Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PADA NIFAS

NUTRISI DAN BIOCHEMISTRY MASA NIFAS DAN BIOCHEMISTRY


ASI,MASALAH YANG UMUM TERJADI PADA POST
PARTUM ,SESKSUALITAS PADA PERIODE POST PARTUM ,
MENEJEMEN NIFAS (DUKUNGAN MENYUSUI,KONSELING TENTANG
PERAWATAN DIRI)

DOSEN PENGAMPU : fitriyani pulungan ,SST,M.Kes

DISUSUN OLEH:
SUCI SINDI AWARIS , P0752441
SUPADMIA ME
SALVA KAFADIA SITEPU ,P07524419109
DEWI MUTIARA ,P07524419109
DIV-3c

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN


JURUSAN KEBIDANAN
T.A : 2020/2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................2

KATA PENGANTAR………………………………………………........................3

BAB I

PENDAHULUAN.......................................................................................................4

A.LATAR BELAKANG.............................................................................................4

B.RUMUSAN MASALAH …………………………………………………………4

B.TUJUAN..................................................................................................................4

BAB II

PEMBAHASAN…………………………………………………..............................5

a.nutrisi dan biochemistry masa nifas dan biochemistry asi ………………………..5


b. masalah yang umum terjadi pada post partus …………………………………….7
c.seksualitas pada periode partum …………………………………………………..9.
d. menejemen nifas (dukungan menyusui , konseling tentang perawatan)………….10
BAB III
A.KESIMPULAN……...............................................................................................15
B.SARAN…………………………………………………………………………….15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………...17

KATA PENGANTAR

2
Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar sebagai
pemenuh tugas mata keterampilan dasar peraktek kebidanan . Makalah ini berisi tentang “nutrisi
dan biochmerty masa nifas dan biochmerty ASI, masalah umum yang terjadi pada post
partum ,seksualitas pada periode post partum , manajemen nifas (dukungan menyusui ,konseling
tentang perawatan dini)”.Dengan mempelajari materi tersebut, pembaca bisa lebih memahami
lebih merinci mengenai hal yang menyangkut dengan kebidanan.

Makalah ini disusun untuk kebutuhan mahasiswa dan sebagai salah satu pemenuh tugas makalah
pertolongan pertama pada saat tersedak ,tidak dapat bernafas ,perdarahan,luka bakar,terkena
racun ,cedera kepala dan leher ,korban tenggelam . Penyusun juga menyampaikan terimakasih
kepada Ibu dosen fitriyani pulungan ,SST,M.Kes pengampu mata kuliah asuhan kebidanan pada
nifas tersebut serta semua pihak yang mendukung proses pembuatan makalah ini.

Penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca karena penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat
digunakan dengan baik dan dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca. Amin.

Medan , 22 agustus 2021

BAB I

PENDAHULUAN

3
A. LATAR BELAKANG

Masa nifas berasal dari bahasa latin, yaitu puer artinya bayi dan parous artinya melahirkan atau masa
sesudah melahirkan. Asuhan kebidanan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada
pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti
sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil (Saleha, 2013). Masa Nifas dimulai setelah 2 jam
postpartum dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya
berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan baik secara fisiologi maupun
psikologis akan pulih dalam waktu 3 bulan (Nurjanah, dkk, 2013).

B. RUMUSAN MASALAH

Setelah menyelesaikan makalah ini mahasiswa mampu diharapkan akan dapat menjelaskan dan
mengetahui tentang

C. TUJUAN

1.mahasiswa mempelajari dan mengetahui tentang nutria dan biochemistry masa nifas dan
biochemistry asi
2. mahasiswa mampu mengatasi masalah yang umum pada post partum
3. mahasiswa mengetahui tentang seksualitas pada periode partum
4.mahasiswa mengetahui materi tentang menejemen nifas , dukungan menyusui , konseling
tentang perawatan

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. NUTRISI DAN BIOCHEMISTRY MASA NIFAS DAN BIOCHEMISTRY ASI

Nutrisi yang di konsumsi oleh ibu nifas harus bermutu tinggi, bergizi dan cukup kalori. Kalori baik
untuk proses metabolisme tubuh, kerja organ tubuh, proses pembentukan ASI. Wanita dewasa
memerlukan 2.200 k kalori. Ibu menyusui memerlukan kalori yang sama dengan wanita dewasa + 700 k.
kalori pada 6 bulan pertama kemudian + 500 k. kalori bulan selanjutnya.

1. Gizi Ibu Menyusui Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari. Makan diet berimbang untuk
mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup. Minum sedikitnya 3 liter setiaphari (anjurkan ibu
untuk minum setiap kali menyusui). Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pasca bersalin.Minum Vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan Vitamin A kepada
bayinya melalui ASInya. Sesudah satu bulan pasca persalinan, makanlah makanan yang mengandung
kalori cukup banyak untuk mempertahankan berat badan si ibu. Jika ibu ingin menyusui bayi kembar dua,
kembar tiga atau bayi baru lahir beserta dengan kakaknya yang balita ibu membutuhkan kalori Iebih
banyak dari pada ibu menyusui satu bayi saja. Jika ibu ingin menurunkan berat badan batasi besarnya
penurunantersebut sampai setengah kilo - gram perminggu. Pastikan diet ibu mengandung 1500 kalo - ri
dan hidrasi diet cairan atau obat-obatan pengurus badan. Penurunan berat badan leb - ih dari setengah
kilogram per - minggu dan pembatasan kalori yang terlalu ketat akan rneng - ganggu gizi dan kesehatan
ibu serta dapat membuat ibu mem - produksi ASI lebih lanjut.

2. Karbohidrat Makanan yang dikonsumsi di - anjurkan mengandung 50-60% karbohidrat. Laktosa (gula
susu) adalah bentuk utama dari kar - bohidrat yang ada dalam jumlah lebih besar dibandingkan dalam
susu sapi. Laktosa memban - tu bayi menyerap kalsium dan mudah di metabolisme menjadi dua gula
sederhana (galaktosa dan glukosa) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan otak yang cepat yang terjadi
selama masa bayi.

3. Lemak Lemak 25-35% dari total makanan. Lemak menghasilkan kira-kira setengah kalori yang
diproduksi oleh air susu ibu.

4. Protein Jumlah kelebihan protein yang diperlukan oleh ibu pada masa nifas adalah sekitar 10-15%.
Protein utama dalam air susu ibu adalah whey. Mudah dicer - na whey menjadi kepala susu yang lembut
yang memudah - kan penyerapan nutrien keda - lam aliran darah bayi. Sumber karbohidrat yaitu : -
Nabati :tahu, tempe dan ka - cang – kacangan - Hewani : daging, ikan, telur, hati, otak, usus, limfa,
udang, kepiting.

5
5. Vitamin dan Mineral Kegunaan vitamin dan mineral adalah untuk melancarkan me - tabolisme tubuh.
Beberapa vita - min dan mineral yang ada pada air susu ibu perlu mendapat perhatian khusus karena jum -
lahnya kurang mencukupi, tidak mampu memenuhi kebutuhan bayi sewaktu bayi bertumbuh dan
berkembang. Vitamin dan mineral yang paling mudah menurun kandungannya dalam makanan adalah Vit
B6, tiamin, As.folat, kalsium, seng, dan magnesium. Kadar Vit B6, tiamin dan As.folat dalam air susu
langsung ber - kaitan dengan diet atau asupan suplemen yang dikonsumsi

ibu. Asupan vitamin yang tidak memadai akan mengurangi cadangan dalam tubuh ibu dan mempengaruhi
kesehatan ibu maupun bayi. Sumber vitamin : hewani dan nabati. Sumber mineral : ikan, daging banyak
mengandung kalsium, fosfor, zat besi, seng dan yodium.
6. Cairan Fungsi cairan sebagai pelarut zat gizi dalam proses metabolisme tubuh. Minumlah cairan cukup
untuk membuat tubuh ibu tidak dehidrasi.Asupan tablet tambah darah dan zat besi diberikan selama 40
hari post partum. Minum kapsul Vit A (200.000 unit).

Persalinan merupakan proses yang melelahkan, itulah mengapa Ibu disarankan tidak langsung turun
ranjang setelah melahirkan karena dapat menyebabkan jatuh pingsan akibat sirkulasi darah yang belum
berjalan baik. Ibu harus cukup beristirahat, dimana Ibu harus tidur terlentang selama 8 jam post partum
untuk mencegah perdarahan post partum. Setelah itu, mobilisasi perlu dilakukan agar tidak terjadi
pembengkakan akibat tersumbatnya pembuluh darah Ibu. Pada persalinan normal, jika gerakannya tidak
terhalang oleh pemasangan infus atau kateter dan tanda-tanda vitalnya juga memuaskan, biasanya Ibu
diperbolehkan untuk mandi dan pergi ke wc dengan dibantu, satu atau dua jam setelah melahirkan secara
normal. Sebelum waktu ini, Ibu diminta untuk melakukan latihan menarik nafas yang dalam serta latihan
tungkai yang sederhana dan harus duduk sambil mengayunkan tungkainya dari tepi ranjang. Pasien Sectio
Caesarea biasanya mulai ‘ambulasi’ 24-36 jam sesudah melahirkan. Jika Pasien menjalani analgesia
epidural, pemuiihan sensibilitas yang total harus dilakukan dahulu sebelum ambulasi dimulai. Setelah itu
Ibu bisa pergi ke kamar mandi. Dengan begitu sirkulasi darah di dalam tubuh akan berjalan dengan baik.
Gangguan yang tidak diinginkan pun bisa dihindari.

Pengeluaran ASI (Oksitosin) Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan
menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitaria posterior, sehingga keluar hormon
oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel miopitel di sekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong ASI
masuk dalam pembuluh ampula. Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh isapan bayi, juga oleh
reseptor yang terletak pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara reflektoris oksitosin dikeluarkan
oleh hipofisis.

Manfaat ASI a. ASI Kaya Akan Zat Penting Bila dibandingkan ASI dengan produk susu kalengan atau
formula untuk sang buah hati, ASI tetap terunggul dan tak terkalahkan. Karena ASI memiliki semua
kandungan zat penting yang dibutuhkan oleh sang bayi seperti; DHA, AA, Omega 6, laktosa, taurin,
protein, laktobasius, vitamin A, kolostrum, lemak, zat besi, laktoferin and lisozim yang semuanya dalam
takaran dan komposisi yang pas untuk bayi, oleh karenanya ASI jauh lebih unggul dibandingkan dengan
susu apapun. b. Enzym Lipase Selain itu AA dan DHA yang terkandung di dalam ASI juga dilengkapi
dengan enzim lipase sehingga bisa dicerna oleh tubuh bayi. Sedangkan pada susu formula memang ada
AA dan DHA tapi tidak ada enzimnya.

6
B.MASALAH YANG UMUM TERJADI PADA POST PARTUM

1. Perdarahan postpartum

Perdarahan sebenarnya umum terjadi saat persalinan, tetapi bila tidak ditangani dengan baik dapat
semakin parah dan berisiko menyebabkan ibu meninggal setelah melahirkan.
Perdarahan yang tidak ditangani sesegera mungkin setelah melahirkan dan dapat berisiko fatal yakni
perdarahan postpartum.

Perdarahan postpartum bisa terjadi saat ibu memilih untuk melahirkan normal maupun melalui operasi
caesar.
Perdarahan setelah melahirkan bisa terjadi karena vagina atau leher rahim robek maupun rahim yang
tidak berkontraksi setelah melahirkan.
Namun, biasanya perdarahan berat juga disebabkan oleh masalah plasenta selama kehamilan.
Komplikasi persalinan terkait plasenta meliputi atonia uteri, plasenta akreta, dan retensio plasenta.
2. Infeksi postpartum

Infeksi postpartum bisa terjadi jika ada bakteri masuk ke tubuh dan tubuh tidak bisa melawan.
Beberapa infeksi bisa sampai menyebabkan ibu meninggal saat maupun setelah melahirkan.
Ibu hamil yang terinfeksi kelompok bakteri Streptokokus B dapat mengalami sepsis (infeksi darah).
Sepsis dapat menyerang sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan masalah yang parah sampai kematian.
Terkadang, sepsis bisa menyebabkan penggumpalan darah pada ibu hamil sehingga menghalangi aliran
darah ke organ penting ibu, seperti otak dan jantung.
Hal ini kemudian dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ dan bahkan kematian.
Secara umumnya, infeksi postpartum biasanya mulai terlihat setelah persalinan ketika rahim terinfeksi
bakteri.

Biasanya, penyebab adanya infeksi pada rahim ini dikarenakan kantung ketuban terinfeksi lebih dulu.

Kantung ketuban adalah kantung tipis yang berfungsi untuk membungkus bayi selama kehamilan serta
berisi cairan ketuban dan plasenta.

3. Emboli paru

Emboli paru adalah gumpalan darah yang menghalangi pembuluh darah di paru-paru.
Hal ini biasanya terjadi ketika gumpalan darah yang ada di kaki atau paha (deep vein thrombosis atau
DVT) pecah dan mengalir ke paru-paru.
Emboli paru dapat menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah sehingga biasanya gejala
yang muncul adalah sesak napas dan nyeri dada.
Organ tubuh yang tidak mendapatkan cukup oksigen dapat mengalami kerusakan, dan hal ini kemudian
bisa menyebabkan kematian.

7
Untuk mencegah emboli paru dan DVT, ada baiknya Anda bangun dan berjalan sesegera mungkin setelah
melahirkan.
Cara ini dapat membantu membuat darah bisa mengalir dengan lancar sekaligus mencegah agar tidak
terjadi gumpalan darah.

4. Kardiomiopati

Selama kehamilan, fungsi jantung wanita mengalami perubahan yang cukup banyak.
Hal ini membuat ibu hamil yang memiliki penyakit jantung berisiko tinggi untuk mengalami kematian.
Salah satu penyakit pada jantung yang dapat menyebabkan kematian ibu hamil adalah kardiomiopati.
Kardiomiopati adalah penyakit otot jantung yang membuat jantung lebih besar, lebih tebal, atau lebih
kaku.
Kardiomiopati bisa membuat jantung lemah sehingga tidak bisa memompa darah dengan baik ke seluruh
tubuh.
Pada akhirnya, kardiomiopati bisa menyebabkan masalah, seperti gagal jantung atau penumpukan cairan
di paru-paru.

5. Ibu meninggal saat melahirkan karena terbatasnya fasilitas kesehatan

Akses terhadap fasilitas atau pelayanan kesehatan yang baik, terutama bagi ibu yang berada di daerah
tertinggal, terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) menjadi salah satu penyebab kematian ibu.

Kurang meratanya penyediaan fasilitas pelayanan obstetri neonatal emergensi komprehensif (PONEK)
dan pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar (PONED) juga perlu diperhatikan.

Ini karena terbatasnya fasiltas PONEK, PONED, pos pelayanan terpadu (posyandu), dan unit transfusi
darah yang belum menjangkau seluruh daerah bisa berakibat fatal bagi kondisi ibu saat melahirkan
maupun setelahnya.

Penyebab lain yang berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yakni akses jalan yang buruk menuju
tempat pelayanan kesehatan, khususnya di daerah terpencil.

Hal ini yang membuat ibu sulit menjangkau fasiltas kesehatan tersebut sehingga terlambat mendapatkan
pertolongan saat mengalami komplikasi selama kehamilan dan persalinan.

6. Penyebab kematian ibu lainnya

Berdasarkan Mayo Clinic, masih ada beragam penyebab lain ibu meninggal saat dan setelah melahirkan.
Berikut penyebab kematian ibu yang bisa terjadi saat maupun setelah proses persalinan:

 Mengalami penyakit kardiovaskular


 Mengalami stroke
 Mengalami gangguan tekanan darah tinggi (hipertensi) selama kehamilan
 Memiliki kondisi medis yang sudah ada sebelum kehamilan dan melahirkan
 Mengalami komplikasi anestesi (obat bius)

8
 Mengalami emboli air ketuban, yakni saat cairan ketuban masuk ke aliran darah ibu
Namun terkadang, penyebab ibu meninggal saat atau setelah melahirkan juga bisa tidak diketahui secara
pasti.

Di samping memahami berbagai penyebab ibu meninggal saat atau setelah melahirkan guna mencegah
risikonya, jangan lupa persiapkan juga persiapan persalinan dengan baik.
Tak ketinggalan, perlengkapan melahirkan bagi ibu, bayi, dan ayah yang menunggu persalinan juga
sebaiknya disediakan sejak jauh-jauh hari.
Jadi, saat tanda-tanda melahirkan mulai muncul, ibu bisa segera pergi ke rumah sakit didampingi
pasangan maupun doula bila ada.
Tanda-tanda persalinan meliputi kontraksi persalinan, pembukaan lahiran, dan air ketuban pecah.
Agar tidak keliru, bedakan kontraksi persalinan asli dan kontraksi palsu menjelang waktu kelahiran.

C.SESKSUALITAS PADA PERIODE POST PARTUM

Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka episiotomi telah sembuh dan lokea telah
berhenti. Hendaknya pula hubungan seksual dapat ditunda sedapat mungkin sampai 40 hari setelah
persalinan, karena pada waktu itu diharapkan organ-organ tubuh telah pulih kembali. Ibu mengalami
ovulasi dan mungkin mengalami kehamilan sebelum haid yang pertama timbul setelah persalinan. Untuk
itu bila senggama tidak mungkin menunggu sampai hari ke-40, suami/istri perlu melakukan usaha untuk
mencegah kehamilan. Pada saat inilah waktu yang tepat untuk memberikan konseling tentang pelayanan
KB. Beberapa cara yang dapat mengatasi kemesraan suami istri setelah periode nifas antara lain hindari
menyebut ayah dan ibu; mencari pengasuh bayi; membantu kesibukan istri; menyempatkan berkencan;
meyakinkan diri; bersikap terbuka dan konsultasi dengan ahlinya.

Perilaku seksual adalah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan
wanita yang telah mencapai pada hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami
istri.Menurut sarwono (2011) perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual bai yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku
ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan
bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian perilaku seksual adalah segala perilaku
yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksusal
melalui berbagai perilaku dengan cara merangsang,baik dilakukan sendiri, oleh lawan jenis maupun
sesama jenis

Perilaku Seksual Masa Nifas

Secara alami, sesudah melewati masa nifas kondisi organ reproduksi ibu sudah kembali normal. Oleh
sebab itu, posisi hubungan seks seperti apapun sudah bisa dilakukan. Kalaupun masih ada keluhan rasa
sakit, lebih disebabkan proses pengembalian fungsi tubuh belum berlangsung sempurna seperti fungsi
pembasahan vagina yang belum terjadi seperti semula. Namun, bisa juga keluhan ini disebabkan kram
otot, infeksi, ataupun luka yang masih dalm proses penyembuhan Gangguan seperti ini disebut
dyspareunia atau ras nyeri waktu senggama. Pada kasus semacam ini ada beberapa kemungkinan yang
bisa menjadi penyebab, yaitu :

9
1. Terbentuknya jaringan baru pasca melahirkan karena proses penyembuhan luka seperti guntingan jalan
lahir masih sensitif sehingga kondisi alat reproduksi belum kembali semula.

2. Adanya infeksi, bisa disebabkan karena bakteri, virus, atau jamur.

3. Adanya penyakit dalam kandungan (tumor, dll)

4. Konsumsi jamu. Jamu-jamu ini mengandung zat-zat yang memiliki sifat astingents yang berakibat
menghambat produksi cairan pelumas pada vagina saat seseorang wanita terangsang seksual.

5. Komunikasi suami istri kurang baik sehingga biasanya istri tidak mau melakukan hubungan seks.
Kurangnya foreplay sehingga belum terjadi lubrikasi saaat penetrasi penis.

Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas Secara Keseluruhan faktor-
faktor yang mempengaruhi hubungan seksual pada ibu pasca nifas adalah :

1. Beberapa wanita merasakan perannya sebagai orang tua sehingga timbul tekanan dan kebutuhan untuk
menyesuaikan diri dengan perannya.

2. Adanya luka bekas episiotomi.

3. Takut merusak keindahan tubuhnya.

4. Kurangnya informasi tentang seks setelah melahirkan.

5. Bahaya berhubungan seks pasca persalinan. Berhubungan seksual selama nifas berbahaya apabila pada
saat itu mulut rahim masih terbuka maka akan berisiko.

6. Kuman yang hidup diluar akibat berhubungan seksual ketika mulut rahim masih terbuka, bisa tersedot
masuk ke dalam rongga rahim dan menyebabkan infeksi.

7. Kecemasan dan kelelahan mengurus bayi baru lahir sering kali membuat gairah bercinta pasangan
suami istri (pasutri) surut, terutama pada wanita.

8. Trauma psikis maupun fisik ditinjau dari segi fisik, wanita mengalami perubahan sangat drastis di
dalam tubuh. Taruma fisik bisa terjadi saat melahirkan. Rasa sakit akibat pengguntingan bagian dalam
vagina (epiosotomi) untuk melancarkan jalan lahir untuk menghindari terjadinya perobekan yang berat
sehingga membutuhkan waktu untuk penyembuhan.

9. Adanya mengalami let down ASI sehingga respon terhadapa orgasme yang dirasakan sebagai
rangsangan seksual pada saat menyusui.

D. MENEJEMEN NIFAS (DUKUNGAN MENYUSUI,KONSELING TENTANG


PERAWATAN DIRI)

Masa nifas adalah masa pemulihan paska persalinan hingga seluruh organ reproduksi wanita pulih
kembali sebelum kehamilan berikutnya. Masa nifas ini berlangsung sekitar 6-8 minggu paska persalinan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat masa nifas antara lain, suhu, pengeluaran lochea, payudara, traktur
urinarius, dan sistem kardiovaskuler. Selain dari segi klinik ibu, kondisi kejiwaan ibu paska persalinan
juga harus selalu dipantau dan diberi dukungan. Tak jarang kondisi kejiwaan ini disepelekan dan menjadi

10
salah satu faktor menurunnya kondisi ibu paska persalinan yang berujung pada kematian, seperti kisah
RA Kartini. Di Indonesia pada tahun 2015 tercatat sebanyak 305 ibu meninggal dalam masa nifas tiap
100.000 kelahiran. Berbagai pelayanan dan pelatihan perawatan paska persalinan, utamanya pada masa
nifas gencar dilakukan oleh kementrian kesehatan maupun berbagai fasilitas kesehatan, harapannya
perlahan tapi pasti AKI di Indonesia bisa diturunkan.

Angka kematian ibu di Indonesia masih menjadi salah satu tujuan penting untuk diturunkan. Pada tahun
2015 AKI tercatat 305 jiwa per 100.000 kelahiran dari target seharusnya 102 jiwa per 100.000 kelahiran.
Peran tenaga kesehatan selama dan paska persalinan sangat berperan dalam penurunan AKI. 68,6%
persalinan di Indonesia dibantu oleh bidan, 18,5% dibantu dokter, 11,8% oleh tenaga non kesehatan
seperti dukun bayi, dan 0,8% tanpa ada penolong.

Penyebab kematian ibu paling banyak adalah perdarahan yang biasanya terjadi selama masa nifas.
Masa nifas merupakan masapemulihan organ reproduksi paska persalinan dan merupakan masa yang
penting bagi ibu maupun bayi. Masa nifas ini diperkirakan terjadi selama 6-8 minggu. Paska persalinan,
meskipun sudah dinyatakan baik-baik saja dan diperbolehkan pulang namun ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh ibu selama masa nifas:

1. Melakukan kontrol/ kunjungan minimal 4 kali, yaitu pada 6 jam, 6 hari, 2 minggu, dan 6 minggu
setelah persalinan.
2. Memeriksa tekanan darah, perdarahan pervaginam, kondisi perineum, tanda infeksi, kontraksi
uterus, tinggi fundus, dan temperatur secara rutin.
3. Menilai fungsi berkemih, fungsi cerna, penyembuhan luka, sakit kepala, rasa lelah, dan nyeri
punggung.
4. Pastikan kondisi psikologis ibu baik. Bagaimana suasana emosinya, pastikan mendapat dukungan
dari keluarga, pasangan, dan masyarakat untuk perawatan bayinya.
5. Mendapatkan vaksin tetanus bila perlu.
6. Memberikan edukasi untuk menemui dokter jika terjadi perdarahan berlebihan, sekret vagina
berbau, demam, nyeri perut berat, kelelahan atau sesak, bengkak di wajah dan alat gerak, serta
payudara terasa nyeri atau bengkak.

Kondisi klinis ibu yang perlu diperhatikan selama masa nifas antara lain suhu, tidak boleh mengalami
peningkatan hingga lebih dari 38oC. Bila terjadi selama 2 hari berturut-turut curigai adanya infeksi dan
ibu dianjurkan segera ke dokter. Amati perubahan payudara, apakah lebih nyeri, kencang, atau
membengkak meski sudah digunakan untuk menyusui. Bila hal tersebut terjadi segera menuju dokter atau
fasilitas kesehatan terdekat. Selain itu buang air kecil sering dirasa sulit pada 24 jam pertama karena
mengalami kompresi antara kepala bayi dan tulang pubis ibu selama persalinan. Nilai Hb, hematokrit, dan
eritrosit akan mengalami naik-turun/ fluktuatif pada 1-2 minggu paska persalinan. Namun bila nilainya
menurun cukup jauh dari batas normal setelah beberapa hari persalinan ibu dianjurkan segera menemui
dokter atau menuju ke fasilitas kesehatan terdekat.

Selain kondisi klinis dan psikologi ibu berbagai hal lain juga perlu diperhatikan seperti kebersihan diri,
istirahat yang cukup, latihan atau olah raga khususnya pada bagian otot perut, asupan gizi, dan juga cara
menyusui serta merawat payudara selama masa nifas. Selain itu edukasi terkait kapansenggama aman
dilakukan paska persalinan danperencanaan kehamilan berikutnya serta penggunaan alat kontrasepsi.

Dukungan keluarga dalam hal memberi motivasi dalam pemberian ASI eksklusif adalah hal yang sangat
penting dalam menunjang pemenuhan kebutuhan fisik bayi terutama untuk pemenuhan gizi dan tumbuh
kembang si bayi. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

11
“Hubungan Support System Keluarga dengan Sikap Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah
Kerja Puskesmas Sukoharjo”.

dukungan kepada ibu menjadi salah satu faktor penting yang juga mempengaruhi ibu memberikan ASI
Eksklusif. Seorang ibu yang punya pikiran positif tentu saja akan senang melihat bayinya, kemudian
memikirkannya dengan penuh kasih sayang, terlebih bila sudah mencium dan menimang si buah hati.
Semua itu terjadi apabila ibu dalam keadaan tenang. Keadaan tenang ini didapat oleh ibu jika adanya
dukungan-dukungan dari lingkungan sekitar ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya. Karena itu, ibu
memerlukan dukungan yang kuat agar dapat memberikan ASI Eksklusif. Menurut Tasya (2008),
dukungan ini dapat diperoleh dari tiga pihak, yaitu suami, keluarga, dan tenaga kesehatan. Suami adalah
pasangan hidup istri atau ayah dari anak-anak. Suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh
dalam suatu keluarga tersebut dan suami mempunyai peranan yang sangat penting, dimana suami sangat
dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah, akan tetapi sebagai pemberi motivasi atau dukungan dalam
berbagai kebijakan yang akan diputuskan termasuk merencanakan keluarga. Dukungan suami adalah
salah satu bentuk interaksi yang didalamnya terdapat hubungan yang saling memberi dan menerima
bantuan yang bersifat nyata yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya (Hidayat, 2009). Upaya
peningkatan cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif dilakukan dengan berbagai strategi, mulai
dari penyusunan kerangka regulasi, peningkatan kapasitas petugas dan promosi ASI Eksklusif. Rata-rata
cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Sleman tahun 2015 adalah 81,62% dan cakupan ini masih tidah
merata di Puskesmas. Dari Puskesmas yang ada di Kabupaten Sleman yang memiliki cakupan ASI
Eksklusif tertinggi di Puskesmas Turi sebesar 93,30% dan terendah terdapat di Puskesmas Prambanan
74,85%. Angka ini masih di bawah standar nasional pencapaian ASI Eksklusif yaitu 80% (Dinkes
Sleman, 2016).

Perawatan diri berasal dari istilah self care yang bermakna self artinya diri dan care yang artinya peduli
atau merawat. Perawatan diri merupakan suatu aktivitas untuk merawat diri sendiri untuk mengurangi
stres, mengatur dan meningkatkan kesejahteraan mental. Perawatan diri selalu dimulai dengan kesadaran
terhadap diri sendiri. Dengan menyadari apa yang terjadi pada dirinya akan membuat seseorang dapat
mengelola, mengatasi dan mencegah berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
kesehatan fisik, emosi, pikiran dan spiritual. Perawatan diri pada dasarnya mungkin telah kita lakukan
tanpa kita sadari, misalnya saja saat kita sedang merasa tertekan kita pergi menonton di bioskop atau
mengabiskan waktu tidur di dalam kamar. Hanya saja, perawatan diri yang tidak kita sadari justru dapat
membuat proses perawatan diri itu sendiri menjadi berkurang maknanya. Dalam proses melakukan
perawatan diri maka sangat penting dilakukan dengan sadar dan dengan intensi/ niat yang tepat. iki risiko-
risiko pekerjaan yang harus diketahui oleh para calon konselor.

Selama ini para calon konselor lebih banyak fokus memperkuat teknik konseling namun kurang
memahami risiko yang mungkin mereka hadapi dalam pekerjaan. Jika dapat dianalogikan, kompetensi
profesi berupa penguasaan pada teknik-teknik konseling merupakan senjata bagi konselor sementara
kemampuan perawatan diri adalah tameng bagi konselor. Baik senjata maupun tameng sama pentingnya
demi proses konseling yang efektif. Tanpa tameng atau perlindungan diri, konselor sangat rentan
mengalami risiko-risiko dari proses konseling. Sebaliknya tanpa senjata atau kompetensi profesi maka
konselor tak dapat menjalankan fungsinya dalam melakukan konseling. Kedua hal ini harusnya berjalan
beriringan dan dan dikuasai sama baiknya selama proses pendidikan calon konselor. Konseling
merupakan pekerjaan dimana para konselor menghadapi beragam persoalan-persoalan, emosi dan

12
pengalaman negatif dari setiap kliennya. Situasi ini menyebabkan para konselor rentan mengalami hal-hal
seperti:

a. Secondary trauma/ Trauma sekunder Sebagai konselor dimana berhadapan dengan cerita penuh trauma
setiap kliennya membuat konselor dapat mengalami trauma sekunder. Trauma sekunder merupakan
trauma yang konselor rasakan meski tidak menghadapi secara langsung kejadian traumatis. Misalnya saja,
saat para klien menceritakan pengalaman kekerasan dari pasangan dengan detil diikuti dinamika emosi
yang ia tunjukkan hal ini dapat membuat konselor ikut serta mengalami kekhawatiran dan ketakutan
dalam menjalin hubungan lawan jenis.

b. Personal Issue/ Permasalahan pribadi Setiap konselor pasti juga memiliki pengalamannya pribadi dan
tidak mungkin membawa luka-lukanya sendiri. Saat konselor tidak mengenali siapa dirinya, seperti apa
kekuatan dan kerentanan dirinya, maka ia sangat rentan mengalami proses konseling yang tidak efektif
karena tercampur dengan permasalah pribadinya.

c. Stres/ Tertekan Merupakan kondisi konselor menghadapi tekanan akibat rasa tanggungjawab pada
klien, upaya menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, hingga terkait beban pekerjaan sebagai konselor.
Tekanan yang dihadapi konselor jika tidak dikelola dengan baik maka akan menjadi bumerang dalam
proses konseling. Kondisi konselor yang tidak prima dan ia harus menerima beragam persoalan dari klien
akan menjadi persoalan baru yang membebani konselor d. Burn out/ Kelelahan fisik, mental, emosional
dan spiritual. Kondisi ini merupakan manifestasi dari tekanan yang menumpuk terus menerus dan tidak
adanya pengelolaan diri yang baik. Akibatnya saat konselor mengalami burn out ia bekerja tanpa gairah,
apatis bahkan akhirnya membenci pekerjaan sebagai konselor. Kondisi ini akhirnya akan berdampak pada
performa sebagai konselor saat menghadapi klien.

Cara setiap konselor merawat diri sendiri berbedabeda. Hal ini sangat terkait dengan kepribadian dari
konselor itu sendiri. Ada konselor yang senang melakukan aktivitas ekploratif seperti naik gunung untuk
memberi jeda pada pekerjaannya, namun ada juga konselor yang lebih suka merawat diri dengan
membaca buku favorit di dalam kamar. Semua aktivititas itu sama-sama memberikan efek terapeutik
selama dilakukan dengan niat dan tujuan merawat diri, dan aktivitas yang dipilih sesuai dengan hal yang
disukai oleh konselor itu sendiri. Saat memilih aktivitas yang menyenangkan maka konselor harus
menempatkan dirinya sebagai posisi yang pertama. Aktivitas yang dilakukan harus benar-benar yang ia
sukai dan bukan hal-hal yang seharusnya ia suka Dalam proses merawat diri sendiri maka keseimbangan
perlu dilakukan. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan kegiatan merawat diri perlu dipecah pada empat aspek
kegiatan yaitu fisik, emosi, spiritual, dan pikiran.

a. Aspek Fisik : aktivitas berkaitan dengan kondisi fisik seperti olahraga, makanan dan jam tidur. b.
Aspek Emosi : Terkait aktivitas yang dapat meningkatkan emosi positif seperti relaksasi, mendengarkan
musik, melukis

c. Aspek Pikiran : Terkait aktivitas yang dapat meningkatkan aspek kognisi seperti membaca, berdiskusi,
menulis.

d. Aspek Spiritual : Terkait aktivitas spiritual yang bermakna seperti sholat, dzikir, berdoa, bersalawat.

Pembagian aktivitas berdasarkan aspek ini akan memudahkan konselor untuk menemukan beragam
aktiivitas merawat diri. Meskipun memang saat melaksanakan aktivitas tersebut bisa jadi aspek lain turut

13
terlibat. Misalnya saja meski mendengarkan emosi lebih mendorong aspek emosi namun jika yang diputar
adalah lagu religius maka aspek spritiual juga terlibat.

Dalam proses merawat diri, maka ada tiga hal yang harus dilakukan yaitu:

1. Miliki kesadaran : Artinya refleksi diri wajib dilakukan

2. Buat komitmen : Merawat diri harus dimasukkan pada prioritas kegiatan rutin.

3. Lakukan dengan suka cita: Lakukan kegiatan merawat diri dengan perasaan senang dan positif.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nutrisi yang di konsumsi oleh ibu nifas harus bermutu tinggi, bergizi dan cukup kalori. Kalori baik
untuk proses metabolisme tubuh, kerja organ tubuh, proses pembentukan ASI. Wanita dewasa
memerlukan 2.200 k kalori. Ibu menyusui memerlukan kalori yang sama dengan wanita dewasa + 700 k.
kalori pada 6 bulan pertama kemudian + 500 k. kalori bulan selanjutnya.

Gizi Ibu Menyusui Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari. Makan diet berimbang untuk
mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup. Minum sedikitnya 3 liter setiaphari (anjurkan ibu
untuk minum setiap kali menyusui). Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pasca bersalin.Minum Vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan Vitamin A kepada
bayinya melalui ASInya. Sesudah satu bulan pasca persalinan, makanlah makanan yang mengandung
kalori cukup banyak untuk mempertahankan berat badan si ibu. Jika ibu ingin menyusui bayi kembar dua,
kembar tiga atau bayi baru lahir beserta dengan kakaknya yang balita ibu membutuhkan kalori Iebih
banyak dari pada ibu menyusui satu bayi saja. Jika ibu ingin menurunkan berat badan batasi besarnya
penurunantersebut sampai setengah kilo - gram perminggu. Pastikan diet ibu mengandung 1500 kalo - ri
dan hidrasi diet cairan atau obat-obatan pengurus badan. Penurunan berat badan leb - ih dari setengah
kilogram per - minggu dan pembatasan kalori yang terlalu ketat akan rneng - ganggu gizi dan kesehatan
ibu serta dapat membuat ibu mem - produksi ASI lebih lanjut.

Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka episiotomi telah sembuh dan lokea telah
berhenti. Hendaknya pula hubungan seksual dapat ditunda sedapat mungkin sampai 40 hari setelah
persalinan, karena pada waktu itu diharapkan organ-organ tubuh telah pulih kembali. Ibu mengalami
ovulasi dan mungkin mengalami kehamilan sebelum haid yang pertama timbul setelah persalinan. Untuk
itu bila senggama tidak mungkin menunggu sampai hari ke-40, suami/istri perlu melakukan usaha untuk
mencegah kehamilan. Pada saat inilah waktu yang tepat untuk memberikan konseling tentang pelayanan
KB. Beberapa cara yang dapat mengatasi kemesraan suami istri setelah periode nifas antara lain hindari
menyebut ayah dan ibu; mencari pengasuh bayi; membantu kesibukan istri; menyempatkan berkencan;
meyakinkan diri; bersikap terbuka dan konsultasi dengan ahlinya.

B. Saran

15
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan dan
keterampilan maka penyusun mengharapkan kritikan dan saran demi pengembangan penulisan
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin dan Rostia. 2006. Promosi Susu Formula menghambat pemberian ASI Ekslusif pada bayi 6-11
bulan di Kelurahan Pa’Baeng– Baeng Makasar. Makasar, (UNHAS). Arifin, S. 2004.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI oleh Ibu Melahirkan. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Sumatera Utara. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga, Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan RI . Pedoman Pengelolaan Air Susu Ibu di
Tempat Kerja. In. Jakarta; 2012. Erfiana, Irma. 2012.

Kajian Berbagai Faktor yang Berperan dalam Pemberian Susu Formula Awal pada Bayi (6-8) di
Kelurahan Tugu Jaya Kecamatan Cihideung Kota Tasikmalaya. Jawa Brat, Univrsitas Siliwangi.
Judarwanto, Widodo. 2008, Enterobacter sakazakii, Bakteri Pencemar Susu. RS Bunda Jakarta & Picky

Eaters Clinic. Dari: http://medicastore.com. Diakses tanggal 15 April 2013. Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan RI. Pemberdayaan Perempuan Dalam Peningkatan Pemberian ASI. Jakarta;
2008.

Khasanah, Nur. 2011. ASI atau Susu Formula ya?.Jogjakarta: flashbooks. Nadesul, H. 2008.
Membesarkan Bayi Jadi Anak Pintar. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. Nasar, dkk. 2005. Makanan
Bayi dan Ibu Menyusui. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Cetakan I Nurhaeni A. Panduan Ibu Cerdas-ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Yogyakarta; 2009.
Praptiani, Wuri. 2012. Kebidanan Oxford: Dari Bidan untuk Bidan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC. Baston, H. & Hall, J.
(2011).

Midwifery Essential Postnatal, Volume 4. United Kingdom: Elsevier. Bobak, dkk. (2004). Buku Ajar
Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta: EGC. Coad, J. (2006). Buku anatomi dan fisiologi untuk bidan.
Jakarta: EGC. Cunningham, dkk. (2012).

Obstetri Williams, Volume 1. McGraw Hill Education (Asia) and EGC Medical Publisher. Errol, N.
(2008).

At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Fraser, D.M., & Cooper, M.A.
(2009). Myles Buku Ajar Bidan. Edisi 14. Jakarta: EGC. Garcia, J., & Marchant, S. (1996). The Potential
of Postnatal Care. London: Bailliere Tindall. King, T.L., dkk. (2015).

16
Varney’s Midwifery, Fifth Edition. United States of America: Jones & Bartlett Learning Books, LLC, An
Ascend Learning Company, Alih Bahasa oleh EGC Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. (2015).

Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kemenkes RI. Manuaba, IGB. (2010). Ilmu Kebidanan dan
Kandungan untuk Bidan. Jakarta: EGC. Maryunani, A. (2009).

Asuhan pada ibu dalam masa nifas (postpartum). Jakarta: TIM. Medforth J, dkk. (2006). Oxford
Handbook of Midwifery. English: Oxford University Press. Mitayani. (2009). Asuhan keperawatan
maternitas. Jakarta: Salemba Medika. Mochtar, R. (2008). Obstetri fisiologi jilid I. Jakarta: EGC. 278
Asuhan kebidanan Nifas dan Menyusui _________. (2008).

Sinopsis obstetri: obstetri fisiologi obstetri patologi. Jakarta: EGC. Prawirohardjo, S. & Wiknjosastro, H.
(2007). Ilmu kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Yayasan Sarwono Prawirohardjo.
Stables, D. & Rankin, J. (2010). Physiology in Childbearing (3rd edn). Edinburg: Elsevier. Sulistyawati,
A. (2009).

Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: ANDI. Sweet, B.R. (1993). A Text Book for
Midwives. Philadelphia: WB Saunders. Varney, H., Kriebs, J.M., & Gegor, C.L. (2002). Buku Saku
Bidan. Jakarta: EGC. WHO. (1999). Postpartum Care of The Mother and Newborn: A Practical Guide.
Jenewa:

WHO. WHO (2013). Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta:
Kemenkes, UNFPA, POGI, IBI. Wiknjosastro, H. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan neonatal. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

17

Anda mungkin juga menyukai