Anda di halaman 1dari 23

MATA KULIAH

“ PSIKOLOGI KEHAMILAN PERSALINAN NIFAS”


MAKALAH
“MENJELASKAN PERAN DAN TANGGUNG JAWAB SUAMI
TERHADAP KESEHATAN MENTAL PEREMPUAN”

OLEH
KELOMPOK 2
ANGGOTA :
Novi Marissa 2003058 Noviasari Putri 2003059
Novy Mardayanti AR 2003060 Rayhany 2003061
Refi Junita 2003062 Ria Rosaliana 2003063
Rikawati 2003064 Safni Fitri Yanti 2003065
Silvia 2003066 Susrikawati 2003067
Suryani 2003068 Uci Setri 2003069
Vani Afrianti 2003070 Wenita Yuslina 2003071
Wisberti 2003072

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUMATERA BARAT


STIKES SUMBAR
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan segaa puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tim ucapkan,
karena melalui berkat dan rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun dengan
baik.
Tim berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah
wawasan untuk memahami manusia khususnya perempuan dari perndekatan
psikologis. Selain itu juga Tim berharap makalah ini dapat menjadi dasar pengantar
pemenuhuan materi perkuliahan psikologi kebidanan Kehamilan, Persalinan, Nifas.
Seperti pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu
dengan rendah hati kami berharap pada pembaca kiranya dapat memberikan kritik
dan saran yang membangun guna perbaikan makalah ini kedepannya.
Sebagai akhir kata tim megucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini

Tim
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................. 1.
1.1. Latar Belakang..................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................
1.3. Tujuan...............................................................................................................
1.3.1. Tujuan Umum.............................................................................................
1.3.2. Tujuan Khusus..............................................................................................

BAB II PERAN DAN TANGGUNG JAWAB SUAMI TERHADAP


KESEHATAN MENTAL PEREMPUN
2. 1. Kesehatan Mental..........................................................................................
2.1.1. Defenisi Kesehatan Mental.......................................................................
2.1.2. Prinsip Kesehatan Mental.........................................................................
2.1.3. Aspek-Aspek Kesehatan Mental...............................................................
2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Mental............................
2. 2. Peran Dan Tanggung Jawab Suami.................................................................
2.2.1. Peran Suami Sebagai Suport
System..........................................................
2.2.2. Peran Dan Tanggung Jawab Suami Terhadap Kesehatan Mental
Perempuan................................................................................................
2.2.3. Peran Dan Tanggung Jawab Suami Dalam Pendampingan
Persalinan.....................................................................................

BAB III PENUTUP


3.1. . Kesimpulan.....................................................................................................
3.2. Saran.................................................................................................................
.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kematian ibu dan bayi masih menjadi permasalahan yang harus
diperhatikan dan ditangani dengan maksimal. Berdasarkan data dari
ASEAN Statistical Report on Millennium Development Goals
memperlihatkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) berada pada kisaran
305 per 100.000 kelahiran hidup,
Masih sangat jauh dari target ASEAN Millenium Development
Goals yaitu 98 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi
(AKB) sebesar 22 per 1.000 kelahiran bayi (ASEAN MDGs, 2017).
Salah satunya, kondisi tersebut mengindikasikan kondisi kesehatan ibu
hamil atau melahirkan yang masih kekurangan vitamin atau mempunyai
status gizi yang rendah. Adanya berbagai permasalahan tersebut
membutuhkan upaya untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan
ibu hamil dan atau melahirkan. Upaya yang perlu dilakukan bukan
hanya terkait dengan pemenuhan gizi ibu hamil dan melahirkan
namun juga upaya-upaya lain yang sifatnya menguatkan kondisi
psikososialnya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
mengoptimalkan fungsi keluarga. Menurut Sunarti (2015), fungsi
keluarga yang berjalan dengan optimal akan memiliki kemampuan
menyediakan sumber daya untuk meningkatkan kualitas hidup
keluarga. Fungsi keluarga mencakup fungsi ekspesif yaitu
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan emosi dan perkembangan
termasuk moral, loyalitas, dan sosialisasi; dan fungsi instrumental
yang berkaitan dengan perolehan sumber daya ekonomi dan
manajemen yang berlangsung sepanjang kehidupan keluarga. Levy
dalam Megawangi (2014) memaparkan fungsi keluarga hanya bisa
berjalan dengan baik jika dilakukan pembagian tugas yang jelas
pada masing-masing anggota keluarga (aktor) berdasarkan
statusnya dalam keluarga. Pembagian tugas yang dimaksud adalah
alokasi peran pada setiap anggota di dalam keluarga (Megawangi,
2014).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan ,
maka tim akan merumuskan pokok masalah yang akan menjadi
pembahasan dalam makalah ini yaitu:
1.2.1. Definisi kesehatan mental
1.2.2. Prinsip kesehatan mental
1.2.3. Aspek-aspek kesehatan mental
1.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhhi kesehatan mental
1.2.5. Peran dan tanggung jawab suami terhadap kesehatan mental
perempuan

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk dapat
menganalisa dan menemukan apa saja mengenai hal yang berkaitan
dengan kesehatan mental serta peran dan tanggung jawab suami
terhadap kesehtan mental perempuan. Dimana Kesehatan mental kini
harus menjadi perhatian dan bukan sesuatu yang dianggap tabu
atau aib,dengan mengetahui factor penyebab dari gangguan mental
tersebut sejak awal kehamilan, ibu dan keluarga, serta suami bisa
memahami kondisi mental ibu sehingga dapat mengurangi
gangguan mental , sehingga ibu bisa menjalani kehamilanya
dengan nyaman dan bayi yang dilahirkan sehat.

1.3.2. Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1 Definisi kesehatan mental
2 Prinsip kesehatan mental
3 Aspek-aspek kesehatan mental
4 Faktor-faktor yang mempengaruhhi kesehatan mental
5 Peran dan tanggung jawab suami terhadap kesehatan mental
perempuan
BAB II
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB SUAMI TERHADAP
KESEHATAN MENTAL PEREMPUAN

2. 1. Kesehatan Mental
2.1.1. Definisi Kesehatan Mental
Dalam mendefinisikan kesehatan mental, sangat dipengaruhi oleh
kultur dimana seseorang tersebut tinggal. Apa yang boleh dilakukan dalam
suatu budaya tertentu, bisa saja menjadi hal yang aneh dan tidak normal
dalam budaya lain, dan demikian pula sebaliknya (Sias,2006).
Menurut Pieper dan Uden (2006), kesehatan mental adalah suatu
keadaan dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap
dirinya sendiri, memiliki estimasi yang relistis terhadap dirinya sendiri dan
dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi
masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan
sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.
Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa terdapat
banyak cara dalam mendefenisikan kesehatan mental (mental hygene)
sebagai berikut :
a. Karena tidak mengalami gangguan mental
b. Tidak jatuh sakit akibat stessor
c. Sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya
d. Tumbuh dan berkembang secara positif.
Sehat mental karena tidak mengalami gangguan mental Orang yang
sehat mentalnya adalah orang yang tahan terhadap sakit jiwa atau terbebas
dari sakit dan gangguan jiwa.
Vaillaint (dalam Notosoedirjo & Latipun, 2005), mengatakan
bahwa kesehatan mental atau psikologis itu “as the presence of successfull
adjustmet or the absence of psychopatology”. Pengertian ini bersifat
dikotomis, bahwa orang berada dalam keadaan sakit atau sehat psikisnya.
Sehat jika tidak terdapat sedikitpun gangguan psikisnya, dan jika ada
gangguan psikis maka diklasifikasikan sebagai orang sakit. Dengan kata lain
sehat dan sakit mental itu bersifat nominal yang dapat dibedakan kelompok-
kelompoknya.
Federasi Kesehatan Mental Dunia (World Federation for Mental
Health) merumuskan pengertian kesehatan mental sebagai kondisi yang
memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik,
intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang
lain. Sebuah masyarakat yang sehat secara mental adalah masyarakat yang
membolehkan anggota masyarakatnya berkembang sesuai kemampuannya.
Dalam konteks Federasi Kesehatan Mental Dunia ini jelas bahwa
kesehatan mental itu tidak cukup dalam pandangan individual tetapi
sekaligus mendapatkan dukungan dari masyarakatnya untuk berekembang
secara optimal. Berdasarkan dari sekian pemaparan tokoh diatas dapat
disimpulkan bahwa kesehatan mental adalah kesesuaian diri dengan
lingkungannya serta tumbuh dan berkembang secara positif serta matang
dalam hidupnya, menerima tanggung jawab dan memelihara aturan sosial di
dalam lingkungannya.

2.1.2. Prinsip Kesehatan Mental


Prinsip-prinsip pengertian kesehatan mental adalah sebagai berikut:
a. Kesehatan mental adalah lebih dari tiadanya perilaku abnormal. Prinsip ini
menegaskan bahwa yang dikatakan sehat mentalnya tidak cukup kalau
dikatakan sebagai orang yang tidak megalami abnormalitas atauorang yang
normal. Karena pendekatan statistik memberikan kelemahan pemahaman
normalitas itu. Konsep kesehatan mental lebih bermakna positif daripada
makna keadaan umum atau normalitas sebagaimana konsep statistik.
b. Kesehatan mental adalah konsep yang ideal. Prinsip ini menegaskan bahwa
kesehatan mental menjadi tujuan yang amat tinggi bagi seseorang. Apalagi
disadari bahwa kesehatan mental itu bersifat kontinum. Jadi sedapat mungkin
orang mend apatkan kondisi sehat yang paling optimal dan berusaha terus
untuk mencapai kondisi sehat yang setingi-tingginya.
c. Kesehatan mental sebagai bagian dan karakteristik kualitas hidup. Prinsip ini
menegaskan bahwa kualitas hidup seseorang salah satunya ditunjukkan oleh
kesehatan mentalnya. Tidak mungkin membiarkan kesehatan mental
seseorang untuk mencapai kualitas hidupnya, atau sebaliknya kualitas hidup
seseorang dapat dikatakan meningkat jika juga terjadi peningkatan kesehatan
mentalnya.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa kesehatan
mental adalah suatu kondisi dimana kepribadian, emosional, intelektual dan fisik
seseorang tersebut dapat berfungsi secara optimal, dapat beradaptasi terhadap
tuntutan lingkungan dan stressor, menjalankan kapasitasnya selaras dengan
lingkungannya, menguasai lingkungan, merasa nyaman dengan diri sendiri,
menemukan penyesuaian diri yang baik terhadap tuntutan sosial dalam
budayanya, terus menerus bertumbuh, berkembang dan matang dalam hidupnya,
dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi
masalah- masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan
sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.

2.1.3. Aspek-aspek Kesehatan Mental


Kartono (1989) menyatakan bahwa orang yang memiliki mental sehat
ditandai dengan sifat-sifat khas, antara lain mempunyai kemampuan kemampuan
untuk bertindak secara efisien, memiliki tujuan-tujuan hidup yang jelas, punya
konsep diri yang sehat, ada koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-
usahanya, memiliki regulasi-diri dan integrasi kepribadian, dan batinnya selalu
tenang.
Orang yang sehat mentalnya menurut Marie Jahoda memiliki karakter
utama sebagai berikut:
a. Sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri dalam arti ia dapat
mengenal dirinya dengan baik.
b. Pertumbuhan, perkembangan, dan perwujudan diri yang baik.
c. Integrasi diri yang meliputi keseimbangan mental, kesatuan
pandangan, dan tahan terhadap tekanan-tekanan yang terjadi.
d. Otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari
dalam atau kelakuan-kelakuan bebas.
e. Persepsi mengenai realitas, bebas dari penyimpangan kebutuhan
serta memiliki empati dan kepekaan sosial.
f. Kemampuan untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi dengan
lingkungan secara baik.
Bastaman (2001) memberikan tolak ukur kesehatan mental, dengan
kriteria- kriteria yang terdapat didalam Al Qur’an sebagai berikut :
a. Bebas dari gangguan dan penyakit-penyakit kejiwaan (Al Baqarah:
75-76).
b. Mampu secara luwes menyesuaikan diri dan menciptakan hubungan
antar pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan (Al Isra’: 23).
c. Mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, sikap,
sifat, dan sebagainya) yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan
lingkungan (Al Maidah: 9).
d. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan dan berupaya menerapkan
tuntutan agama dalam kehidupan sehari-hari (Al Mukminun: 1-7)

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental


Kesehatan mental dipengaruhi oleh beberapa faktor baik eksternal
maupun internal.
Yang termasuk faktor internal adalah faktor biologis dan psikologis.
Beberapa faktor biologis yang secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan
mental, di antaranya: otak, sistem endokrin, genetika, sensori, dan kondisi ibu
selama kehamilan. Faktor psikologi yang berpengaruh terhadap kesehatan
mental, yaitu: pengalaman awal, proses pembelajaran, dan kebutuhan (Muhyani,
2012).
Faktor eksternal yang memengaruhi kesehatan mental yaitu sosial
budaya, diantaranya:
a. Stratifikasi Sosial Holingshead dan Redlich menemukan bahwa
terdapat distribusi gangguan mental secara berbeda antara kelompok
masyarakat yang berada pada strata sosial tinggi dan rendah.
b. Interaksi Sosial Faris dan Dunham mengemukakan bahwa kualitas
interaksi sosial individu sangat mempengaruhi kesehatan mentalnya.
c. Keluarga Keluarga merupakan lingkungan mikrosistem yang
menentukan kepribadian dan kesehatan mental anak.
d. Sekolah Sekolah juga merupakan lingkungan yang turut
mempengaruhi terhadap perkembangan kesehatan mental anak
(Muhyani, 2012).
Johnson (dalam Videbeck, 2008) menyatakan kesehatan mental
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
1. Otonomi dan kemandirian
individu dapat melihat ke dalam dirinya untuk menemukan nilai dan
tujuan hidup. Individu yang otonom dan mandiri dapat bekerja
secara interdependen atau kooperatif dengan orang lain tanpa
kehilangan otonominya.
2. Memaksimalkan potensi diri
individu memiliki orientasi pada pertumbuhan dan aktualisasi diri.
3. Menoleransi ketidakpastian hidup
individu dapat menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan
harapan dan pandangan positif walaupun tidak mengetahui apa yang
terjadi di masa depan.
4. Harga diri
individu memiliki kesadaran yang realisitis akan kemampuan dan
keterbatasannya.
5. Menguasai lingkungan
individu dapat menghadapi dan memengaruhi lingkungan dengan
cara yang kreatif, kompeten, dan sesuai kemampuan.
6. Orientasi realitas
individu dapat membedakan dunia dunia nyata dari dunia impian,
fakta dari khayalan, dan bertindak secara tepat.
7. Manajemen stress
individu menoleransi stress kehidupan, merasa cemas atau berduka
sesuai keadaan, dan mengalami kegagalan tanpa merasa hancur. Ia
menggunakan dukungan dari keluarga dan teman untuk mengatasi
krisis karena mengetahui bahwa stress tidak akan berlangsung
selamanya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, seperti faktor psikologis, biologis,
interaksi sosial, keluarga, sekolah, dan lain sebagainya.

2. 2. Peran Dan Tanggung Jawab Suami


Kepuasan adalah gambaran hidup yang berkualitas. Orang yang
sejahtera dan merasa puas terhadap kehidupannya maka dapat
dikatakan sebagai orang yang memiliki kualitas hidup yang baik .
Lewis, Lee, dan Simkhada (2015) telah mengkaji peran suami
dan kesehatan istri ketika hamil serta persalinan aman yang berfokus
pada peran dukungan kesehatan dan aspek kesehatan fisik ibu hamil.
Masa kehamilan merupakan masa dimana tubuh seorang ibu
hamil mengalami perubahan fisik, dan perubahan psikologis akibat
peningkatan hormon kehamilan (Sulistyorini, 2007). Selama masa
kehamilan terjadi penambahan hormon estrogen sebanyak sembilan
kali lipat dan progesteron sebanyak dua puluh kali lipat yang
dihasilkan sepanjang siklus menstruasi normal (Munthe, 2000).
Adanya perubahan hormonal ini menyebabkan emosi
perempuan selama kehamilan cenderung berubah-ubah, sehingga tanpa
ada sebab yang jelas seorang wanita hamil merasa sedih, mudah
tersinggung, marah atau justru sebaliknya merasa sangat bahagia.
Penyebab kecemasan pada masa kehamilan terutama pada
kehamilan trimester ketiga dalam hal ini contohnya seperti rasa cemas
dan takut mati, trauma kelahiran, perasaan bersalah atau berdosa dan
ketakutan riil seperti ketakutan bayinya lahir cacat. Akibat kecemasan
yang berlebihan tersebut dapat meningkatkan Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Kecemasan yang dialami oleh ibu hamil sampai menjelang
masa persalinan selain karena faktor fisik dan psikologis juga
kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti faktor sosial.
Dukungan sosial terutama dari suami merupakan faktor utama
yang berpengaruh terhadap terjadinya kecemasan pada ibu hamil
dalam menghadapi masa kehamilan sampai persalinan. Beberapa
bentuk dukungan suami yang sangat dibutuhkan oleh ibu hamil antara
lain, pelayanan yang baik, menyediakan transportasi atau dana untuk
biaya konsultasi, dan menemani berkonsultasi ke dokter ataupun bidan
sehingga suami dapat mengenali tanda-tanda komplikasi kehamilan
dan juga kebutuhan ibu hamil.
Selain itu, peran suami dalam hal menyediakan akses pelayanan
kesehatan dan selalu mendampingi istri ketikal hamil dalam
melakukan pemeriksaan kesehatan sebagai bentuk deteksi dini dan
pencegahan komplikasi kehamilan juga merupakan bentuk dukungan
yang sangat dibutuhkan.
Peran ini dapat dilakukan dengan memiliki kepekaan yang
tinggi; merespon setiap keluhan keluhan kecil yang dirasakan istri
seperti mual, pusing, dan lemas; dan juga menganjurkan dan
mendampingi istri untuk melakukan pemeriksaan terhadap keluhan
tersebut. Dukungan suami terhadap istri ketika hamil juga memiliki
dampak subjektif yang dirasakan istri seperti tingkat kecemasan yang
lebih rendah terutama pada kehamilan trimester tiga/ periode akhir
kehamilan.

2.2.1. Peran Suami Sebagai Suport System


Hal ini disampaikan oleh Rena Masri, S.Psi, M.Si, Psikolog,
dalam acara First Anniversary Orami Community pada sabtu di JSC
Hive, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dari sisi emosional, bagaimana pasangan bisa memberika
dukungan secara emosional, misalnya dengan mendengarkan curhatan
istri dengan aktif, atau dengan dukungan instrumental, misalnya
memberka uang belanja yang sesuai dengan kebutuhan.
Seorang suami harus bisa untuk mendengarkan dan mengikuti
keinginan perempuan khususnya istri agar istri (perempuan) merasa
diperhatikan dan merasa mendapatkan dukungan. Seorang perempuan
atau istri pun sebaiknya ungkapkan tentang apa yang ia inginkan ,
karena jika tidak diungkapkan maka suami hanya bisa berasumsi saja,
sehingga keinginan istri tidak terpenuhi dan komunikasi efektif tidak
tercipta sehingga peran suami sebagai suport system tidak terwujud.
Suport system yang dilakukan suami dapat berupa :
a. Pujian
b. Pelukan hangat
c. Menawaran bantuan
d. Biarkan istri memilih sendiri apa yang diingikannya
e. Pegangan tangan dikeramaian
f. Berkata-kata mesra
g. Memberikan waktu luang lebih banyak bersama istri
h. Dukung semua keinginannya selama itu positif

2.2.2. Peran Suami Terhadap Kesehatan Mental Perempuan (Istri)


dalam Kehamilan, Persalinan, dan Nifas
Suami adalah orang terdekat ibu dan menjadi bagian terpenting dalam
melewati masa transisi selama proses kehamilan. Peran suami selama masa
kehamilan dapat diartikan sebagai tindakan yang bersifat nyata dan konsisten
untuk mendukung istri selama proses kehamilan. Dalam hal inipun, suami
terlibat secara aktif untuk mendiskusikan kecemasan dan kegelisahan yang
mungkin dialami oleh pasangan terkait kehamilan. Bersifat terbuka terhadap
segala informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan juga merupakan salah
satu bentuk dukungan suami terhadap kehamilan istri.
Selama kehamilan, suami bisa memberikan semua bantuan yang
dibutuhkan ibu hamil, baik fisik maupun emosional. Selain menjaga
kesehatan, suami juga bisa melakukan suport system lainnya seperti
berikut ini:
1. Memberikan dukungan emosional dan fisik
Kehamilan sering kali membuat frustrasi. Jadi, suami dapat
mendengarkan seluruh kekhawatiran dan kecemasan istri. Suami
juga bisa berbicara dengan dokter untuk mendapatkan gambaran
tentang bagaimana ia bisa berperan pada kesehatan istrinya.
2. Berbagi tugas rumah tangga
Membantu istri mengerjakan tugas rumah tangga terutama
pada trimester pertama dan ketiga. Namun bukan berarti setelah
istri melahirkan, suami bisa bebas dari tugas rumah tangga.
Berbagi tugas rumah tangga sebaiknya terus dilakukan dalam
kehidupan suami istri.
3. Menambah pengetahuan
Suami biasanya memiliki pengetahuan tentang kehamilan
dan persalinan lebih sedikit daripada sang istri. Oleh sebab itu,
mereka bisa membaca buku-buku yang berhubungan dengan
kehamilan dan persalinan untuk mendapatkan berbagai informasi.
4. Mengabadikan setiap momen
Agar terdapat dokumentasi tentang kehamilan dan
persalinan istri, suami dapat mengambil foto untuk menghargai
setiap kenangan indah selama kehamilan.

5. Berbelanja
Saat hamil, aktivitas sehari-hari dapat terasa berkali-kali
lipat lebih menyulitkan dibanding biasanya. Makanya, suami
menggantikan tugas sang istri untuk berbelanja. Baik berbelanja
kebutuhan rumah tangga atau menemani istri ke toko perlengkapan
bayi.
6. Membuat istri merasa istimewa saat sedang hamil
Akibat adanya perubahan bentuk tubuh, ibu hamil biasanya
jadi merasa kurang percaya diri dengan penampilan mereka. Salah
satu yang dibutuhkan adalah suami yang menunjukkan bahwa sang
istri tetap istimewa.
7. Siap sedia setiap waktu
Sebagai suami siaga, mereka harus siap meluangkan waktu
untuk menemani istri menjalani pemeriksaan bulanan, juga di saat
istri membutuhkan bantuan.
8. Mengajak berjalan-jalan
Agar tidak jenuh, suami dapat mengajak istri berjalan-jalan.
Hal ini juga membuat fisik istri jadi lebih aktif.
9. Bersabar dengan perubahan emosi istri
hormon dapat memengaruhi mood ibu hamil, oleh karena
itu, suami harus lebih mengerti akan kondisi emosi istrinya. Sebisa
mungkin ia juga melakukan hal-hal yang membuat istri terhibur
dan rileks.
10. Memijat lembut agar rileks
Seiring perkembangan kehamilan, akan sulit bagi istri untuk
tidur nyenyak karena bertambahnya berat bayi dan tekanan di
punggung bagian bawah. Memijat punggung dan kaki akan
membuat istri merasa rileks dan mudah tidur nyenyak.

11. Membantu persiapan kelahiran


Saat hari persalinan mendekat, suami mempersiapkan
segala kebutuhan sebelum pergi ke rumah sakit. Mulai dari pakaian
yang membuat istri nyaman, perlengkapan mandi, dan pakaian
dalam. 
12. Bersikap tenang
Di saat istri sedang panik atau khawatir menjelang
kehamilan, di sini waktunya suami bersikap lebih tenang. Sikap
suami yang tenang juga turut dapat membuat istri lebih rileks dan
siap saat persalinan.

2.2.3. Peran Dan Tanggung Jawab Suami Dalam Pendampingan


Persalinan
Kehadiran pendamping pada saat persalinan dapat menimbulkan
efek positif terhadap persalinan, dalam arti dapat menurunkan morbiditas,
mengurangi rasa sakit, mempersingkat persalinan, dan menurunkan angka
persalinan dengan operasi termasuk bedah besar. Selain itu, kehadiran
pendamping perslinan dapat memberikan rasa nyaman, semangat, dukungan
emosional, dan dapat membesarkan hati ibu (Jannah, 2017).
Menurut Chapman (1992), Bobak, dkk (2005) dalam Prasetyani,
2016 terdapat tiga peran yang dilakukan oleh suami selama proses
persalinan dan melahirkan, yaitu:
1. Sebagai pelatih Suami secara aktif membantu ibu selama dan
sesudah kontraksi persalinan. Seorang pelatih menunjukkan
keinginan yang kuat untuk mengendalikan diri mereka dan
mengontrol persalinan. Ibu menunjukkan keinginan yang kuat
agar suami terlibat secara fisik selama persalinan.
2. Sebagai teman satu tim Suami bertindak sebagai teman satu tim
akan membantu ibu selama proses persalinan dan melahirkan
dengan berespon terhadap permintaan ibu akan dukungan fisik
atau dukungan emosi atau keduanya.
3. Sebagai saksi Sebagai saksi, suami bertindak sebagai teman dan
memberi dukungan emosi dan moral.
2.2.3.1. Jenis Dukungan Suami
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2007) dalam Adelina
(2014), jenis dukungan pendampingan persalinan yaitu:
a. Dukungan Emosional Dukungan emosional mencakup ungkapan
empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang
bersangkutan.
b. Dukungan Penghargaan/Penilaian Dukungan penghargaan terjadi
melalui ungkapan hormat atau penghargaan positif untuk orang lain,
dorongan maju atau persetujuan dengan perasaan individu dan
perbandingan positif orang itu dengan orang lain.
c. Dukungan Instrumental Dukungan instrumental mencakup
dukungan langsung. Dukungan instrumental yaitu keluarga
merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit. Bantuan
instrumental bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam
melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang
dihadapinya atau menolong secara langsung kesulitan yang
dihadapinya misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan
memadai bagi penderita (Adelina, 2014).
d. Dukungan informatif Dukungan informatif mencakup pemberian
nasehat, saran, pengetahuan dan informasi. Dukungan ini meliputi
memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan bagaimana
seseorang bersikap dan bertindak dalam menghadapi situasi yang
dianggap membebani (Adelina, 2014).

2.2.3.2. Manfaat pendampingan suami


1. Memberi rasa tenang dan penguat psikis pada istri Suami
adalah orang terdekat yang dapat memberikan rasa aman dan
tenang yang diharapkan istri selama proses persalinan.
Ditengah kondisi yang tidak nyaman, istri memerlukan
pegangan, dukungan dan semangat untuk mengurangi
kecemasan dan ketakukannya.
2. Selalu ada bila dibutuhkan Dengan berada di samping istri,
suami siap membantu apa saja yang dibutuhkan istri.
3. Kedekatan emosi suami-istri bertambah Suami akan melihat
sendiri perjuangan hidup dan mati sang istri saat melahirkan
anak sehingga membuatnya semakin sayang kepada istrinya.
4. Menumbuhkan naluri kebapakan
5. Suami akan lebih menghargai istri Melihat pengorbanan istri
saat persalinan suami akan dapat lebih menghargai istrinya dan
menjaga perilakunya. Karena dia akan mengingat bagaimana
besarnya pengorbanan istrinya.
6. Membantu keberhasilan IMD IMD merupakan Inisiasi
Menyusui Dini yang akan digalakkan oleh pemerintah untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. IMD akan tercapai
dengan adanya dukungan dari suami terhadap istrinya.
7. Pemenuhan nutrisi Nutrisi ibu saat melahirkan akan terpenuhi
karena tugas pendamping adalah memenuhi kebutuhan nutrisi
dan cairan tubuh ibu yaitu dengan cara pemberian makan dan
minum saat kontraksi rahim ibu mulai melemah.
8. Membantu mengurangi rasa nyeri saat persalinan Dengan
adanya pendamping maka akan memberikan rasa nyaman dan
aman bagi ibu yang sedang mengalami persalinan karena
adanya dukungan dari orang yang paling di sayang sehingga
mampu mengurangi rasa sakit dan nyeri yang dialami (Sari dan
Kurnia, 2015).

2.2.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran pendamping persalinan


Menurut Hamilton dalam Sari dan Kurnia (2015) faktor-
faktor yang mempengaruhi peran pendampingan persalinan antara
lain: sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, pengetahuan, umur dan
pendidikan.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Setiap perempuan khususnya ibu hamil akan selalu dihadapkan
kepada perubahan, baik itu perubahan psikologis, mental ataupun
perubahan fisiologis. Pada setiap perubahan yang dialami oleh ibu
hamil, diharapkan adanya peran dan dukungan dari suami, keluarga
dan tenaga kesehatan dalam mengurangi keluhan terhadap perubahan
tersebut, agar ibu hamil merasa nyaman dan aman dalam melewati
masa kehamilannya.

3.2. Saran
Suami harus paham dengan kondisi perempuan khususnya ibu
hamil sehingga dapat memberikan dukungan psikologis dan dapat
memberikan dan melaksanakan peran dan tanggung jawabnya terhadap
kesehatan mental perempuan/ ibu hamil/ istrinya tersebut
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.untag-
sby.ac.id/711/3/BAB
%25202.pdf&ved=2ahUKEwj6gvzRkJnuAhVQ7XMBHW3iAQUQFjAGegQI
BxAB&usg=AOvVaw3xkGvztoU3MuzEoEI-_h6Z
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/3692/
1/AYU
%2520CAHYANTI.pdf&ved=2ahUKEwizuL31kJnuAhVa63MBHbPLAlkQFj
AJegQICRAB&usg=AOvVaw2tB8peiFQlFlU7MypkAgli
Luh Putu Prema Diani dan Luh Kadek Pande Ary Susilawati. 2013. Pengaruh
Dukungan Suami Terhadap Istri Yang Mengalami Kecemasan Pada
Kehamilan Trimester Ketiga Di Kabupaten Gianyar . Jurnal Psikologi
Udayana, 1(1), 1-11
Ros. 2019. Sebenarnya Apa Saja Peran Suami dalam Kehamilan?.
://www.orami.co.id/magazine/sebenarnya-apa-saja-peran-suami-dalam-
kehamilan/ ( diakses tanggal 13 Januari 2020)
Sudirman, Herien Puspitawati, dan Istiqlaliyah Muflikhati.2019. Peran Suami
Dalam Menentukan Kesejahteraan Subjektif Istri Pada Saat Hamil Dan
Melahirkan. Jur. Ilm. Kel. & Kons, 12 (1), 26-37

Anda mungkin juga menyukai