Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Rumah Sakit
Propinsi, Kolegium dsb.
5. Keterkaitan DPJP dengan Panduan Praktik Klinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical
Pathway, setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan peroses asuhan pasien
(baik asuhan medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainyan) yang
diberikan kepada pasien patuh pada Panduan Praktek Kinis / Alur Perjalanan
Klinis / Clinical Pathway yang telah di tetapkan oleh RS. Tingkat kepatuhan pada
Panduan Praktek Klinis / Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway ini akan menjadi
objek Audit Klinis dan Audit Medis.
6. Apabila dokter tidak mematuhi Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway / Panduan
Praktek Klinis maka harus memberikan penjelasan tertulis dan dicatat di rekam
medis.

BAB IV
DOKUMENTASI

Dengan adanya pengaturan mekanisme kredensial tenaga kesehatan di rumah sakit oleh tim
kredensial / komite tenaga kesehatan lainya diharapkan dapat :
1. Menjalankan tata kelolah klinik yang baik
2. Mendukung rumah sakit dan tenaga kesehatan lainya agar dapat terhindar atau
meminimalis tuntutan pasien
3. Menjaga mutu pelayanan tenaga lesehatan lainya
4. Menjaga disiplin tenaga kesehatan khususnya kepatuhan mengikuti kebijakan
standar dan SPO
5. Merinci dan menjaga kompetensi tenaga kesehatan lainnya.

Ditetapkan di : Waled
Pada Tanggal :2 Januari 2019
Direktur Rumah Sakit Umum Waled
Kabupaten Cirebon

Dr.Budi Setiawan Soenjaya, MM


NIP.

Anda mungkin juga menyukai