Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KOMUNIKASI DENGAN PENYANDANG DISABILITAS MENTAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Dalam Praktik


Kebidanan

Dosen : Yona Septina, M.Tr.Keb

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

1. Ai Siti Aisyah (CBR0190001) 7. Fransisca (CBR0190016)


2. Anisa Wulan N (CBR0190004) 8. Reza Sri Lestari (CBR0190018)
3. Bunga Sri Rosmawati A (CBR0190006) 9. Shalsa Dewi Yanti (CBR0190019)
4. Cici Ni’mal Maula (CBR0190007) 10. Siska Warnita (CBR0190020)
5. Diah Lailatul Qaidah (CBR0190009) 11. Sri Novianti (CBR0190022)
6. Dila Febriyanti (CBR0190010) 12. Sri Rahayu (CBR0190023)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHARAN KUNINGAN

TAHUN 2019/ 2020

1
DAFTAR ISI

Cover ........................................................................................................................ 1

Daftar Isi .................................................................................................................. 2

Kata Pengantar ......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 4

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 6


A. Definisi Penyandang Disabilitas Mental ............................................................... 6
B. Karakteristik Penyandang Disabilitas Mental ......................................................... 7
C. Klasifikasi Gangguan Jiwa .................................................................................... 11
D. Etika dan Cara Berkomunikasi Dengan Penyandang Disabilitas Mental ................ 13
E. Perlindungan Hukum Bagi Penyandang Disabilitas ................................................ 16

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 22


A. Kesimpulan .......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA

2
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
Dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami Tidak sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shawalat serta salam semoga Terlimpahkan curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita Nanti-nantikan syafa’atnya diakhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahkan nikmat sehat-Nya
baik Itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan Pembuatan makalah ini. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah
ini adalah untuk memenuhi Tugas mata kuliah “Psikologi Dalam Praktik Kebidanan”
Prodi S1 kebidanan . selain itu Makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Mengenai Komunikasi Dengan Penyandang Disabilitas Mental “ bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat keselahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan Terima Kasih kepada semua pihak khususnya kepada Ibu
Yona Septina,M.Tr.Keb selaku dosen mata kuliah Psikologi dalam praktik kebidanan
yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini .

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima Kasih.

Kuningan, 3 Desember 2020

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuhan menciptakan manusia di dunia ini adalah sama, namun manusia itu
sendirilah yang membedakan di antara sesama manusia, baik berwujud sikap,
perilaku, maupun perlakuannya. Pembedaan ini masih sangat dirasakan oleh mereka
yang mengalami keterbatasan secara fisik, mental, dan fisik-mental, baik sejak lahir
maupun setelah dewasa, dan kecacatan tersebut tentunya tidak diharapkan oleh semua
manusia, baik yang menyandang kecacatan maupun yang tidak menyandang cacat.

Penyandang disabilitas mental adalah ODMK atau Orang Dengan Gangguan


Jiwa yang dalam jangka waktu lama mengalami hambatan dalam interaksi dan
partisipasi di masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Orang Dengan
Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai
masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas
hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.

Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang
yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta
dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia.

Permasalahan gangguan jiwa menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa No.


18 Tahun 2014 merupakan permasalahan yang berkaitan dengan gangguan dalam
pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala
dan/atau perubahan perilaku. Permasalahan gangguan jiwa dapat dialami oleh siapa
saja, dan dapat menimbulkan beban tidak saja bagi penyandangnya tetapi juga bagi
keluarganya, apabila tidak mendapatkan penanganan secara tepat.

Gangguan mental pada beberapa kasus disebut dengan perilaku abnormal atau
abrnormal behavior yang mana sama halnya dengan sakit mental (mental illness),
sakit jiwa, dan beberapa istilah-istilah lainnya seperti distress, disadvantage,
disability, discontrol, inflexsibility, irrationally, disturbance, dromal pattern, dan
lainnya. Berbagai istilah lainnya mungkin dianggap sama, namun beberapa pihak
menggunakannya secara berbeda. Pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders dan Internasional Classification of Mental Disorders menggunakan istilah

4
mental disorder yang memiliki arti gangguan jiwa. Di dalam gangguan mental sendiri
terdapat klasifikasi atau pembagian yang mempermudah untuk mempelajarinya.

Pada abad ke-19 kemudian terdapat penyempurnaan klasifikasi gangguan


mental yang berdasarkan simptom-simptompnya. Emil Kraepelin menyusun sistem
klasifikasi lebih kompreensif. Sistem ini mengacu pada sistem klasifikasi gangguan
mental yang didasarkan pada gangguan fisiologis. Sistem klasifikasi gangguan ini
memang lebih memudahkan dalam pemilihan diagnosa serta pengobatan yang lebih
tepat. Emil Kraepelin berkeyakinan jika klasifikasinya tersebut akan lebih
mencangkup gangguan mental secara universal.

Untuk saat ini terdapat 2 sistem klasifikasi gangguan mental yang ada, yaitu
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) dan International
Classification of Diseases (ICD). DSM dibuat langsung oleh ahli-ahli kedokteran
jiwa Amerika, sedangkan untuk ICD dibuat oleh ahli kedokteran jiwa WHO. Kedua
sistem ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga sampai
saat ini terus dilakukan perbaikan-perbaikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi penyandang disabilitas mental?
2. Bagaimana karakteristik penyandang disabilitas mental?
3. Apa saja klasifikasi pada gangguan jiwa?
4. Bagaimana etika dan cara berkomunikasi dengan penyandang disabilitas
mental?
5. Perlindungan hukum apa saja bagi penyandang disabilitas?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi penyandang disabilitas mental.
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik penyandang disabilitas.
3. Untuk mengetahui klasifikasi gangguan jiwa.
4. Untuk mengetahui bagaimana etika dan cara berkomunikasi dengan
penyandang disabilitas mental.
5. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Penyandang Disabilitas Mental

Penyandang disabilitas metal adalah ODMK atau Orang Dengan Gangguan


Jiwa yang dalam jangka waktu lama mengalami hambatan dalam interaksi dan
partisipasi di masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Orang Dengan
Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai
masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas
hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Orang Dengan Gangguan
Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan
dalam pikiran, perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan
gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna.

Permasalahan gangguan jiwa menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa No.


18 Tahun 2014 merupakan permasalahan yang berkaitan dengan gangguan dalam
pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala
dan/atau perubahan perilaku. Permasalahan gangguan jiwa dapat dialami oleh siapa
saja, dan dapat menimbulkan beban tidak saja bagi penyandangnya tetapi juga bagi
keluarganya, apabila tidak mendapatkan penanganan secara tepat.

Masalah gangguan jiwa dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, di antaranya:

1. Faktor biologis seperti penyakit fisik kronis, penyakit fisik yang


mempengaruhi otak dan penyalahgunaan Napza.
2. Faktor psikologis seperti pola adaptasi, pola penyelesaian masalah, pola
mekanisme pertahanan diri dan pola kepribadian.
3. Faktor sosial spiritual seperti pola relasi, sistem dukungan, situasi
khusus/krisis, tantangan/tugas – tugas dan stresor atau pemicu.
PDM sering kali mengalami masalah yang kompleks. Bukan saja masalah yang
terjadi di dalam dirinya seperti halusinasi, waham dan sebagainya, namun yang lebih
memperparah permasalahan adalah yang berasal dari luar, yaitu lingkungan sosialnya.
Seorang PDM akan mengalami kondisi yang lebih parah atau kekambuhan yang
sering apabila lingkungan tidak memberikan dukungan dan rawatan yang dibutuhkan.

6
B. Karakteristik Penyandang Disabilitas Mental

a. Gangguan skizofrenia
Gangguan skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang penyandangnya
paling sering mengalami pemasungan. Lebih dari 90% PDM yang mengalami
gangguan jiwa ini. Gangguan skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang
mudah dikenali dan berisiko untuk melakukan tindakan kekerasan akibat dari
gejalanya. Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang memiliki sifat
dapat kambuh, menahun, dan bila kekambuhan semakin sering terjadi maka
orang dengan skizofrenia (disingkat ODS) akan mengalami penurunan fungsi
yang semakin berat.
Saat sakit, gangguan yang dialami meliputi :
1) Gangguan perasaan
Gangguan perasaan yang timbul sangat bervariasi mulai dari
emosi yang meningkat, meledak-ledak hingga emosi yang kosong,
tanpa ekspresi. Respon emosi yang diekspresikan juga bervariasi, bisa
luas, menyempit, hingga mendatar tanpa ekspresi, termasuk bisa
sesuai namun bisa pula tertawa geli atau tanpa kendali, tanpa alasan
yang jelas dan tidak sesuai dengan konteks.
2) Gangguan perilaku
ODS (Orang Dengan Skizofrenia) kronis cenderung tidak
memperhatikan penampilannya, tidak mampu merawat diri, tidak
menjaga kerapian, tidak menjaga kebersihan dirinya dan menarik diri
secara sosial.
3) Gangguan persepsi
ODS mengalami gangguan dalam sensasi dari panca inderanya,
seperti kesalahan persepsi tanpa ada stimulus yang nyata (halusinasi),
kesalahan persepsi yang timbul terhadap stimulus yang nyata (ilusi),
mengalami atau merasa bahwa dirinya tidak nyata, berubah bentuk,

7
atau asing (depersonalisasi), perasaan subyektif bahwa lingkungan
sekitar berubah, tidak nyata, atau asing (derealisasi).
4) Gangguan pikiran
Gangguan pikiran yang dialami oleh ODS meliputi gangguan
pada proses pikir dan isi pikir. Gejala yang biasanya dilaporkan oleh
keluarga atau masyarakat diantaranya: “bicara ngaco (kacau)”, “bicara
muter – muter”, “bicara ketinggian”, “nggak nyambung”, atau
“kesambet”. Gangguan isi pikir yang utama adalah waham, yaitu
keyakinan salah yang tidak sesuai dengan fakta, budaya, agama, nilai –
nilai, dan status pendidikan, namun tetap dipertahankan walaupun
telah diberikan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya.
5) Gangguan motivasi dan neurokognitif
Di samping gejala – gejala yang telah diuraikan di atas,
skizofrenia juga memiliki gejala lain yang berhubungan dengan
motivasi dan kognitif (kemampuan berpikir). Gejala yang
berhubungan dengan motivasi diantaranya tidak memiliki minat atau
kehendak, tidak berkegiatan, dan tidak mampu menata rencana
sehingga menimbulkan disorganisasi. Sementara gejala yang
berhubungan dengan gangguan kognitif adalah gangguan
konsentrasi/atensi, gangguan memori terutama memori jangka
segera/pendek, dan menurunnya kemampuan untuk menyelesaikan
masalah.

Gejala-gejala pada gangguan skizofrenia sering mengakibatkan ODS


tampil dalam kondisi gaduh gelisah hingga berisiko untuk melakukan
kekerasan dan sulit dipahami sehingga sulit untuk dibantu. Kondisinya
yang sering terlambat dikenali sehingga terkesan terjadi tiba-tiba,
berpotensi untuk disalahartikan sebagai bagian dari proses budaya dan

8
spiritual, dianggap kesurupan, kemasukan roh/jin, keberatan nama/ilmu,
bahkan tidak jarang pula dianggap sakti oleh keluarga dan masyarakat.

b. Gangguan Jiwa Lainnya dengan Perilaku Gaduh Gelisah dan Kekerasan


Berisiko untuk mengalami gejala perilaku yang berupa gaduh gelisah
dan kekerasan bukanlah monopoli gangguan skizofrenia. Gaduh gelisah dapat
diartikan sebagai kumpulan gejala agitasi yang ditandai dengan perilaku yang
tidak biasa, meningkat, dan tanpa tujuan. Tidak harus berkaitan namun dapat
menjadi gejala awal dari perilaku agresif yaitu agresivitas verbal maupun
gerak/motorik namun tidak ditujukan untuk mencederai seseorang (contoh:
mengumpat, melempar atau merusak barang) dan perilaku kekerasan yaitu
perilaku yang ditujukan untuk mencederai baik dirinya maupun orang lain
(memukul, melukai diri, atau membunuh).
1) Gangguan Demensia
Demensia merupakan kumpulan gejala akibat gangguan pada struktur
otak yang bersifat menahun, menurunkan fungsi dan mengganggu kegiatan
sehari-hari akibat penurunan fungsi luhur (kognitif), termasuk daya
ingat/memori (kesulitan mengingat hal-hal yang baru dipelajari bahkan dalam
kondisi yang lebih berat, ingatan sebelumnya juga hilang), konsentrasi,
orientasi, kemampuan memahami, mengidentifikasi risiko dan konsekuensi
(berpikir kritis, menyusun rencana), berhitung, kemampuan belajar, dan
berbahasa, yang berdampak pada kemampuan pengendalian emosi, perilaku
sosial atau motivasi.
Problem perilaku dan psikologik yang sering ditemukan pada orang
dengan demensia diantaranya gangguan persepsi, proses pikir, suasana
perasaan dan perilaku yang sering disalahartikan sebagai skizofrenia.
2) Gangguan Penyalahgunaan Zat (NAPZA)
Gangguan penyalahgunaan zat berhubungan dengan dua kondisi
utama, yaitu intoksikasi dan putus zat.

9
Intoksikasi adalah kumpulan gejala akibat penyalahgunaan zat yang
mempengaruhi satu atau lebih fungsi mental berupa: memori, orientasi, mood,
perilaku, sosial dan pekerjaan. Intoksikasi dapat menimbulkan gangguan
kesadaran, kognisi, persepsi, perasaan atau perilaku yang secara klinis
bermakna.
Gejala Putus Zat (Withdrawal) adalah kumpulan gejala yang terjadi
setelah menghentikan atau mengurangi penggunaan zat psikoaktif, sesudah
penggunaan berulang kali yang berlangsung lama dan/atau dalam jumlah yang
banyak dengan keluhan yang sesuai karakteristik zat psikoaktif tertentu.
3) Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan jiwa ini bersifat episodik, dapat kambuh, namun berpotensi
baik untuk penyembuhan cepat bila mendapatkan tata laksana yang adekuat
dan segera. Namun bila tidak, dapat berdampak besar untuk timbulnya
kematian.
Gangguan ini terutama berhubungan dengan gejala suasana perasaan
gembira berlebihan (manik), hipomanik, sedih berlebihan (depresi), atau
campuran dua kutub emosi dalam satu episode. Disebut sebagai gangguan bila
gejala manik berlangsung minimal satu minggu, atau empat hari untuk gejala
hipomanik, atau dua minggu untuk gejala depresi dan mengakibatkan
gangguan aktivitas serta fungsi sehari-hari.
Dalam kondisi yang berat, dapat disertai gejala psikotik, risiko bunuh
diri, maupun risiko melukai orang lain. Kondisi tersebut tentu saja
membutuhkan perawatan yang lebih intensif. Risiko lain dalam kelompok
gangguan ini adalah penyalahgunaan obat, zat, dan alkohol yang berujung
pada perilaku berisiko lainnya seperti seks bebas.
4) Retardasi Mental
Gangguan ini ditandai oleh kurangnya kemampuan mental dan
keterampilan yang diperlukan seseorang untuk menjalankan kehidupan
termasuk menyelesaikan masalah, ditandai dengan gangguan pada

10
keterampilan pada beberapa area perkembangan (seperti kognitif, bahasa,
motorik, dan sosial) selama periode perkembangan.
Ciri utamanya adalah ketidaksesuaian usia kemampuan yang dimiliki
dengan usia sesungguhnya. Sebagai contoh, seorang anak memiliki
kemampuan yang sesuai untuk anak umur di bawah tiga tahun, padahal usia
sesungguhnya anak tersebut adalah lima tahun. Kondisi ini mengakibatkan
keterbatasan fungsi intelegensia (penyelesaian masalah) dan fungsi perilaku
adaptif (penyesuaian diri).
5) Gangguan Perilaku pada Anak dan Remaja
Gangguan perilaku pada anak dan remaja yang dapat menyebabkan
perilaku gaduh gelisah, agresif, dan kekerasan diantaranya adalah gangguan
perilaku menentang, gangguan atensi yang berat dan hiperaktif, serta
gangguan autisme.

C. Klasifikasi Gangguan Jiwa

Saat ini untuk menentukan gejala gangguan mental, ahli-ahli menyepakati jika
menggunakan sistem klasifikasi DSM-III atau Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders revisi ke 3 yang dikeluarkan pada tahun 1980. Menurut sistem
DSM-III, terdapat jenis-jenis gangguan mental dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1) Disorder first evident in infancy, adolescene, or childhood


Merupakan penyimpangan fungsi perkembangan yang terjadi pada
masa anak-anak dan remaja. Yang mana di dalamnya termasuk hiperaktif,
retardasi mental, penyimpangan perilaku makan (baca juga: Tanda-tanda
Anoreksia), kecemasan pada anak, penyimpangan yang terjadi dari
perkembangan normal.
2) Organic metal disorders
Yang mana di dalamnya mencakup semua penyimpangan dan
gangguan mental yang dikarenakan kerusakan pada otak akibat pengaruh
berbagai penyakit yang berkaitan dengan kecemasan dan traumatik.
3) Schizophrenic disorders

11
Merupakan kelompok penyimpangan kepribadian yang menyebabkan
penderitanya tidak dapat berhubungan lagi antara realita maupun
kenyataan yang ada.
4) Paranoid disorders
Kelompok gangguan yang mana penderitanya merasa curiga terhadap
sesuatu secara berlebih dan selalu merasa jika dirinya diintai secara terus
menerus, merasa jika semua orang membencinya, dan lainnya.
5) Substance use disorders
Dalam hal ini mencakup segala pentimpangan ataupun kekacauan
mental yang mana dipengaruhi oleh zat kimia, semisal narkotika,
psikotropika, alkohol, nikotin, dan zat-zar adiktif lainnya.
6) Affective disorder
Yang lebih dikenal dengan depresi berat yang membuat seseorang
menjadi murung dan apatis.
7) Anxiety disorders
Merupakan kecemasan yang berlebihan semisal kecemasan mengenai
masa depan, harga diri, dan lainnya.( baca juga: Cara Mengatasi Anxiety
Disorder)
8) Somatoform disorders
Kerusakan yang terjadi pada organ tubuh ataupun munculnya penyakit
parah yang dikarenakan faktor psikologis semisal kecemasan yang terus
menerus, namun jika diteliti secara dari sisi medis tidak akan ditemukan
penyakit medis lainnya.
9) Dissociative disorders
Gangguan temporal yang mana menyebababkan gagal fungsinya
memori ataupun kehilangan kontrol pada emosi semisal amnesia ataupun
kasus kepribadian ganda.
10) Psychosexual disorders
Yang mana di dalamnya mencakup penyimpang gangguan identitas
gender, kelainan seksual, kemampuan seksualitas (ejakulasi dini,
frigiditas, impoten). Homoseksualitas dapat masuk di dalamnya jika orang
tersebut sendiri tidak menikmati kondisinya sebagai homoseks.
11) Conditions not attributable to a mental disorder
Kondisi yang tidak masuk ke dalam kekacauan mental. Semisal
masalah-masalah yang rumit yang membuat orang tersebut harus mencari
solusikeluarnya.
12) Personality disorders
Ketidakmampuan dalam berperilaku serta mengatasi stress, semisal
gangguan kepribadian anti sosial.

12
D. Etika dan Cara Berkomunikasi Dengan Penyandang Disabilitas Mental
a. Etika Berinteraksi Dengan Disabilitas Mental
Penyandang disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir,
emosi, dan perilaku yang disebabkan gangguan psikologis atau hambatan
dalam interaksi sosial. Pada umumnya, berinteraksi dengan orang yang
mengalami disabilitas mental ini dianggap sebagai yang tersulit dibanding
interaksi dengan penyandang disabilitas jenis lainnya.
Berikut adalah etika untuk bernteraksi dengan penyandang disabilitas mental :
1) Tanyakan Hal-hal yang Perlu Diketahui Sebagai Pendamping
Jika kamu akan menjadi pendamping bagi saudara kita yang
menyandang disabilitas mental, sebaiknya tanyakan dulu kepada dokter
atau keluarganya mengenai hal-hal yang perlu diketahui sebagai
pendamping. Sebagai contoh, kamu harus mengetahui waktu istirahat,
makan, sampai dengan minum obat.
2) Ajak Penyandang Disabilitas Mental Berkomunikasi
Berkomunikasi dengan penyandang disabilitas mental tidak sesulit
yang kamu bayangkan kok. Kamu justru harus sering mengajak mereka
berbicara langsung tanpa melalui perantara atau pendampingnya.
3) Pakai Kata-kata yang Sederhana
Mengingat penyandang disabilitas mental ini umumnya memiliki
keterbatasan dalam berpikir, maka gunakan kata-kata yang sederhana saja
ketika berkomunikasi. Bila perlu kamu pun dapat menggunakan petunjuk
berupa gambar atau isyarat untuk memudahkan mereka memahamimu.
b. Cara Tepat Berkomunikasi Langsung dengan Penyandang Disabilitas Mental
Sering kali, penyandang disabilitas dibantu oleh penerjemah, perawat, atau
teman selama kesehariannya. Penting untuk melakukan cara tepat
berkomunikasi secara langsung dengan penyandang disabilitas. Jangan
melakukan komunikasi melalui orang lain.
1) Bertanyalah sebelum menawarkan bantuan

13
Jika melihat penyandang disabilitas kesulitan melakukan sesuatu,
reaksi pertama Sobat mungkin langsung cara tepat berkomunikasinya.
Namun, tanpa mengetahui kebutuhan khusus atau tujuan penyandang
disabilitas tersebut, Sobat mungkin justru merpersulit keadaan. Selalu
tawarkan bantuan terlebih dahulu sebelum menolong penyandang
disabilitas. Baca juga mengenai : tanda anak mengalami gangguan mental
2) Jaga ucapan dan tindakan Anda
Saat berinteraksi dengan penyandang disabilitas, selalu jaga kesopanan
ucapan dan tindakan sobat. Ketika diperkenalkan dengan penyandang
disabilitas, tawarkanlah untuk menjabat tangan. Bahkan seseorang yang
gerakan tangannya terbatas masih mampu untuk sekadar berjabat tangan.
Menolak untuk mengulurkan tangan justru merupakan gestur yang tidak
sopan. Baca juga mengenai : alasan kenapa bernostalgia bisa menyehatkan
mental
3) Bertanyalah bila pertanyaan Sobat relevan
Terkadang, orang khawatir akan menyinggung penyandang disabilitas
dan akibatnya merasa canggung dan gugup selama cara tepat
berkomunikasi. Hal ini dapat membuat penyandang disabilitas merasa
terasingkan sehingga bersikaplah biasa dan tetap tenang. Jika Sobat ingin
bertanya, silakan saja apabila pertanyaan relevan dengan situasi saat itu.
Baca juga mengenai : alasan tidak boleh mengabaikan gangguan mental
4) Carilah peluang menjadi sukarelawan di daerah Anda
Kita dapat mencari peluang sukarelawan di komunitas lingkungan.
Ada berbagai organisasi yang memiliki tujuan cara tepat berkomunikasi
para penyandang disabilitas. Jika kita mengetahui penyandang disabilitas
yang membutuhkan uang untuk masalah terkait kedisabilitasannya,
bantulah dia dengan menggalang dana. Sobat bisa membuat acara, seperti
makan malam atau pesta, yang mana pendapatan yang dikumpulkan
digunakan untuk cara tepat berkomunikasi penyandang disabilitas.

14
Terkadang, pengumpulan dana sangat berguna. Para penyandang
disabilitas sering membutuhkan uang lebih untuk menutupi biaya berobat,
renovasi rumah, dan biaya biaya lain.
5) Bantulah aksesibilitas penyandang disabilitas
Sering kali, para penyandang disabilitas butuh bantuan untuk
berpindah pindah. Sobat dapat bersukarela untuk cara tepat berkomunikasi
mereka.
 Jika penyandang disabilitas tidak bisa menyetir, bantulah mereka
bepergian secara sukarela. Sobat bisa melakukan cara tepat
berkomunikasi penyandang disabilitas naik kendaraan umum, atau
bawa dengan mobil pribadi Sobat. Banyak organisasi yang
menerima sukarelawan untuk pekerjaan khusus ini.
 Beberapa organisasi berusaha membuat segalanya lebih mudah
bagi penyandang disabilitas termasuk dalam hal mobilitas, dengan
cara memasang turunan landai dan fasilitas kursi roda lain di
tempat tempat umum.
 Kita dapat menyurati pemerintah daerah, membuat petisi,
mengumpulkan tangan-tangan, dan meningkatkan kesadaran
terhadap gedung gedung yang membatasi akses bagi penyandang
disabilitas.
6) Menanyakan hal-hal apa saja yang perlu diketahui
Sebagai pendamping, seperti waktu untuk istirahat, waktu untuk
minum obat, dan lain sebagainya.
7) Berbicaralah langsung kepada penyandang disabilitas mental, tidak
melalui pendamping.
8) Gunakan kata-kata yang sederhana.
9) Gunakan petunjuk- petunjuk pembantu, seperti gambar yang berlaku
secara umum.

15
E. Perlindungan Hukum Bagi Penyandang Disabilitas
Menurut Undang-undang Nomor 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Hak-Hak
Penyandang Disabilitas:
“Penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi
dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang
menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.”
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Hak-Hak
Penyandang Disabilitas dalam pokok-pokok konvensi angka 1 pembukaan
memberikan pemahaman bahwa setiap orang yang mempunyai kelainan fisik
dan/atau mental yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hamabatan
baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat
fisik; penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan mental.
Disabilitas memiliki beberapa jenis dan bisa terjadi selama masa hidup
seseorang atau sejak orang tersebut terlahir ke dunia. Jenis-jenis disabilitas
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Disabilitas Fisik
Disabilitas fisik merupakan gangguan pada tubuh yang membatasi
fungsi fisik salah satu anggota badan bahkan lebih atau kemampuan motorik
seseorang. Disabilitas fisik lainnya termasuk sebuah gangguan yang
membatasi sisi lain dari kehidupan sehari-hari. Misalnya saja gangguan
pernapasan dan juga epilepsy.
2) Disabilitas Mental
Istilah disabilitas mental biasanya sering digunakan pada anak-anak
yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata, akan tetapi tidak
hanya itu saja, disabilitas mental juga merupakan sebuah istilah yang
menggambarkan berbagai kondisi emosional dan mental. Gangguan kejiwaan
adalah istilah yang digunakan pada saat disabilitas mental secara signifikan

16
mengganggu kinerja aktivitas hidup yang besar, misalnya saja seperti
mengganggu belajar, berkomunikasi dan bekerja serta lain sebagainya.
3) Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual merupakan suatu pengertian yang sangat luas
mencakup berbagai kekurangan intelektual, diantaranya juga adalah
keterbelakangan mental. Sebagai contohnya adalah seorang anak yang
mengalami ketidakmampuan dalam belajar dan disabilitas intelektual ini bisa
muncul pada seseorang dengan usia berapa pun.
4) Disabilitas Sensorik
Disabilitas sensorik merupakan gangguan yang terjadi pada salah satu
indera. Istilah ini biasanya digunakan terutama pada penyandang disabilitas
yang mengacu pada gangguan pendengaran, penglihatan dan indera lainnya
juga bisa terganggu.
5) Disabilitas Perkembangan
Disabilitas perkembangan merupakan suatu disabilitas yang
menyebabkan suatu masalah dengan pertumbuhan dan juga perkembangan
tubuh. Meskipun istilah disabilitas perkembangan sering digunakan sebagai
ungkapan halus untuk disabilitas intelektual, itilah tersebut juga mencakup
berbagai kondisi kesehatan bawaan yang tidak mempunyai komponen
intelektual atau mental, contohnya spina bifida.
Deklarasi universal HAM dan di dalam kovenan-kovenan internasional
mengenai HAM telah memproklamasikan dan menyetujui bahwa setiap orang
berhak atas seluruh hak dan kebebasan sebagaimana yang telah diatur di
dalamnya, tanpa perbedaan dalam bentuk apapun menegaskan kembali
universalitas dari semua HAM dan kebebasan-kebebasan fundamental serta
kebutuhan bagi penyandang disabilitas untuk dijamin pemenuhan hakhaknya
tanpa diskriminasi.
Mengakui bahwa disabilitas merupakan suatu konsep yang terus berkembang
dan disabilitas merupakan hasil dari interaksi antara orang-orang dengan

17
keterbatasan kemampuan dan sikap serta lingkungan yang menghambat
partisipasi penuh dan efektif mereka di dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan
dengan yang lainnya, mengakui pentingnya pedoman prinsip dan kebijakan yang
termuat dalam program aksi dunia mengenai penyandang disabilitas dan dalam
peraturan-peraturan standar mengenai persamaan kesempatan bagi penyandang
disabilitas dalam mempengaruhi promosi, perumusan dan evaluasi atas
kebijakan, rencana, program dan aksi pada tingkat nasional, regional dan
internasional untuk lebih menyamakan kesempatan bagi penyandang disabilitas,
menekankan pentingnya pengarusutamaan isu-isu disabilitas sebagai bagian
integral dari strategi yang relevan bagi pembangunan yang berkesinambungan,
mengakui juga bahwa diskriminasi atas setiap orang berdasarkan disabilitas
merupakan pelanggaran terhadap martabat dan nilai yang melekat pada setiap
orang dan mengakui pula keragaman penyandang disabilitas.
Perubahan paradigma dari basis kasihan dan pendekatan karikatif ke
paradigma berbasis HAM menempatkan orang dengan disabilitas serta organisasi
dalam martabat dan harga diri yang utuh. Namun, untuk mencapai hal ini perlu
perjuangan yang panjang dan dukungan dari banyak pihak.
Perubahan pola pikir, sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran akan hak
orang dengan disabilitas, serta harmonisasi segala peraturan dan regulasi yang
berlaku agar memiliki perspektif berbasis hak, menjadi tugas dan tanggung jawab
bersama salah satunya adalah organisasi penyandang disabilitas dan untuk
mencapai perubahan itu, diperlukan dukungan dalam berbagai bentuk dan dari
berbagai kalangan. Pandangan terhadap HAM juga dinyatakan dalam deklarasi
universal HAM PBB sebagai ”Landasan kemerdekaan, keadilan dan kedamaian
di dunia.”
Menurut pandangan ini semua orang termasuk penyandang disabilitas
memiliki hak dan kebebasan yang setara, prinsip kesetaraan dan tanpa
diskriminasi ini merupakan tumpuan seluruh hak yang dinyatakan dalam
deklarasi universal. Hak ini meliputi:

18
 Hak untuk hidup
 Hak untuk memperoleh kewarganegaraan
 Hak untuk memiliki harta milik
 Hak untuk menikah dan berkeluarga
 Hak untuk tidak terganggu privasinya
 Perlindungan hukum
 Kesetaraan di depan hukum
 Kebebasan dari kekerasan/penganiayaan
 Kebebasan berpikir, berkesadaran dan beragama
 Kebebasan berpendapat dan berekspresi
 Kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai
 Hak untuk memperoleh proses peradilan oleh pengadilan yang
independen dan tidak memihak
 Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan di negaranya
 Hak untuk memperoleh jaminan sosial
 Hak untuk bekerja
 Hak untuk memperoleh hari libur
 Hak untuk memperoleh pangan, sandang, papan dan perawatan kesehatan
yang layak
 Hak untuk memperoleh pendidikan
 Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya di dalam masyarakat
 Hak untuk memperoleh pemulihan efektif apabila hak-haknya dilanggar.
 Hak-hak ini merupakandasar dari kerangka kerja yang lebih rinci dari
tujuh kesepakatan PBB mengenai HAM dan konvensi hak-hak asasi
penyandang disabilitas.

Masyarakat penyandang disabilitas global telah berusaha untuk


memerangi pandangan terhadap isu disabilitas atau penyandang disabilitas

19
sebagai objek kegiatan amal atau orang sakit yang membutuhkan
kesembuhan. Mereka juga berusaha untuk mendefinisi ulang penyandang
disabilitas sebagai anggota penuh dan setara dari masyarakat, yang memiliki
kontribusi penting dalam keluarga dan masyarakatnya. “All human rights are
closely interrelated and interdependent and affect one another”, artinya
bahwa hak setiap orang memiliki hubungan dan kemandirian dan mempunyai
keterhubungan antara satu dan yang lain.

Pemikiran yang telah berubah ini menekankan bahwa kesempatan


penyandang disabilitas dalam mencapai potensi penuh mereka bukan
terhalang oleh kelemahan atau kekurangan mereka namun oleh perilaku tidak
sehat dan tidak mendukung dari masyarakat serta hambatan-hambatan sosial
yang lain bagi keterlibatan para penyandang disabilitas. Pemikiran semacam
ini sering disebut sebagai “model sosial” atas disabilitas, pemikiran ini
berfokus pada mengkaji pembatasan yang diberlakukan masyarakat terhadap
penyandang disabilitas. Penghilangan pembatasan yang diciptakan oleh
lingkungan eksternal ini menuntut pelengkapan “model sosial” dengan
pendekatan berbasis HAM yang :

1) Mengakui penyandang disabilitas sebagai pemilik hak yang dapat dan


seharusnya dapat menentukan jalan hidup mereka sendiri, yang sama
luasnya sebagaimana anggota masyarakat yang lain
2) Menunjukkan pembatasanpembatasan yang dipaksakan oleh lingkungan
sosial dan fisik sebagai pelanggaran terhadap hak asasi penyandang
disabilitas
3) Mendorong hak asasi penyandang disabilitas untuk hidup secara mandiri
sebagai individu yang otonom, dengan akses terhadap saranasarana yang
mereka butuhkan dalam mengambil keputusan berkaitan dengan hidup
mereka sendiri. Di dalam CRPD penyandang disabilitas berhubungan erat
dengan HAM yang berarti mengkaitkan masalah disabilitas dengan

20
seluruh cakupan hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Artinya,
dengan membicarakan masalah disabilitas maka erat hubngannya dengan
menggunakan bahasa HAM.

Dengan demikian hak penyandang disabilitas termasuk hak yang dapat


ditegakkan secara hukum, demikian juga karena seluruh HAM itu saling
berkaitan maka suatu pendekatan berbasis HAM juga akan menuntut untuk
memikirkan hak-hak lain manakah yang penting, misalnya untuk dapat
menikmati hak akan pendidikan dan fasilitas yang layak bagi penyandang
disabilitas

21
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyandang disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir,
emosi, dan perilaku yang disebabkan gangguan psikologis atau hambatan
dalam interaksi sosial. Pada umumnya, berinteraksi dengan orang yang
mengalami disabilitas mental ini dianggap sebagai yang tersulit dibanding
interaksi dengan penyandang disabilitas jenis lainnya.
Penyandang disabilitas mental adalah ODMK atau Orang Dengan
Gangguan Jiwa yang dalam jangka waktu lama mengalami hambatan dalam
interaksi dan partisipasi di masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang
lainnya.
Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK
adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan
perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami
gangguan jiwa.
Hal tersebut tidak mungkin terus menerus di biarkan,di perlukan sikap
dan pendekatan yang baik kepada penderita disabilitas agar merubah pola
pikir mereka dan lebih memahami diri mereka bahwa diri mereka dapat
bermanfaat untuk orang lain dan dapat melakukan aktivitas kehidupan
layaknya manusia normal pada umumnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://www.rendomlistss.com/team-generator

hhtps://mediadisabilitas.org/uraian/ind/disabilitas-mental#;-
:text=penyandang%20disabilitas%20mental%20adalah%200DMK,berdasarkan%20k
esetaraan%20dengan%20yang%20lainnya

https://dosenpsikologi.com/klasifikasi-gangguan-mental

https://dosenpsikologi.com/care-berkomunikasi-dengan-penyandang-disabilitas

https://bisamandiri.com/blog/2015/01/macam-macamdisabilitas-atau-gangguan-
fungsi/

https://herlambangperdana.files.wordpress.com/20008/06

https://www.replacecampaign.org/resources/introduction-to-the-rights-
basedapproach.pdf

https://www.rexona.com/id/gerak-tak-terbatas/saling-memahami--ini-etika-
berinteraksi-dengan-penyandang-disabi.html

23

Anda mungkin juga menyukai