Anda di halaman 1dari 56

PANDUAN KESELAMATAN PASIEN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.SOERATNO GEMOLONG


KABUPATEN SRAGEN
JL. Dr.Soetomo No.792 - Gemolong Kabupaten Sragen
Telp. ( 0271) 6811839, Fax : ( 0271) 6811839
BAB I

DEFINISI

A.
Latar Belakang
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah
sakit yaitu : keselamatan pasien, keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
keselamatan bangunan dan peralatan yang ada di rumah sakit,keselamatan
lingkungan dan keselamatan bisnis rumah sakit. Kelima aspek keselamatan
tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun
harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien.
Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk
dilaksanakan, dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit.
Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk
menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hipocrates “primum,non
nocere (first, do no harm).” Namun diakui semakin berkembangnya ilmu dan
teknologi pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit menjadi semakin
kompleks dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) jika tidak
dilakukan dengan hati-hati.
Di rumah sakit terdapat ratusan obat, ratusan tes dan prosedur, banyak
alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang
siap memberikan pelayanan pasien24 jam terus menerus. Keberagaman dan
kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya KTD.
Pada tahun 2000 Institute of medicine di amerika serikat menerbitkan
laporan yang mengejutkan banyak pihak. “ to err is human”, building a safer
health system. Laporan tersebut mengemukakan penelitian di rumah sakit di
Utah dan Colorado serta new York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD
adalah sebesar 2,9 % dengan angka kematian 6,6%. Sedangkan di new York
KTD adalah sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian
akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh amerika yang berjumlah 33,6
juta/ tahun berkisar 44.000 – 98.000 / tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004
mengumpulkan angka – angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara
Amerika, inggris, Denmark dan Australia ditemukan KTD dengan rentang 3,2 –
16,6 %. Dengan data – data tersebut berbagai Negara segera melakukan
penelitian dan mengembangkan sistem keselamatan pasien.
Di Indonesia data tentang KTD apalagi KNC masih langka namun dilain
pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang belum tentu sesuai
dengan pembuktian akhir. Dalam rangka peningkatan keselamatan pasien di
rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) telah
mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-
RS). Komite tersebut telah aktif melaksanakan langkah – langkah persiapan
pelaksanaan keselamatan paseien rumah sakit dengan mengembangkan
laboratorium program keselamatan pasien rumah sakit.
Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat dan
berdasar atas latar belakang itulah maka pelaksanaan program keselamatan
pasien di Rumah Sakit Umum Daerahdr.Soeratno Gemolong perlu dilakukan
secara terus menerus. Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit Umum Daerahdr.Soeratno Gemolong terutama dalam melaksanakan
keselamatan pasien diperlukan acuan yang jelas untuk melaksanakan program
tersebut. Buku panduan keselamatan pasien Rumah Sakit Umum
Daerahdr.Soeratno Gemolong yang terutama berisi tentang Standart
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit serta pedoman pelaporan insiden keselamatan pasien Rumah
Sakit Umum Daerahdr.SoeratnoGemolong diharapkan dapat membantu rumah
sakit dalam melaksanakan kegiatan.

B.
Tujuan
Tujuan disusunnya Buku Panduan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum
Daerahdr.Soeratno Gemolong ini adalah :
1.
Sebagai pedoman bagi manajemen Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soeratno
untuk dapat melaksanakan program keselamatan pasien dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
2.
Terlaksananya program keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum
Daerahdr.Soeratnosecara sistematis dan terarah.
3.
Terlaksananya pencatatan dan pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di
Rumah Sakit Umum Daerahdr.Soeratno.
BAB II
RUANG LINGKUP

A.
Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melaksanakan tindakan yang seharusnya dilakukan.

B.
Tujuan
1.
Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2.
Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3.
Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit
4.
Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan

C.
Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit
Pada tanggal 02 Mei 2007, WHO Collaborating Centre for Patient Safety
menerbitkan panduan “Nine Life-saving Patient Safety Solutions” (Sembilan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Sembilan topik yang diberikan solusinya
adalah sebagai berikut :
1.
Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (Look – Alike, Sound – Alike
Medications Names)
2.
Pastikan identifikasi pasien
3.
Komunikasi secara benar saat serah terima / operan pasien
4.
Pastikan tindakan yang benar pada pada sisi tubuh yang benar
5.
Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)
6.
Pastikan akurasi pemberian obat
7.
Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube)
8.
Gunakan alat injeksi sekali pakai
9.
Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi
nosokomial

BAB III
TATA LAKSANA

Dalam buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Depkes RI


2008), disebutkan bahwa Standar Keselamatan Rumah Sakit wajib diterapkan di
semua rumah sakit. Standar tersebut mengacu pada “ Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002 yang disesuaikan dengan kondisi
perumahsakitan di Indonesia.
Standar Keselamatan Pasien tersebut terdiri dari tujuh standar :
Standar I. Hak pasien
a.
Standar
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan
b.
Kriteria
1.
Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2.
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3.
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan leluarganya tentang rencana
dan hasil pelayanan,pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadimya Kejadian Tidak Diharapkan
Standar II. Mendidik Pasien dan Keluarga
a.
Standar
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggungjawab pasien dalam asuhan pasien
b.
Kriteria
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan degan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan,
sehingga rumah sakit harus mempunyai system dan mekanisme mendidik
pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan
keluarga dapat :
1.
Memberikan informasi yang benar, jelas,lengkap dan jujur.
2.
Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga
3.
Mengajukan pertanyaan – pertanyataan untuk hal yang tidak dimengerti
4.
Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5.
Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
6.
Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7.
Memenuhi kewajiban financial yang disepakati
Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
a. Standar
Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan
b.
Kriteria
1.
Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan,rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit
2.
Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga
pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat
berjalan baik dan lancar
3.
Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan social, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer
dan tindak lanjut lainnya
4.
Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman
dan efektif
Standar IV.
Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
a.
Standar
Rumah sakit mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menanalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien
b.
Kriteria
1.
Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang
baik, mengacu pada visi, misi dan tujuan rumah sakit, kebutuhan
pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah bisnis terkini, praktis
bisnis yang sehat, dan factor – factor lain yang berpotensi resiko bagi
pasien sesuai dengan “ Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit”
2.
Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang
antara lain terkait dengan pelaporan insiden, akreditasi, manajemen
resiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan
3.
Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan
semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan
evaluasi satu proses kasus resiko tinggi
4.
Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan system yang diperlukan, agar
kinerja dan keselamatan pasien terjamin
Standar V. Peran Pemimpin dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
a.
Standar
1.
Pemimpin mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”
2.
Pemimpin menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
resiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi
Kejadian Tidak Diharapkan
3.
Pemimpin mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien
4.
Pemimpin mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji,dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien
5.
Pemimpin mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
b.
Kriteria
1.
Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien
2.
Tersedia program proaktif untuk identifikasi resiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis – jenis kejadian
yang memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera”
sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan”
3.
Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program
keselamatan pasien
4.
Tersedia prosedur “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi resiko kepada orang
lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis
5.
Tersedia mekanisme pelaporan internal dan external berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang
analisis akar masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera/ Near Miss” dan
“Kejadian Sentinel” pada program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan
6.
Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil resiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf
dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”
7.
Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secaraa sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan
pendekatan antar disiplin
8.
Tersedia sumber daya dan system informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan
pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya
tersebut
9.
Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria obyektif untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya
Standar VI. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
a.
Standar
1.
Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas
2.
Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien
b.
Kriteria
1.
Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai
dengan tugasnya masing – masing
2.
Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan in – serving training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden
3.
Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (team work) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien
Standar VII. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi staf untuk Mencapai
Keselamatan Pasien
a.

Standar
1.
Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses – proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan exernal
2.
Tranmisi data harus tepat waktu dan akurat

b.

Kriteria
1.
Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal – hal yang
terkait dengan keselamatan pasien
2.
Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Monitoring dan Evaluasi Penerapan/ Hasil Kegiatan 7 (Tujuh) Langkah


MenujuKeselamatan Pasien Rumah Sakit terdiri atas :
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan asesmen budaya keselamatan
pasien.
2. Pimpin dan dukung staf anda
Adalah cara melaksanakan kegiatan implementasi clinical risk dengan
langkah :
a. Pernyataan/ deklarasi tentang gerakan moral ”patient safety”
b. Ronde/visite pasien keselamatan pasien terdiri dari :
1) Direktur
2) Satu/dua orang perawat
3) Tim KPRS
4) Fokus pada masalah keselamatan pasien
c. Tetapkan pimpinan operasional untuk patient safety(komite
keselamatan pasien).
d. Tunjuk para penggerak patient safety ditiap unit pelayanan berupa
championlink
safety.
e. Lakukan brifing (sebelum melakukan pekerjaan) dan debrifing
(setelahmelakukanpekerjaan) tim.
f. Ciptakan suasana kerja yang kondusif
Suatu lingkungan dengan keharusan untuk melaporkan insiden
keselamatanpasien tanpa takut dihukum menghilangkan budaya
blaming culture.
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan cara membuat assesment
tool denganlangkah :
a. Risk matrix gading
Adalah suatu metode analisis kualitatif untuk menentukan derajat
risikosuatu insiden berdasarkan Dampak dan Probabilitasnya.
1) Dampak (Consequence)
Penilaian dampak/akibat suatu insiden adalah seberapa berat
akibatyang dialami pasien mulai dari tidak ada cidera sampai
meninggal.
2) Probabilitas/ Frekuensi/ Likelihood
Penilaian Probabilitas/Frekuensi risiko adalah seberapa seringnya
insidentersebut terjadi.
3) Band Resiko
Band Risiko adalah derajat resiko yang digambarkan dalam empat
warnayaitu Biru, Hijau, Kuning dan Merah “Bands“ akan
menentukaninvestigasi yang akan dilakukan.
b. RCA (Route Couse Analysis) atau Analisis akarLangkah-langkah RCA :
1. Identifikasi insiden
2. Pembentukan tim
3. Pengumpulan data
4. Pemetaan data
5. Identifikasi masalah
6. Analisis informasi
7. Rekomendasi dan solusi
c. Failure Mode And Effects Analysis (FMEA)
Langkah-langkah pembuatan FMEA
1. Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.
2. Membuat diagram proses.
3. Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan
dampaknya.
4. Memprioritaskan modus kegagalan.
5. Identifikasi akar masalah.
6. Redesain proses.
7. Analisis dan uji prose baru.
8. Implementasi dan monitor perbaikan proses.
d. Kembangkan sistem pelaporan
Cara melaksanakan dengan :
1) Pelaporan insiden rumah sakit (internal) : KPC, KTC, KTD,
Sentinel danKNC. Maksimal 2x24 jam ke Komite KPRS pada kejadian
insiden baikpasien pengunjung, keluarga maupun karyawan yang
terjadi dirumahsakit dengan pelaporan insiden internal secara tertulis.
2) Pelaporan insiden eksternal rumah sakit
e. Libatkan dan komunikasi dengan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan mengembangkan cara-
carakomunikasi yang terbuka dengan pasien misal:
1) Melibatkan pasien dan masyarakat dalam mengembangkan
pelayananyang lebih aman, dengan cara informasi hak dan kewajiban
pasien danrumah sakit.
2) Melibatkan pasien dalam proses perawatan dan pengobatan
dirinyasendiri.
a) Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pasien sangat
ingindilibatkan sebagai mitra dalam proses pengobatan dirinya
sendiri(brosur)
b) Kemitraan ini berarti petugas kesehatan perlu melibatkan
pasiendalam :
⇒ Menentukan diagnosa yang tepat.
⇒ Memutuskan pengobatan yang benar.
⇒ Mendiskusikan risiko.
⇒ Memastikan obat diberikan dengan benar dan monitor, dengan5
tip utama yaitu :
– Berbagilah pertanyaan atau kepedulian tentang
obatobatanyang anda peroleh dan tanyakantentang
pilihanlain.
– Ceritakan kepada profesi kesehatan tentang obat-
obatanyang sedang anda gunakan.
– Ceritakan apabila anda menganggap obat-obatan
tersebuttidak efektif atau menimbulkan efek samping.
– Tanyakan apabila anda tidak yakin bagaimana
caramenggunakan obat tersebut atau untuk berapa lama.
– Tanyakan apabila anda memerlukan bantuan
untukmemperoleh obat tersebuit secara reguler.
3) Bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, doronglah untuk
salingterbuka, komunikasi dua arah antara profesional kesehatan dan
pasien.
a) Keterbukaan pada saat terjadi insiden merupakan
unsurfundamental dalam kemitraan antara pasien dan pemberi
pelayanankesehatan.
b) Bila terjadi insiden, pasien atau keluarga sangat ingin
mendapatkaninformasi tentang apa yang sesungguhnya terjadi.
c) Mereka juga mengharapkan seseorang menyampaikan ”maaf”.
4) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan pembuatan akar
masalahatau RCA dari kejadian insiden dengan matrix grading kuning
dan merahyang telah dilaporkan ke komite KPRS.
5) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Adalah cara melaksanakan kegiatan dengan menggunakan
redesainsistem dengan FMEA dengan cara proaktif sebelum insiden
terjadi dirumah sakit.

B. Monitoring dan Evaluasi Penerapan/Hasil Kegiatan Pelaksanaan 6


(Enam) Sasaran
Keselamatan Pasien.
Meliputi sasaran terdiri atas kegiatan yang melibatkan unit terkait dan
komitekeselamatan pasien terdiri atas koordinasi, pelaporan hasil kegiatan dan
monitoringevaluasi dan tindak lanjut tentang:
Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
1. Cara mengidentifikasi pasien di bagian klinis
Langkah-langkah untuk melakukan identifikasi pasien di bagian klinis
(Keperawatan,
Penunjang Medis, Unit Khusus, Gizi) adalah sebagai berikut :
a. Pada pasien yang kompeten dalam berkomunikasi: tanyakan
langsung kepadapasien ; nama lengkap (sesuai KTP / paspor / SIM) dan
tanggal lahir. Bila perludapat digunakan identitas tambahan berupa :
1) Alamat tempat tinggal pasien.
2) Nama orangtua gadis ibu kandung
3) No.telepon rumah / HP
4) Agama.
5) Pekerjaan.
b. Pada pasien yang tidak kompeten dalam berkomunikasi: tanyakan
identitaspasien kepada keluarga dan atau petugas yang mengantar
pasien.
c. Mencocokkan jawaban pasien/ keluarga/ petugas yang mengantar
denganidentitas yang tertera pada gelang yang dipakai pasien (nama
lengkap, tanggallahir)/ dengan struk pendaftaran pasien (poli Rawat
Jalan & Farmasi RawatJalan)/ label identitas pada list pasien (IGD, HD)/
label identitas pada bonpermintaan pemeriksaan penunjang (bagian
Penunjang Medik &Laboratorium).
d. Mencocokkan identitas pada gelang/ struk pendaftaran pasien (nama
lengkap,tanggal lahir, no.rekam medis) dengan label identitas pada
rekam medis pasien(atau pada bon permintaan pemeriksaan penunjang/
struk menu makanan/buku ekspedisi pasien/ buku register bayi/ resep
obat, dll.)
2. Cara mengidentifikasi pasien di bagian non klinis
Langkah-langkah untuk melakukan identifikasi pasien di bagian non-
klinis(Registrasi, Tempat Pendaftaran Pasien, Administrasi) adalah sebagai
berikut :
a. Pada pasien yang kompeten dalam berkomunikasi: tanyakan
langsung kepadapasien; nama lengkap (sesuai KTP / paspor / SIM) dan
tanggal lahir. Bila perludapat digunakan identitas tambahan berupa :
1) Alamat tempat tinggal pasien.
2) Nama gadis ibu kandung
3) No.telepon rumah / HP
4) Agama.
5) Pekerjaan
b. Pada pasien yang tidak kompeten dalam berkomunikasi: tanyakan
identitaspasien kepada keluarga dan/ atau petugas yang mengantar
pasien.
c. Mencocokkan jawaban pasien/ keluarga/ petugas yang mengantar
denganidentitas yang tertera pada:
1) KTP / SIM / Paspor (Registrasi dan Tempat Pendaftaran Pasien).
2) Form pelayanan administrasi (Administrasi).
d. Khusus bagian Administrasi: Mencocokkan label identitas pada form
pelayananadministrasi (nama lengkap, tanggal lahir, no.rekam medis)
dengan labelidentitas pada lembar rincian biaya perawatan.
3. Cara mengidentifikasi bayi baru
Identifikasi bayi baru lahir dilakukan secara:
a. Verbal, dengan menanyakan nama lengkap ibu (bayi) dan tanggal
lahir bayi.
b. Visual, dengan mencocokkan identitas yang tertera pada gelang
identitas ibudan bayi:
1) Nama lengkap ibu (apabila kemudian nama bayi sudah
diketahui, makaidentitas pada gelang diganti dengan nama lengkap
bayi).
2) Jam dan Tanggal lahir bayi.
3) Nomor rekam medis bayi.
4) Jenis kelamin bayi (ditulis L/P dan dibedakan dengan warna
gelang birumuda/pink).
4. Cara mengidentifikasi bayi baru lahir kembar (gemeli)
Identifikasi bayi baru lahir kembar dilakukan secara:
a. Verbal, dengan menanyakan nama lengkap ibu (bayi) & tanggal lahir
bayi.
b. Visual, dengan mencocokkan identitas yang tertera pada gelang
identitas ibudan bayi:
1) Nama lengkap ibu diikuti angka 1, 2, 3, dst. sesuai dengan
urutankelahiran bayi (misal By. Ny. Mawar Harum 1, By. Ny. Mawar
Harum 2,dst). Apabila kemudian nama setiap bayi sudah diketahui,
maka namalengkap ibu diganti dengan nama lengkap masing-masing
bayi.
2) Jam dan Tanggal lahir bayi.
3) Nomor rekam medis masing-masing bayi.
4) Jenis kelamin bayi sesuai dengan warna gelang, biru untuk
bayi laki-laki pink untuk bayi perempuan.
5. Cara mengidentifikasi kondisi khusus mengidentifikasi kondisi
khusus di IGD.
a. Pasien koma tanpa identitas: Inisial Laki-laki : Tn. X, tanggal masuk
RSInisial Perempuan : Ny.Y, tanggal masuk RS
b. Pasien tidak diketahui identitasnya dan masuk ke IGD secara
serentak(bersamaan), digunakan inisial laki-laki (X) / perempuan (Y),
diikuti numeralsesuai dengan urutan pasien masuk dan tanggal masuk
rumah sakit.
* Misalnya: Tn. X1, 25-08-13
Tn. X2, 25-08-13, dst.
Apabila kemudian identitas pasien telah diketahui/pasien sadar
sepenuhnya,maka proses identifikasi selanjutnya dilakukan sesuai dengan
identitas asli.
6. Tata laksana pada kontrak indikasi pemasangan gelang
a. Pasien yang menolak pemasangan gelang
Lakukan edukasi ulang oleh PenanggungJawab/ Kepala Ruang/
Ketua Tim/Ketua Shift, apabila pasien tetap menolak, pasien atau
keluarga mengisi suratpenolakan (format formulir penolakan tindakan).
b. Pasien alergi dengan bahan gelang
1) Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis no 14
A) pasiensebagai bukti.
2) Label identitas dapat ditempelkan di baju pasien (pada dada
sebelahkanan) melalui prosedur yang sama dengan prosedur
pemasangan gelangidentitas.
c. Kasus-kasus dengan penyulit, misalnya: luka bakar luas, fraktur
multipel, dsb.
1) Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis 14 A)
pasiensebagai Bukti.
2) Label identitas dapat ditempelkan di papan nama tempat tidur
pasien
d. Pasien bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
1) Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis 14 A)
pasiensebagai Bukti.
2) Label identitas pasien dapat ditempelkan di dinding incubator,
melaluiprosedur yang sama dengan prosedur pemasangan gelang
identitas.
e. Pasien bayi dengan cacat kongenital tidak ada anggota ekstremitas
tangan dankaki
1) Didokumentasikan di catatan keperawatan (rekam medis 14 A)
pasiensebagai bukti.
2) Label identitas pasien dapat ditempelkan di tempat tidur bayi,
melaluiprosedur yang sama dengan prosedur pemasangan gelang
identitas.
f. Cara pemasangan gelang identitas
Perawat mengecek identitas pasien yang tercantum di label dengan
rekammedis pasien.
1) Beri salam dan perkenalkan diri sesuai standar layanan
keperawatan.
2) Perawat memastikan ketepatan identitas pasien dengan cara :
a) Pada pasien yang kompeten dalam berkomunikasi, tanyakan
langsungkepada pasien: nama lengkap, tanggal lahir. Bila perlu
dapatdigunakan identitas tambahan berupa :
– Alamat tempat tinggal pasien.
– Nama gadis ibu kandung
– No.telepon rumah / HP
– Agama.
– Pekerjaan.
b) Pada pasien yang tidak kompeten dalam berkomunikasi,
tanyakanidentitas pasien kepada keluarga dan atau petugas yang
mengantarpasien.
c) Mencocokkan jawaban pasien/ keluarga/petugas yang
mengantardengan identitas yang tertera pada label gelang yang
akan dipakai(nama lengkap, tanggal lahir).
d) Pasien/ keluarga dipersilahkan membaca ketepatan identitas
padagelang yang akan dipasang.
3) Perawat melakukan edukasi pemasangan gelang identitas
mengenai :
a) Tujuan pemasangan gelang.
b) Resiko kesalahan identitas yang mungkin terjadi.
c) Partisipasi pasien dan atau keluarga untuk turut
memastikanketepatan identitasnya.
d) Macam-macam warna gelang.
e) Lokasi pemasangan gelang.
f) Cara perawatan gelang.
g) Meminta pasien dan atau keluarga untuk aktif bertanya
danmencocokkan pemeriksaan, tindakan medis atau obat-
obatansebelum diberikan.
h) Mendorong pasien dan atau keluarga untuk berperan aktif
dalamkeseluruhan proses identifikasi dan menanyakan hal-hal
yangberkaitan dengan ketepatan jenis layanan yang mereka
terima.
4) Perawat memasang gelang identitas kepada pasien :
Lokasi pemasangan gelang :
a) Gelang identitas dewasa dan anak dipasang di pergelangan
tangankanan, apabila tidak memungkinkan dapat dipindahkan
ke tangan kiri/kaki kanan/ kaki kiri.
b) Gelang identitas bayi baru lahir dipasang di 2 (dua) lokasi,
yaitu:tangan kanan dan kaki kiri, apabila tidak memungkinkan
dapatdipindahkan ke anggota ekstremitas yang ada.
− Pasang sesuai ukuran pergelangan tangan pasien jangan
terlaluketat atau terlalu longgar.
− Pastikan gelang terkunci.
5) Beri salam penutup sesuai standar layanan keperawatan.
6) Dokumentasikan prosedur pemakaian gelang pada catatan
keperawatan.
g. Cara pelepasan gelang identitas
1) Siapkan alat (gunting plester dan bengkok).
2) Beri salam dan perkenalkan diri sesuai standar layanan keperawatan.
3) Petugas memastikan ketepatan identitas pasien dengan cara :
a) Pada pasien yang kompeten dalam berkomunikasi, dilakukan
denganmenanyakan langsung kepada pasien : nama lengkap,
tanggal lahir.
Bila perlu dapat digunakan identitas tambahan berupa :
– Alamat tempat tinggal pasien.
– Nama gadis ibu kandung
– No. Telepon rumah / HP.
– Agama.
– Pekerjaan.
b) Pada pasien yang tidak kompeten dalam berkomunikasi
dilakukandengan menanyakan identitas pasien kepada keluarga
dan ataupetugas yang mengantar pasien.
c) Mencocokkan jawaban pasien/ keluarga/ petugas yang
mengantardengan label identitas yang tertera pada gelang yang
dipakai (namalengkap, tanggal lahir).
d) Mencocokkan identitas pada gelang dengan label identitas
padarekam medis pasien (nama lengkap, tanggal lahir, nomor
rekammedis).
4) Perawat/ Bidan memastikan pasien dan atau keluarga
sudahmenyelesaikanadministrasi sebelum pasien meninggalkan
ruangkeperawatan (untuk pasien yang akan pulang, meninggal dunia
ataupindah Rumah Sakit lain).
5) Perawat/ Bidan melepas gelang dengan cara menggunting dengan
hati-hati agar tidak melukai pasien, setelah identitas pasien sudah
tepat
6) Apabila selama perawatan gelang identitas dilepas, pemasangan
ulangsegera
dilakukan sesuai prosedur pemasangan gelang.
7) Beri salam penutup sesuai standar layanan keperawatan.
8) Dokumentasikan prosedur pelepasan gelang pada catatan
keperawatan.
Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif
1. APA ITU SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation)
a. SBAR adalah alat komunikasi yang dibuat berdasarkan hasil riset
JCAHObahwa perlu perbaikan komunikasi di antara dokter dan perawat.
b. SBAR adalah suatu mekanisme berupa acronym yang merupakan
kerangkakomunikasi terutama tentang hal-hal yang kritis yang memerlukan
perhatiandan tindakan segera. Ini memungkinkan anda menjelaskan
informasi diantara anggota tim kesehatan dan juga dapat mengembangkan
kerja samatim dan memperbaiki budaya keselamatan pasien.
c. SBAR ini terdiri atas 4 (empat) seksi pertanyaan yang kalau
berlangsung untukmemungkinkan staf sharing informasi singkat padat dan
terfokus. MetodeSBAR ini membentuk staf berkomunikasi secara efektif dan
asertif,menghindari pengulangan-pengulangan. Alat komunikasi ini
membuat stafmampu menyiapkan dan mengantisipasi informasi yang
diperlukan temansejawat dan mendorong pengembangan keterampilan
assesmen (penilaian),staf mampu memformulasi informasi dengan detail
yang benar.
2. BAGAIMANA MENGGUNAKAN SBAR?
a. Situation (situasi)
1) Sebutkan identitas Anda
2) Sebutkan identitas pasien (nama, umur dan bangsal/ruangan rawat)
3) Apa yang terjadi pada diri pasien saat ini?
4) Keluhan apa yang diungkapkan pasien kepada perawat atau dokter
5) Misalnya, pasien mengeluh sesak nafas
b. Background (latarbelakang) :
1) Apa yang melatarbelakangi sehingga pasien mengeluh atau
sesuatuterjadi pada diri pasien.
2) Data-data klinis apa yang mendukung keluhan pasien (tanda
vital,pemeriksaan laboratorium, dan imaging yang mendukung
problempasien).
Misalkan, pasien mengeluh sesak nafas maka data yang
mendukungadalah : frekuensi nafas, saturasi dan analisis gas darah.
c. Assesment (penilaian)
1) Masalah apa yang dialami pasien berdasarkan analisis situasi
danbackground.
2) Seberapa besar tingkat kegawatan masalah sehingga harus
dicarikanjalan keluar.
Misalnya, pada pasien yang mengalami sesak nafas, penilaian
dariperawat atau dokter jaga adalah pasien mengalami gagal nafas.
d. Recommendation (tindak lanjut)
Tindak lanjut apa yang harus dilalukan untuk memecahkan masalah
diatas.Mengambil contoh pasien dengan sesak nafas yang mengalami gagal
nafas,rekomendasi yang diharapkan adalah memindahkan pasien ke ICU.
Tabel 1. Pelaporan perawat ke dokter menggunakan metode SBAR
(Haig KM dkk, 2006)
Situation : a. Sebutkan nama Anda dan unit (bangsal)
b. Sebutkan identitas pasien, umur, dimana
pasientersebut dirawat, Ceritakan dengan
jelas
c. kondisi/apa yang terjadi pada pasien yang
membuatanda khawatir- Kata kunci “Apa
yang terjadi padapasien?” (misal, sesak
nafas, nyeri dada, dsb)
Background : Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien
sesuaikebutuhan:
a. Status kardiovaskuler (nyeri dada,
tekanan darah,EKG, dsb).
b. Status respirasi (frekuensi pernafasan,
SPO2, analisisgas darah, dsb).
c. Status gastro-intestinal (nyeri perut,
muntah,perdarahan, dsb)
d. Neurologis (GCS, pupil, kesadaran, dsb).
e. Hasil laboratorium / pemeriksaan
penunjang lainnya.
Assessment : Sebutkan problem pasien :
a. Problem kardiologi (syok kardiogenik,
aritmiamaligna, dsb)
b. Problem gastro-intestinal (perdarahan
massif dansyok)

Recommendation : Rekomendasi : (pilih sesuai kebutuhan)


a. Saya meminta dokter untuk :
- Memindahkan pasien ke ICU ?
- Segera datang melihat pasien ?
- Mewakilkan dokter lain untuk
datang ?
b. Pemeriksaan atau terapi apa yang
diperlukan :
- Foto Rontgen ?
- Pemeriksaan analisa gas darah ?
- Pemeriksaan EKG ?
- Pemberian oksigenasi ?
- Beta 2 agonis nebulizer ?
c. Apabila ada perubahan terapi, tanyakan :
- Seberapa sering diperlukan
pemeriksaan tandavital ?
- Bila respon terapi tidak ada kapan
harusmenghubungi dokter lagi ?
d. Konfirmasi :
- Saya telah mengerti rencana
tindakan pasien
- Apa yang harus saya lakukan,
sebelum doktersampai disini ?

Sasaran yang ingin dicapai dalam model komunikasi SBAR adalah agar
informasiyang disampaikan oleh perawat ke dokter dapat akurat dan tepat, dalam
rangkapengambilan keputusan terhadap situasi klinis yang dihadapi pasien.
Sebuahsurvey yang dilakukan di rumah sakit Moncton memperlihatkan,
sebelumditerapkan model komunikasi SBAR, sebanyak 25 % dokter mengatakan
tidak puasterhadap informasi yang diberikan perawat. Keadaan berubah, setelah
SBARdigunakan sebagai metode komunikasi di rumah sakit tersebut.
Tehnik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background, Assessment,
Recommendation. Pada prinsipnya, SBAR merupakan komunikasi standar
yangingin menjawab tiga pertanyaan, yaitu : What is it ? (apa yang terjadi), What
doyou need me to do ? (apa yang diharapkan dari perawat terhadap dokter
yangdihubungi), When do I have to do it ? (kapan dokter harus segera ambil
tindakan).Sebelum seorang perawat menghubungi dokter, sebaiknya ia lebih
dulumemeriksa pasien, mempelajari catatan medis, mengetahui diagnosis
danmasalah yang dialami pasien.
Situation. Apa yang ingin ditampilkan dalam situation adalah : apa yang
terjadipada diri pasien. Keluhan atau tanda klinis yang mendorong untuk
dilaporkan,misalnya sesak nafas, nyeri dada, penurunan tekanan darah, gangguan
iramajantung, dsb.
Background. Dalam unsur background, pertanyaan yang harus dijawab
adalahlatar belakang klinis apa yang menyebabkan keluhan tersebut. Informasi
yangterkandung dalam unsur background, berupa data terapi yang sudah
diberikan,diagnosis pasien dan data klinis pasien yang mendorong perawat
melaporkanpasien tersebut ke dokter. Data klinis pasien yang dilaporkan dapat
berupa dataklinis terkait dengan gangguan sistem neurologis, kardiovascular,
gastrointestinal,hasil pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya. Tentunya
dataklinis yang dilaporkan yang mendukung problem pasien. Misalnya, pasien
denganpenyakit paru obstruktif : data klinis yang dilaporkan sebaiknya yang
berhubungandengan gangguan fungsi respirasi, misalnya frekuensi nafas, saturasi,
analisis gasdarah.
Assessment. Assessment atau penilaian lebih difokuskan pada problem
yangterjadi pada pasien, sehingga apabila tidak segera diantisipasi akan
menyebabkankondisi pasien memburuk. Misalnya, pada pasien dengan penyakit
PPOK,kegawatan yang mungkin terjadi adalah gagal nafas.
Recommendation. Perawat menghubungi dokter tentu mempunyai
maksudtertentu, apakah perawat mengharapkan dokter segera datang ke bangsal,
ataucukup meminta pemeriksaan penunjang, terapi yang perlu diberikan saat itu.
Contoh komunikasi SBAR pada saat perawat melaporkan kondisi pasien ke
dokter
Tabel 2. Contoh komunikasi teknik SBAR via telepon antara perawat-dokter
Situation : “Selamat siang dr.Ahmad, Background : “Pasien tersebut
saya Ida perawat B.Ma’ruf.Saat ini yangsedang menderita PPOK
pasien dokter, Tn. Herman,45 th kesadarannyamenurun, frekuensi
mengalami sesak nafas serius”. nafasnya 40x/mntdan saturasi O2 70
%”.
Assessment : “ Kondisinya Recommendation : “Dokter,
semakinlemah dan sesak, saya pikir apakahpasien perlu segera
iamengalami gagal nafas”. dipindahkan keICU?”.

Tabel 3. Konsensus daftar nilai atau hasil kritis yang segeraharus


dikomunikasikan
(diringkas dan dimodifikasi dari Doris et al., 2005)

Definisi
Kategori Keterangan
Pemeriksaan

Glukosa Darah Tinggi (misal > 500 mg/dl),


Rendah (misal
< 50 mg/dl)
Kalium Tinggi (missal > 160 mEq/L),
Rendah
(missal < 120 mEq/L)
Bicarbonat Rendah (misal < 10 mEq/L)
CKMB Meningkat Meningkatmengindikasi
kan adanyamiokardinfark
akut
Troponin Meningkat Mengindikasikan adanya
miokardinfark akut
Lactat Acid Tinggi (misal > 5 mEq/L)
Ureum Tinggi (misal > 100 mg/dl)
Kreatinin Tinggi (misal > 4 mg/dl)
Gas darah PH tinggi (misal > 7,6), PH Menilaitingkatasidosis/basa
rendah (misal <7,2)
PO2 Rendah (misal < 60)
Elektrokardiogra Mengindikasikan kearah
m miokard infark
akut, aritmia maligna dsb
Sinar X dada Effusi pleura, pneumonia,
pneumothorax,
Dsb
CT Scan Perdarahan otak, stroke
hemorrhagies/non
hemorrhagies

3. KOMUNIKASI PETUGAS/PENUNJANG MEDIS–


DOKTER/PERAWAT/BIDAN
Metode komunikasi SBAR, tidak hanya digunakan saat terjadi komunikasi
antaraperawat dan dokter, melainkan juga dapat dimanfaatkan pada berbagai
situasi,seperti:
a. Situasi kritis atau waktu yang mendesak.
b. Apabila diputuskan akan membuat suatu keputusan medis dan
setiap petugasmemerlukan konsistensi terhadap rencana tindakan.
c. Saat perawat atau dokter jaga menelepon dokter yang
merawatpasien/konsultasi melalui telepon.
d. Saat serah terima tugas atau transisi.
e. Apabila petugas membutuhkan kejelasan informasi.

KOMUNIKASI MODEL SBAR


Tabel 4. Contoh Komunikasi SBAR dari Petugas Penunjang MedisKepada
Dokter/Perawat/Bidan
SBAR KETERANGAN CONTOH
Situation Sebutkan identitas Selamat siang, saya Toni
(situasi) petugaspenunjang petugaslaboratorium klinik,
danruangan/unit RS maumemberitahu hasil
tempatpetugas tersebut pemeriksaanlaboratorium
bertugas,dan ceritakan atas
dengan namaTn/Ny…..umur….No.R
jelaskondisi/situasi M….No.Kamar…, tadi pagi
yangmembuat anda pasien tsbperiksalab
khawatir. trombosit.
Background Merupakanpenemuan/dat Hasil laboratorium pagi
(latar belakang) a obyektifberdasarkan taditrombosit = 25 ribu.
pengamatanandaLaporkan
yang penting danrelevan.
Assesment Hasil analisa anda Pasien mengalami
(penilaian) terhadapsituasi tersebut penurunantrombosit,
yangmemerlukan tindak kemungkinan bila
lanjutatau dianggap tidakditangani akan terjadi
memilikirisiko. syokhipovolemik.

Recommendation Berikan usul atau saran. - (bila menelpon


(rekomendasi) perawat/bidan)
Tolong segera laporkan
kepadadokter yang
merawat agar
segeraditindaklanjuti,
Terima kasih
- (bila menelpon
dokter)
Apakah saya bisa
langsungmenelpon
perawat/bidan
untukmemberitahu hasil
ini? Ataudokter sendiri
yang akanmenelpon
perawat/bidan?

Tabel 5. Contoh Komunikasi SBAR Petugas Non Klinis


Kepada Petugas Lain

SBAR KETERANGAN CONTOH


Situation Sebutkan nama anda Selamat siang mas Edi,
(situasi) danunit/bangsal. sayaSusi dari Ruang mawar.
Ceritakan dengan jelas Air panas dan air dingin
kondisi/ situasi yang darikeran kamar mandi
membuatanda khawatir. pasientidak bisa bercampur.
Background Merupakan Saat kedua kran dibuka
(latar belakang) penemuan/dataobyektif dandiatur untuk
berdasarkanpengamatan mendapatkansuhu air yang
anda. hangat, makaair yang keluar
Laporkan yang penting justru sangatpanas atau
dan dingin dan tidakbisa
Relevan. bercampur dengan baik
sesuai suhu yang
diinginkanpasien.
Untuk sementara
pasienmemakai ember
untukmencampur air panas
dandingin yang dipakai
untukmandi.
Assesment Hasil analisa anda Hasil analisa anda
(penilaian) terhadapsituasi tersebut terhadapsituasi tersebut
yangmemerlukan tindak yangmemerlukan tindak
lanjutatau dianggap lanjutatau dianggap memiliki
memilikirisiko. risiko.
Saya tidak tahu
pastipermasalahannya apa,
tapisaya khawatir pasien
bisacidera saat mandi karena
airpanas dan dingin tidak
bisabercampur dengan baik.
Danhal itu
berpengaruhterhadap mutu
pelayanan.
Recommendation Berikan usul atau saran. Saya minta anda
(rekomendasi) segeradatang untuk
datangmemperbaiki nya.

Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (high allert
medications)
1. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi,menetapkan lokasi.
2. Pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
3. Implementasi kebijakan dan prosedur.
4. Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan pasien
kecuali jikadibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yangkurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
5. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien
harus diberilabel yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted).
Sasaran IV : Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
A. Penandaan Area Operasi
Definisi
Merupakan suatu cara yang dilakukan oleh ahli bedah untuk
melakukanpenandaan area
operasi terhadap pasien yang akan dilakukan tindakanpembedahan.
Tujuan
Tujuan dilakukannya penandaan area operasi meliputi;
1) Meminimalkan risiko terjadinya kesalahan pada tempat dilakukannya
operasidan pasien.
2) Meminimalkan risiko terjaadinya kesalahan prosedur operasi.
3) Menginformasikan dan membimbing ahli bedah operasi dalam hal
metodeyang digunakan pada proses penandaan tempat operasi.
4) Memastikan bagian tubuh (anatomi) yang akan dilakukan tindakan
operasi.
Proses
1) Membuat Tanda
a. Pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi harus
dilakukanpenandaan area terlebih dahulu. Ketika proses penandaan,
pasiendilibatkan dalam keadaan terjaga/sadar dan sebaiknya proses
penandaandilakukan sebelum induksi anestesi.
b. Tanda yang digunakan berupa garis panah yang menunjuk
pada tempatarea operasi dan dilakukan sedekat mungkin dengan
lokasi sayatan.
c. Tanda yang dibuat harus menggunakan spidol hitam permanen
dan tidakterhapus/tetap terlihat setelah dilakukan disinfeksi dan
drapping.
d. Tempat operasi yang diberi tanda berupa prosedur yang
melibatkansayatan (permukaan kulit, spesifik digit/lesi, lateral).
e. Semua tanda yang dibuat harus melihat catatan medis,
identitas pasien danhasil pencitraan pasien berupa sinar X, foto CT
Scan, pencitraan elektronik,atau hasil tes lain yang sesuai, untuk
memastikan tingkat kebenaran padaproses penandaan.
2) Siapa yang memberi tanda
a. Orang yang bertanggung jawab dalam memberikan tanda pada
pasien yangakan dilakukan prosedur operasi adalah dokter yang akan
melakukantindakan/wakilnya.
b. Jika pada proses penandaan dilakukan oleh wakil/yang
mewakili makadokter yang melakukan tindakan operasi harus hadir
selama prosedurpenandaan area tersebut.
3) Pengecualian penandaan area operasi
a. Semua tindakan Endoskopi, prosedur invasif yang
direncanakan dianggapdibebaskan dari penandaan bedah. Selain itu,
penandaan tersebut tidakada tanda yang telah ditentukan akses
bedahnya, seperti kateterisasijantung dan prosedur invasif minimal
lainnya, akan dianggap dibebaskan.
b. Prosedur yang memiliki pendekatan garis tengah yang
dimaksudkan untuksatu organ tertentu yaitu operasi caesar,
histerektomi atau tyroidectomy,juga dapat dibebaskan dari
penandaan operasi.
c. Hal ini diakui bahwa tidak ada cara praktis atau dapat
diandalkan untukmenandai gigi atau selaput lendir, terutama dalam
kasus gigi yangdirencanakan untuk ekstraksi. Sebuah tinjauan
catatan gigi dan radiografidengan gigi/ gigi harus dilakukan dan
nomor anatomi untuk ekstraksi jelasditandai pada catatan-catatan
dan radiografi.
d. Daerah lain/bagian anatomis secara teknis sulit untuk
menandai daerahoperasi meliputi bidang-bidang seperti perineum,
gembur kulit di sekitarpenandaan dan neonatus atau bayi prematur.
e. Untuk luka atau lesi yang jelas, penandaan area operasi tidak
berlaku jikaluka atau lesi adalah tempat dilakukannya tindakan
pembedahan. Namun,jika ada beberapa luka atau lesi dan hanya
beberapa dari luka /lesi tersebutyang dirawat maka penandaan area
operasi harus dilakukan sesegeramungkin setelah keputusan dibuat
untuk tindakan operasi.
f. Untuk lokasi tubuh manapun yang tidak dilakukan
penandaan, harusdilakukan peninjauan verifikasi pasien dan
prosedur di 'Time Out' yangmerupakan bagian dari WHO Keselamatan
Checklist. Hal ini harus dilakukanbersamaan sesuai dengan
dokumentasi yang relevan, termasuk catatanpasien, pencitraan
diagnostik (terarah dengan benar).

4) Instruksi spesifik Khusus (yang tidak tercakup di atas)


a. Operasi Mata
Untuk operasi mata tunggal tanda kecil harus dilakukan penandaan
padaaspek lateral dari mata antara canthus lateral dan telinga,
menunjuk kemata. Pengecualian adalah untuk prosedur bilateral
yang direncanakanpada kedua mata (seperti operasi juling bilateral),
tetapi lateralityprosedur tersebut harus didokumentasikan dengan
baik. Jika tidak adatanda yang dibuat, maka prosedur sebagaimana
dimaksud pada 3.f harusditaati.
b. Operasi Bilateral
Penandaan bilateral boleh dilakukan untuk memastikan lokasi
operasi,tetapi sebenarnya prosedur tindakan ini tidak diperlukan.
Jika memangproses penandaan tidak dilakukan maka prosedur
sebagaimana dimaksudpada 3.f harus ditaati.
c. Operasi THT
Penandaan pada kulit yang akan dilakukan incise sangat tepat,
tetapitindakan ini tidak tepat pada bagian mukosa atau jaringan
didalam (THT)misalnya tindakan tonsilektomi bilateral /
adenoidectomy, laryngectomy.Dalam kasus ini 3.b / 3.c / 3.f berlaku.
Untuk penandaan area bedah (THT)di mana sayatan kulit dibuat pada
operasi yaitu sisi tertentu tympanotomydan sisi bedah harus ditandai
dengan garis yang sesuai.
d. Bedah Digital
Setiap digit yang dilakukan tindakan operasi harus memiliki tanda
sedekatmungkin ke daerarah operasi.
e. Anestesi lokal/ blok prosedur
Tempat prosedur dilakukan tindakan anestesi terutama pada blok
lokalharus ditandai sebelum pasien diberikan anestesi umum (jika
ada yangharus diberikan) oleh dokter anestesi. Tanda yang dibuat
menggunakanspidol biru permanen, yang berfungsi sebagai pembeda
antara tanda yangdiberikan oleh dokter bedah.

B. Surgical safety cheklist


1. Definisi
Merupakan suatu daftar periksa yang digunakan untuk
memperkuatkeselamtan pasien.
2. Tujuan
Tujuan checklist ini dimaksudkan sebagai alat yang digunakan oleh tim
bedah(dokter bedah, dokter anestesi, perawat) dalam meningkatkan
keselamatanpasien pada proses operasi dan mengurangi resiko infeksi yang
tidakperlu/kematian.
3. Cara menggunakan cheklist
Dalam menggunakan checklist ini, tim operasi harus terdiri dari dokter
bedah,dokter anestesi, perawat (assistant, scrub nurse, circulation nurse)
teknisi danpersonel kamar operasi yang lain. Semua anggota tim operasi
berperan dalammemastikan keamanan dan keberhasilan operasi.
Dalam rangka menerapkan checklist selama operasi, maka satu orang
ditunjuk sebagai koordinator yang bertanggung jawab untuk melakukan
pemeriksaankeamanan pada daftar ini. Koordinator Checklist yang ditunjuk
berupaperawat sirkulasi/dokter yang berpartisipasi dalam operasi tersebut.
Checklist yang digunakan terbagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu:
a. Sign in (sebelum induksi anestesi)
b. Sebelum dilakukan incise ( time out)
c. Sign out (periode selama atau segera setelah penutupan luka,
tetapisebelum mengeluarkan pasien dari ruang operasi).
Dalam setiap tahap Koordinator Checklist harus diizinkan
untukmengkonfirmasi bahwa tim telah menyelesaikan tugasnya
sebelummelanjutkan ketahap berikutnya. Semua langkah harus diperiksa
secaraverbal dengan anggota tim yang tepat untuk memastikan bahwa
tindakan-tindakanutama telah dilakukan.
4. Cara menjalankan chek list secara rinci
a. Sign in (sebelum induksi anestesi)
Pemeriksaan keselamatan pasien pada tahap ini harus
terselesaikansebelum dilakukan induksi anestesi. Hal ini setidaknya
membutuhkankehadiran personel anestesi dan perawat. Koordinator
checklist yangtelah ditunjuk dapat menyelesaikan bagian ini sekaligus
secaraberurutan.Rincian langkah pada tahap ini yaitu :
1) Apakah pasien telah dikonfirmasi identitas, tempat,
prosedur danpersetujuan?
Koordinator Checklist secara lisan menegaskan identitas
pasien, jenisprosedur yang direncanakan, tempat operasi dan
persetujuanoperasi telah diberikan. Walaupun mungkin tampak
berulang-ulang,langkah ini sangat penting untuk memastikan bahwa
tim tidakmelakukan tindakan operasi pada pasien, tempat, dan
prosedurtindakan yang salah. Ketika konfirmasi oleh pasien tidak
mungkin,seperti dalam kasus anak-anak atau pasien tidak mampu,
wali atauanggota keluarga dapat memberikan konfirmasi. Jika
anggota walidan keluarga tidak bersedia atau jika langkah ini
dilewati, sepertidalam keadaan darurat, tim harus memahami
mengapa tindakan inidikerjakan dan semua berada dalam perjanjian.
2) Apakah tempat ditandai?
Koordinator Checklist harus mengkonfirmasi bahwa ahli bedah
yangmelakukan operasi telah menandai tempat bedah (biasanya
denganspidol felt-tip permanen) dalam kasus yang melibatkan
laterality(perbedaan kiri atau kanan) atau struktur beberapa atau
tingkat(misalnya jari kaki, khususnya, lesi kulit, vertebra). Tempat
tandauntuk struktur garis tengah (misalnya tiroid) atau tructures
tunggal(misalnya limpa) harus mengikuti tradisi setempat. Konsisten
dalammemberikan tanda pada semua kasus dan
mengkonfirmasikantempat yang benar.
3) Apakah mesin anestesi dan obat-obat telah lengkap?
Koordinator Checklist melengkapi langkah berikutnya
denganmeminta dokter anestesi untuk memverifikasi
penyelesaianpemeriksaan keamanan anestesi, pemeriksaan berupa
peralatananestesi, sirkuit pernafasan, obat-obatan dan risiko obat
anestesipada pasien. Disamping mengkonfirmasikan bahwa pasien
sesuaiuntuk operasi, tim anestesi harus menyelesaikan ABCDE,
denganmelakukan pemeriksaan peralatan Airway, Breathing
sistem(termasuk oksigen dan agen inhalasi), Suction, Obat dan
AlatDarurat. Apabila peralatan dan obat telah tersedia dan
berfungsidengan baik maka lakukanlah konfirmasi.
4) Apakah pulse oksimetry pada pasien telah berfungsi?
Koordinator Checklist menegaskan bahwa pulse oksimeter
telahditempatkan pada pasien dan berfungsi dengan benar
sebeluminduksi anestesi. Idealnya pembacaan pulse oximetry harus
terlihatoleh tim operasi. Sebuah sistem terdengar harus digunakan
untukmengingatkan tim untuk denyut nadi pasien dan saturasi
oksigen.
Jika pulse oksimeter tidak berfungsi dengan baik maka ahli
bedahdan dokter anestesi harus mengevaluasi kondisi pasien
danmempertimbangkan penundaan tindakan operasi. Namun
dalamkeadaan mendesak untuk menyelamatkan nyawa atau
ekstremitaspasien, persyaratan ini bisa dicabut, dan tim harus setuju
tentangperlu atau tidaknya untuk melanjutkan operasi tersebut.
5) Apakah pasien memiliki alergi?
Koordinator Checklist harus memberikan dua pertanyaan
kepadadokter anestesi. Pertama, koordinator harus menanyakan
apakahpasien memiliki alergi, jika demikian, apa jenis alerginya.
Jikakoordinator mengetahui alergi yang dokter anestesi tidak
menyadari,informasi ini harus dikomunikasikan.

6) Apakah pasien memiliki kesulitan jalan nafas dan resiko


aspirasi?
Koordinator Checklist secara lisan harus mengkonfirmasi
bahwa timanestesi secara obyektif telah menilai apakah pasien
memiliki jalannafas yang sulit. Ada beberapa cara untuk menilai
saluran napas(seperti nilai Mallampati, jarak thyromental, atau
Bellhouse-Doreskor). Kematian karena kehabisan napas selama
anestesi masihbencana umum global tetapi dapat dicegah dengan
perencanaanyang tepat. Jika evaluasi menunjukkan resiko tinggi
terhadapkesulitan jalan nafas (seperti skor Mallampati dari 3 atau 4),
makatim anestesi harus mempersiapkan proses penangannya. Proses
Iniminimal menggunakan pendekatan tehnik anestesi
(misalnya,dengan menggunakan anestesi regional, jika mungkin)
danmenyiapkan peralatan darurat. Jika asisten anestesi / ahli
bedah /tim keperawatan mampu, dianjurkan untuk membantu
denganinduksi anestesi. Risiko aspirasi juga harus dievaluasi sebagai
bagiandari penilaian jalan napas. Jika pasien memiliki gejala refluks
aktifatau perut penuh, dokter anestesi harus
mempersiapkankemungkinan aspirasi. Risiko ini dapat dikurangi
denganmemodifikasi rencana anestesi, misalnya menggunakan
teknikinduksi cepat dan meminta bantuan kepada asisten
untukmemberikan tekanan krikoid selama induksi. Untuk pasien
yangmemiliki kesulitan jalan nafas atau berada pada risiko
aspirasi,induksi anestesi harus dimulai hanya ketika dokter
anestesimenegaskan bahwa ia memiliki peralatan yang memadai
danbantuan yang berada di samping tempat tidur pasien (meja
operasi).
7) Apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah > 500 ml
(7 ml / kgpada anak-anak?
Koordinator Checklist meminta tim anestesi dengan
menanyakanapakah pasien memiliki resiko kehilangan darah lebih
dari 500 mlselama operasi? Dimaksudkan untuk menjamin persiapan
tindakanoperasi. Volume kehilangan darah yang besar adalah salah
satubahaya yang paling umum dan penting bagi pasien bedah,
denganresiko shock hipovolemik meningkat ketika kehilangan
darahmelebihi 500 ml (7 ml/ kg pada anak-anak). Persiapan yang
memadaidan resusitasi dapat mengurangi konsekuensi ini. Ahli
bedahmungkin tidak konsisten dalam mengkomunikasikan
resikokehilangan darah. Oleh karena itu, jika dokter anestesi tidak
tahuapakah terdapat resiko kehilangan darah, ia harus
mendiskusikandengan dokter bedah sebelum operasi dimulai. Jika
ada risikokehilangan darah yang signifikan lebih besar dari 500 ml,
sangatdisarankan untuk pemasangan dua jalur infuse yang besar
ataukateter vena sentral ditempatkan sebelum insisi kulit. Selain itu,
timharus mengkonfirmasi ketersediaan cairan atau darah
untukresusitasi. (Perhatikan bahwa kehilangan darah diharapkan
akanditinjau kembali oleh ahli bedah sebelum sayatan kulit ini
akanmemberikan tingkat keamanan kedua.Pada tahap ini selesai, tim
dapat melanjutkan dengan induksianestesi.
b. Time Out (sebelum dilakukan incise)
Pemeriksaan keselamatan pasien pada tahap ini harus
terselesaikansebelum dilakukan incise pada kulit. Hal ini membutuhkan
kehadiransemua personil tim bedah. Sebelum dilakukan tindakan incise
koordinatorchecklist yang telah ditunjuk dapat menyelesaikan bagian ini
denganmeminta waktu jeda untuk mengkonfirmasi tahap ini secara
berurutan.
Rincian langkah pada tahap ini yaitu :
1) Konfirmasi semua anggota tim telah menyebutkan nama
dan peranmasing-masing
Anggota tim operasi dapat sering berubah. Manajemen yang
efektifdari situasi seperti ini adalah dengan membuat sebuah
pengantaryang sederhana yaitu dengan meminta setiap orang di
ruanganuntuk memperkenalkan dirinya dengan nama dan peran
masing-masingyang dilakukan oleh Koordinator Checklist.
2) Konfirmasikan nama pasien, prosedur dan area yang
akandilakukan tindakan pembedahan
Koordinator checklist meminta semua orang di ruang operasi
untuktenang dan secara lisan akan mengkonfirmasi nama, prosedur
dantempat operasi dilakukan untuk menghindari operasi pada
pasienyang salah atau tempat yang salah. Misalnya, koordinator
checklistmengumumkan, "Sebelum kita membuat sayatan kulit",
dankemudian melanjutkan, "Apakah semua orang setuju bahwa
iniadalah X pasien, mengalami perbaikan hernia inguinalis yang
tepat?"semua tim harus sepakat dalam mengkonfirmasi pasien ini.
Jika pasien tidak dibius, akan sangat membantu sekali dalam
proseskonfirmasi.
3) Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60
(enampuluh) menit terakhir?
Untuk mengurangi resiko infeksi bedah, koordinator akan
bertanyadengan suara keras apakah antibiotik profilaksis diberikan
selama 60(enam puluh) menit sebelumnya. Para anggota tim
yangbertanggung jawab untuk antibiotik harus memberikan
konfirmasisecara verbal. Jika antibiotik profilaksis belum diberikan,
maka harusdiberikan sekarang, sebelum insisi. Apabila antibiotik
profilaksis telahdiberikan lebih dari 60 (enam puluh) menit
sebelumnya, makaantibiotik profilaksis tidak dianggap tepat
(misalnya kasus tanpasayatan kulit, kasus terkontaminasi di mana
antibiotik diberikanuntuk pengobatan).
4) Peristiwa penting
Komunikasi tim yang efektif dan kerja tim yang efisien
merupakankomponen utama dari keselamatan pasien operasi.
Untukmemastikan komunikasi yang efektif mengenai status pasien,
makakoordinator checklist harus memimpin diskusi cepat dengan
ahlibedah, staf anestesi dan staf perawat dari bahaya yang
diakibatkanoleh tindakan operasi. Hal ini dapat dilakukan dengan
memintasetiap anggota tim untuk bertanya. Selama prosedur
tindakan hanyarutinitas dan seluruh tim saling mengenal, ahli bedah
hanya dapatmenyatakan, "Ini adalah kasus rutinitas, X durasi"
a) Untuk dokter bedah : apa langkah-langkah kritis atau
nonrutin?
Berapa lama akan terjadi mengambil? Apa kehilangandarah
yang diantisipasi?
Sebuah diskusi tentang "prosedur yang sulit (kritis) atau
nonrutin"dimaksudkan untuk menginformasikan kepada
anggotatim mengenai langkah yang akan dilakukan pada
pasienberesiko kehilangan darah yang cepat, cedera atau
morbiditasutama lainnya. Ini juga merupakan kesempatan untuk
meninjaulangkah-langkah yang mungkin memerlukan peralatan
khusus,implan atau persiapan.
b) Untuk anestesi: apakah ada pasien-masalah spesifik?
Pada pasien yang beresiko kehilangan darah,
ketidakstabilanhemodinamik atau morbiditas besar lainnya
karena prosedur,anggota tim anestesi harus meninjau keras
rencana spesifikuntuk resusitasi, dan menggunakan produk
darah. Hal ini dapatdipahami karena setiap operasi banyak
mengandung resiko yangsangat besar. Jika prosedur operasi tidak
memiliki perhatianyang spesifik dokter anestesi hanya bisa
mengatakan, "Sayatidak memiliki perhatian khusus mengenai
kasus ini.
c) Untuk tim keperawatan: telah kemandulan (termasuk
hasilindikator)
telah dikonfirmasi? Apakah ada peralatan isu ataumasalah?
Perawat instrumen yang menyiapkan peralatan untuk
tindakanoperasi harus mengkonfirmasi secara lisan bahwa
instrumenyang disterilisasi telah sukses. Setiap hasil yang
diharapkanterhadap indikator sterilitas yang sebenarnya harus
dilaporkankepada seluruh anggota tim dan ditangani sebelum
sayatan. Inijuga merupakan kesempatan untuk mendiskusikan
masalahpada peralatan dan persiapan lainnya. Jika tidak ada
masalahtertentu pada sterilitas instrument/teknologinya
(autoclave),maka perawat instrument cukup mengatakan, "Sterility
telahdiverifikasi dan saya tidak memiliki masalah khusus".
5) Apakah pencitraan telah di pasang dengan benar?
Pencitraan sangat penting untuk memastikan tempat
dimanadilakukan tindakan operasi, termasuk ortopedi, prosedur
tulangbelakang, dada dan reseksi tumor banyak. Sebelum
dilakukantindakan insisi kulit, koordinator harus menanyakan
kepada dokterbedah apakah pencitraan pada kasus ini
diperlukan? jika demikian,maka koordinator checklist secara lisan
harus mengkonfirmasikanbahwa pencitraan didalam ruangan
harus ditampilkan secara jelasdan benar untuk digunakan selama
prosedur operasi. Jika pencitraandiperlukan tetapi tidak tersedia,
maka harus diperoleh. Dokter bedahakan memutuskan apakah
akan melanjutkan operasi tanpapencitraan. Pada tahap ini selesai
dan tim dapat melanjutkan denganincise kulit.
c. Sign out (Sebelum pasien meninggalkan ruang operasi
Sebelum pasien meninggalkan ruang operasi pemeriksaan
keamananharus diselesaikan. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi
transferinformasi penting kepada tim perawatan yang bertanggung
jawab untukpasien setelah tindakan operasi. Pemeriksaan dapat dimulai
oleh ahlibedah, anestesi atau perawat circuler dan harus dilakukan
sebelumdokter bedah meninggalkan ruangan. Hal ini dapat bertepatan
padapenutupan luka.
Rincian langkah pada tahap ini yaitu :
1) Perawat secara lisan menegaskan nama prosedur
Karena prosedur mungkin telah berubah atau diperluas
selamaoperasi, Koordinator Checklist harus mengkonfirmasikan
dengan ahlibedah dan tim apa prosedur yang dilakukan. Hal ini dapat
dilakukansebagai pertanyaan, "Apa prosedur yang dilakukan?" Atau
sebagaikonfirmasi, "Kami melakukan prosedur X, yang benar?"
2) Penyelesaian jumlah instrumen, spons dan jarum
Jumlah instrumen, spons dan jarum adalah kesalahan biasa,
tapiberpotensi bencana. Perawat instrument dan perawat sirkuler
secaralisan harus mengkonfirmasi kelengkapan instrumen, spons
danjumlah jarum. Jika ditemukan jumlah yang tidak tepat maka
timharus waspada sehingga dapat diambil langkah yang sesuai,
sepertimemeriksa linen, sampah dan luka atau, jika perlu, lakukan
fotoradiografi.
3) Pelabelan spesimen
Pelabelan yang salah pada spesimen patologis dapat
berpotensibencana bagi pasien, dan telah terbukti menjadi sumber
kesalahanlaboratorium. Perawat sirkulasi harus mengkonfirmasi label
yangbenar dari setiap spesimen patologis yang diperoleh selama
proseduroperasi dengan membaca nama pasien, deskripsi spesimen
dansetiap tanda orientasi dengan suara keras.
4) Apakah ada masalah peralatan yang harus ditangani
Masalah peralatan bersifat universal di kamar operasi.
Peralatan yangtidak berfungsi dengan baik dapat didaur ulang,
supaya dapatdigunakan kembali. Koordinator harus memastikan
bahwa masalahperalatan yang timbul selama operasi dapat
diidentifikasi oleh tim.
5) Ahli bedah, ahli anestesi dan perawat meninjau kembali
mengenairencana pemulihan dan pengelolaan bagi pasien
Dokter bedah, dokter anestesi dan perawat harus meninjau
rencanapemulihan pasca-operasi, fokus perencanaan pemulihan pada
isu-isuintraoperatif atau anestesi yang mungkin mempengaruhi
statuskesehatan pasien.
Dengan ini langkah terakhir checklist pasien selesai. Jika
diinginkan,checklist dapat ditempatkan dalam catatan pasien atau ditahan
untukdiperiksa kualitasnya.

Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


A. Kebersihan Tangan/ Hand Hygiene
Merupakan salah satu prosedur yang paling penting dan efektif
mencegahHealthcare Associated Infections (HAIs) bila dilakukan dengan baik
dan benar danmerupakan Pilar dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI)
1. Komponen sentral dari Patient Safety
a. Menciptakan lingkungan yang aman
b. Pelayanan kesehatan aman
Tangan merupakan media transmisi kuman tersering di rumah
sakit,memindahkan mikroorganisme/kuman dari satu pasien ke
pasien lain, daripermukaan lingkungan ke pasien.
Indikasi kebersihan tangan :
1) Segera setelah tiba di rumah sakit
2) Sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien
3) Diantara kontak pasien satu dengan yang lain
4) Sesudah ke kamar kecil
5) Bila tangan kotor
6) Sebelum meninggalkan rumah sakit
7) Segera setelah melepaskan sarung tangan
8) Segera setelah keluar dari toilet atau membersihkan sekresi hidung
9) Sebelum dan setelah menyiapkan dan mengkonsumsi makanan
Teknik kebersihan tangan
1) Sebelum melakukan kebersihan tangan
a) Pastikan perhiasan cincin (termasuk cincin kawin),
gelang, arloji, tidakdipakai.
b) Penelitian: kulit dibawah perhiasan akolonisasi yang
berat, sulitdibersihkan/dekontaminasi
2) Memakai perhiasan akan sulit saat memakai sarung tangan’

B. Cuci tangan standar WHO


Cuci tangan sesuai 5pasien:
1. Sebelum menyetuh pasien
2. Setelah menyentuh pasien
3. Sebelum melakukan tindakan
aseptic/prosedur,
4. Setelah kontak dengan cairan yang
beresiko
5. Setelah kontak dengan lingkungan
pasien.

Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh


A. Cara melakukan pencegahan pasien jatuh di ruang perawatan
dewasa
Langkah-langkah pencegahan risiko jatuh adalah melakukanpasien
dewasa menggunakan formulir manajemen risiko jatuh yang telahditentukan
(menetapkan nilai risiko jatuh, memberikan intervensi yang sesuai,
danmelakukan pengkajian ulang).
1. Pengkajian Awal
Perawat ruangan melakukan pengkajian menerima pasien baru atau
selambatmenerima pasien baru dengan menggunakan Formulir
Manajemen RisikoJatuh yang telah ditentukan.
Perawat mengkaji faktor risiko meliputi:
a. Riwayat jatuh dalam 6 (enam) bulan terakhir
b. Mobilitas goyah (tidak aman)/ lemah ketika berjalan atau
berpindah
c. Status mental: tingkat kesadaran yang berubah/
penurunankognitif/ bingung
d. Eliminasi: inkontinensia, urgensi, nokturia, diare
e. Penggunaan obat: anesthesia, sedative, hipnotik, diuretik,
antidiabetik, antihipertensi pengkajian yang sesuai.
2. Penilaian Risiko Jatuh
Setelah melakukan pengkajian, perawat menentukan risiko jatuh
pasiendengan cara:
a. Menggunakan risiko rendah jatuh apabila tidak menemukan
faktor risikotersebut diatas
b. Menggunakan risiko tinggi jatuh apabila menemukan satu atau
lebihfaktor risiko tersebut diatas.
3. Apabila pasien berisiko tinggi jatuh maka pengkajian dilanjutkan
kepengkajian lengkap risiko jatuh untuk menggali lebih dalam faktor
risikojatuh pasien
a. Mobilitas :
1) Tidak dapat mempertahankan keseimbangan saat berdiri
2) Terdapat kelemahan ekstremitas atau perubahan gaya jalan
3) Membutuhkan bantuan saat berdiri atau berjalan
4) Pasien mengeluh sakit pada kaki atau permasalahan lain pada
kaki
b. Pengobatan dan Kondisi kesehatan
1) Polifarmasi atau mendapat obat yang mempengaruhi
keseimbanganatau tekanan darah.
2) Pasien mengalami sakit kepala atau ketidakseimbangan/
kelemahanyang berat.
c. Status Mental
1) Tidak mampu mengikuti perintah sederhana.
2) Tidak sadar akan keterbatasannya.
3) Berusaha turun dari tempat tidur meski dilarang.
4) Gelisah atau impulsive.
d. Eliminasi
Membutuhkan bantuan saat BAB/BAK
4. Intervensi
Setelah menentukan risiko jatuh pasien, perawat memilih tindak
lanjut yangakan dilakukan dengan cara:
a. Apabila risiko rendah jatuh maka perawat hanya melakukan
intervensistandar minimum risiko jatuh.
b. Apabila risiko tinggi jatuh maka perawat:
1) Melakukan intervensi standar minimum risiko jatuh.
2) Melakukan intervensi khusus sesuai faktor risiko jath pasien.
3) Memasang gelang risiko jatuh untuk pasien dewasa sedangkan
pasienanak dan pasienicu-iccu-picu-nicu semua menggunakan
gelangberesiko jatuh.
4) Melengkapi formulir pemantauan pasien risiko tinggi jatuh.
5) Melaporkan pasien risiko tinggi jatuh setiap pergantian shift.
5. Perawat meminta tanda tangan pasien/keluarga sebagai
buktipasien/keluarga sudah menerima dan memahami penjelasan
risiko jatuhdan pencegahannya.
6. Perawat ruangan melakukan intervensi yang sudah dipilih
minimal 3 (tiga)kali dalam satu shift, atau lebih apabila pasien
berisiko tinggi jatuh.
7. Pengkajian Ulang
Perawat melakukan pengkajian ulang secara rutin setiap 3 (tiga) hari
sekaliatau sewaktu-waktu apabila:
a. Terjadi perubahan status klinis meliputi perubahan kondisi
fisik, fisiologis,maupun psikologis
b. Pasien pindah ruang/unit
c. Penambahan obat yang tergolong berisiko jatuh
d. Pasien mengalami insiden jatuh saat dirawat
B. Cara melakukan pencegahan pasien jatuh di ruang perawatan
anak.
1. Pengkajian Awal
Perawat ruangan melakukan pengkajian awal risiko jatuh pada saat
menerimapasien baru atau selambat-lambatnya 2 (dua) jam setelah
menerima pasienbaru dengan menggunakan Formulir Humpty Dumpty
(FHD).
2. Penilaian Risiko Jatuh
Perawat menjumlahkan skor yang didapat dari hasil pengkajian
danmenentukan risiko jatuh pasien dengan melihat hasil penjumlahan:
e. Risiko rendah jatuh apabila skor 7-11
f. Risiko tinggi jatuh apabila skor ≥ 12
3. Intervensi
Perawat memilih intervensi pencegahan jatuh sesuai skor risiko jatuh pasien
a. Apabila skor 7-11, maka memilih Intervensi Risiko Rendah Jatuh.
b. Apabila skor ≥12, maka perawat:
1) Memilih Intervensi Risiko Tinggi Jatuh.
2) Melengkapi formulir pemantauan pasien risiko tinggi jatuh.
3) Melaporkan pasien risiko tinggi jatuh setiap pergantian shift.
c. Pemasangan gelang risiko jatuh dilakukan pada semua pasien anak
karenasemua pasien anak dianggap berisiko jatuh pemasangannya
sesuaidengan SPO pemasangan gelang risiko jatuh.
4. Perawat meminta tanda tangan pasien/keluarga sebagai
buktipasien/keluarga sudah menerima dan memahami penjelasan risiko
jatuh danpencegahannya
5. Perawat ruangan melakukan intervensi yang sudah dipilih minimal 3
(tiga) kalidalam satu shift, atau lebih apabila pasien berisiko tinggi jatuh
6. Pengkajian Ulang
7. Perawat melakukan pengkajian ulang secara rutin setiap 3 (tiga) hari
sekaliatau sewaktu-waktu apabila:
a. Terjadi perubahan status klinis meliputi perubahan kondisi fisik,
fisiologis,maupun psikologis.
b. Pasien pindah ruang/unit.
c. Penambahan obat yang tergolong berisiko jatuh.
d. Pasien mengalami insiden jatuh saat dirawat.

C. Intervensi kewaspadaan bersama pencegahan pasien jatuh


Dilakukan oleh staf medik maupun non medik untuk, pengkajian risiko
jatuh menggunakan format pengkajian untuk dewasa maupun FHD untuk
anak,sedangkan untuk pengkajian pasien ICU-ICCU-PICU-NICU
menggunakan CM ICU.
D. Penerapan kewaspadaan bersama
Kewaspadaan bersama dilakukan oleh seluruh staf/petugas (termasuk
petugasmedis, perawat dan non medis) menerapkan kewaspadaan bersama
pencegahanpasien jatuh terhadap seluruh pasien di RSI Sultan Agung
Semarang.

E. Strategi pencegahan risiko jatuh


1. Peningkatan Pelayanan Kepada Pasien
a. Melakukan ronde 1-3 jam sekali secara periodik melakukan
pemantauanuntuk:
1) menjamin kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi, misalnya
dengansecara periodik menawarkan bantuan BAB/BAK.
2) menjamin barang-barang yang dibutuhkan pasien agar
beradadalam jangkauan, misalnya mendekatkan gelas air minum,
remote,tissue, bel.
3) menjamin kenyamanan pasien dengan mengatur atau
merubahposisi tidur pasien.
b. Melakukan pemantauan medikasi
Berkolaborasi dengan farmasi klinis untuk:
1) Meninjau obat-obat yang diresepkan.
2) Mengevaluasi pasien yang mendapat obat-obat atau kombinasi
obatyang memungkinkan terjadinya jatuh, dan obat yang
meningkatkanrisiko cidera akibat jatuh (misalnya antikoagulan).
3) Memberikan usulan kepada dokter yang merawat
untukmempertimbangkan antara manfaat dan risiko jatuh akibat
obatyang digunakan.
c. Meningkatkan kondisi pasien
a. Mobilisasi dini sesuai kondisi pasien, peningkatkan kekuatan
danfungsi otot dan keseimbangan.
b. Pemenuhan nutrisi dan cairan yang adekuat.
c. Penatalaksanaan medis untuk penyakit pasien, misalnya
gangguanjantung, cidera otak, masalah persendian dan tulang, dan
lain-lain.
d. Edukasi
1) Pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga perlu diedukasi secara langsung
danmenggunakan leaflet yang berisikan cara pencegahan jatuh
yangdapat dilakukan oleh pasien dan keluarga.
2) Staff
Staff diedukasi mengenai cara mengidentifikasi pasien berisiko
jatuh,intervensi yang harus dilakukan dan tindakan yang harus
dilakukanapabila pasien jatuh.
e. Peningkatan keamanan saat ambulasi
1) Pindahkan pasien ke sisi yang lebih stabil.
2) Anjurkan pasien menggunakan pegangan.
3) Anjurkan pasien memanggil petugas jika ingin turun dari
tempat tidur.
4) Ajarkan penggunaan alat bantu jalan, gunakan alat bantu yang
sesuaidengan pasien.
2. Penataan Lingkungan dan Fasilitas
a. Perbaikan lingkungan fisik
Yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko pasien jatuh antara lain:
1) Pencahayaan yang terang pada gang/koridor, tangga, kamar
mandidan jalan masuk. Cahaya jangan menyilaukan mata.
2) Mengurangi penghalang dengan mengurangi penggunaan
benda-bendaatau furnitur yang tidak perlu dan merapikan kabel
listrik.
3) Kursi dan furnitur yang digunakan untuk menopang pada saat
pasienduduk dan bangkit berdiri tidak terlalu rendah atau tinggi.
4) Pengontrolan bahaya yang mungkin terjadi yang terdapat
dikamarmandi seperti: pegangan yang mudah terlihat dan aman serta
perekatyang berwarna mencolok sehingga mudah terlihat dan tidak
licin,lantai tidak berlumut dan licin, letak toilet yang ditinggikan /
toiletduduk posisinya tidak rendah dan terdapat pegangan tangan
arahvertikal.
5) Menyiapkan alas kaki yang layak

b. Kursi dan kursi roda


Memasang sabuk pengaman pada saat duduk di kursi
roda/kursi,menggunakan kursi khusus yaitu kursi geriatri untuk pasien
geriatri,memasang latex agar pasien tidak tergelincir, dan menggunakan
kursidengan tinggi sandaran tangan yang tepat supaya dapat digunakan
untukduduk dan berdiri.
c. Tempat tidur
Memasang tempat tidur dalam posisi rendah, mengunci rem dengan
baik,dan tempat tidur mempunyai pagar pengaman. Pagar
pengamanhendaknya memagari sebagian saja, sebab bila pagar tempat
tidur penuh,memungkinkan pasien yang bingung untuk loncat dari
tempat tidur.Kasur, alas kasur dan sprei tidak licin.
3. Penanganan pasien pasca jatuh
Apabila pasien mengalami kejadian jatuh maka berikut ini adalah langkah-
langkahpenanganannya:
a. Kaji adanya cedera dan tentukan tingkat cedera
Tingkat Cedera
0 Tidak ada cedera
1 Minor: abrasi, memar,
laserasi minor yang
membutuhkan jahitan
2 Mayor: fraktur, trauma
kepala/spinal
3 Meninggal

b. Kaji tanda-tanda vital, tingkat kesadaran, perubahan ROM (Range


OfMotion) dan lakukan pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu)
khususnyapada pasien DM.
c. Pindahkan pasien dari posisi jatuh dengan aman dan perhatikan
adanyarisiko cedera spinal dan kepala.
d. Beritahu dokter dan kepala ruang.
e. Observasi pasien secara berkala.
f. Dokumentasikan tindakan yang dilakukan dalam catatan
keperawatan.
g. Lakukan pengkajian ulang risiko jatuh.
h. Komunikasikan kepada seluruh petugas kesehatan dan keluarga
pasienbahwa pasien mengalami jatuh dan berisiko untuk jatuh lagi.
i. Buat laporan insiden keselamatan pasien dan laporkan ke KKPRS
dalamwaktu 1x24 jam.
4. Lakukan investigasi pasien jatuh menggunakan format investigasi
pasien jatuhuntuk mengetahui faktor intrinsik dan ekstrinsik yang
berkontribusi terhadapjatuhnya pasien.

C. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Manajemen


Resiko Klinik
Meliputi sasaran terdiri atas kegiatan yang melibatkan unit terkait dan
komitekeselamatan pasien terdiri atas koordinasi, pelaporan hasil kegiatan dan
monitoringevaluasi dan tindak lanjut terdiri atas:
1. Pelaporan insiden, sentinel, KTD,KTC, KNC dari masing-masing unit
a. Pelaporan Insiden

FORMAT LAPORAN INSIDEN KE TKPRS


RSUD dr. SOERATNO GEMOLONG

LAPORAN INSIDEN KNC, KTC, KTD DAN KEJADIAN SENTINEL


1. DATA PASIEN
Nama : ......................................................................................................................................
No. MR : ................................................ Ruangan .................................................................
Umur * : 0-1 bulan > 1 bulan – 1 tahun
>1 tahun - 5 tahun > 5 tahun – 15 tahun
>15 tahun – 30 tahun > 30 tahun – 65 tahun
>65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Penanggungjawab pasien :
Pribadi Asuransi Swasta
ASKES Pemerintah Perusahaan *
Jamkesmas Jaminan Kesehetan Daerah

2. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan waktu insiden
Tanggal : ............................................................... Jam ............................................................
2. Insiden
: .....................................................................................................................................
3. Kronologi Insiden :
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
4. Jenis Insiden* :
Kejadian Nyaris cedera / KNC (Near Miss)
Kejadian Tidak cedera / KTC (No Harm)
Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) /
Kejadian Sentinel (Sentinel Event)
5. Orang pertama yang melaporkan Insiden*
Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas Lainnya
Pasien
Keluarga / Pendamping Pasien
Pengunjung
Lain-lain : ............................................................................................................. (Sebutkan)
6. Insiden terjadi pada* :
Pasien
Lain-lain : ............................................................................................................. (Sebutkan)
Mis : Karyawan / pengunjung / pendamping / keluarga pasien, lapor ke K3 RS.
7. Insiden menyangkut pasien :
Pasien rawat inap
Pasien rawat jalan
Pasien UGD
Lain-Lain : ............................................................................................................. (Sebutkan)
8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian : ........................................................................................................... (Sebutkan)
(tempat pasien berada)
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai lasus penyakit/spesialisasi)
Penyakit dalam dan subspesiliasasinya
Anak dan subspesialisasinya
Bedah dan subspesialisasinya
Obstetri Ginekolofi dan subspesialisasinya
THT dan subspesialisasinya
Mata dan subspesialisasinya
Saraf dan subspesialisasinya
Anastesi dan subspesialisasinya
Kulit & kelamin dan subspesialisasinya
Jantung dan subspesialisasinya
Paru dan subspesialisasinya
Jiwa dan subspesialisasinya
Lokasi kejadian : ........................................................................................................... (Sebutkan)
10. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden
Unit kerja penyebab : .................................................................................................. (Sebutkan)
11. Akibat Insiden terhadap pasien* :
Kematian ......................................................................................................................................
Cedera Irreversibel / cedera berat
Cedera Reversibel / cedera sedang
Cedera Ringa
Tidak ada cedera
12. Tindakan yang dilakukan segera setalah kejadian, dan hasilnya :
....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
13. Tindakan dilakukan oleh* :
Tim : terdiri dari : ........................................................................................................................
Dokter
Perawat
Petugas lainnya : .........................................................................................................................
14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit kerja lain* :
Ya Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah ini
Kapan ? dan langkah / tindakan apa yang telah diambil pada unit kerja tersebut
untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama ?
....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................

Pembuat laporan : ................................... Penerima Laporan : ..................................


Paraf : ................................... Paraf : ..................................
Tgl. Terima : ................................... Tgl. Lapor : ..................................

Grading Risko kejadian * (Diisi oleh atasan pelapor)* :


BIRU HIJAU KUNING MERAH
b. Kejadian sentinel
1) Kejadian Sentinel adalah kejadian tak terduga (KTD)
yangmengakibatkan kematian atau cidera yang serius/ kehilangan
fungsiutama fisik secara permanen yang tidak terkait dengan proses
alamipenyakit pasien atau kondisi yang mendasarinya.
2) Kejadian sentinel harus di laporkan dari unit pelayanan rumah sakit
keKomite Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam waktu 1x24 jam,
setelahterjadinya insiden, dengan melengkapi Formulir Laporan Insiden.
3) Kejadan sentinel yang harus di laporkan antara lain :
a) Kematian yang tidak terantisipasi yang tidak berhubungan
denganproses penyakit.
b) Kehilangan permanen dari fungsi fisiologis pasien yang
tidakberhubungan dengan proses penyakit.
c) Salah lokasi, prosedur dan salah pasien saat pembedahan.
d) Penculikan bayi, salah identifikasi bayi.
e) Kekerasan/ perkosaan di tempat kerja yang
mengakibatkankematian, cacat permanen, dan kasus bunuh diri di
rumah sakit.
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
1) Kejadian Tidak Diharapkan/KTD atau Adverse event adalah insiden
yangmengakibatkan cedera pada pasien.
2) Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD (Adverse event) harus dilaporkan
dariunit pelayanan rumah sakit ke Komite Keselamatan Pasien
RumahSakit/KKPRS dalam waktu 2x24 jam, setelah terjadinya insiden,
denganmelengkapi formulir laporan insiden .
3) Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD antara lain:
a) Reaksi transfusi.
b) Efek samping obat yang serius.
c) Signifikan medical error.
d) Perbedaan signifikan diagnosa pre dan post operasi.
e) Adverse event atau kecenderungan saat dilakukan sedasi
dalam/anasthesi.
f) Kejadian khusus yaitu outbreak infeksi.
g) Kesalahan obat.
d. Kejadian Tidak Cidera (KTC)
KTC/ Kejadian Tidak Cidera (No harm incident) adalah Insiden yang
terpapar kepasien, tetapi tidak menimbulkan cidera.
e. Kejadian Nyaris Cidera
1) Kejadian Nyaris Cidera/ KNC adalah terjadinya insiden yang belum
sampaiterpapar ke pasien.
2) Kejadian Near Miss/ Kejadian Nyaris Cidera/ KNC harus di laporkan
dariunit pelayanan rumah sakit ke komite keselamatan pasien dalam
waktu 2x24 jam, setelah terjadinya insiden, dengan melengkapi formulir
laporaninsiden.
3) Kejadian Near Miss/ KNC/Kejadian Tidak Cidera, antara lain:
a) Pengobatan
b) Identifikasi
c) Tindakan invasif
d) Diet
e) Transfusi
f) Radiologi
g) Laboratorium

2. RCA (Route Couse Analysis) atau Analisis akar


Pelaksanaan Asesmen risiko secara proaktif :
a. Failure Mode And Effects Analysis (FMEA)
Langkah-langkah pembuatan FMEA
1) Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.
2) Membuat diagram proses.
3) Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan
dampaknya
4) Memprioritaskan modus kegagalan.
5) Identifikasi akar masalah.
6) Redesain proses
7) Analisis dan uji prose baru
8) Implementasi dan monitor perbaikan proses.
b. Koordinasi dan monitoring Analisis kerentanan terhadap bahaya
(HVA)
HVA adalah metode yang dirancang untuk digunakan Rumah Sakit
untuk MENILAIkerentanan bahaya secara individu. Alat ini akan digunakan
oleh rumah sakit individuuntuk mengidentifikasi dan peringkat berbagai
risiko dan faktor yang meringankanterkait dengan rumah sakit
kesiapsiagaan darurat.
Tujuan dari matriks HVA adalah untuk mengevaluasi kemampuan
dari fasilitas medisuntuk memberikan perawatan medis bagi masyarakat
dan / atau pasien saat ini danstaf di keadaan darurat atau bencana.
Peringkat bersifat subjektif dan dirancang untuk mencerminkan
kesiapan umumfasilitas untuk menanggapi sebuah kejadian. Fasilitas harus
memanfaatkan hasil HVAini untuk melakukan analisis gap program
kesiapan rumah sakit.
Analisis kesenjangan ini kemudian dapat digunakan untuk
memprioritaskan proyek-proyekyang berkaitan dengan rumah sakit
kesiapsiagaan darurat . Sangat disarankanbahwa alat ini digunakan oleh
sebuah rumah sakit di koordinasi dengan manajemendarurat lokal dan
kesiapsiagaan dan respon mitra lainnya.
3. Koordinasi dan Monitoring Asesmen Risiko dari Pengendalian Infeksi
(ICRA)
Adalah untuk mengontrol kontaminasi mikroba udara di daerah
perawatan pasienyang diduduki selama pembongkaran, renovasi, dan
proyek-proyek konstruksi baru.Langkah-langkah ICRA :
 Membentuk tim ICRA dengan uraian tugas.
 Kebijakan ICRA terdiri atas legalitas tim, panduan, SPO ICRA.
 MenyusunPanduan ICRA.
Pelaksanaan terdiri atas:
1) Tim melaksanakan tugas sesuai uraian tugas masing-masing.
2) SDI tim melaksanakan sesuai SPO ICRA.
3) Tim ICRA Melakukan dan mendokumentasikan ICRAs dengan
menyelesaikanlangkah 1 sampai 6 di bawah ini :
Langkah 1. Gunakan tabel berikut untuk mengidentifikasi jenis konstruksi.
Definisi Kegiatan Konstruksi
Jenis
Deskripsi
konstruksi
A Inspeksi dan kegiatan non-invasif. Termasuk, tetapi tidak
terbatas pada penghapusan ubinlangit-langit untuk
inspeksi visual, terbatas pada 1 genteng per 50 meter
persegi, melukisdengan produksi debu minimal; menginstal
menutup dinding, lis listrik dan pekerjaan pipakecil, dan
kegiatan yang tidak menghasilkan debu atau memerlukan
pemotongan dindingatau akses ke langit-langit selain
untuk inspeksi visual.
B Skala kecil, aktivitas durasi pendek yang menciptakan
debu minimal. Termasuk, tetapi tidakterbatas pada
instalasi telepon dan komputer kabel, akses ke ruang
mengejar, pemotongandinding atau langit-langit di mana
migrasi debu dapat dikontrol.
C Setiap pekerjaan yang menghasilkan moderat untuk jumlah
tingkat tinggi debu ataumemerlukan pembongkaran atau
penghapusan dari setiap komponen bangunan tetap
ataumajelis. Termasuk, tetapi tidak terbatas pada
pengamplasan dinding untuk lukisan ataudinding penutup,
penghapusan penutup lantai, langit-langit dan bekerja
kasus, konstruksidinding baru, saluran kecil atau
pekerjaan listrik di atas langit-langit, kegiatan kabel
utama,dan setiap kegiatan yang tidak dapat diselesaikan
dalam shift kerja tunggal.
D Pembongkaran dan konstruksi proyek-proyek besar.
Termasuk namun tidak terbatas padakegiatan yang
membutuhkan shift kerja berturut-turut, memerlukan
pembongkaran beratatau penghapusan sistem langit-langit
lengkap, dan konstruksi baru.

Langkah 2. Gunakan tabel berikut untuk mengidentifikasi kelompok berisiko


tinggi.
Pengendalian Infeksi Risk Assessment (Lingkaran Satu)
Rendah Tinggi
Medium Sedang-Tinggi

a. Areakantor a. Semua area a. Gawat a. Pasien


b. Lain: perawatanpasien(kecualidinyata Darurat Transplan
kan dalammedia kedaerah- b. Radiologi / tasi
daerahberisiko tinggi). MRI b. Kamar
b. Lain: c. Tenaga Kerja Operasi
& Pengiriman c. PACU
d. Pembibitan d. Area
e. Pediatri Pengolaha
f. Kedokteran n Steril
Nuklir e. Semua
g. Unit ICU
Pendaftaran f. Katerisasi
/ Discharge jantung /
h. Fisioterapi Angiografi
(daerah Lokasi
tangki) g. Fungsi
i. Dining paru
Fasilitas h. Unit
j. Laboratorium Dialisis
(spesimen) i. Area
k. Prosedur Endoskopi
Khusus j. Farmasi
l. Lain: Area
Campuran
k. Unit
Onkologi
l. Lain:
Langkah 3. Gunakan tabel berikut untuk menentukan risiko.
Matrix Penilaian Resiko
Kegiatan konstruksi
Risk Group A B C D
Rendah Saya II III III / IV
Medium Saya II III IV
Sedang-Tinggi Saya II III / IV IV
Tinggi III III / IV III / IV IV

Langkah 4. Lengkapi Pengendalian Infeksi Izin Pembangunan.


Pengendalian Infeksi Izin Pembangunan
Deskripsi Proyek / Number: Project Type:
____Maintenance ____ Renovasi ____ ____
Demolition Konstruksi
____Other:

Perkiraan Tanggal Mulai: Estimasi Penyelesaian:


Fasilitas Project Manger: Nomor Telepon:
Proyek Kontraktor: Nomor Telepon:
Pengendalian Infeksi Petugas: Nomor Telepon:
Lokasi: Supervisor area / Nomer Telpon:
Konstruksi Type: Risiko Kelompok: Risk Assessment:
(Lingkaran Satu) (Lingkaran Satu) (Lingkaran Satu)
ABCD Sedang Rendah I II III III / IV IV
Sedang-Tinggi
Tinggi

Proyeksi Utilitas padam berdampak Pengendalian Infeksi (Tandai semua yang


berlaku)
Elektris Air Minum HVAC Vacuum Penjahit Lain:
Medis

Daftar Semua Peralatan Konstruksi yang dapat Menghasilkan Kebisingan,


Getaran, dan / atau Interferensi
dengan Medical Equipment (Electro Magnetic Interference)
Pencegahan dan Pengendalian Tindakan (Tandai semua yang berlaku)
Penilaian
Risiko
Saya  Gunakan praktek kerja yang akan meminimalkan generasi debu
dari operasi konstruksi.
 Segera mengganti ubin langit-langit pengungsi untuk inspeksi
visual.
II  Menyediakan sarana (misalnya, api-rated terpal plastik) untuk
mencegah debu di udara darimenyebar ke atmosfer.
 Permukaan kerja kabut air untuk mengendalikan debu sementara
pemotongan.
 Kursi pintu yang tidak terpakai dengan taktik yang rendah.
 Blok off dan menutup ventilasi udara.
 Lap permukaan dengan desinfektan.
 Mengandung limbah konstruksi sebelum transportasi dalam
wadah tertutup rapat.
 Pel basah dan / atau vakum dengan HEPA disaring vakum
sebelum meninggalkan areakerja.
 Tempat tikar debu di pintu masuk area kerja dan keluar.
 Isolat sistem HVAC di area kerja.
III  Isolat sistem HVAC di area kerja.
 Instal hambatan-api dinilai atau menerapkan metode kubus
kontrol sebelum konstruksi dimulai.
 Menjaga tekanan udara negatif dalam area kerja, memanfaatkan
HEPA dilengkapi penyaringanudara unit.
 Jauhkan hambatan dalam bijaksana sampai proyek selesai dan
daerah ini dibersihkan olehrumah tangga.
 Area kerja Vacuum HEPA Vacuums dengan-disaring sering.
 Lap permukaan dengan desinfektan.
 Hapus hambatan hati-hati untuk meminimalkan penyebaran
kotoran dan puing-puing yangterkait dengan konstruksi.
 Mengandung limbah konstruksi sebelum transportasi.
 Transportasi kontainer limbah Sampul atau gerobak, tape
penutup jika tutup atau selimut yangtidak ketat.
IV  Isolat sistem HVAC di area kerja.
 Instal hambatan-api dinilai atau menerapkan metode kubus
kontrol sebelum konstruksi dimulai.
 Menjaga tekanan udara negatif dalam area kerja, memanfaatkan
HEPA dilengkapi penyaringan udara unit.
 Lubang Seal, pipa, saluran, dan tusukan tepat.
 Membangun Serambi dan mewajibkan semua personel untuk
melewati ruangan ini sehinggakemudian dapat disedot dengan HEPA
vacuum cleaner sebelum meninggalkan area kerja, ataumemakai kain
atau baju kertas yang dikeluarkan setiap kali mereka meninggalkan
area kerja.
 Mengharuskan semua personil memasuki area kerja untuk
memakai sepatu mencakup.
 Jauhkan hambatan dalam bijaksana sampai proyek selesai dan
dibersihkan oleh rumah tangga.
 Vacuum bekerja dengan Vacuums HEPA-disaring setiap hari atau
lebih sering sesuai kebutuhan.
 Daerah sekitarnya pel basah dengan disinfektan setiap hari atau
lebih sering sesuai kebutuhan.
 Hapus hambatan sedemikian rupa untuk meminimalkan
penyebaran kotoran dan puing-puingyang terkait dengan konstruksi.
 Mengandung limbah konstruksi sebelum transportasi.
 Transportasi kontainer limbah Sampul atau gerobak, tape
penutup jika tutup atau selimut yangtidak ketat.

Strategi Risk Reduction-lain


 Jauhkan pintu pasien berdekatan dengan wilayah pembangunan ditutup.
 Seal jendela eksterior untuk meminimalkan infiltrasi dari puing-puing
penggalian.
 Tentukan rute alternatif di fasilitas yang memutar staf, pasien, dan pengunjung
di sekitar lokasikonstruksi.
 Jadwal proyek konstruksi utama selama bulan-bulan musim dingin ketika
risiko infeksi jamur yang terendah.
 Tentukan konstruksi-satunya lift, pintu masuk, dan jalan untuk kru
konstruksi.
 Hapus puing bangunan melalui jendela di lantai di atas permukaan tanah.
 Relokasi pasien berisiko tinggi ke suatu daerah dihapus dari situs konstruksi.
 Pasang petunjuk yang berkaitan dengan entri non-resmi ke area kerja.
 Area penyimpanan Tentukan bahan bangunan.
 Melatih dan mendidik staf kesehatan, pekerja fasilitas, pekerja konstruksi
(Tandai semua yang
 berlaku):
Kontrol Pengendalian Infeksi Paparan Rencana, Kimia Berbahaya, Hidup
Keselamatan, Pelaporan Kecelakaan,First Aid, Alat Pelindung Diri, Pelaporan
keadaan darurat lingkungan yang tak terduga (misalnya, timbalcat, asbes, dll).
 Lain:

Langkah 5. Lengkapi monitoring harian untuk memastikan pekerja/


kontraktormengikuti pedoman pengendalian infeksi dan kebijakan.
Checklist Pengendalian Infeksi
Selama Konstruksi / Renovasi
Inspektur Lokasi: Date Waktu:
: :
Hambatan Penanganan Air
Tanda-tanda konstruksi Semua jendela di belakang penghalang
diposting. ditutup.
Pintu ditutup dan disegel Tekanan udara negatif di pintu masuk
dengan benar. Penghalang.
Lubang, pipa, saluran, Unit aliran udara portabel yang
tusukan, dll disegel. digunakanuntuk menjaga tekanan.
Hambatan debu utuh dan Sampah dan Debris
disegel berjalan negatif.
Lantai dan horisontal Tidak ada bukti nyata serangga (lalat).
permukaan bebas daridebu.
Ubin langit-langit bebas dari Sampah ditempatkan dalam wadah
kelembaban. yangsesuai.
Pembersihan rutin dilakukan di wilayah
Traffic Control
kerja.
Semua pintu dan keluar "Sticky" debu tikar tepat
bebas dari kotoran. ditempatkan /bersih.
Terbatas untuk pekerja Tidak ada bukti debu di luar area
konstruksi dan stafpenting. konstruksi.
Debris dihapus dalam wadah tertutup
Alat Pelindung Diri (APD)
harian.
Pekerja memakai APD yang Diatur kontainer limbah medis
sesuai. dikeluarkandari area kerja sebelum
pekerjaan dimulai.

Langkah 6. Menyelesaikan pemeriksaan pengendalian infeksi akhirsetelah


selesainya
konstruksi / renovasi.
Checklist Pengendalian Infeksi
Akhir Setelah Penyelesaian Konstruksi / Renovasi
Inspektur: Lokasi: Date: Waktu:

Peralatan
Dispenser sabun terpasang dan Handuk dispenser terpasang dan
diisi. diisi.
Sinks fungsional. Benda tajam kontainer terpasang
denganbenar.
Housekeeping
Limbah dan kelebihan Permukaan lantai dan bebas debu.
peralatan /
perlengkapandihapus.
Ventilasi
Hubungan tekanan yang tepat Asupan udara / ventilasi bebas
diverifikasi. dari
penutup pelindung.

4. Koordinasi Monev (Monitoring Dan Evaluasi) Pendidikan dan Pelatihan


PMKP
Koordinasi dmonitoring dan evaluasi pendidikan dan pelatihan PMKP
dilakukandengan menggunakan tahapan:
a. Pencatatan
Adalah catatan dari masing masing proses pendidikan dan pelatihan dari
programPMKP dari awal hingga akhir kegiatan sampai tindak lanjut bila
mana sudah adasesuai dengan kegiatannya masing masing, bewrujud
antara lain daftar hadir,notulen, dokumen, sertifikat, hasil pretest, post test,
evaluasi dan tindak lanjutmasing masing kegiatan untuk mencapai
sasaran /target yang dicapai.
b. Pelaporan program
Laporan proses pendidikan dan pelatihan dari program PMKP dilaporkan
tiap 3(tiga) bulan sekali ke direksi serta 1 (satu) tahun sekali ke direktur dan
laporansesuai capain sasaran/ target
c. Evaluasi program
Evaluasi pelaksanaan program sesuai sasaran/target adalah satu kali
dalamsetahun pada bulan Desember diakhir tahun oleh Komite Mutu
dilaporkan keDirektur dan laporan dengan membuat buku laporan tahunan
komite mutu.
5. Monitoring & Evaluasi Surveilance,PPI
Pengendalian infeksi nosokimial adalah suatu kegiatan untuk
meminimalkan ataumencegah terjadinya infeksi nosokimial, salah satu program
dari pengendalian infeksinosokimial adalah surveilanc. Kegiatan surveilance
inveksi nosokimial merupakan suatuaktifitas yang penting dan luas dalam
program pengendalian inos dan barus dilakukanuntuk mencapai keberhasilan
program inos.
Surveilance infeksi nosokimial adalah suatu proses yang dinamis, sistematis,
terusmenerus, dalam pengumpulan identifikasi analisis dan interpretasi dari
datakesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik untuk digunakan
dalamperencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan
dengankesehatan yang didesiminasikan secara berkala kepada pihak-pihak
yangmemerlukan.
Tahapan proses surveilance adalah:
a) Identifikasi populasi.
b) Seleksi out came atau proses surveilance
c) Gunakan devinisi surveilance
d) Mengumpulkan data.
e) Menghitung dan menganalisa data infeksi
f) Stratifikasi.
g) Laporan dan rekomendasi tindak lanjut.
Jenis yang dilakukan surveilance pada infeksi nosokimial di PPI adalah:
a. ILO, luka operasi akibat tindakan operasi bersih dikamar bedah.
b. ISK adalah infeksi yang terjadi pada saluran kemih yang timbul
akibat infeksinosokimial. ISK dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu simtomatis,
asimtomatis daninfeksi saluran kemih lainnya.
c. IADP adalah infeksi aliran darah primer terjadi tanpa adanya fokus
infeksi padalokasi anatomis lain pada waktu culture darah dinyatakan
positif. Episodeinfeksi aliran darah, sekunder terhadap canule intravena
atau arteri adalahkhas dalam klarifikasi infeksi aliran dalam primer.
d. VAP (Ventilator Associated Pneumonia) adalah kejadian pneumonia
padapasien yang memakai ventilator.
e. Plebitis adalah infeksi pada aliran darah yang diakibatkan oleh
tusukan jaruminfuse dalam waktu lebih dari 2x24 jam
f. Decubitus adalah proses infeksi lebih dari 2x24 jam pada pasien yang
tirahbaring.

6. Monitoring & Evaluasi Pelaksanaan Kontrak


Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kontrak mulai dari input, proses dan
out putpelaksanaan kontrak oleh bagian pengadaan terdiri atas penilaian
kualitas mutu.
7. Monitoring & evaluasi Penilaian Kinerja Unit
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan penilaian kinerja unit mulai dari input,
prosesdan out put pelaksanaan penilaian kinerja unit oleh SDI terdiri atas
indikator mutu/SPM (Standar Pelayanan Minimal), KPI (Key Performance
Indicator) dari masing-masingunit rumah sakit.

8. Monitoring & evaluasi Penilaian Kinerja Individu (Profesi & Staf)


Terdiri atas penialian terhadap uraian tugas staf/ clinical prevelege
dokter/perawat,penunjang monitoring dan evaluasi penilaian kinerja individu
diperoleh darikoordinasi dengan SDI yang dapat dilihat dari pelaksanaan
penilaian setiap yang dapatdilihat dari penilaian pelaksanaan.
9. Pelaporan ke Direktur dan laporan tentang kegiatan komite mutu
a. Pelaporannya Evaluasi kegiatan :
1) Laporan Bulanan
a) Laporan yang disusun setiap bulan meliputi laporan indikator
mutu dariunit ke komite mutu.
b) Laporan indikator mutu dari komte mutu ke direktur.
c) Laporan kegiatan hasil realisasi kegiatan program mutu,
rekomendasi,solusi dan tindak lanjut kedirektur.
2) Laporan Tri Bulanan
a) Laporan yang disusun setiap 3 (tiga) bulan.
b) Isi : hasil rekapitulasi indikator mutu; usulan, pencapain,
permasalahan,rekomendasi dan tindak lanjut.
c) Rekapitulasi laporan bulanan berisi laporan hasil kegiatan
capaianprogram komite mutu, permasalan rekomendasi dan tindak
lanjut.
d) Laporan tribulanan diserahkan kepada Direktur.
3) Laporan Tahunan
Laporan Tahunan yang disusun oleh Komite Mutu meliputi :
a. Laporan kebijakan,panduan,pedoman dan SPO tentang mutu.
b. Laporan Indikator Mutu (Indikator Area Klinis, Area Manajerial,
dansasaran keselamatan Pasien).
c. Laporan Pelaksanaan Program Keselamatan Pasien (Insiden
KeselamatanPasien, investigasi, Clinical Risk Management).
d. Laporan hasil kegiatan tentang Panduan praktek klinik dan
clinical patway.
e. Laporan asesmen risiko secara proaktif.
f. Laporan Pendidikan dan Pelatihan PMKP.
g. Laporan Surveilance, Monitoring & Evaluasi PPI.
h. Laporan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kontrak.
i. Laporan Monitoring dan evaluasi Penilaian Kinerja Unit dan
Individu(Profesi dan Staf).
j. Laporan hasil kegiatan program mutu lainnya.
k. Laporan hasil capaian kegiatan di bandingkan dengan program
yangtelah disetujui dalam RKA tahun yang telah berjalan.
l. Laporan permasalah pelaksanaan program kegiatan mutu.
m. Laporan rekomendasi.
n. Tindak lanjut.

Anda mungkin juga menyukai