Anda di halaman 1dari 5

CRITICAL THINKING,CRITICAL REASONING, INFORMED

CHOISE DAN INFORMED CONCENT

A. BERPIKIR KRITIS (CRITICAL THINKING)

Pengertian Critical Thinking

Critical thinking sendiri artinya yaitu berpikir secara kritis dalam


memandang suatu hal. Apabila diterapkan di dalam bisnis, maka berpikir
tentang berbagai aspek penting yang bisa membantu menumbuhkan
kemajuan bisnis terssebut. Dengan cara berpikir yang kritis dan optimal
ini, tentu akan diperoleh ide-ide segar dan inovasi baru yang terbaik untuk
membantu supaya bisnis berjalan lebih baik dan lebih maksimal. Mulai
dari awal tahapan hingga sampai pada pelaksanaan, dengan adanya
langkah berpikir kritis ini tentu saja dapat memberikan masukan serta
pandangan yang jauh lebih menyeluruh dalam mengoptimalkan sebuah
usaha. Seseorang dengan keterampilan critical thinking dapat melakukan
hal-hal sebagai berikut:
1.Memahami hubungan logika antara gagasan
2.Mengidentifikasi, membangun, dan mengevaluasi argument
3.Mendeteksi ketidakkonsistenan dan kesalahan umum dalam bernalar
4.Menyelesaikan masalah secara sistematis
5.Mengidentifikasi relevansi dan pentingnya gagasan
6.Merenungkan sebuah pembenaran keyakinan dan nilai-nilai dalm diri
seseorang.

Proses berfikir kritis bertujuan untuk:


1.Merumuskan masalah dengan jelas dan tepat.
2.Mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan
3.Berpikir terbuka dalam sistem pemikiran.
4.Berkomunikasi secara efektif dengan orang lain dalam mencari tahu solusi
untuk masalah yang kompleks.

B. PENALARAN KLINIS (CLINICAL REASONING)


Seorang dokter haruslah membuat keputusan berdasarkan apa yang menjadi
masalah, apa diagnosanya, apakah yang akan dilakukan, apa yang harus
diperbuat. Pada
kenyataan, apa yang dilakukan dokter dalam mempertimbangkan keputusan
dan proses
apa yang digunakan dalam pengambilan keputusan, adalah dasar penalaran
klinis.
Penalaran klinis (clinical reasoning) adalah suatu proses dimana seorang dokter
memusatkan pikiran mereka ke arah diagnosa yang memungkinkan
berdasarkan
campuran pola pengenalan dan penalaran deduktif hipotetik. Proses penalaran
tergantung
kepada pengetahuan medis di suatu wilayah seperti prevalensi penyakit dan
mekanisme
patofisologi.
10,11,12,13
Berpikir menuju penentuan suatu diagnosa menjadi bagian dari proses
penalaran
klinis. Ada beberapa proses penentuan diagnosis, yaitu berdasarkan:
14
A. Pola induktif
B. Pola deduktif hipotetik
C. Pola deduktif hipotetik integratif.

Beberapa faktor-faktor yang berpengaruh dalam penalaran klinis, antara lain


adalah:15
1. Knowledge Base, landasan pengetahuan adalah awal mula dari interpretasi
dari suatu
masalah, semakin bervariasi pengetahuan yang berkaitan dengan gejala-gejala
tersebut makin memungkinkan merumuskan masalah lebih akurat.
2. Memory atau daya ingat menunjukan seberapa efektifnya pengetahuan yang
dimiliki
untuk digunakan dalam mempelajari atau merumuskan suatu masalah.
3. Representation atau mental representative menunjukan representasi masalah
yang
dihadapi di dalam pikiran yang biasanya selalu terkait dengan pengetahuannya.
Para
pemula biasanya memiliki representasi masalah secara naïf atau terlalu
menyederhanakan.
4. Kualitas perumusan masalah, para ahli mengatakan bahwa lima puluh persen
masalah
dapat diselesaikan apabila tercapai keberhasilan dalam melakukan perumusan
masalah.

C. Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)

Pengertian informed choise adalah  Pilihan yang didasari dengan pengetahuan yang cukup
setelah mendapat informasi yang lengkap . Informed choice adalah membuat pilihan setelah
menjelaskan pendapat setelah mendapatkan penjelasan tentang alternative asuhan yang akan
dialaminya. Informasi dalam konteks ini : informasi yang lengkap sudah diberikan dan dipahami
ibu, tentang pemahaman risiko, manfaat, keuntungan, kemungkinan hasil dari tiap pilihannya.

“Pengertian informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan


tentang alternatif asuhan yang akan
dialaminya”

Bentuk Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)


1. Implied Constructive Consent (keadaan normal)
Persetujuan yang diberikan kepada pasien secara tersirat
dan tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap
dokter dari sikap dan tindakan pasien. Umumnya tindakan
dokter disini adalah tindakan yang biasa dilakukan atau sudah
diketahui umum.28 Misalnya pengambilan darah untuk
pemeriksaan laboratorium, memberikan suntikan pada pasien,
menjahit luka, dan lain sebagainya.
2. Implied Emergency Consent (keadan gawat)
Apabila pasien dalam keadaan gawat darurat
(emergency) sedang dokter memerlukan tindakan segera,
sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan
persetujuan dan keluarganya pun tidak ditempat. Maka dokter
dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter.29
Misalnya kasus pada pasien yang mengalami sesak nafas atau
gagal jantung.
D. Informed Consent
 Pengertian Informed Consent
Informed consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien
atau keluarga pasien setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran dan kedokteran gigi yang akan dilalukan terhadap
pasien (Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008 dan Manual Pesetujuan Tindakan
Kedokteran Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2008)
Informed consent berarti suatu izin (consent) atau pernyataan setuju dari pasien yang
diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan I nformasi dari dokter dan
sudah dimengerti olehnya (J.Guwandi, S.H. FK. UI, Jakarta.2006 :1)
 Tujuan informed Consent
 Perlindungan pasien untuk segala tindakan medic.
Perlakuan medis tidak diketahui/didasari pasien/keluarga, yang seharusnya tidak
dilalukan ataupun yang merugikan atau membahayakan pasien.

 Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga


serta dianggap meragukan pihak lain.
Tidak selamanya tindakan dokter berhasil, tak terduga malah merugikan pasien
meskipun dengan sangat hati-hati sesuai dengan SOP.

 Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan


bersifat negative, karena prosedur medis modern tidak tanpa risiko dan pada setiap
tindakan medis ada melekat suatu risiko (Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008
Pasal 3 )
 Fungsi informed consent
 Proteksi bagi pasien
 Mencegah terjadinya tipuan atau paksaan
 Mengemukakan hak otonomi perorangan
 Agar keputusan-keputusan profesi medis haruslah rasional
 Menimbukan rangsangan kepala profesi medis untuk mengadakan intropeksi
terhadap diri sendiri
 Ketertiban masyarakan dalam memajukan prinsip otonomi sebagai salah satu
nilai social dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan bio-medik (Alexander
Capron).

Bentuk Informed Consent

Bentuk Informed Consent terbagi dalam :

Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)


Tindakan yang bias dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat
umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis.Misalkan pengambilan darah untuk
laboraturium, suntikan, atau hecting luka terbuka.

 Bentuk Informed Consent
Bentuk Informed Consent terbagi dalam :
1. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)
Tindakan yang bias dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum,
sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis.Misalkan pengambilan darah untuk laboraturium,
suntikan, atau hecting luka terbuka.

2. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)


Bila pasien dalam keadaan gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan
segera untuk menyelamatkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak
bisa membuat persetujuan segera.Seperti kasus syok anafilatik, sesak nafas, henti
nafas, henti jantung.

3. Expressed Consent (Bisa Lisan/ Tertulis Bersifat Khusus)


Persetujuan yang dinyatakan  lisan maupun tertulis, bila yang akan dilakukan melebihi
prosedur pemeriksaan atau tindak biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal, pencabutan
kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindak invasive.

Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)


Bila pasien dalam keadaan gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan
tindakan segera untuk menyelamatkan nyawa pasien sementara pasien dan
keluarganya tidak bisa membuat persetujuan segera.Seperti kasus syok anafilatik,
sesak nafas, henti nafas, henti jantung.

Expressed Consent (Bisa Lisan/ Tertulis Bersifat Khusus)


Persetujuan yang dinyatakan lisan maupun tertulis, bila yang akan dilakukan
melebihi prosedur pemeriksaan atau tindak biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal,
pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataup un pengobatan/tindak invasive.

Anda mungkin juga menyukai