Lita, dipanggil pihak Rumah Sakit Medical Service di Jalan Kapuas Surabaya terkait
laporannya pada salah satu media tentang anaknya Pramita Wulansari (22), yang
meninggal dunia setelah menjalani operasi caesar di Rumah Sakit Medical Service.
Menurut cerita Lita, ibu dari Pramita, sebelumnya Pramita melakukan operasi
persalinan disalah satu praktek bidan di Jalan Nginden, Surabaya. Karena kondisinya
terus memburuk, Pramita lalu dirujuk ke Rumah Sakit Surabaya Medical Service
untuk dilakukan operasi caesar.
Operasi berjalan mulus yang ditangani oleh dr Antono. Dua minggu kemudian
Pramita kembali ke Rumah Sakit Surabaya Medical Service untuk melakukan chek
up. Dr Antono menyarankan Pramita dioperasi karena dideteksi saluran kencingnya
bocor dan Pramita kembali menjalani operasi.
Pramita juga disarankan meminum jamu asal Cina untuk memulihkan tenaga. Namun
kondisinya malah memburuk dan Pramita sempat buang air besar bercampur darah.
Melihat kondisi Pramita semakin memburuk, pihak keluarga meminta dirujuk ke
Rumah Sakit Dr Soetomo Surabaya. Pramita sempat dua hari dirawat di Rumah Sakit
Dr Soetomo namun dinyatakan terlambat, karena infeksi sudah menjalar ke otak dan
Pramita akhirnya meninggal dunia.
Anak yang dilahirkan Pramita kini sudah berumur satu bulan dan diberi nama Kevin.
Si bayi terpaksa dirawat oleh ayahnya dan kedua mertuanya.
Sementara itu saat dikonfirmasi wartawan, pihak Rumah Sakit Surabaya Medical
Service tidak mau memberi komentar mengenai dugaan malpraktek ini. (Didik
Wahyudi/Sup)
Sumber : http://www.indosiar.com/fokus/80541/korban-meninggal-usai-operasi-
caesar
Dugaan Mal Praktek, Polisi Panggil Perawat RS Siloam
Selasa, 01 Juni 2004 | 15:46 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang: Kepolisian Resor Metro Tangerang memanggil tiga perawat Rumah Sakit (RS)
Siloam Gleaneagles untuk diperiksa pada Rabu (2/6). Pemeriksaan terkait dengan dugaan mal praktek yang
dilakukan rumah sakit swasta itu terhadap korban Ade Irma Effendi, 37 tahun.
"Ketiga perawat adalah tim medis RS Siloam yang menangani perawatan Ade Irma," kata Kepala Satuan Reserse
dan Kriminal Polres Metro Tangerang, Ajun Komisaris Polisi Asep Adisaputra di Tangerang, Selasa (1/6). Ade Irma
adalah pasien langganan RS Siloam yang merasa dirugikan karena mengalami keguguran setelah ditangani dan
diberi obat oleh pihak rumah sakit. Lantaran diduga pihak rumah sakit sudah melakukan mal praktek, Ade Irma
melaporkannya ke Polres Metro Tangerang, Kamis (27/5).
Menurut Asep, ketiga perawat akan dimintai keterangan seputar proses terjadinya keguguran. Dalam laporannya,
Ade Irma tidak memasukkan RS Siloam ke dalam penuntutan, melainkan menuntut kelalaian seorang dokter yang
menanganinya.
Ade Irma yang didamping kuasa hukumnya, Yasrin Febrian Marly, SH mengatakan, kasus berawal ketika ibu
beranak satu itu memeriksa kandungannya ke dokter Anthonius Heri yang membuka praktek di salah satu apotik di
kawasan Bumi Serpong Damai. Saat memeriksa kehamilan keduanya yang berusia 15 minggu, Ade Ade
mengeluhkan adanya flek merah pada celana dalam kepada dokter tetap keluarganya itu.
Melihat kondisi Ade yang lemah, Anthonius menyarankannya untuk diperiksa lebih lanjut ke RS Siloam. Saat
dilakukan pemeriksaan dengan ultra sonografi di RS Siloam pada 16 April 2004 malam, pihak dokter yang juga
terdapat dokter Anthonius itu menyatakan, kandungan korban dalam kondisi baik dan sehat. Tapi, untuk
menguatkan kandungan, dokter menawarkan Ade untuk beristirahat di rumah sakit atau di rumah. "Karena tidak
ingin terjadi apa-apa, saya memilih dirawat di rumah sakit saja," kata Ade.
Setelah Ade dimasukkan ke ruangan bersalin, salah satu perawat langsung memberi infus. Walau tidak didampingi
seorang dokterpun, si perawat mengatakan, infus diberikan berdasarkan saran dokter Anthonius. Sekitar 15 menit
kemudian, obat bereaksi dan kandungan Ade mengalami kontraksi. Alhasil, janin bayi dalam kandungan Ade, keluar
yang mengakibatkan kelahiran premature (abortus terancam) dan meninggal dunia.
Bantahan mal praktek jua sudah diberikan pihak rumah sakit. "Tidak benar, pihak rumah sakit melakukan mal
praktek. Abortus Imenen (aborsi dalam proses) terhadap pasien, dikarenakan kondisi dan situasi pasien yang saat
itu memang membutuhkan perawatan intensif. Tidak benar, pasien mengalami keguguran setelah meminum obat
yang diberikan dokter. Karena pemberian obat selalu diberikan sesuai dengan petunjuk dokter dan diagnosa juga
dilihat dari kondisi pasien," kata Manajer Operasional RS Siloam, Andre.
Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/
Malpraktek RS OMNI Internasional Akibatkan Bayi Menjadi
Buta
N ama RS Omni Internasional lagi-lagi muncul ke permukaan, kali ini berkenaan dugaan
malpraktek yang di lakukan oleh salah satu dokter RS ini, bernama dr A yang mengakibatkan 2 bayi
kembar pasangan Juliana dan T Kurniadi, mengalami kebutaan. Dua bayi kembar yang malang ini
bernama, Jared yang buta total dan Jayden mengalami cacat mata
Sebenarnya kasus malpraktek ini telah di laporkan hampir 1 tahun lalu kepihak kepolisian, namun
kasusnya sempat fakum, bahkan pada tanggal 16 November 2009 kemarin kepolisian sempat
mengeluarkan Surat Penghentian Pemeriksaan Perkara (SP3) karena di anggap kurang bukti
Sekarang bersama tim pengacara OC Kaligis pasangan Jualiana dan T Kurniadi kembali melayangkan
gugatan kepada RS Omni.
“Saya dan tim pengacara dari OC Kaligis akan melanjutkan dan terus berusaha melengkapi bukti, kami
tidak akan mundur, saya akan perjuangkan keadilan untuk anak saya”, kata ibu dari kembar Jared dan
Jaynet, Juliane di kantor pengacara OC. Kaligis, Jl. Majapahit, Jakarta Pusat (20/4/2010).
Kali ini pihak penggugat mengaku membawa bukti kuat, untuk menuntut pertanggung jawaban RS
Omni dan meminta status hukum kedua putranya. Bukti-bukti yang telah mereka kantongi berupa hasil
diagnosa dari dokter kompeten dari RS di Australia, bahwa anak mereka tidak seharusnya mengalami
kebutaan karena lahir secara sempurna walaupun prematur. Penyebab kebutaan terjadi karena
banyaknya oksigen saat kedua bayi mereka di rawat dalam inkubator
“Saya sudah datang ke dokter yang kompeten dengan masalah kebutaan,selama sebulan mereka
sudah melakukan diagnosa, hasilnya anak saya seharusnya tidak mengalami kebutaan, anak saya
sempurna saat lahir”, katanya.
Diagnosa ini di dukung oleh sebuah rekaman yang diambil secara diam-diam oleh Jualiani saat ia
melakukan dialog dengan dokter A. Dalam rekaman tersebut, dr A menyatakan bahwa kedua bayi
mereka sempurna dan dapat melihat.
dr A mengakui bahwa Jared dan Jayden tidak mengidap retinopathy of prematurity (ROP) saat lahir.
Potensinya ada, tetapi dr A mengakui bahwa ROP itu hanya mungkin muncul karena kelalaian pada
perawatan anak prematur setelah lahir
Di tambah lagi kenyataan bahwa kelalaian dr. Ferdi Limawa yang tidak membentuk tim dokter untuk
menangani anak mereka yang lahir secara prematur, meskipun dari pihak Juliani, tidak punya masalah
finansial. Mereka mengaku telah keluarkan biaya sebesar 125 juta rupiah
Sumber : http://rumahabi.info/malpraktek-rs-omni-internasional-akibatkan-bayi-
menjadi-buta.html
Kesalahan Diagnosa Membuat Suamiku Meregang Nyawa
Pdpersi, Jakarta - Kehilangan orang yang kita cintai akibat kematian
selalu menorehkan luka hati yang cukup dalam. Namun, jika kematian itu
terjadi karena kesalahan yang sebetulnya dapat dihindari tentunya akan
membuat penyesalan dan kesedihan yang jauh lebih menyakitkan.
Terlepas dari faktor ajal yang menjadi hak preogratif Tuhan, namun kasus
mal praktek telah banyak menelan korban. Kematian dan kecacatan
adalah harga yang harus dibayar pasien karena keteledoran tenaga-
tenaga medis.
Beberapa bulan ini, seorang rekan wartawan ekonomi makro yang cukup
senior telah kehilangan suami dari satu anaknya yang masih balita dan
bayi yang dikandungnya. Kisah sedih yang dialami rekan wartawan yang
dikenal cukup energik di lapangan itu membuat rekan-rekannya turut
bersimpati. Bagaimana tidak, suami dari K, perempuan muda yang
bekerja di sebuah situs berita itu juga adalah wartawan.
Sumber : http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=1026&tbl=psejati
Pasien Dioperasi Tanpa Pemberitahuan Keluarga
indosiar.com, Jakarta - 24 hari sudah Nina Dwi Jayanti, putri pasangan Gunawan
dan Suheni warga Jalan Perum Pucung Baru Blok D2 No.6 Kecamatan Kota Baru,
Cikampek ini terbaring ditempat tidur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Menurut cerita orangtuanya yang juga karyawan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
atau RSCM, Nina masuk ke rumah sakit pada tanggal 15 Februari 2009 lalu karena
mengeluh tak bisa buang air besar.
Nina pun langsung dibedah dibagian ulu hati hingga dibawah puser, tapi anehnya,
dokter yang menangani pembedahan tidak memberitahukan atau tidak minta ijin
terlebih dahulu kepada orangtuanya, sebagai prosedur yang harus ditempuh dokter
bila ingin melakukan tindakan operasi atau pembedahan.
Ternyata setelah dibedah, dugaan bahwa Nina menderita usus buntu tidak terbukti.
Dokter lalu membuat kesimpulan berdasarkan diagnosa, Nina menderita kebocoran
kandung kemih. Nina kemudian dioperasi tapi juga tidak memberitahukan
orangtuanya. Bekas-bekas operasi itu terlihat di perut Nina yang dijahit hingga 10
jahitan lebih.
Kedua orangtua Nina hanya bisa pasrah dan minta pertanggungjawaban pihak Rumah
Sakit RSCM atas kesehatan anaknya. Ayah Nina yang juga bekerja di RSCM ini akan
mengadukan kasusnya ke Menteri Kesehatan dan siap dipecat dari pekerjaannya.
(Endro Bawono/Sup)
Sumber : http://www.indosiar.com/fokus/78979/pasien-dioperasi-tanpa-
pemberitahuan-keluarga
Pasca Caesar Pasien Koma
indosiar.com, Kupang - Seorang pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kupang
mengalami koma selama 8 hari setelah menjalani operasi caesar. Sampai saat ini
korban belum juga sadarkan diri dan masih dalam kondisi kritis. Pasien diduga
sebagai korban malpraktek dokter yang melakukan operasi.
Antonia Dando, seorang ibu rumah tangga di Kupang hanya bisa terbaring tak
sadarkan diri di ruang ICU Rumah Sakit Umum Kupang. Antonia telah mengalami
koma selama 8 hari setelah menjalani operasi caesar Kamis 26 Februari lalu. Antonia
warga Jalan Herwila Kelurahan Naikoten II ini diduga menjadi korban malpraktek
dokter yang melakukan operasi terhadapnya.
Pihak keluarga menyayangkan sikap pihak rumah sakit yang belum juga menjelaskan
penyebab Antonia koma usai menjalani operasi. Mereka pun berharap pihak rumah
sakit dan dokter yang melakukan operasi terhadap Antonia mau bertanggungjawab
atas kejadian tersebut, karena sebelum caesar kondisi Antonia normal dan sehat.
Pihak rumah sakit sendiri masih menunggu laporan status medis dari Dokter Frans
yang melakukan operasi caesar terhadap Antonia. Sementara itu bayi perempuan dari
Antonia kondisinya baik, saat dilahirkan berat badannya mencapai 3,6 kilogram dan
saat ini masih berada di rumah sakit, namun kebutuhan akan asi tidak bisa dipenuhi
karena ibunya sedang sekarat.
Keluarga dari Antonia kini hanya bisa berdoa menunggu kesembuhan Antonia,
mereka setiap hari selalu memadati lobi ruang ICU untuk menunggu perkembangan
dari korban. (Jeffrie Taulin/Sup)
Sumber : http://www.indosiar.com/fokus/78868/pasca-caesar-pasien-koma
Korban Malpraktek
Tubuh Menghitam Setelah Minum Obat
Beginilah kondisi Nita Nur Halimah (21), warga Desa Talun, Blitar,
Jawa Timur setelah meminum obat yang diberikan oleh salah satu
dokter ditempat asalnya. Kulit wajah, tangan hingga sekujur
tubuhnya berubah menjadi hitam.
Sumber : http://www.indosiar.com/fokus/78794/tubuh-menghitam-setelah-minum-
obat
Bocah Lumpuh
Diduga Malpraktek Setelah Menjalani Operasi Usus Buntu
Saat itu tim medis membuat saluran buatan, untuk buang air besar
dibagian perut. Operasi kedua dilakukan 11 September lalu untuk
mengembalikan saluran tersebut. Usai operasi Elvi tidak sadar
hingga 15 hari dan menjadi lumpuh dan bisu.
Sumber : http://www.indosiar.com/fokus/78707/9-tahun-alami-bocor-usus
Pasien Tewas Setelah Diinfus
indosiar.com, Tegal - Seorang warga di Tegal, Jawa Tengah tewas diduga akibat mal
praktek saat dirawat di rumah sakit. Korban diberi cairan infus yang sudah kadaluarsa
saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal sehingga kondisinya
terus memburuk dan akhirnya tewas. Sementara itu pihak Rumah Sakit Mitra
Siaga mengatakan, pemberian infus kadaluarsa tersebut bukan merupakan
kesengajaan.
Solihul, warga Surodadi, Tegal, Jawa Tengah meninggal Selasa (25/03/08) kemarin,
di Rumah Sakit Harapan Anda Tegal. Tangis keluarga korban pun tak terbendung
saat mengetahui korban sudah meninggal.
Istri korban Eka Susanti bahkan berkali-kali tak sadarkan diri. Salah satu keluarga
korban berteriak-teriak histeris sambil menunjukkan sisa infus kadaluarsa yang
diberikan ke korban saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal
Sabtu pekan lalu tempat sebelumnya korban dirawat.
Pada kemasan infus tertera tanggal kadaluarsa 14 Januari 2008. Keluarga korban
menuding pemberian infus kadaluarsa inilah yang menyebakan korban meninggal.
Pihak Rumah Sakit Mitra Siaga dinilai teledor karena memberikan infus yang sudah
kadaluarsa.
Menurut keluarga korban, sejak diberi infus kadaluarsa, kondisi korban terus
memburuk. Korban yang menderita gagal ginjal awalnya dirawat di Rumah Sakit
Mitra Siaga Tegal selama 10 hari. Karena tak kunjung sembuh, pihak keluarga
kemudian memutuskan merujuk korban ke RSI Islam Harapan Anda Tegal. Korban
langsung menjalani perawatan di ruang ICU. Namun tiga hari menjalani perawatan di
ICU kondisi korban terus memburuk, hingga akhirnya meninggal dunia.
Direktur Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal, Dokter Wahyu Heru Triono mengatakan,
tidak ada unsur kesengajaan dalam kasus infus kadaluarsa yang di berikan kepada
pasien Solihul, namun pihaknya mengakui insiden ini menunjukkan adanya
kelemahan monitoring logistik farmasi.
ndosiar.com - Maulana adalah seorang anak berusia 18 tahun. Dulunya adalah anak
yang mengemaskan dan pernah menjadi juara bayi sehat. Namun makin hari
tubuhnya makin kurus. Dan organ tubuhnya tidak bisa berfungsi secara normal.
Tragedi ini terjadi ketika Maulana mendapat imunisasi dari petugas kesehatan.
Diduga korban kuat Maulana adalah korban mal praktek.
Maulana, kini berusia 18 tahun. Namun ia hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur.
Tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan. Ia juga tidak bisa berbicara. Berat badannya
hanya enam koma delapan kilogram, seperti anak berusia lima tahun. Bungsu dari
empat bersaudara, anak pasangan Lina dan Adul ini mengalami kegagalan multi
organ.
Tragedi ini bermula saat usianya empat puluh lima hari. Seperti balita pada
umumnya, Maulana mendapatkan imunisasi dari petugas Dinas Kesehatan. Petugas
memberikan tiga imunisasi sekaligus, yaitu imunisasi BCG, imunisasi DPT dan
imunisasi Polio.
Namun setelah dua jam menerima imunisasi, Maulana mengalami kejang-kejang, dan
suhu tubuhnya naik tajam. Sehingga orang tuanya panik dan langsung membawanya
ke rumah sakit. Namun kondisinya justru makin menburuk. Setelah lima hari dirawat,
Maulana malah tidak sadarkan diri, selama tiga minggu. Sejak itu, tubuh Maulana
selalu sakit sakitan dan hampir seluruh organ tubuhku tidak berfungsi normal.
Dokter mendiagnosa Maulana mengalami radang otak. Namun setelah itu, satu
persatu penyakit akut menggerogoti kesehatannya. Semakin hari badannya semakin
kecil, dan mengerut. Maulana sering mengalami sesak nafas, dan kejang kejang.
Lina yakin, Maulana menjadi korban malpraktek. Karena beberapa dokter yang
perawat Maulana menyatakan, anaknya mengalami kesalahan imunisasi.
Kini Lina, hanya bisa pasrah. Ia merawat Maulana, seperti merawat bayi. Saat makan
Maulana tetap harus disuapi, demikian juga ketika buang air besar dan kencing.
Orangtuanya selalu memakaikan popok.
Sebelum tragedi itu datang, Maulana adalah bayi yang menggemaskan. Tubuhnya
montok, dan sangat sehat. Bahkan Maulana sempat dinobatkan sebagai pemenang
bayi sehat. Karena lahir dengan bobot tiga koma delapan kilogram dan panjang
lima puluh satu cintimeter.
Orang tua Maulana sudah berusaha untuk membawa ke rumah sakit di kawasan Kota
Siantan, Pontianak. Namun Maulana tidak juga kunjung sembuh. Orangtuanyapun
menyerah.
Kini tubuh Maulana makin lemah, dan tidak berdaya. Ia hanya bisa berbaring
ditempat tidur. Jika ingin menghirup udara segar, linapun membawanya ke luar
rumah. Lina sudah tidak berpikir lagi untuk membawa Maulana ke rumah sakit,
karena tidak memiliki biaya. Sejak anaknya menderita sakit, Lina telah mengeluarkan
uang jutaan rupiah. Bahkan rumahnya dijual untuk biaya pengobatan.
Namun para pejabat tersebut tidak menanggapi pengaduan Lina. Lina tidak
menyerah. Ia kemudian membawa Maulana ke Jakarta, untuk menemui Menteri
Kesehatan. Namun lagi lagi usahanya kembali menemui jalan buntu.
Kini Lina hanya bisa pasrah menerima kenyataan pahit. Lina dan Maulana bersama
ketiga anaknya yang lain, tinggal di rumah sangat sederhana, di Komplek Perumahan
Kopri, di kawasan Pinggiran Sungai Raya Dalam Kabupaten Kubu Raya. Untuk
hidup sehari hari, Linapun membuka warung kecil-kecilan di teras rumahnya.
Aturan atau kebijakan yang diterapkan sudah kadaluarsa. Sementara hingga saat ini
publik sendiri masih menunggu kapan akan disosialisasikan rancangan undang
undang tentang pasien. Jika UU Pasien sudah ada, diharapkan tidak akan ada lagi
Maulana Maulana lainnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, Fachmi Idris menyatakan, profesi dokter,
diikat oleh sebuah etika profesi dalam sebuah payung Majelis Kode Etik Kedokteran
atau MKEK. Seorang dokter dapat dikatakan melakukan pelanggaran saat praktek,
jika sudah dibuktikan dalam suatu sidang majelis kode etik.
Hukuman yang dijatuhkan majelis kode etik biasanya berkisar pada skorsing praktek,
disuruh kembali sekolah untuk memperdalam ilmunya hingga dicabut ijin praktek
kedokterannya.
Kasus dugaan mal praktek seperti kasus Maulana memang tak sedikit jumlahnya.
Beberapa kasus yang sempat terangkat ke masyarakat umumnya terjadi setelah pasca
imunisasi, operasi bahkan tak jarang setelah si pasien berobat ke ahli kesehatan
karena sebelumnya diindikasikan menderita suatu penyakit.
Seperti halnya kasus kasus sejenis, kasus Maulana pun membutuhkan waktu berbulan
bulan bahkan bertahun tahun duduk dikursi persidangan untuk memperoleh keadilan.
Dan ironisnya perdebatan sengit menyoal kasus dugaan mal praktik di pengadilan
hampir dipastikan berakhir dengan bertambahnya sakit hati bagi sang korban. Sakit
hati karena kasusnya tak bisa diteruskan, atau bahkan ditolak majelis hakim karena
kurang lengkapnya data pendukung.
LBH Kesehatan, sebagai wadah bantuan hukum bagi mereka yang merasa abaikan
haknya oleh oknum aparat kesehatan memiliki data yang tidak sedikit. Saat ini saja
LBH Kesehatan membantu menangani 58 kasus dugaam mal praktik di sejumlah
wilayah Indonesia. Sementara kasus yang telah dilaporkan di sejumlah aparat
penegak hukum mencapai 130 kasus. Namun ironisnya, hanya sedikit kasus dugaan
mal praktek yang maju ke meja hijau yang menang dalam persidangan.
Upaya hukum untuk mencari keadilan bagi korban dugan mal praktik kerap
berlangsung di sejumlah ruang pengadilan. Dari upaya hukum pidana, perdata bahkan
hingga tun atau tata usaha negara. Dari catatan LBH Kesehatan, dari beberapa bentuk
tata peradilan tersebut, bisa dibilang peradilan perdatalah yang paling memungkinkan
seorang korban dugaan mal praktik memperoleh haknya. Sementara tata peradilan
lainnya umumnya jauh panggang dari api.
Pertanyaannya sekarang, mengapa sejumlah kasus dugaan mal praktik yang bertarung
dipengadilan pidana, menjadikan korban seolah tak mampu untuk mendapatkan
keadilan ? Padahal mereka jelas jelas menjadi korban.
Kasus Maulana membuktikan, sudah bertahun tahun Maulana tak punya kuasa saat
berusaha mencari keadilan di pengadilan pidana. Bertahun tahun pula Maulana hanya
terbentur masalah tidak adanya saksi ahli yang mau hadir dalam persidangannya
tersebut.(Sup/Ijs)
FOKUS
Malpraktek, Akibatkan Empat Jari Bocah Putus
indosiar.com, Sukabumi - Bocah laki-laki berusia 4 tahun asal Kecamatan Gunung
Puyuh Kota Sukabumi menjadi korban malpraktek yang dilakukan oleh seorang
mantri gadungan. 4 jari tangan sebelah kanan korban putus satu persatu setelah
sebelumnya disuntik oleh sang mantri sebanyak 20 kali.
Ilham Zulfikar Setiadi anak dari pasangan Irwan Syarif dan Lestari kini harus
menanggung cacat seumur hidupnya. Empat jari tangan kanan bocah ini copot yang
tersisa hanya bagian ibu jarinya saja.
Peristiwa tragis yang menimpa bocah asal Kelurahan Sri Wedari Kecamatan Gunung
Puyuh, Kecamatan Sukabumi ini berawal saat tangannya tergilir akibat jatuh dari atas
sepeda motor di daerah Kampung Tulung Tengah Sumedang Utara. Oleh orangtuanya
Ilham kemudian dibawa ke dukung tulang bernama Herman.
Di dukun tulang itu jari Ilham kemudian dilumuri cairan refano dan dibungkus
dengan perban. Namun bukannya sembuh, tangan Ilham bertambah bengkak. Oleh
orangtuanya Ilham kembali dibawa ke tempat dukun tulang itu. Namun Herman
kemudian memanggil temannya yang bernama Kirmanus yang mengaku berprofesi
sebagai mantri dan disuntik hingga 20 kali. Bukannya sembuh Ilham malah menderita
demam tinggi.
Takut terjadi apa-apa dengan anaknya, Ilham kemudian dibawa ke rumah sakit saat
tiba di Sukabumi. Namun saat dokter membuka perban, empat jari Ilham putus,
tangan Ilham juga dalam keadaan gosong dan melepuh.
Sumber : http://www.indosiar.com/
FOKUS
Bayi Tewas Pasca Imunisasi, Diduga Akibat Malpraktek
Putra pasangan Fanly Kumayas dan Maya Londa ini tewas setelah sempat menjalani
perawatan di rumah sakit selama beberapa hari karena mengalami pendarahan di luka
bekas suntikan imunisasi di paha kirinya.
Selain itu usai menerima suntikan imunisasi, bayi ini juga menderita muntah-muntah
dan demam hebat hingga harus dilarikan ke rumah sakit, namun akhirnya tak
tertolong.
Orangtua korban menduga putra mereka tewas akibat adanya kesalahan penanganan
medis atau malpraktek saat diimunisasi di salah satu Pos PIN di desa mereka.
Sementara itu dokter forensik yang melakukan bedah otopsi belum bisa
menyimpulkan penyebab kematian korban karena harus menunggu hasil penelitian
laboratorium. Usai menjalani otopsi, jenazah korban akhirnya diambil pihak keluarga
untuk dimakamkan.
Sumber : http://www.indosiar.com/
Korban Malpraktek
Mata Diobati Terancam Buta
Sumber : http://www.indosiar.com/
Bocah SD Tewas Setelah Dioperasi
Tangis keluarga tak dapat dibendung saat jenazah Aldo Mandua Pesi tiba di rumah
duka di Kelurahan Uri Tetu Kecamatan Cirimau Kota Ambon. Ibu dan nenek Aldo
tampak histeris dan tak sadarkan diri disamping jasad putra pertama dari 2 bersaudara
pasangan Edwin dan Eti Mandua Pesi.
Kematian Aldo dipastikan lantaran kelalaian tim medis Rumah Sakit Tentara Dokter
Latumeten Ambon. Pada Rabu pagi, Aldo dilarikan ke rumah sakit akibat lengan
kanannya patah saat bermain layang-layang. Oleh dokter rumah sakit setempat
langsung melakukan tindakan operasi pemasangan platina di lengan kanan Aldo.
Operasi berlangsung lancar, namun hingga beberapa jam Aldo belum sadarkan diri
bahkan seluruh anggota tubuhnya membiru. Dokter kemudian memutuskan untuk
kembali mengoperasi Aldo pada siang harinya.
Sejak saat itu korban tidak sadarkan diri hingga menghembuskan napas terakhir
Kamis (29/03/07) pagi. Sementara itu pihak Rumah Sakit Tentara Dokter Latumeten
Ambon menolak memberi keterangan mengenai kasus dugaan malpraktek tersebut.
Namun menurut Edwin, ayah korban yang menghubungi dokter Sugiadap, Dokter
Ahli Tulang yang menangani operasi Aldo mengakui, kematian Aldo akibat over
dosis pemberian obat bius oleh dokter anastesia saat operasi. Keluarga korban
berharap pihak berwajib mengusut tuntas dugaan malpraktek yang telah merengut
nyawa siswa kelas 2 SD ini. (Jabar Tianotak/Sup)
Sumber : http://www.indosiar.com/
Dugaan Malpraktek
Turini dan Suheli warga Beberan Timur Palimanan Cirebon ini tak mampu menahan
rasa dukanya. Mereka tampak shok diselasar Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon saat
menyaksikan Saskia, buah hatinya telah tak bernyawa di kamar rawat anak.
Setelah mendapatkan imunisasi, Saskia mengalami diare, kejang serta demam tinggi
hingga dua hari dua malam. Saskia sempat dilarikan ke Rumah Sakit Arjowinangun.
Namun karena kondisinya semakin memburuk, Saskia langsung dirujuk ke RSUD
Gunung Jati Cirebon. Malang baru beberapa jam mendapat perawatan Saskia
menghembuskan napas terakhirnya.
Namun sejauh ini pihak Rumah Sakit Gunung Jati sendiri memiliki dugaan lain
tentang penyakit Saskia. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, Saskia
mempunyai penyakit cukup parah yakni radang otak.
Sumber : http://www.indosiar.com/
Gara-Gara Malpraktek, Separuh Wajah Tumini
Rusak
Setelah pemeriksaan, pihak rumah sakit langsung meminta agar jerawat tersebut
segera dioperasi. Bukannya tambah membaik, bekas jahitan operasi lepas dan pipi
Tumini jadi berlubang. Karena bertambah parah, akhirnya pihak Rumah Sakit
Wirasana menganjurkan Tumini untuk berobat ke Rumah Sakit Sarjito Yogyakarta.
Disana, ibu tiga anak itu harus menjalani operasi. Namun setelah dilakukan, lagi-lagi
kondisi luka di wajah Tumini semakin parah, bahkan lubang di pipinya semakin
lebar. Saking mengenaskannya, dari lubang tersebut bisa terlihat lidah Tumini.
Kini Tumini hanya bisa pasrah menjalani hari-harinya. Karena kondisinya, ia hanya
bisa makan bubur cair secara perlahan dan kerap mengalami kesulitan menelan.
Tidak hanya itu, suaranya juga tak jelas lagi.(Nanang Anna Nurani/Sup)
Sumber : http://www.indosiar.com/
Usus Terburai Pasca Operasi
Kanker
indosiar.com, Brebes - Setelah menjalani operasi kanker rahim, derita panjang tetap
harus dialami Masriyah, warga Desa Pegejugan, Brebes, Jawa Tengah. Saat operasi
yang berhasil mengangkat kanker rahimnya beberapa waktu lalu, dokter
mengeluarkan usus dalam perutnya dan membiarkannya hingga kini. Keterbatasan
fasilitas rumah sakit dijadikan dalih dokter yang menangani operasinya.
Masriyah sepintas tampak sehat, namun ibu 3 anak ini harus rela menjalani hidup
dengan usus besarnya terburai keluar. Penderitaannya berawal saat dirinya menjalani
operasi kanker rahim di Rumah Sakit Dedi Jaya, Brebes Agustus lalu.
Saat menjalani operasi, tim dokter berhasil mengangkat kanker rahimnya, namun
tidak langsung mengembalikan ususnya. Dokter berdalih, ususnya akan dikembalikan
ke kondisi semula pada tahap operasi selanjutnya, karena harus menunggu luka
operasi bertambah mengering. Namun hingga tiga kali operasi, tetap saja dibiarkan
ususnya terburai keluar. Dokter menyatakan, usus Masriyah tidak bisa dikembalikan
karena keterbatasan peralatan di rumah sakit.
Jika buang air besar, tidak lagi melalui anus, namun melalui ususnya. Berat badannya
pun kini terus merosot dan sering merasakan mual serta nyeri dibagian ususnya.
Masriyah menduga dokter telah melakukan kesalahan saat operasi. Bahkan Masriyah
mengaku diminta membayar 7,5 juta rupiah meski menggunakan kartu JPS Askin.
Said Hasan menambahkan, Masriyah merupakan pasien dengan kartu Askin. Biaya
sebesar 7,5 juta rupiah hanya untuk membayar obat-obatan maupun kelengkapan
operasi yang tidak ditanggung dalam kartu Askin. (Kuncoro Wijayanto/Sup)
Sumber : http://www.indosiar.com/
FOKUS
Perut Berlubang Setelah Operasi Perut
Didampingi orangtua dan aktivis LBH Kesehatan Jakarta, pasien korban malpraktek
bernama Sigit Prasetyo, Jumat (03/11/06) kemarin melaporkan dugaan kasus
malpraktek yang menimpa dirinya ke Polda Jawa Tengah.
Korban merasa dirugikan oleh tindakan medis seorang dokter di RSUD M Ashari
Pemalang karena pasca operasi usus buntu di bekas luka jahitan di perut terlihat
lubang kecil yang terus mengeluarkan darah. Awalnya tahun 2005 lalu, korban di
diagnosa menderita usus buntu hingga harus operasi pada 1 November 2005 di RSUD
Pemalang.
Kendati sukses memotong usus yang infeksi, namun di bekas luka sayatan operasi
dibagian perut terus mengeluarkan cairan tertentu. Dengan bantuan LBH Kesehatan
korban akhirnya diboyong ke RSCM Jakarta untuk dirawat lebih intensif.
Sumber : http://www.indosiar.com/