Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PSIKOLOGI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

DI SUSUN OLEH

Kelompok 1 : 1. Irma Irmayanti

2. Poppy Marta Leni

3. Yeni

4. Ellen Selviyana

Dosen Pembimbing : Eka Afrika, SST.,M.Kes

PROGRAM STUDI KEBIDANAN KHUSUS

UNIVERSITAS KADER BANGSA

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................

Daftar Isi......................................................................................................................

Bab I Pendahuluan....................................................................................................

1. Latar Belakang....................................................................................................

2. Rumusan Masalah................................................................................................

3. Tujuan..................................................................................................................

4. Manfaat................................................................................................................

Bab II Pembahasan......................................................................................................

1. Psikologi Pada Masa Reproduksi...........................................................................


2. Kesehatan Mental Pada Perinatal...........................................................................
3. Pencegahan dan Penanganan Trauma...................................................................

Bab III Penutup................................................................................................................

A. Kesimpulan..............................................................................................................

B. Saran........................................................................................................................

Daftar Pustaka...............................................................................................................
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan petunjuknya sehingga makalah “PSIKOLOGI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN” dapat
diselesaikan sebagai mana mestinya meskipun dalam bentuk yang sederhana dan masih terdapat
kekurangan yang masih memerlukan perbaikan seperlunya.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian makalah ini tidak dapat kami selesaikan
tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu patutlah kiranya kami
sampaikan rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.

Untuk itu semoga makalah yang Kami buat ini dapat bermanfaat untuk kita semua penggunanya.

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Secara etimologis, yang diambil dari bahasa yunani, kata psikologi berasal dari
kata psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu atau ilmu pengetahuan oleh
karena itu, psikologi dapat juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau
secara singkat disinonimkan dengan istilah ilmu jiwa, namun objek kajiannnya lebih di
tekankan kepada gejala-gejala kejiwaan yang muncul dalam tingkah laku manusia. Sebagai
suatu ilmu, psikologi merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan atau
penelitian ilmiah dimana penelitian tersebut dilaksanakan secara terencana, sistematis,
terkontrol, dan berdasarkan data empiris.
Oleh karena itu, disamping data tersebut di peroleh secara sistematis. Selain ciri
tersebut, psikologi juga mempunyai ciri atau sifat seperti ilmu-ilmu yang lain seperti:
mempunyai objek tertentu, metode pendekatan atau penelitian tertentu, mempunyai
riwayat atau sejarah tertentu, sistematika yang teratur sebagai hasil pendekatan terhadap
objeknya. Menurut Wundt (dalam Devidoff,1981), psikologi merupakan ilmu tentang
kesadaran manusia (the science of human conciussness). Menurut Azhari (2004), psikologi
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari penghayata dan tingkah laku manusia
yang normal, dewasa dan berbudaya.
Menurut Kartini Kartono (2004), psikologi merapakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, dimana individu tersebut tidak
dapat dilepaskan dari lingkungannya. Menurut Woodworth dan Marquis (1957 dalam
Sobur 2003), psikologi merupakan ilmu tentang aktivitas-aktivitas individu ( the science
the activities of the individual).
Berdasarkan pengertian pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa psikologi
merupakan suatu ilmu penegtahuan yang mempelajari prilaku manusia baik yang disadari
maupun yang tidak di sadari. Kehamilan adalah suatu proses fiologis pada seorang wanita
sangatlah penting bagi bidan untuk memahami perubahan perubahan anatomi tubuh wanita
hamil khususnya organ-organ reproduksi wanita, tanda dan gejala kehamilan serta
perubahan psikoligis yang menyertainya. Memahami perubahan-perubahan ini
memungkinkan bidan dapat memberikan konseling dan membantu ibu yang sedang
mengalami perubahan-perubahan ini, serta menginterprestasikan hasil laboratorium
dengan benar, dengan demikian bidan dapat memberikan asuhan yang sesuai.
Terdapat beberapa peristiwa prinsip pada terjadinya kehamilan dan peristiwa- peristiwa
tersebut merupakan rantai-rantai yang berkesinambungan dari adanya proses kehamilan (
psiologi kehamilan), yaitu: terjadinya pembuahan (fertilisasi), pembelahan sel (zigot),
nidasi/ implantasi zigot dan embrio, kehamilan juga di pengaruhi oleh beberapa hormone.
Oleh sebab itu bidan harus mampu mengetahui bagaimana cara mengahadapi pasien
dengan berbagai gangguan pada masa reproduksinya.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan psikologi pada masa reproduksi?
b. Apa yang dimaksud dengan mental pada perinatal?
c. Bagaimana cara pencegahan dan penanganan trauma?

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui Psikologi Pada Masa Reproduksi
b. Untuk mengetahui Mental Pada Perinatal
c. Untuk mengetahui Penegahan dan Penanganan Trauma

4. Manfaat
a. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi mahasiswa dalam
menangani psikologi dalam praktik kebidanan
b. Makalah ini diharapkan mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan serta menjadi
salah satu bacaan yang bermanfaat.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Psikologi Pada Masa Reproduksi


a) Psikologi dan Komunikasi Ibu dan Bayi
1) Psikologi Ibu dan Bayi
➢ Psikologi Ibu
a. Fase taking in (Fase menerima)
Dalam 1-2 hari pertama ibu perlu diperhatikan mendapat
perlindungan dan perawatan yang baik, demikian juga kasih sayang.
Disebutkan juga fase dependen dalam 1-2 hari pertama persalinan karena
pada waktu ini ibu menunjukan kebahagiaan atau kegembiraan yang
sangat dalam menceritakan pengalaman melahirkannya. Ibu akan lebih
sensitive dan cenderung pasif terhadap lingkungannya karena kelelahan.
Kondisi ini perlu dipahami dengan cara menjaga komunikasi yang baik.
Pemenuhan nutrisi yang baik perlu diperhatikan pada fase ini karena ibu
akan mengalami nafsu makan yang meningkat.
b. Taking Hold Phase(Perilaku dependen-independen)
Pada fase ini terdapat kebutuhan secara bergantian untuk mendapat
perhatian dalam bentuk perawatan serta penerimaan dari orang lain, dan
melakukan segala sesuatu secara mandiri. Fase ini berlangsung salama 3-
10 hari. Ibu sudah mulai menunjukan kepuasan yang terfokus kepada
bayinya, mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya, terbuka
menerima perawatan dan pendidikan kesehatan bagi dirinya serta
bayinya, juga mudah didorong untuk melakukan perawatan terhadap
bayinya. Ibu akan memberikan respon dengan penuh semangat untuk
memperoleh kesempatan belajar dan berlatih bagaimana merawat
bayinya, dan timbul keinginan untuk merawat bayinya sendiri.
c. Letting Go Phase(Perilaku Interdependen)
Fase ini merupakan fase yang dapat menerima tanggung jawab
sebagai ibu, biasanya dimulai pada hari kesepuluh postpartum. Ibu sudah
menyesuaikan diri terhadap ketergantungan bayinya, adanya peningkatan
keinginan untuk merawat bayi dan dirinya dengan baik, serta terjadi
penyesuaian hubungan keluarga dalam mengobservasi bayinya.
Hubungan dengan pasangan juga memerlukan penyesuaian dengan
kehadiran bayi sebagai anggota keluarga baru.

➢ Psikologi Bayi
1. Pada usia bayi akan menangis, dilakukan dengan penuh semangat
disertai ekspresi dari seluruh tubuh
2. Tertawa/tersenyum merupakan indikator dari rasa senang
3. Pada masa bayi mulai muncul rasa takut terhadap sesuatu yang asing
atau tidak menyenangkan, misalnya takut terhadap orang yang baru
bertemu, takut jatuh, takut mendengar suara dentuman yang keras
4. Kecemasan juga mulai muncul pada masa bayi, ini terutama kalau bayi
harus menghadapisituasi baru atau memenuhi tuntutan orang tua,
misalnya cemas karena penyampaiandan toilet training.
2) Komunikasi Ibu dan Bayi
a. Menyentuh : dengan menyusui, memeluk, membuai, mengusap tubuh dengan
lembut.
b. Kontak mata :
➢ Dilakukan teru-menerus face to face posisi wajah ibu dan bayi sejajar ± 8
inci
➢ Di amerika kontak mata memiliki efek dalam perkembangan dari
hubungan kepercayaan dan faktor penting dalam hubungan manusia
dengan segala usia
c. Suara : respon bayi terhadap suara yang didengarnya
d. Bau : ciri khas antar ibu dan bayi
e. Penyerapan : Umpan balik yang positif antara orang tua dan bayi untuk
komunikasi.
b) Adaptasi menjadi Orang Tua
a. Fase Taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu fokus perhatian ibu terutama
pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang
diceritakannya. Hal ini membuat cenderung ibu menjadi pasif terhadap
lingkungannya
b. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan
karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri
c. Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan
diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat

c) Bonding Attahment and Bonding Attunemnt


1. Bonding Attahment
Bounding Attachment adalah suatu proses sebagai hasil interaksi yang terus
menerus antara bayi dan orang tua yang bersifat saling mencintai, memberikan
keduanya pemenuhan emosional dan saling membutuhkan. Bounding Attachment
atau ikatan batin antara bayi dan orang tuanya berkaitan erat dengan pertumbuhan
psikologi sehat dan tumbuh kembang bayi.
Bounding Attachmant adalah sentuhan awal / kontak kulit antara ibu dan
bayi pada menit-menit pertama sampai beberapa jam setelah kelahiran bayi. Dalam
hal ini, kontak ibu dan ayah akan menentukan tumbuh kembang anak menjadi
optimal. Pada proses ini, terjadi penggabungan berdasarkan cinta dan penerimaan
yang tulus dari orang tua terhadap anaknya dan memberikan dukungan asuhan
dalam perawatannya. Kebutuhan untuk menyentuh dan disentuh adalah kunci dari
insting primata. Bayi mempelajari lingkungan dengan membedakan sentuhan dan
pengalaman antara benda yang lembut dan yang keras, sama halnya dengan
membedakan suhu panas dan dingin.
2. Bonding Attunemnt
Bonding Attunement adalah sinkronisasi sempurna di mana anak akan
menangis dan ibu akan tahu persis mengapa. Mengadopsi anak adalah pengalaman
yang sangat berharga bagi banyak orang tua terlepas dari apakah mereka memiliki
anak kandung sendiri atau tidak. Namun, seperti kebanyakan hal, hal itu tidak
datang tanpa kekhawatiran. Salah satu kekhawatiran terbesar yang dapat dimiliki
orang tua adalah apakah mereka akan dapat terikat dengan anak angkat mereka.
Ikatan atau keterikatan mengacu pada hubungan emosional atau kekuatan
hubungan antara satu orang dengan orang lain. Dalam istilah parenting, bonding
merupakan hubungan yang berkembang antara orang tua dan anaknya. Ikatan
sangat penting untuk perkembangan otak bayi yang sehat selama dua tahun
pertama kehidupan mereka. Cara ini paling berhasil bila ada komunikasi dan
kontak terus-menerus antara ibu atau pemberi perawatan primer dan bayi. Dalam
banyak kasus, ikatan paling mudah dilakukan saat anak diadopsi saat masih bayi.

2. Kesehatan Mental Pada Perinatal


a) Definisi Kesehatan Mental Pada Perinatal
Kesehatan mental perinatal merupakan dimana ibu dan bayi sehat dimulai pada saat
umur gestasi 22 minggu lengkap (154 hari) sampai 7 (tujuh) hari setelah dilahirkan.
Periode perinatal ini merupakan periode yang sangat penting dan mempunyai
pengaruh yang besar bagi periode selanjutnya. Masa perinatal adalah rangkaian dari
dua masa yang sangat berbeda bagi bayi, yaitu masa sebelum lahir hingga sesudah
lahir.

b) Perubahan Normal Emosi Selama Kehamilan, Persalinan dan Nifas


1. Perubahan Normal Emosi Selama Kehamilan
Perubahan emosi pada ibu hamil yang tidak stabil umumnya muncul pada
usia kehamilan 6-10 minggu pertama. Gejalanya seperti mudah marah, mencari
perhatian orang terdekat. Kemudian kondisi ini akan membaik
menjelang trimester kedua dan muncul lagi pada saat menjelang persalinan.
2. Perubahan Normal Emosi Selama Persalinan
Ibu mengalami perubahan emosi langsung sejak melahirkan hingga kurun
waktu dua minggu. Gejalanya seperti mood swings, mudah menangis ataupun
marah dalam kondisi normal hal itu akan hilang dengan sendirinya.

3. Perubahan Normal Emosi Selama Nifas


Setelah melahirkan, kadar hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh
ibu nifas akan menurun drastis. Penurunan hormon inilah yang memicu
terjadinya perubahan suasana hati dan kondisi emosional yang tidak stabil
gejalanya seperti mudah marah, sedih. Dalam kondisi normal emosi itu akan
hilang dengan sendirinya.

c) Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Emosi Selama Kehamilan, Persalinan dan


Nifas
1. Faktor pada Kehamilan
Faktor penyebab perubahan emosi yang dialami oleh ibu hamil bisa
bermacam-macam, salah satunya karena peningkatan kadar hormon
progesteron dan estrogen. Hal tersebut dapat memengaruhi kondisi kimiawi pada
bagian otak yang mengatur mood atau suasana hati. Selain itu, kondisi emosi yang
tidak stabil pada ibu hamil muda juga dapat disebabkan oleh perubahan
metabolisme, stres, kelelahan, ataupun kondisi lain yang dialami oleh tubuh saat
hamil.
Meski kehamilan merupakan kabar yang menggembirakan, namun beragam
kondisi yang dialami ibu hamil seperti mual dan muntah, tentu tidaklah ringan. Hal
ini juga yang dapat membuat ibu hamil mudah sekali khawatir mengenai kondisi
kesehatan bayi dan dirinya. Ada pula ibu hamil yang merasa takut disebut calon
ibu yang buruk, jika mereka mengungkapkan emosi negatif.
2. Faktor pada Persalinan
Emosi dapat berubah tergantung dari keadaan yang dihadapi oleh
seseorang disebabkan oleh perubahan hormon. Hal ini juga berlaku bagi Ibu
yang akan menjalani proses melahirkan. Seiring persiapan kelahiran, kondisi
emosional seorang wanita akan dengan cepat berubah. Pada umumnya mereka
akan berubah menjadi panik, cemas, ketakutan, dan merasa tertekan. Hal ini
dianggap wajar, namun apabila ibu tidak dapat mengontrol emosi mereka
dengan baik maka dikhawatirkan akan mempengaruhi kondisi janin.
Apabila Ibu sebentar lagi akan melahirkan, maka sebaiknya Ibu tetap
bersikap tenang. Ketenangan Ibu dalam menghadapi proses kelahiran akan
sangat dibutuhkan. Mungkin bagi Ibu yang telah melahirkan lebih dari satu kali,
proses kelahiran akan menjadi lebih rileks karena telah merasakan bagaimana
rasanya melahirkan.
3. Faktor pada ibu nifas
Setelah melahirkan, kadar hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh
istrimu akan menurun drastis. Penurunan hormon inilah yang memicu terjadinya
perubahan suasana hati dan kondisi emosional yang tidak stabil.
d) Tantangan Kesehatan Mental Dalam Periode Kehamilan, Persalinan dan Nifas
1. Tantangan Periode Kehamilan
Depresi dan kecemasan memiliki resiko tertinggi untuk ibu hamil yang dapat
menyebabkan dilakukannya aborsi dan bunuh diri. Menunjukkan prevalensi
gangguan kecemasan
2. Tantangan Periode Persalianan
Kecemasan menghadapi persalinan dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal terdiri dari pengetahuan, tahap perkembangan, respon
koping, usia, status kesehatan dan fisik, tingkat pendidikan, dan pengalaman masa
lalu. Faktor eksternal terdiri dari dukungan sosial dan lingkungan serta nilai budaya
dan spiritual.
3. Tantangan Periode Nifas
Depresi yang biasa terjadi pada enam minggu pertama setelah melahirkan
ini berbeda dengan baby blues yang umumnya dapat mereda dalam hitungan hari
atau minggu. Jika tidak ditangani dengan baik, depresi pascamelahirkan dapat
berlangsung dalam jangka panjang dengan akibat yang tidak kalah berbahaya
dibandingkan bentuk depresi serius lainnya. Gangguan psikologis ini bisa dialami
oleh ibu yang baru melahirkan normal maupun setelah operasi caesar.

e) Peran Bidan Dalam Mempromosikan Kesehatan Mental yang Baik/Positif pada


Perempuan Dalam Masa Reproduksi
a. Peran Sebagai Advokator
Advokasi adalah suatu pendekatan kepada seseorang/ badan organisasi yang
mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau kelancaran suatu
kegiatan.
b. Peran sebagai Edukator
Memberikan pendidikan kesehatan dan konseling dalam asuhan dan pelayanan
kebidanandi setiap tatanan pelayanan kesehatan agar mereka mampu memelihara
dan meningkatkankesehatan mereka.
c. Peran Sebagai Fasilitator
Bidan mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan, mengkondisikan iklim
kelompokang harmonis, serta menfasilitasi terjadinya proses saling belajar dalam
kelompok.
d. Peran Sebagai Motivator
Upaya yang di lakukan bidan sebagai pendamping adalah menyadarkan dan
mendorong kelompok untuk mengenali potensi dan masalah, dan dapat
mengembangkan potensinyauntuk memecahkan masalah itu.

f) Kebijakan Asuhan Pada Perempuan Dengan Gangguan Kesehatan Mental Baik


Lokal, Nasional dan Internasional
a. Kebijakan Pemerintah terhadap Kesehatan Jiwa
Sebagai langkah awal untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa, pemerintah
telah melakukan membuat kebijakan yang dijadikan sebagai landasan utama
mengenai aturan kesehatan jiwa.
b. Program Promotif dan Preventif
Pelayanan ini didirikan atas latar belakang banyaknya keluhan perempuan
yang datang dengan keluhan fisik seperti sakit perut berulang, sakit kepala, migrain,
dan sebagainya. Namun, setelah dianalisis oleh dokter hal tersebut berkaitan
dengan dengan kondisi psikis dan stres yang dialami.
c. Upaya Kuratif dan Rehabilitatif
Upaya kuratif merupakan kegiatan pemberian pelayan kesehatan terhadap
orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang mencakup proses diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat sehingga ODGJ dapat berfungsi kembali secara wajar
di lingkungan keluarga, lembaga, dan masyarakat. Sedangkan upaya rehabilitatif
merupakan kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan jiwa yang
ditujukan untuk mencegah atau mengendalikan disabilitas, memulihkan fungsi
sosial, memulihkan fungsi operasional, serta mempersiapkan dan memberi
kemampuan ODGJ agar mandiri di masyarakat.

g) Hal-hal Berisiko Mempengaruhi Kesehatan Mental : Kekerasan Terhadap


Perempuan, Pengawasan Terhadap Perempuan, Penyalagunaan Obat dan
Kelemahan-kelemahan, Kabar Duka
a. Kekerasan terhadap perempuan
Angka kekerasan terhadap perempuan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dalam kurun waktu 12 tahun kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 792
persen. Angka kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena gunung
es, artinya ada banyak kasus kekerasan seksual yang tidak terungkap dan tidak
dilaporkan oleh korban. Meskipun telah banyak laporan kasus kekerasan terhadap
perempuan dan pencapaian keadilan atas kasus yang dilaporkan belum maksimal.
b. Pengawasan Terhadap perempuan
Pelayanan publik secara umum diamanatkan oleh UU Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik yang mengamanatkan organisasi penyelenggara
termasuk yang berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik untuk
perempuan agar dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum.
Selanjutnya dijelaskan pula dalam Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013
tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik yang mengamanatkan bahwa
masyarakat berhak menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara Negara
layanan secara cepat, tepat, tertib, tuntas, dan dapat dipertanggungjawabkan.
c. Penyalagunaan Obat dan Kelemahan-kelemahan
Berdasarkan data yang diunggah dilaman milik Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia di tahun
2016, prevalensi warga negara Indonesia yang terlibat penyalahgunaan narkoba
tahun 2010 diperkirakan sebesar 12%. Atau berjumlah sekitar 30 juta jiwa yang
terlibat penyalahgunaan dan peredaran narkoba di Indonesia, dimana angka ini
terlibat juga wanita. Hal ini menggambarkan bahwa wanita sangatlah rawan terjerat
dalam kasus penyalahgunaan narkoba, padahal penggunaan narkoba pada wanita
bukanlah tanpa risiko. Mengutip dari laman National Institutes on Drug Abuse,
wanita yang menggunakan obat-obatan dapat memiliki berbagai masalah
kesehatan, seperti masalah hormon, siklus menstruasi, kesuburan, kehamilan,
menyusui, dan menopause.
d. Kabar Duka
Dalam kurun 12 tahun terakhir, hampir setengah juta jiwa atau tepatnya
400.939 perempuan di Indonesia jadi korban kekerasan. Dari jumlah tersebut,
93.960 perempuan mengalami kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pelecehan
seksual hingga tindak asusila lain. Ini menunjukan pola kejahatan yang berulang.
Dan posisi perempuan menjadi target dalam masyarakat untuk menundukkan
komunitas seperti dalam daerah konflik.

h) Komunikasi Dengan Perempuan Dengan Disabilitas (Fisik dan Mental)


1. Sapa dan bicara secara langsung dengan kontak mata. Hindari berbicara satu
arah melalui orang lain, baik melalui penerjemah atau pendamping
2. Fokus kepada penyandang disabilitas yang diajak bicara, bukan pada
kondisinya.
3. Bicara dengan jelas, mudah dipahami, dan tetap santun.

4. Bahasa tubuh yang ramah. Contohnya usahakan bicara dalam posisi sejajar
dan jangan dengan sengaja membelakanginya.
5. Jangan membuat penyandang disabilitas sebagai orang yang aneh.
6. Kenalilah kebutuhan spesifik penyandang disabilitas, misalnya disabilitas
fisik membutuhkan kursi roda.
7. Jika merasa penyandang disabilitas yang datang membutuhkan bantuan,
jangan ragu untuk menanyakan apakah dia butuh bantuan. Kemudian
tanyakan bagaimana cara penyandang disabilitas ingin dibantu.
8. Kursi roda, tongkat, alat bantu dengar, tangan palsu, kaki palsu, dan alat
bantu lainnya merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Jadi, jangan
menyentuh, memindahkan, atau melakukan sesuatu pada alat bantu tadi
tanpa persetujuan.
9. Tidak memberikan pertanyaan yang berulang-ulang

i) Masalah Kesehatan Maternal


a. Anemia
Anemia terjadi ketika jumlah sel darah merah berada di bawah normal.
Mengobati penyebab anemia akan membantu memulihkan jumlah sel darah merah
yang sehat. Ibu hamil dengan anemia biasanya akan merasa lelah dan lemah. Ini
dapat dibantu dengan mengonsumsi suplemen zat besi dan asam folat. Dokter akan
merekomendasikan suplemen dan pola makan untuk memulihkan kondisi tubuh.
b. Kondisi Kesehatan Mental
Beberapa ibu hamil mengalami depresi selama atau setelah kehamilan. Gejala
depresi, meliputi:
i. Suasana hati yang rendah atau sedih
ii. Kehilangan minat pada aktivitas yang menyenangkan
iii. Perubahan nafsu makan, tidur, dan energi
iv. Masalah dalam berpikir, berkonsentrasi, dan membuat keputusan
v. Perasaan tidak berharga, malu, ataupun bersalah
vi. Pikiran bahwa hidup ini tidak layak dijalani.
c. Preeklampsia
Ciri khas komplikasi kehamilan ini adalah tekanan darah tinggi dan
kerusakan organ-organ tertentu yang seringkali ginjal. Preeklamsia biasanya
dimulai setelah 20 minggu kehamilan pada wanita yang memiliki tekanan darah
normal sampai saat itu. Jika dibiarkan tidak diobati, itu dapat menyebabkan
komplikasi serius bagi ibu dan bayi, termasuk kurangnya aliran darah yang tepat ke
plasenta dan risiko penyakit jantung yang lebih tinggi. Gejala preeklampsia yang
umum adalah pembengkakan pada tangan dan kaki, yang sayangnya dapat juga
terjadi selama kehamilan yang sehat. Lainnya termasuk sesak napas, sakit kepala,
dan volume air urine yang keluar kurang dari biasanya.
d. Diabetes
Ibu hamil rentan mengidap diabetes gestasional yang biasanya hilang
setelah melahirkan. Mengembangkan diabetes gestasional akan menempatkan ibu
hamil terkena diabetes tipe 2. Ibu hamil dengan diabetes gestasional perlu
melakukan diet ketat untuk mengelola penyakit selama kehamilan dan pasca
kehamilan untuk mengetahui tanda-tanda diabetes tipe 2.
e. Hipertensi
Tekanan darah tinggi kronis yang tidak terkontrol dengan baik sebelum dan
selama kehamilan membuat ibu hamil dan bayinya berisiko mengalami masalah.
Hal ini terkait dengan peningkatan risiko komplikasi ibu seperti preeklampsia
eksternal, solusio plasenta (ketika plasenta terpisah dari dinding rahim), dan
diabetes gestasional.

j) Kesehatan Mental Perinatal


Masalah emosi selama prapersalinan dan pascapersalinan akan memengaruhi
kondisi kejiwaan, fungsi sehari-hari, performa kerja, hubungan perkawinan ibu dan
perkembangan bayi. Selama kehamilan, ibu yang menderita depresi dapat mempunyai
risiko keguguran dan persalinan prematur yang lebih tinggi. Penemuan riset
menunjukkan bahwa apabila ibu mempunyai gejala depresi atau kegelisahan selama
kehamilannya, mereka akan berisiko jauh lebih tinggi mengalami depresi
pascapersalinan dan bayi mereka menunjukkan lebih banyak kesulitan dalam
pengaturan emosi dan kontrol perilaku.
Setelah persalinan, karena perubahan hormon, perubahan peran, tantagan dalam
merawat bayi dan masalah keluarga, ibu dapat berisiko lebih tinggi menderita
gangguan keadaan emosi. Depresi pascapersalinan dapat memengaruhi kemampuan
ibu dalam merawat bayinya dan berdampak pada kesehatan fisik, perkembangan
kognitif serta perkembangan emosi dan perilaku bayi. Pasangan ibu yang mengalami
depresi pasapersalinan juga berisiko lebih tinggi menderita gangguan emosional.
Dengan demikian, memelihara kesehatan jiwa ibu mulai dari periode prapersalinan
hingga pascapersalinan adalah sangat penting.

k) Depresi dan Kecemasan Perinatal


Depresi dan kecemasan perinatal adalah suasana perasaan sedih dan cemas yang
menetap pada diri seseorang sehingga dapat mempengaruhi perilaku dan persepsi
seseorang. Depresi dan kecemasan terjadi karena adanya perubahan antara norepinefrin
dan serotonin yang merupakan bagian dari neurotransmitter. Keadaan depresi dapat
mengakibatkan tubuh seseorang tidak dapat memproduksi hormon adrenalin, sehingga
tubuh kurang siap dalam mempertahankan diri.
Gejalanya :
a. Kehilangan minat dan kegembiraan
b. Konsentrasi dan perhatian berkurang
c. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
d. Pandangan masa depan suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri

l) Clinical Resources For Profesional


Adalah konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah
yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan, standar asuhan
keperawatan, dan standar pelayanan tenaga kesehatan lainnya, yang berbasis bukti
dengan hasil yang dapat diukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit
clinical pathway merupakan rencana multidisiplin yang memerlukan praktik kolaborasi
dengan pendekatan tim, melalui kegiatan day to day, berfokus pada pasien dengan
kegiatan yang sistematik memasukkan standar outcome.
Contohnya :
1. Akuntabilitas – bertanggung jawab atas tindakan mereka
2. Kerahasiaan – dapat menjaga kerahasiaan semua informasi penting
3. Kejujuran – memiliki karakter yang jujur
4. Integritas – memiliki prinsip moral yang kuat
5. Taat hukum – mengikuti semua hukum yang mengatur di yurisdiksi tempat mereka
melakukan aktivitas
6. Loyalitas – memiliki komitmen yang kuat pada profesinya
7. Objektivitas – tidak terpengaruh atau dipengaruhi oleh bias
8. Transparansi – mengungkapkan semua informasi yang relevan dan tidak
menyembunyikan apapun sesuai dengan porsinya

m) Masalah Kesehatan Pada Perinatal, Pencegahan dan Penanganannya


1. Masalah Kesehatan Pada Perinatal
Kematian perinatal digunakan sebagai salah satu indikator dari kualitas
kesehatan selama periode antenatal dan intranatal.Kematian perinatal merupakan
kematian bayi yang lahir pada usia kehamilan 22 minggu sampai dengan kurang 7
hari setelah kelahiran,2 hal ini dikaitkan dengan penyebab kematian bayi yang
berhubungan dengan peristiwa obstetri seperti lahir mati dan kematian bayi pada
minggu pertama kehidupannya.
2. Pencegahan
➢ faktor tenaga kesehatan
a. Memilih tenaga kesehatan yang profesional
b. Perlengkapan alat kesehatan yang sesuai standar
➢ faktor pasien
a. Melakukan kunjungan ANC secara teratur
b. Melakukan kunjungan BBL secara teratur
c. Ibu Mematuhi anjuran yang diberikan tenaga kesehatan
➢ faktor transportasi/rujukan
a. Transfortasi sesuai standar
➢ faktor administrasi
a. Peningkatan informasi kepada pasien sesuai standar
b. Persiapan dokumen-dokumen secara lengkap

3. Penanganan
Penanganan kasus perinatal harus dilakukan dalam ruang perawatan khusus yang
terdiri dari tiga level, berdasarkan derajat kesakitan, risiko masalah dan kebutuhan
pengawasannya.
a. Level pertama adalah untuk bayi risiko rendah, dengan kata lain bayi
normal yang sering digunakan istilah rawat gabung ( perawatan bersama
ibu)
b. Level II untuk bayi risiko tinggi tetapi pengawasan belum perlu
intensif. Pada level ini bayi diawasi oleh perawat 24 jam, akan tetapi
perbandingan perawat dan bayi tidak perlu 1-1.
c. Level III, pengawasan yang dilakukan benar-benar ekstra ketat. Satu orang
perawat yang bertugas hanya boleh menangani satu pasien selama 24 jam
penuh. Pada ketiga level peran dokter boleh dibagi, artinya 1 orang dokter
pada ketiga level, akan tetapi dengan ketrampilan dan pengetahuan khusus
mengenai masalah gawat darurat pada perinatal.

n) Manajemen Pada Resiko Bunuh Diri dan Kekerasan Oleh Pasangan


1. Bila risiko tinggi, maka pasien masuk ke UPIP,resiko sedang ke ruang Acut,
sedangkan bila hasil penilaian risiko rendah maka pasien masuk ke ruang rawat
inap sesuai kelas nya.
2. Monitoring risiko bunuh diri di ruangan dilakukan oleh perawat bangsal
Bila risiko tinggi, monitoring dilakukan setiap jam
a. Bila risiko sedang, monitoring dilakukan setiap 2 jam
b. Bila risiko rendah, monitoring dilakukan setiap 8 jam
c. DPJP melakukan asesmen ulang saat visite pasien, bila hasil asesmen ulang
risiko rendah maka pasien dapat dirawat di bangsal sesuai kelasnya.
d. Terapi Medikasi adekuat sesuai diagnosis
e. Psikoterapi dan konseling

o) Dukungan Pada pengasuhan dan Peran Menjadi Orang Tua


1. Orang tua memberikan kasih sayang
Anak yang sudah dapat merasakan apakah ia disayangi, diperhatikan,
diterima dan dihargai atau tidak.orang tua dapat menunjukkan kasih sayang secara
wajar sesuai umur anak. Dengan mencium atau membelai, berkata lembut, hingga
anak merasa ia memang disayang. Pencurahan kasih sayang ini harus dilakukan
konstan, tulus dan nyata sehingga anak benar-benar merasakannya.
2. Orang tua menanamkan disiplin yang membangun
Perlu memberlakukan tata tertib yang tidak berkesan serba membatasi. Hal
ini akan menjadi pedoman bagi anak hingga ia mengerti perilaku apa yang
diperbolehkan dan mana yang tidak. Juga mengenalkan anak pada disiplin. Denan
demikian ia diharapkan mampu mengendalikan diri sekaligus melatih tanggung
jawab.
3. Orang tua meluangkan waktu bagi kebersamaan
Memanfaatkan waktu bersama anak merupakan hal yang sangat penting
dalam pengasuhan anak. Dari sini akan tercipta lingkungan dan suasana yang
menunjang perkembangan. Orang tua bisa menggunakan waktu tersebut dengan
bermain bersama, berbincang-bincang, melatih keterampilan sehari-hari dan
sebagainya.
4. Orang tua mengajarkan salah-benar/baik-buruk
Hal-hal yang dapat diajarkan adalah nilai-nilai yang berlaku di lingkungan
keluarga, masyarakat sekitar dan budaya bangsa. Misalnya adat-istiadat, norma
dan nilai yang berlaku. Hal ini sangat diperlukan agar anak mudah menyesuaikan
diri dengan orang lain. Mengajarkan anak berlaku ramah dan jujur serta
melarangnya menyakiti orang lain. Selain harus terus-menerus dan konsisten,
terangkan kenapa perbuatan menyakiti tidak boleh dilakukan sedangkan sikap
ramah diperlukan. Dengan begitu anak tahu kenapa mereka dilarang berbuat
sesuatu serta dapat memeahami apa arti salah-benar dan baik-buruk.
5. Orang tua mengembangkan sikap saling mengahargai
Sikap saling menghargai dapat dicontohkan. Bila orang tua berbuat salah,
jangan segan meminta maaf. Kelak ketika anak berbuat salah, dia pun tak segan
meminta maaf. Orang tua yang menghormati anak akan merangsang anak untuk
menghargai dan menghormati orang tua maupun siapa saja.
6. Orang tua memperhatikan dan dengarkan pendapat anak
Jika anak punya pendapat, dengarkan dan berikan perhatian tanpa berusaha
untuk mempengaruhinya. Bila perlu, kemukankan pendapat dengaan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak. Hal ini akan membuat
hubungan orang tua dan anak jadi lebih akrab, hingga anak dapat menyatakan
perasaanya. Termasuk perasaan yang baik dan buruk, seperti marah dan tidak
senang, tanpa takut kehilangan kasih sayang dari orang tua.
7. Orang tua membantu mengatasi masalah anak
Anak butuh bimbingan kala menghadap masalah, namun orang tua jangan
sesekali memaksakan pendapatnya. Pahami masalah sesuai sudut pandang anak
dan berikan beberapa pendapat serta dorongan anak untuk memilih yang sesuai
dengan keadaannya.
8. Orang tua melatih anak mengatasi diri sendiri dan lingkungan
Mengajarkan anak mengenal dirinya, “Saya ini anak laki-laki” dan “Saya
adalah anak perempuan”. Lalu mengenalkan orang lain di lingkungannya, ada ibu,
bapak, kakek, nenek, paman dan lainnya. Dengan demikian semakin lama
pengenalan anak kian luas. Anak juga perlu dilatih mengenal emosi dan cara
menyalurkan emosi yang baik agar tidak menyakiti dirinya sendiri atau orang lain.
9. Orang tua mengembangkan kemandirian anak
Rangsangan inisiatif dan berikan kebebasan untuk mengembangkan diri.
Beri kesempatan mengerjakan sesuatu menurut keinginan mereka sendiri. Dengan
tidak bertentangan dengan norma masyarakat. Untuk memupuk inisiatif anak, beri
pujian pada apa yang telah berhasil dilakukan dan bukan malah mencentilnya.
10. Orang tua menerapkan nilai agama dalam kehidupan sehari-hari
Nilai-nilai agama perlu diajarkan sejak usia dini sekaligus menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Cara paling baik, beri contoh dan minta anak berlaku
sama. Misalnya berdoa sebelm melakukan kegiatan apa pun, memaafkan
kesalahan orang lain, mensyukuri nikmat yang diberikan tuhan dan lain-lain.

p) Kerja Sama dan Komunikasi Interprofesional Dalam Penanganan Masalah Mental


Dengan Memperhatikan Keselamatan Pasien
Kolaborasi tim kesehatan sangatlah penting karena masing-masing tenaga
kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan
pengalaman yang berbeda. Dalam kolaborasi tim kesehatan, mempunyai tujuan yang
sama yaitu sebuah keselamatan untuk pasien. Selain itu, kolaborasi tim kesehatan ini
dapat meningkatkan performa di berbagai aspek yang berkaitan dengan sistem
pelayanan kesehatan. Semua tenaga kesehatan dituntut untuk memiliki kualifikasi baik
pada bidangnya masingmasing sehingga dapat mengurangi faktor kesalahan manusia
dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Cara Membangun dan Mempertahankan Kolaborasi Tim Kesehatan yang Efektif
Membangun dan mempertahankan kolaborasi tim kesehatan sangat diperlukan agar
dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan optimal. Ada beberapa
cara yang bisa dilakukan untuk membangun dan mempertahankan kolaborasi tim
kesehatan yaitu
1. Pastikan semua anggota tim dapat bertemu secara berkala untuk mendiskusikan
agenda kedepan.
2. Pastikan semua tim kesehatan terlibat dalam setiap rencana.
3. Saling mengenal antar anggota tim agar dapat berkontribusi dengan baik.
4. Komunikasi harus terjalin dengan baik dan rutin dilakukan.
5. Saling percaya, mendukung, dan menghormati.
6. Melakukan evaluasi secara berkala untuk memperbaiki keadaan dimasa yang akan
datang.
7. Menghargai setiap pendapat dan kontribusi semua anggota tim

3. Pencegahan dan Penanganan Trauma


a) Definisi Trauma
Trauma adalah tekanan emosional dan psikologis padaumumnya karena kejadian
yang tidak menyenangkan atau pengalaman yang berkaitan dengan kekerasan.Kata
trauma juga bisa digunakan untuk mengacu pada kejadian yang menyebabkan stres
berlebih. Suatu kejadian dapat disebut traumatisbila kejadian tersebutmenimbulkan stres
yang ekstrem dan melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya.
Orang bisa dikatakan mempunyai Trauma adalah mereka harus mengalami suatu
stres emosional yang besar dan berlebih sehingga orang tersebut tidak bisa
mengendalikan perasaan itu sendiri yang menyebabkan munculnya trauma pada hampir
setiap orang.
Sejumlah gejala yang dapat menandakan individu dengan pengalaman traumatis.
Beberapa gejala yang umum adalah mempunyai kenangan menyakitkan yang tidak
mudah dilupakan, mimpi buruk berulang akan kejadian traumatis,dan timbulnya
kenangan akan kejadian traumatis ketika melihat hal-hal yang terkait dengan kejadian
tersebut. Dari segi kognitif, kenangan akan kejadian traumatis dapat memicu perasaan
cemas, ketakutan berlebih, dan perasaan tertekan.
b) Trauma Selama Proses Kehamilan Sampai Post Partum
Proses persalinan dapat menjadi pengalaman yang mengharukan, tetapi juga tak
jarang menimbulkan trauma. Trauma pasca melahirkan kerap dikaitkan
dengan postpartum post-traumatic stress disorder (PTSD). PTSD adalah sebuah kondisi
ketika seseorang mengalami ketakutan dan stres akibat kejadian traumatis sebelumnya,
dalam hal ini persalinan.
Trauma setelah melahirkan dapat terjadi pada siapa saja. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa hampir 30 persen wanita mengalami beberapa gejala trauma
melahirkan. Studi lainnya menunjukkan bahwa tiga hingga tujuh persen wanita
mengalami PTSD pasca melahirkan. Gejala dapat timbul segera setelah melahirkan atau
muncul beberapa waktu kemudian. Ibu yang mengalami trauma setelah kelahiran anak
pertama, biasanya akan merasa takut untuk memiliki anak kedua atau ketiga karena
terbayang akan pengalaman buruk saat persalinan sebelumnya.
c) Pencegahan Trauma
a. Identifikasi Gejala
Ibu dan seluruh keluarga perlu mengetahui dan mengidentifikasi gejala
trauma setelah melahirkan. Informasi mengenai hal tersebut dapat diperoleh
melalui konsultasi saat sebelum persalinan dan pendampingan selama persalinan
hingga pasca persalinan.
b. Konsultasi dengan Dokter Ahli Kejiwaan
Bila ibu mengalami gejala trauma, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan
ahli kejiwaan. Biasanya, dokter akan melakukan psikoterapi seperti cognitive
behavioral therapy (CBT) untuk mengurangi dan mengontrol gejala trauma setelah
kelahiran.
c. Rencanakan Kehamilan dengan Cermat
Cara menghilangkan trauma setelah melahirkan dapat dilakukan dengan
perencanaan kehamilan yang matang. Jika berencana memiliki anak kedua, ketahui
risiko yang Anda miliki, komplikasi yang mungkin terjadi, dan konsultasi dengan
dokter untuk mempertimbangkan banyak hal.

d) Penyempurnaan Trauma
1. Peningkatan kesadaran perempuan terhadap hak dan kewajibannya di dalam
hukum melalui latihan dan penyuluhan. Pendidikan sebagai sarana pemberdayaan
wanita dilakukan dalam tema yang universal.
2. Peningkatan kesadaran masyarakat betapa pentingnya usaha untuk mengatasi
terjadinya kekerasan terhadap perempuan sudah negara untuk melakukan
kerjasama penanggulangan.
3. Meningkatkan kesadaran para dalam mengatasi kekerasan terhadap masalahnya
telah bergeser menjadi masalah global.
4. Peningkatan bantuan dan konseling terhadap korban kekerasan terhadap
perempuan.
5. Peningkatan kesadaran masyarakat sistematis didukung jaringan yang mantab

BAB III
PEMBAHASAN

1. Kesimpulan
Psikologi merupakan suatu ilmu penegtahuan yang mempelajari prilaku manusia baik yang
disadari maupun yang tidak di sadari. Masalah psikologi sangat rentan terhadap seorang
wanita. Itulah penting bagi bidan untuk memahami perubahan-perubahan psikologi yang
menyertainya. Memahami perubahan-perubahan ini memungkinkan bidan dapat memberikan
konseling dan membantu ibu yang sedang mengalami perubahan-perubahan ini, serta
menginterprestasikan dalam memberikan asuhan yang sesuai.

2. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan
pelayanan kebidanan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Einarson, J. Choi, Einarson T, Koren G. Adverse Effect of Antidepressant Use In


Pregnancy : An Evaluation Of Fetal Growth and Preterm Birth. University of Toronto,
2009, p: 35-38 14.
2. Jones, NA, Field T, Fox NA, M. Davalos and C. Gomez. EEG During Different
Emotions In 10-Month-Old Infants Of Depressed Mothers. Journal of Reproductive and
Infant Psychology, 2002, p: 298-312 13 15.
3. Dawson, Geraldine, Heracles Panagiotides, Laura Grofer Kringer, and Susan Spieker.
Infants of Depressed and Nondepressed Mothers Exhibit Diferrences In Frontal Brain
Electrical Activity During Expressions Of Negative Emotions. American Psychological
Assosiaction, 2002, p: 650-656.
4. Michael R. Hulsizer and Rebecca P Cameroon. Depression Prevalence and Incidence
Among Inner-City Pregnant and Postpartum Women. American Psychological
Association, 2003, p: 445-453. 12 8.
5. Klier, Claudia M, Maria Muzik, Kanita Dervic, Nilufar Mossaheb, Thomas Benesch,
Barbara Ulm, and Maria Zeller. The Role Of Estrogen and Progesteron in Depression
After Birth. Journal of Psychiatric, 2007, p: 273-279. 9.
6. John W Crayton and William J. Walsh. Elevated Serum Copper Levels In Women With
A History of Postpartum Depression. Journal of Trace Elements in Medicine and
Biology, 2007, p: 17-21. 10. J. John Mann. The Medical Management of Depression. The
New England Journal of Medicine, 2005, p: 1819-1834. 11.
7. Kathleen Kendall-Tecket. A New Paradigm For Depression In New Mothers : The
Central Role of Inflamation and How Breastfeeding and Anti-Inflamatory Treatment
Protect Maternal Mental Health. International Breastfeeding Journal, 2007, p: 1-14. 12.

Anda mungkin juga menyukai