Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Faktor terpenting dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi dimulai pada masa
kehamilan. Pada tahun 2000, satu dari dua puluh anak meninggal sebelum mencapai usia lima
tahun dan seorang ibu meninggal akibat proses melahirkan dari setiap 325 kelahiran hidup.
Angka kematian ini dalam penelitian terutama ditunjukkan sebanding dengan tingkat depresi
akibat stress pada ibu hamil. Terjadinya gejala depresi selama periode perinatal dapat mudah
dikenali. Depresi selama kehamilan merupakan gangguan mood yang sama seperti halnya pada
depresi yang terjadi pada orang awam secara umum, dimana pada kejadian depresi akan terjadi
perubahan kimiawi pada otak. Setiap trimester pada kehamilan memiliki resiko gangguan
psikologis masing-masing. Antenatal care berperanan sangat penting bagi keselamatan ibu dan
janin, meminimalkan resiko-resiko kehamilan, dan menekan angka kematian pasca persalinan.

Kecemasan atau anxiety adalah suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya
bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi
ancaman dari perubahan dan pengalaman dari sesuatu yang baru yang belum pernah dicoba
(Kaplan & Sadock, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Seperti apakah depresi dan kecemasan ibu hamil sebelum melahirkan ?
2. Apakah resiko yang terjadi pada ibu hamil jika mengalami depresi dan kecemasan saat
sebelum melahirkan ?
3. Bagaimana cara menanggulangi masalah depresi dan kecemasan pada ibu hamil saat
sebelum melahirkan ?
4. Seperti apakah depresi dan kecemasan ibu sesudah melahirkan ?
5. Apakah resiko yang terjadi pada ibu jika mengalami depresi dan kecemasan pada masa
setelah melahirkan?
6. Bagaimana cara menanggulangi masalah depresi dan kecemasan pada ibu masa setelah
melahirkan?

C. Tujuan
1. Metehaui depresi dan kecemasan ibu hamil sebelum melahirkan.
2. Mengetahui resiko yang terjadi pada ibu hamil jika mengalami depresi dan kecemasan
pada saat sebelum.
3. Mengetahui cara menanggulangi masalah depresi dan kecemasan pada ibu saat hamil
sebelum melahirkan.
4. Mengetahui depresi dan kecemasan ibu sesudah melahirkan.
5. Mengetahui resiko yang terjadi pada ibu jika mengalami depresi dan kecemasan pada
masa setelah melahirkan.
6. Mengetahui cara menanggulangi masalah depresi dan kecemasan pada ibu masa setelah
melahirkan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Depresi dan Kecemasan pada Ibu Hamil Sebelum Melahirkan

Kehamilan merupakan waktu transisi, yakni suatu masa antara kehidupan sebelum
memiliki anak yang sekarang berada dalam kandungan dan kehidupan nanti setelah anak tersebut
lahir. Perubahan status yang radikal ini dipertimbangkan sebagai suatu krisis disertai periode
tertentu untuk menjalani proses persiapan psikologis yang secara normal sudah ada selama
kehamilan dan mengalami puncaknya pada saat bayi lahir.

Masalah kesehatan jiwa yang dialami ibu hamil merupakan masalah yang belum dapat
teratasi dengan baik di negara dengan pendapatan rendah. Prevalensi kesehatan jiwa prenatal
berkisar 10% - 15% tergantung tempat, metode penelitian dan alat ukur yang digunakan.
Masalah mental merupakan suatu penyakit umum yang sering dijumpai pada saat kehamilan.
Banyak wanita hamil yang mengalami masalah mental yang tidak terdiagnosis dan tidak terobati.
Karena kemungkinan mereka takut akan efek teratogen obat terhadap perkembangan janin yang
dikandung. Masalah jiwa yang biasanya sering terjadi yaitu masalah kecemasan, skizofrenia dan
gangguan mood (Sukandar, 2009).

Secara umum, semua emosi yang dirasakan oleh wanita hamil cukup labil. Ia dapat
memiliki reaksi yang ekstrem dan susana hatinya kerap berubah dengan cepat. Reaksi emosional
dan persepsi mengenai kehidupan juga dapat mengalami perubahan. Ia menjadi sangat sensitif
dan cenderung bereaksi berlebihan. Seorang wanita hamil akan lebih terbuka terhadap dirinya
sendiri dan suka berbagi pengalaman kepada orang lain. Ia merenungkan mimpi tidurnya, angan-
angannya, fantasinya, dan arti kata-katanya, objek, peristiwa, konsep abstrak, seperti kematian,
kehidupan, keberhasilan, dan kebahagiaan. Ia dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk fisik yang
berhubungan erat dengan masa usia subur atau mencukupkan diri dengan kehidupan atau
makanan. Selama kehamilan berlangsung, terdapat rangkaian proses psikologis khusus yang jelas,
yang terkadang tampak berkaitan erat dengan perubahan biologis yang sedang terjadi.
Sejumlah perubahan fisik dan psikologis yang terjadi selama kehamilan dapat
merangsang perkembangan masalah psikologis seperti kecemasan dan depresi. Jika tenaga
kesehatan dapat mengenali gejalanya, maka dapat dicegah dengan memasukkan pasien ke unit
antenatal untuk mempermudah manajemen depresi antenatal dan gangguan kecemasan
(Marquesim et al. 2015 ; Gourounti et al, 2015).

Peristiwa dan proses psikologis ini dapat diidentifikasi pada trimester ketiga dan
pembagian trimester ini akan digunakan pada diskusi berikut. Respons psikologis umum
terhadap kehamilan yang baru saja dibahas dan proses manapun peristiwa psikologis khusus lain
dapat lain dapat terulang lagi.

Menjelang persalinan atau pada trimester ketiga sering disebut periode penantian dengan
penuh kewaspadaan. Pada periode ini wanita mulai menyadari kehadiran bayi sebagai makhluk
yang terpisah sehingga ia menjadi tidak sabar menanti kehadiran sang bayi. Ada perasaan was-
was mengingat bayi dapat lahir kapanpun. Hal ini membuatnya berjaga-jaga sementara ia
memperhatikan dan menunggu tanda dan gejala persalinan muncul.

Trimester ketiga merupakan waktu persiapan yang aktif terlihat dalam menanti kelahiran
bayi dan menjadi orang tua sementara perhatian utama wanita terfokus pada bayi yang akan
segera dilahirkan. Pergerakan janin dan pembesaran uterus, keduanya menjadi hal yang terus
menerus mengingatkan tentang keberadaan bayi. Wanita tersebut lebih protektif terhadap
bayinya. Sebagian besar pemikiran difokuskan pada perawatan bayi. Ada banyak spekulasi
mengenai jenis kelamin dan wajah bayi itu kelak.

Sejumlah ketakutan muncul pada trimester ketiga. Wanita mungkin merasa cemas dengan
kehidupan bayi dan kehidupannya sendiri. Seperti: apakah nanti bayinya akan lahir abnormal,
terkait persalinan dan pelahiran (nyeri, kehilangan kendali, hal-hal lain yang tidak diketahui),
apakah ia akan menyadari bahwa ia akan bersalin, atau bayinya tidak mampu keluar karena
perutnya sudah luar biasa besar, atau apakah organ vitalnya akan mengalami cedera akibat
tendangan bayi.

Ia juga mengalami proses duka lain ketika ia mengantisipasi hilangnya perhatian dan hak
istimewa khusus lain selama kehamilan, perpisahan antara ia dan bayinya yang tidak dapat
dihindari, dan perasaan kehilangan karena uterusnya yang penuh secara tiba-tiba akan
mengempis dan ruang tersebut menjadi kosong. Depresi ringan merupakan hal yang umum
terjadi dan wanita dapat menjadi lebih bergantung pada orang lain lebih lanjut dan lebih menutup
diri karena perasaan rentannya.

Wanita akan kembali merasakan ketidaknyamanan fisik yang semakin kuat menjelang
akhir kehamilan. Ia akan merasa canggung, jelek, berantakan, dan memerlukan dukungan yang
sangat besar dan konsisten dari pasangannya. Pada pertengahan trimester ketiga, peningkatan
hasrat seksual yang terjadi pada trimester sebelumnya akan menghilang karena abdomennya
yang semakin besar menjadi halangan. Alternatif untuk mencapai kepuasan dapat membantu atau
dapat menimbulkan perasaan bersalah jika ia merasa tidak nyaman dengan cara-cara tersebut.
Berbagi perasaan secara jujur dengan pasangan dan konsultasi mereka dengan anda menjadi
sangat penting. Dengan demikian resiko dan penyebab yang terkait, seperti tersebut diatas dapat
sebagai pencetus terjadinya reaksi-reaksi psikologis mulai tingkat gangguan emosional yang
ringan ketingkat gangguan jiwa yang serius.

1. Dampak

Stres yang dialami ibu sewaktu hamil tentu akan dapat mempengaruhi janin yang ada dalam
kandungan. Ada banyak hal yang sering dikhawatirkan para ibu pada masa kehamilannya,rasa
khawatir yang berlebih inilah yang membuat stres tak dapat dihindari. Berikut ini adalah
beberapa resiko stress yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan anak dalam
kandungan.

 Meningkatkan Resiko Alergi Pada Janin

Sebuah penelitian mengungkapakan bahwasanya stres yang dialami ibu ketika hamil akan
mampu meningkatkan resiko alergi pada bayi kelak. Hal ini terjadi, disebabkan saat stres, janin
akan menyerap hormonkortisol yang diproduksi oleh ibu sewaktu mengalami stres. Dan bayi
dengan tingkat kadar hormon kortisol yang tinggi akan memiliki resiko lebih besar mengidap
alergi dibandingkan bayi dengan kadar hormonkortisol yang rendah.

 Meningkatkan Resiko Abortus/Keguguran

Stres yang menimpa ibu hamil tentunya akan beresiko lebih bahaya terhadap kesehatan
janin yang ada dalam kandungannya. Pada kondisi terparah hal ini dapat menyebabkan ibu
kehilangan janinnya atau keguguran. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan ibu dengan
tingkat stresor yang lebih rendah dan memiliki sistem pengendalian stres yanglebih baik ketika
menghadapi sumber stres pada ibu hamil.

 Membuat Sistem Kekebalan Bayi Berkurang

Sebagaimana diungkapkan oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jurnal Brain,
Behavior anda Immunity, bahwa ibu hamil yang sering mengalami tegang, panik, dan cemas
yang berlebihan akan dapat melemahkan sistem kekebalan bayi ketika bayi berusia 5 bulan.

 Terganggunya Kesehatan Ibu

Jika seorang ibu mengalami stres baik itu ringan ataupun berat,seorang ibu akan
kehilangan nafsu makan, hal ini dapat menyebabkanseorang ibu kekurangan nutrisi dan timbulah
berbagai macam gangguan yang mempengaruhi kesehatan seorang ibu, seperti diare, pusing,
lemas,lesu dan berbagai gangguan metabolisme lainnya.

2. Cara Mengatasi
 Dukungan Suami

Dukungan suami kepada istri sangat penting dan diperlukan dalam membantu melewati masa
kehamilan. Dengan menumbuhkan rasa percaya diri kepada istri dapat membuat mentalnya
menjadi lebih kuat. Selain itu, membantu istri dalam menyiapkan kebutuhan calon bayi akan
menumbukan rasa aman dan nyaman pada sang istri. Dan dengan begitu, yang awalnya sang istri
takut, cemas, dan stres akan mulai menghilangmenjadi kebahagiaan.

 Menghindari Pekerjaan yang Beresiko

Pada saat ini, baik di Indonesia maupun di luar negeri, jumlah wanita yang memiliki
pekerjaan cukup banyak. tetapi pada saat kehamilan, sebuah pekerjaan menjadi masalah yang
cukup dilemasehingga membuat sebahagian wanita stres dalam memikirkannya. Stres bisa
melemahkan kondisi fisik dan mengganggu perkembangan janin. Jika dihadapi oleh masalah
dilema seperti ini, maka tidak ada salahnyameminta dipindahkan kebagian yang tidak beresiko
bagi perkembangan janin atau bahkan meminta cuti dalam jangka waktu yang lama. Tetapi jika
dua hal ini tidak mungkin untuk dilakukan, maka wanita hamil harus tegas dalam memutuskan
pekerjaan yang diambil atau kesehatan bayi. Dari banyaknya pekerjaan, ada beberapa pekerjaan
yang mungkin harus dihidari oleh wanita yang sedang hamil misalnya ahli dilaboatorium, bertani,
polisi lalu lintas, juru masak, dan pekerjaan yangmemerlukan waktu yang lama ketika duduk
berjam-jam di depan layar komputer. Selain itu, jangan pernah menganggap remeh pekerjaan
rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan yang lain samamelelahkan dan menguras
tenaga dan pikiran

 Melakukan Yoga

Selain mengurangi dan menghilangi stres, yoga dapat mengurangirasa sakit punggung
dan memelihara kesehatan baik untuk sang ibu ataucalon bayi. Berlatih yoga juga dapat memberi
dampak positif yaitu mempermudah dan mempercepat proses kelahiran yang akan mendatang.

B. Depresi dan Kecemasan pada Ibu Setelah Melahirkan

Depresi pasca melahirkan merupakan masalah yang signifikan dan menjadi perhatian
masyarakat sejak lama. Walaupun terkadang sering tidak terdeteksi karena minimnya pelaporan,
penelitian menyebutkan bahwa sekitar 10%-20% wanita yang melahirkan menderita depresi.
Depresi pasca melahirkan selain membuat penderitaan batin untuk si ibu, juga membuat
renggangnya perkawinan dan dapat menyebabkan menurunnya fungsi sosial ibu dan kualitas
hidupnya. Penelitian terbaru juga mengatakan bahwa ibu yang depresi dapat menyebabkan
gangguan emosional dan kognitif pada bayinya yang baru lahir. Suatu penelitian mengatakan
bahwa depresi terjadi dua kali lipat lebih tinggi pada wanita yang hidupnya dalam kemiskinan,
sekitar 22%-34% dari populasi.

Sebenarnya depresi pasca melahirkan dapat dideteksi sejak awal kehamilan, apalagi
dengan adanya riwayat depresi pada masa kehamilan yang dari banyak penelitian merupakan
perkiraan yang paling kuat akan munculnya depresi setelah melahirkan. Namun karena wanita
sebagai seorang ibu dalam masyarakat digambarkan sebagai orang yang kuat dan adanya stigma
dari gangguan jiwa yang masih terdapat dalam masyarakat maka depresi pasca melahirkan
kadang tersembunyi dan tidak dilaporkan oleh si ibu. Mereka lebih suka menyimpan semua
penderitaan dan berjuang sendirian untuk keadaannya itu.
Depresi pasca persalinan adalah suatu depresi yang ditemukan pada perempuan setelah
melahirkan, yang terjadi dalam kurun waktu 4 pekan. Hal ini dapat berlangsung hingga beberapa
bulan bahkan beberapa tahun bila tidak diatasi. Satu hal yang perlu diketahui, sebenarnya selain
depresi pasca persalinan, terdapat jenis depresi yang lebih ringan pada ibu setelah melahirkan,
yaitu maternity blues atau post partum blues atau baby blues, yaitu gejala depresi yang biasanya
dialami oleh perempuan setelah melahirkan antara hari ke-7 hingga 14, yang terjadi untuk
sementara waktu dan akan hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan. Pada pembahasan kali ini
akan dikupas mengenai depresi pasca persalinan, karena perlu penanganan yang lebih serius
dibandingkan dengan baby blues.

1. Tanda dan Gejala

Gejala-gejala yang ditemukan pada depresi pasca persalinan serupa dengan gejala
gangguan depresi pada umumnya namun berkaitan dengan fungsi, peran, dan tanggung jawab
sebagai ibu, terutama dalam merawat atau mengurus bayi. Gejala-gejala tersebut yaitu seperti
adanya perasaan sedih, mudah marah, dan ingin marah saja, gelisah, hilangnya minat dan
semangat yang nyata dalam aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai, enggan dan malas
mengurus anaknya, sulit tidur atau justru terlalu banyak tidur, nafsu makan menurun atau
sebaliknya meningkat hingga mengalami penurunan atau pertambahan berat badan yang
bermakna, merasa lelah atau kehilangan energi, kemampuan berpikir dan konsentrasinya
menurun, merasa bersalah, merasa tidak berguna hingga putus asa dan mempunyai ide-ide
kematian yang berulang (berupa ingin bunuh diri atau bahkan ingin membunuh bayinya).

Tanda dan gejala tersebut dapat muncul bersamaan sekaligus atau hanya sebagian saja.
Yang jelas, karena mengalami tanda dan gejala tersebut, seorang ibu akan mengalami perasaan
tertekan sehingga sulit atau tidak dapat menjalankan fungsi dan aktivitasnya sehari-hari. Oleh
karena itu, ibu yang mengalami kondisi ini harus segera ditolong, agar tidak terjadi kondisi yang
membahayakan dirinya atau bayinya.

2. Penyebab

Penyebab yang pasti hingga kini belum diketahui dan masih dalam penelitian para ahli.
Namun demikian, terdapat beberapa faktor risiko yang diperkirakan mempengaruhi terjadinya
depresi pasca persalinan, antara lain :
 Rendahnya atau ketidakpastian dukungan suami dan keluarga.
 Keadaan atau kualitas bayi.
Masalah pada bayi tersebut antara lain adanya komplikasi kelahiran (misalnya
perdarahan yang terlalu banyak atau ibu mengalami infeksi, bayi yang lahir
dengan jenis kelamin yang tidak diharapkan, atau lahir dengan cacat bawaan).
 Tidak siapnya seorang ibu dalam menyambut kehadiran bayinya (kehamilan yang
tidak diharapkan).
 Adanya stressor (pemicu stress) bagi seorang ibu, baik yang berkaitan dengan
kehidupan sosial maupun kejiwaannya.
 Terdapatnya riwayat depresi sebelumnya atau masalah emosional lainnya pada
seorang ibu.
 Perubahan produksi hormon (progesteron, estrogen, prolaktin, dan kortisol) pada
masa nifas.
 Keengganan ibu yang melahirkan untuk mengungkapkan perasaan sedihnya,
karena menganggap rasa sedih setelah melahirkan akan hilang dengan sendirinya.

Faktor-faktor risiko ini perlu ditelusuri untuk membantu proses penyembuhan dan
mengantisipasi kondisi berulangnya depresi setelah persalinan bayi berikutnya.

3. Dampak

Pada ibu yang mengalami depresi pasca persalinan, minat dan ketertarikan terhadap
bayinya menjadi berkurang. Ibu sering tidak berespon positif (menyambut dengan hangat
komunikasi yang dilakukan oleh bayinya, baik melalui suara tangis, tatapan mata, ataupun gerak
tubuh) sehingga bayi akan berusaha lebih keras untuk menarik perhatian ibunya. Misalnya pada
saat merasa bingung, bayi memerlukan kenyamanan atau penentraman, maka biasanya ia akan
menangis. Bila ibu juga bingung atau marah atau sedih, maka bayi akan menangis dengan suara
lebih keras atau mungkin disertai gerakan tubuh tertentu agar ibunya bisa menolongnya. Namun,
ibu yang sedang depresi tidak mampu mengenali kebutuhan bayinya sehingga tidak dapat
berespon seperti yang diharapkan dan dibutuhkan.

Ibu yang depresi juga tidak mampu merawat bayinya secara optimal, karena merasa tidak
berdaya atau tidak mampu sehingga akan menghindar dari tanggung jawabnya. Akibatnya,
kondisi kebersihan dan kesehatan bayinya pun menjadi tidak optimal. Ibu juga tidak bersemangat
menyusui bayinya sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayinya tidak seperti bayi-bayi
yang ibunya tidak mengalami depresi.

Akibat lain depresi pasca persalinan yaitu hubungan ibu dan bayi juga tidak optimal
sehingga di kemudian hari kepribadian anak menjadi kurang matang. Anak-anak tersebut
memiliki ciri-ciri, antara lain bertemperamen negatif (mudah tersinggung, mudah marah, kurang
bisa bertoleransi dengan orang lain), kurang bisa beradaptasi, intelegensi dan prestasi akademik
tidak optimal, sulit bekerjasama dengan teman sebaya, kurang fokus dan konsentrasi sehingga
mengganggu kegiatan belajar, bahkan dimungkinkan juga akan memiliki perilaku yang
menyimpang (suka menentang, membolos, bahkan mencuri).

4. Penanggulangan Depresi

Depresi pasca persalinan dapat diatasi dan diobati bila tanda dan gejalanya dikenali, baik
oleh ibu yang mengalami atau orang-orang terdekat. Sebaliknya, bila dibiarkan berlarut-larut dan
tanpa upaya pengobatan akan berakibat buruk bagi ibu, bayi, dan anggota keluarga lainnya.
Pemberian obat bukan merupakan prioritas utama, bahkan sedapat mungkin dihindari oleh dokter
mengingat ibu masih menyusui bayinya. Obat hanya diberikan pada kondisi yang sangat
mendesak misalnya ibu sangat gelisah atau pada kondisi yang mengancam keselamatan diri ibu
dan bayinya. Pada kondisi seperti ini biasanya ibu dianjurkan untuk dirawat secara intensif
sampai kondisinya tenang dan stabil. Program pengobatan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

a. Pengobatan terhadap ibu.


 Latihan relaksasi, bisa dengan rekreasi, melakukan kegiatan yang disenangi, dan
lain-lain.
 Restrukturisasi kognitif, yaitu dengan menentang perilaku dan pikiran negative
yang muncu.
 Pemecahan masalah, yaitu pemberian alternatif pemecahan masalah yang sedang
dihadapi ibu.
 Komunikasi, yaitu melatih kemampuan ibu untuk mengutarakan perasaannya
kepada orang-orang terdekat.
 Menghibur ibu dengan berbagai cara, seperti dengan memberi perhatian dan
hadiah yang disukai, memasakkan makanan kesukaan, menceritakan hal-hal yang
menyenangkan, dan lain-lain.
 Bila gejala berat baru diberikan obat anti depresi.
b. Pengobatan terhadap hubungan ibu dan bayinya.
 Menganjurkan ibu untuk merawat bayinya sesering mungkin.
 Menyediakan tempat yang nyaman bagi ibu dan bayinya.
 Mengajarkan ibu untuk melakukan kontak fisik dengan bayinya seperti
menyentuh, mencium, memeluk, dan memijat bayinya dengan lembut.
 Melibatkan anggota keluarga yang lain dalam merawat bayi (seperti suami, nenek,
dan lainnya).
 Mengajak ibu dan bayinya untuk sesekali menghirup udara di luar rumah, karena
udara segar bisa memperbaiki perasaan ibu dan bayinya.
 Menyarankan ibu yang sedang muncul perasaan negatifnya (marah, lelah, frustasi,
kesepian) untuk meninggalkan bayinya sejenak bersama orang lain. Setelah
tenang dan stabil, ibu bisa menemui bayinya kembali.

5. Pencegahan

Depresi pasca persalinan dapat dicegah apabila para calon ibu, suami, dan keluarga
mengetahui faktor-faktor risikonya. Bila ada salah satu dari faktor risiko tersebut, diharapkan
para calon ibu dapat menghindarinya, atau bila tidak dapat dihindari sebaiknya segera mencari
pertolongan profesional (dokter, psikiater) agar pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin.
Dengan demikian, diharapkan setiap ibu yang baru saja melahirkan mampu berfungsi optimal
dalam merawat, mengasuh, dan mendidik anaknya hingga menjadi seseorang dengan jiwa dan
kepribadian yang sehat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stres merupakan bentuk ketegangan dari fisik, psikis emosi maupunmental. Setiap
manusia pasti pernah mengalami stres tidak terkecuali ibu hamil. Saat hamil, seorang calon ibu
tidak hanya mengalami perubahan fisik saja, tetapi juga mengalami perubahan psikis. oleh
karena itu, seorang calon ibu harus mempersiapkan fisik dan mental dengan matang, hal ini
dikarenakan adanya perubahan hormon selama hamil yang bisa mempengaruhi emosi dan mental
ibu. Banyak faktor yang menyebabkan ibuhamil stres diantaranya stres yang berasal dari internal
dan stres yang berasaldari eksternal. Selain memberi dampak negatif pada ibu, stres juga
memberidampak negatif bagi sang calon bayi. oleh sebab itu, dengan dukungan
suamidan keluarga, menghindari pekerjaan yang beresiko, berlatih yoga, dan mengikuti kelas
senam hamil diharapkan dapat mengurangi stres pada ibuyang sedang hamil.

Depresi post partum merupakan istilah yang digunakan pada pasien yang mengalami
berbagai gangguan emosional yang timbul setelah melahirkan. Pasien akan mengalami gejala
affektiv selama periode postpartum, 2 sampai 3 minggu setelah melahirkan. Susah berinteraksi
dengan perawat dalam keadaan stres dan bayi meningkatkan resiko pendekatan yang tidak aman
dan terjadinya masalah kognitiv dan sifat pada anak. Penurunan cepat tingkat reproduksi hormon
yang terjadi setelah melahirkan dipercaya dapat berkembang menjadi depresi pada wanita
dengan depresi postpartum. Walaupun penyebab depresi ini cenderung pada tingkat penurunan
hormon, beberapa faktor mungkin menjadi presdisposisi pada penderita. Kejadian stress dalam
hidup, riwayat depresi sebelumnya, dan riwayat keluarga yang mengalami gangguan mood,
semua dikenal sebagai prediktor depresi mayor pada wanita.

B. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan kepada pembaca adalah makalah ini sangat tepat
untuk mahasiswa yang ingin mengetahui lebih banyak tentang depresi dan kecemasan yang
terjadi pada ibu dimasa perinatal (sebelum melahirkan dan sesudah melahirkan) dan Penulis
berharap pembaca akan lebih memahami isi makalah ini walaupun makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, dan kritik membangun sangat Penulis butuhkan untuk pembuatan makalah
selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai