Anda di halaman 1dari 7

Workshop Pengembangan Modul Pendidikan Integritas dan Anti Korupsi

secara Partisipatif di Akademi Kebidanan di Jawa Tengah


(Studi di Akademi Kebidanan di Propinsi Jawa Tengah)
CONTOH KASUS POTENSI RESIKO/KASUS FRAUD DAN KORUPSI
Kasus Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan
Sumber

http://news.okezone.com/read/2013/05/18/1/110398/1/remaja-aborsitewas-usai- disuntik-bidan Minggu, 18 Mei 2013 20:00 WIB

KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi di Kediri. Novila Sutiana (21),
warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas
setelah berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas
setelah disuntik obat perangang oleh bidan puskesmas. Peristiwa nahas ini bermula
ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan
Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin
yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan
gelap yang dilakukan Novila dan Santoso. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut
menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin
tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang
Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge,
Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar
informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa pengguguran kandungan dengan
cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila dengan
alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu dengan
imbalan Rp 2.100.000. Kedua pasangan mesum tersebut menyetujui harga yang
ditawarkan Endang setelah turun menjadi Rp 2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang
yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat
penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco
Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien
yang disuntik obat tersebut akan mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri
janin yang dikandungnya. "Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan

muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien
lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya,
Minggu (18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi
hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso
menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa
sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan darah. Warga yang melihat
peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun karena kondisi
korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di
ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia
pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB.
Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di rumah
sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas
membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus
rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada
korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena
dianggap menyebabkan kematian Novila. Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di
RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab
selama ini Novila belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta
kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku. (Hari Tri
Wasono/Sindo/jri)
Pembahasan

Aborsi dalam perspektif kebidanan jelas bertentangan dengan kode etik


bidan Indonesia. Kode etik bidan Indonesia menyebutkan bahwa setiap bidan dalam
menjalankan tugasnya, harus senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan
pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan
Reproduksi. Ketentuan tentang hukum aborsi di dalam hukum pidana positif
Indonesia diatur di dalam KUHP (Lex Generalis) dan Undang-Undang Kesehatan
(Lex Spesialis). KUHP tidak membolehkan aborsi dengan alasan apa pun juga dan
oleh siapapun juga. Ketentuan ini sejalan dengan diundangkannya di zaman
pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan sekarang ini tidak pernah berubah,

dan ketentuan ini berlaku umum bagi siapa pun yang melakukan, bahkan bagi
dokter yang melakukan dikenakan pemberatan pidana. Namun berdasarkan UUK,
apabila terdapat indikasi medis dalam keadaan darurat dan untuk menyelamatkan
jiwa ibu, maka tenaga kesehatan tertentu yang mempunyai kewenangan bertindak,
dapat melakukan aborsi, secara jelas dan tegas aborsi dilarang oleh undangundang, dalam realita kehidupan sehari-hari, hal tersebut banyak sekali terjadi atau
dilakukan karena berbagai alasan.
Bidan merupakan salah satu unsur tenaga medis yang berperan dalam
mengurangi angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan, baik dalam proses
persalinan maupun dalam memberikan penyuluhan atau panduan bagi ibu hamil.
Melihat besarnya peranan bidan tersebut, maka haruslah ada pembatasan yang
jelas mengenai hak dan kewajiban dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan
bidan tersebut. Maka, dibuatlah Kode Etik bidan, dimana kode etik tersebut
merupakan suatu pernyataan komprehensif dan profesi yang memberikan tuntutan
bagi anggota untuk melaksanakan praktek profesinya, baik yang berhubungan
dengan klien sebagai individu, keluarga, masyarakat, maupun terhadap teman
sejawat, profesi dan diri sendiri, sebagai kontrol kualitas dalam praktek kebidanan.
Kode etik diharapkan mampu menjadi sebuah pedoman yang nyata bagi para bidan
dalam menjalankan tugasnya. Tapi pada kenyataannya para bidan masih banyak
yang melakukan pelanggaran terhadap kode etiknya sendiri dalam pemberian
pelayanan terhadap masyarakat.
Bentuk dari pelanggaran ini bermacam-macam. Seperti pemberian pelayanan
yang tidak sesuai dengan kewenangan bidan yang telah diatur dalam Permenkes
Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan.
Lesson Learning
Setiap penyimpangan baik itu disengaja atau tidak, akan tetap di audit oleh
dewan audit khusus yang telah dibentuk oleh organisasi bidan atau Dinas
Kesehatan di Kabupaten tersebut. Dan bila terbukti melakukan pelanggaran atau
penyimpangan maka bidan tersebut akan mendapat sanksi yang tegas, supaya
bidan tetap bekerja sesuai kewenangannya. Sanksi berlaku bagi bidan yang
melanggar kode etik dan hak/kewajiban bidan yang telah diatur oleh organisasi
profesi. Bagi bidan yang melaksanakan pelayanan kebidanan tidak sesuai dengan

ketentuan yang berlaku maka akan diberikan sanksi sesuai dengan Permenkes RI
No. 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan.
Sanksi yang diberikan kepada bidan bisa berupa pencabutan ijin praktek
bidan, pencabutan SIPB sementara, atau bisa juga berupa denda. Selain itu bidan
juga bisa mendapat sanksi hukuman penjara jika melakukan pelanggaran terhadap
peraturan

perundang-undangan.

Pemberian sanksi dilakukan

berdasarkan

peraturan-peraturan yang berlaku didalam organisasi IBI tersebut. Sedangkan


apabila seorang bidan melakukan pelanggaran yuridis dan dihadapkan ke muka
pengadilan. Maka IBI melalui MPA dan MPEB wajib melakukan penilaian
apakah bidan tersebut telah benar-benar melakukan kesalahan. Apabila menurut
penilaian MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi bukan karena
kesalahan atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah melakukan tugasnya
sesuai dengan standar profesi, maka IBI melalui MPA wajib memberikan bantuan
hukum

kepada bidan tersebut dalam

menghadapi

tuntutan atau

gugatan di

pengadilan.
Bidan menyalahgunakan kewenangannya dengan melakukan pelanggaran
aborsi yang mana melakukan aborsi bukanlah tugas bidan dan aborsi merupakan
kriminal yang harus di tindak lanjuti dalam hukum dan pada kasus ini bidan terbukti
melakukan malpraktek, maka bidan akan dipidana sesuai ketentuan pasal 77
Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2009 tentang tenaga kesehatan. Dan juga
hukum pidana karna terbukti melakukan pembunuhan yang terancam dengan pasal
348 KUHP tentang pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat
profesinya sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya
dengan UU Kesehatan nomor 36 tahun 2010.
Pasal 77
Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan
tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa
persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang berlaku,
diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis.
Sanksi bagi pasien
Pasien ini meminta kepada bidan untuk melakukan aborsi ini juga melanggar
hukum dan suatu kriminal dengan mempengaruhi bidan untuk melaksanakan aborsi
dan dapat diancam penjara menurut hukum pidana yang berlaku dikarenakan
bekerjasama dalam melakukan suatu pembunuhan.

Apakah diperbolehkan pemakaian suntikan oksitosin pada ibu hamil muda?


Jawabannya adalah:
Pada umumnya tidak boleh melakukan suntikan oksitosin pada ibu hamil
muda yang telah tercantum pada pada permenkes 1464 pada BAB III pasal 10 ayat
3 tentang penggunaan uterotonika hanya dilakukan diberikan pada manajemen aktif
kala III dan juga post partum . sehingga jika melakukannya ini sudah melanggar
wewenang bidan dan juga kode etik bidan yang mana jika menggunakan
uterotonika pada ibu hamil akan menyebabkan keguguran dan yang paling
parahnya dapat menyebabkan kematian pada ibu hamil tersebut.

BAHAN DISKUSI KELOMPOK

Buat 3 kelompok, setelah itu cari kasus yang berkaitan dengan fraud dan
antikorupsi dengan pendekatan Continuum of Care, yang dimulai sejak masa
pra hamil, hamil, bersalin dan nifas, bayi, balita, hingga remaja (pria dan wanita
usia subur), setelah itu buat pembahasan dan lesson learning, serta anda
diharapkan mempunyai konsep atau skenario perbaikan dalam mengatasi fraud
dan anti korupsi di Instansi Kebidanan.

PESERTA

B
A
P
P
A

u
k
r
r
k

b
o
o

b
d

d
d
b

D
M

o K

P
i
i

w
m

3
P

K
a
W

aA
Ak
Ae
B
P

t k i
a k
b k
a u
r

l1

o K

b
i d A
b b
i Kd Y
ib d
i ad B
n
S g
uA
o
d
i B

e
n

Uk
b n
UP n
nB d
EU a
U nP
p k
rb a
K u
l a T

lp

i i d s
k
s Ha
i ql
B S
i dp
t
t ie t
i

K
e
Ai
nk

n
S

r
u

r
p

P
a

u
r

r
i

DISKUSI KELOMPOK
DISKUSI 1 Kehamilan
Kasus
Pembahasan
Leason Learning

Pertanyaan

DISKUSI 2 Persalinan

DISKUSI 3 Neonatal

1. Menurut anda apa yang anda ketahui dan pahami tentang integritas dan
antikorupsi?
2. Bagaimana relevansi integritas dan antikorupsi dalam bidang kesehatan?
3. Sebutkan beberapa contoh kasus yang bisa secara komperehensif mengcover
semua tindakan penyimpangan pada saat proses pendidikan baik yang
dilakukan mahasiswa dan civitas akademika?
4. Sebutkan beberapa contoh kasus yang bisa secara komperehensif mengcover
semua tindakan penyimpangan/korupsi pada saat menjalankan profesi
kebidanan yang cukup representatif?
5. Menurut anda, faktor apa saja

yang

berperan

terhadap

terjadinya

penyimpangan/korupsi?
6. Sebutkan beberapa program kesehatan yang dapat menjadi focal point dan
berpeluang besar dalam tindakan korupsi (mangacu pada UU Kesehatan No 36
tahun 2009)
7. Menurut anda, upaya-upaya kesehatan apa saja yang relevan dengan tindakan
pembangunan integritas dan anti korupsi?
8. Menurut anda nilai-nilai apa saja yang dapat menjadi nilai dasar integritas di
institusi kesehatan anda? Jelaskan
9. Bagaimana strategi untuk penyampaian isi modul agar lebih efektif dan
berkelanjutan? Membentuk mata kuliah baru atau diinsersikan ke mata kuliah
yang sudah ada atau masuk dalam kegiatan ekstrakulikuler?
10. Bagaimana menurut saudara metode pembelajaran anti korupsi supaya dapat
tersampaikan kepada mahasiswa secara efektif? (masuk mata kuliah)
11. Apa saja kendala yang harus diantisipasi dalam penyampaian isi modul supaya
bisa efektif?
12.Menurut anda bagaimana solusi/strategi yang tepat untuk penyampaian isi
modul agar penyampaian pembelajaran pendidikan integritas dan antikorupsi ini
dapat berjalan dengan efektif?

Anda mungkin juga menyukai