Anda di halaman 1dari 28

CRITICAL THINGKING and

CRITICAL REASONING

Evie Soviyati, SST.MKM


PENDAHULUAN
• Dalam kehidupan sehari-hari dan setiap
aktivitas, manusia selalu terlibat di dalam
pengambilan suatu keputusan, baik keputusan
sederhana maupun yang kompleks.
• Apalagi sebagai seorang TENAGA KESEHATAN ,
haruslah dapat mengambil suatu keputusan
penatalaksanaan yang tepat, tentunya sesuai
dengan diagnosa yang tepat pula.
• Critical thinking is the ability to think clearly
and rationally about what to do or what to
believe. It includes the ability to engage in
reflective and independent thinking.
• Someone with critical thinking skills is able to
do the following : understand the logical
connections between ideas.
• Berpikir kritis adalah kemampuan untuk
berpikir jernih dan rasional tentang apa yang
harus dilakukan atau apa yang harus
dipercaya.
• Ini mencakup kemampuan untuk terlibat
dalam pemikiran reflektif dan mandiri.
• Seseorang dengan keterampilan berpikir kritis
mampu melakukan hal berikut: memahami
hubungan logis antara ide.
• Seseorang dapat dikatakan berpikir kritis bila
mempunyai dua aspek, yaitu:
• cognitif skills dan kemampuan intelektual
untuk menggunakan skills tersebut sebagai
petunjuk dalam bertindak.
• Karakteristik dari berpikir kritis adalah kreatif,
logis dan rasional, berhati-hati dan mencari
informasi, sistematik dan sesuai dengan
intelektual.
• Aplikasi bentuk critical thinking pada seorang
bidan adalah dalam bentuk dokumentasi saat
melakukan anamnese pada klien/pasien
(SOAP = Subjek Objek Analisis
Penatalaksanaan)
CRITICAL REASONING
• Adalah hasil dari berfikir kritis yang kemudian
dimulai dari kemampuan menganalisis,
mengaplikasikan fikiran dan pada akhirnya
mampu membuat dan menciptakan .
• Sehingga bisa dikatakan orang itu KREATIF
CRITICAL REASONING
• Penalaran adalah istilah yang mencakup semua
dalam logika yang menangkap semua subkategori
kegiatan yang dapat dilakukan seseorang untuk
mendapatkan kesimpulan.
• Sebagai contoh, kita dapat membedakan antara
penalaran deduktif (dari konsep/pemikiran yang
besar diuraikan menjadi konsep yang kecil
sebagai pembangunnya)dan induktif (konstruktif
dari yang kecil menjadi bangunan /sebuah konsep
besar).
• Cara lain kita dapat mengkategorikan logika
adalah formal atau informal..
• Logika formal menggunakan simbol secara
matematis untuk mendapatkan kesimpulan.
Logika informal, yang merupakan tempat
pemikiran kritis jatuh, membuang tingkat detail
ini sebagian besar dan memperhatikan struktur
argumen yang lebih luas serta standar dan
prosedur argumen dalam situasi yang lebih
praktis.
• Yang penting untuk pemikiran kritis, cabang
logika ini menawarkan semacam katalog
kesalahan yang harus dihindari seseorang selama
melakukan argumen yang masuk akal dan valid
INFORMED CHOISE & INFORMED
CONSENT
INFORMED CHOISE
• Menurut John M. Echols (Kamus Inggris-
Indonesia, 2003):
– Informed: telah diberitahukan, telah disampaikan,
telah diinformasikan.
– Choice: pilihan.
Secara umum informed choice: memberitahukan
atau menjelaskan pilihan-pilihan yang ada kepada
klien.
• Menurut Sara Wickham (2002):
Informed Choice adalah suatu keputusan yang
dibuat setelah melalui pertimbangan matang
terhadap bukti-bukti ilmiah yang relevan.
Keputusan tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan, keyakinan, & pengalaman orang
tersebut.
• Sebelum meminta persetujuan klien
mengenai tindakan medik yang akan
diambil, tenaga kesehatan wajib memberi
informasi yang jelas mengenai alternatif
pilihan yang ada, beserta manfaat dan
risiko yang menyertainya.
• Keberadaan tenaga kesehatan sangat
penting untuk terus mendampingi klien
memilih & memilah informasi yang tepat
untuk mendukung proses pengambilan
keputusan yang tepat dan tidak
merugikan pihak manapun.
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
SAAT MELAKUKAN INFORMED CHOISE
• Informed choice bukan sekedar mengetahui
berbagai pilihan yang ada, namun juga
mengenai benar manfaat & risiko dari setiap
pilihan yang ditawarkan.
• Informed choice tidak sama dengan
membujuk atau memaksa klien mengambil
keputusan yang menurut orang lain baik
(meskipun dilakukan dengan cara “halus”).
CTH: Secara tidak sadar bidan sering kali melakukan
“pemaksaan” saat proses informed choice,
misalnya melalui ucapan sebagai berikut:

• “Yah…jika hal itu terjadi pada saya, maka saya


akan…”.
Ingat bahwa bidan bukan klien, sebesar apapun empati bidan
terhadap penderitaan klien tidak akan pernah sama, karena
bidan tidak merasakan apa yang dirasakan klien.
• “Biasanya kami melakukan tindakan medis X, karena
hal itu sudah merupakan kebijakan rumah sakit ini”.
Biasanya untuk mempercepat proses pengambilan keputusan,
bidan sering kali mengatasnamakan rumah sakit, sehingga
klien menuruti keinginan si bidan.
Atau seperti ini….
• “Sesuatu yang buruk akan menimpa bayi
anda bila anda tidak melakukan tindakan X”.
Dengan melakukan tindakan ini, berarti secara tidak
langsung bidan telah memaksa klien dengan cara
menakut-nakuti klien sehingga akhirnya klien
menuruti keinginan bidan.
INFORMED CONSENT
• Persetujuan tindakan medis (informed consent)
mencakup tentang informasi dan persetujuan,
yaitu persetujuan yang diberikan setelah yang
bersangkutan mendapat informasi terlebih
dahulu atau dapat disebut sebagai persetujuan
berdasarkan informasi.
• Berdasarkan Permenkes 585/1989 dikatakan
bahwa informed consent adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut
• Menurut Jusuf Hanafiah (1999)
Informed consent adalah persetujuan yang
diberikan pasien kepada dokter/bidan
setelah diberi penjelasan.
Perlu diingat: Informed consent bukan sekedar
formulir persetujuan yang diberikan kepada pasien,
juga bukan sekedar tandatangan pihak keluarga,
namun merupakan proses komunikasi.
• Pada hakekatnya, hubungan antar manusia tidak dapat
terjadi tanpa melalui komunikasi, termasuk juga hubungan
antara dokter/tenaga kesehatan dan pasien dalam
pelayanan medis.
• Oleh karena hubungan antara keduanya merupakan
hubungan interpersonal, maka adanya komunikasi atau
yang lebih dikenal dengan istilah wawancara pengobatan
itu sangat penting.
• Hasil penelitian King membuktikan bahwa essensi dari
hubungan antara dokter/tenaga kesehatan dan pasien
terletak dalam wawancara pengobatan.
• Pada wawancara tersebut para dokter /tenaga kesehatan
diharapkan untuk secara lengkap memberikan informasi
kepada pasien mengenai bentuk tindakan yang akan atau
perlu dilaksanakan dan juga risikonya.
• 4) Penjelasan mengenai perkiraan lamanya
prosedur berlangsung,
• 5) Penjelasan mengenai hak pasien untuk
menarik kembali persetujuan tanpa adanya
prasangka (jelek) mengenai hubungannya
dengan dokter dan lembaganya.
• 6) Prognosis mengenai kondisi medis pasien
bila ia menolak tindakan medis tertentu
(percobaan) tersebut.
• Setelah informasi diberikan, maka diharapkan
adanya persetujuan dari pasien, dalam arti ijin
dari pasien untuk dilaksanakan tindakan
medis.
• Pasien mempunyai hak penuh untuk
menerima atau menolak pengobatan untuk
dirinya, ini merupakan hak asasi pasien yang
meliputi hak untuk menentukan nasib sendiri
dan hak atas informasi.
Hal yang paling harus dioperhatikan ketika
memberikan informed consent :
• 1) Penjelasan lengkap mengenai prosedur yang
akan digunakan dalam tindakan medis tertentu
(yang masih berupa upaya, percobaan) yang
diusulkan oleh dokter serta tujuan yang ingin
dicapai (hasil dari upaya, percobaan),
• 2) Deskripsi mengenai efek-efek sampingan serta
akibat-akibat yang tak dinginkan yang mungkin
timbul,
• 3) Diskripsi mengenai keuntungan-keuntungan
yang dapat diperoleh pasien,
• Sukarela (
• Keputusan (decision
Menurut Culver & Gert, 4 komponen yg
harus dipahami pd suatu consent:

SUKARELA (voluntariness)

Informasi (information)

Kompetensi (competence)

Keputusan (decision
• Inti dari proses informed consent adalah
kesepakatan antara tenaga kesehatan & klien,
sedangkan formulir hanya merupakan
pendokumentasian hasil kesepakatan.

• Informed consent harus dilakukan setiap kali


akan melakukan tindakan medis, sekecil
apapun tindakan tersebut.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai