Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENINGKATAN PROFESIONALISME BIDAN

Disusun Oleh:
Cindy Marina Br. P (1915201003)

Dosen Pengampu: Nova Yulita, SST, M.Keb

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN DAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB PEKANBARU
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah yang telah melimpahkan rahmat taufik dan

hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul

“Peningkatan Profesionalisme Bidan” shalawat serta salam senantiasa tercurahkan

kepada junjungan nabi besar muhammad saw yang telah mengarahkan kita

kejalan yang lurus, yakni addinul islam.

makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

mengikuti proses belajar mengajar antara mahasiswa dan dosen di universitas

abdurrab.

selama menyusun dan pembuatan makalah ini kami banyak mendapat

bantuan dari berbagai pihak dengan penuh keikhlasan. Oleh karena itu pada

kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak banyaknya kepada

dosen pembimbing matakuliah bahasa indonesia kami menyadari bahwa penulisan

makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan kritik

yang bersifat membangun sangat kami harapkan dalam pembuatan makalah

selanjutnya

akhirnya kami berharap agar makalah ini dapat diterima dan bermanfaat

bagi kami serta bagi para pembaca pada umumnya. Amin.

Penulis, 2020

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1.Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2.Rumusan Masalah ............................................................................. 2

BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................. 3

2.1.Bidan Sebagai Suatu Profesi .............................................................. 3

2.2.Karakteristik Bidan Sebagai Suatu Profesi ......................................... 4

2.3.Profesionalisme ................................................................................. 8

2.4.Bidan Sebagai Profesionalisme.......................................................... 10

2.5.Pola Pengembangan Pendidikan Bidan .............................................. 11

2.6.Contoh Inovasi Dalam Kebidanan ..................................................... 15

BAB III. PENUTUP ..................................................................................... 16

3.1.Kesimpulan ....................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat ini permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia

adalah masalah kesehatan yang terjadi pada kelompok ibu dan anak, yang

ditandai antara lain masih tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka

kematian bayi (AKB). Kematian pada masa maternal mencerminkan

kemampuan negara dalam memberikan pelayanan kesehatan pada

masyarakat. Masalah kesehatan ibu dan anak masih tetap menempatkan posisi

penting karena menyangkut kualitas sumber daya manusia yang paling hulu

yaitu masa kehamilan, persalinan dan tumbuh kembang anak.

Angka Kematian Ibu menurut SKRT tahun 1995 adalah 373 per

100.000 kelahiran hidup, hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia

(SDKI) tahun 2007 menunjukan bahwa sebesar 228 per 100.000 kelahiran

hidup atau setiap jam, 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai

sebab. Berdasarkan hasil konferensi Internasionan Kependudukan dan

Pembangunan (international Conference Population Development (ICPD)) di

Kairo, AKI tersebut masih jauh dari target internasional yaitu 125 per

100.000 kelahiran hidup sampai tahun 2005 dan 75 per 100.000 kelahiran

hidup sampai tahun 2015.

Terkait dengan tingginya AKI, hasil Assessment Safe Motherhood

di Indonesia tahun 1990/1991 menyebutkan diantaranya bahwa Kematian ibu

1
terjadi 10 kali lebih sering pada saat persalinan dibandingkan pada masa

kehamilan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bidan sebagai suatu profesi?

2. Bagaimana karakteristik bidan sebagai suatu profesi?

3. Bagaimana profesionalisme secara umum?

4. Bagaimana bidan sebagai profesionalisme?

5. Bagaimana pola pengembangan pendidikan bidan?

6. Bagaimana contoh inovasi dalam kebidanan?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Bidan Sebagai Suatu Profesi

Kebidanan merupakan salah satu profesi tertentu di dunia sejak

adanya peradaban umat manusia. Bidan lahir sebagai wanita terpercaya

dalam mendampingi dan menolong ibu-ibu melahirkan. Profesi ini telah

mendukung peran dan posisi seorang bidan menjadi terhormat di

masyarakat karena tugas yang diembannya sangat mulia dalam memberikan

semangat dan membesarkan hati ibu-ibu. Di samping itu dengan setia

mendampingi dan menolong ibu-ibu dalam melahirkan sampai si ibu dapat

merawat bayinya dengan baik. Sejak zaman prasejarah, dalam naskah kuno

sudah terecatat bidan di Mesir (Siphrah ddan Poah) yang berani mengambil

resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki Bangsa Yahudi (sebagai

orang-orang yang terjajah oleh Bangsa Mesir) yang diperintahkan oleh

Firaun untuk dibunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang

tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada

pada posisi lemah, yang pada zaman modern ini, kita sebut dengan peran

advokasi. Dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bidan bekerja

berdasarkan pada pandangan fisiologis yang dinut, keilmuan, metode kerja,

standar praktek pelayanan dan kode etik profesional yang dimilikiya.

Ciri-ciri bidan sebagai suatu profesi:

Bidan sebagai profesi memiliki ciri-ciri tertentu, yang dapat

diuraikan sebagai berikut:

3
1. Disiapkan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat

melaksanakan /mengerjakan pekerjaan yang menjadi

tanggungjawabnya secara profesional.

2. Dalam menjalankan tugasnya, bidan memiliki alat yang dinamakan

Standar Pelayanan Kebidanan, Kode Etik, dan Etika Kebidanan.

3. Bidan memiliki kelompok pengetahuan yang jelas dalam

menjalankan profesinya.

4. Memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya (Permenkes No.

572 Tahun 1996).

5. Memberikan pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan

kebutuhan masyarakat.

6. Memiliki wadah organisasi profesi.

7. Memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal serta dibutuhkan

masyarakat.

8. Menjadikan bidan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama

kehidupan.

2.2. Karakteristik Bidan Sebagai Suatu Profesi

Bidan sebagai profesi telah memiliki karakteristik profesi. Pada bab

ini akan diuraikan lebih jelas tentang profesi bidan, yang meliputi :

1. Sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan bidan.

2. Dasar-dasar komseptual kebidanan.

3. Batang tubuh keilmuan kebidanan.

4
Perkembangan pendidikan dan pelayanan kebidanan di Indonesia

tidak terlepas dari masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan,

politik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan tenaga

kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu dan teknologi.

Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan

perkembangan pelayanan kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk

menjawab kebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan kebidanana.

Yang dimaksud dalam pendidikan ini adalah, pendidikan formal dan non

formal.

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan

anak-anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada

tahun 1807 (zaman Gubernur Jendral Hendrick William Daendels) para

dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak

berlangsung lama karena tidak adanya pelatihan kebidanan.

Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan hanya

diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang berada di Indonesia.

Kemudian pada tahun 1849 dibuka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di

Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Seiring

dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka

pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer

Belanda (Dr. W. Bosch) lulusan ini kemmudian bekerja di rumah sakit juga

di masyarakat.

5
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar

dapat meningkatkan kualitas kualitas pertolongan persalinan. Kursus untuk

dukun masih berlangsung sampai dengan sekarang yang memberikan kursus

adalah bidan. Perubahan pengetahuan dan ketrampilan tenaga pelayanan

kesehatan ibu dan anak secara menyelurh di masyarakat dilakukan melalui

kursus tambahan yang dikenal dengan Kursus TamaAhan Bidan (KTB)

pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula di kota-kota

besar lainnya di nusantara ini. Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah

Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dimana bidan sebagai penanggung

jawab pelayanan kepada kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan

mencakup pelayanan antenatal1, post natal2, dan pemeriksaan bayi dan anak

termasuk imunisasi3 dan penyuluhan gizi. Sedangkan dluar BKIA bidan

memberikan pertolongan persalinan di rumah keluarga dan pergi melakukan

kunjungan rumah sebagai upaya tindak lanjut dari pasca persalinan.

Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan

terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan

Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan

pelayanan di dalam gedung dan di luar gedung dan di dalam gedung dan

berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas

berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk

pelayanan keluarga berencana baik di luar gedung maupun di dalam gedung.

Pelayanan kebidanan di luar gedung adalah pelayanan kesehatan keluarga

dan pelayanan di pos pelayanan terpadu (Posyandu). Pelayanan di Posyandu

6
mencakup empat kegiatan yaitu: pemeriksaan kehamilan, pelayanan

keluarga berencana, imunisasi, gizi, dan kesehatan lingkungan.

Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata

dan dekat dengan masyarakat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet

Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di

desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan

KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, dan nifas

serta peleayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pembinaan dukun bayi.

Dalam kaitan tersebut, bidan di desa juga menjadi pelaksana pelayanan

kesehatan bayi dan keluarga berencana yang pelaksanaannya sejalan dengan

tugas utamanya dalam pelayanan kesehatan ibu. Dalam melaksanakan tugas

pokoknya bidan di desa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak

yang membutuhkannya, mengadakan pembinaan pada Posyandu di wilayah

kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan

masyarakat setempat.

Hal tersebut di atas adalah persyaratan yang diberikan oleh bidan di

desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat

berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana

pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan dirumah sakit

memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi

di poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal4, kamar

bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas atau ruang perinatal.

7
2.3. Profesionalisme

Secara popular, seseorang yang bekerja dibidang apapun sering

diberi predikat profesional. Seorang pekerja profesional menurut bahasa

keseharian adalah seorang pekerja yang terampil dan cakap dalam

kerjaannnya meskipun keterampilan atau kecakapan tersebut merupakan

hasil minat dan belajar dari kebiasaan.

Pengertian jabatan profesional perlu dibedakan dengan predikat

profesional yang diperoleh dari jenis pekerjaan hasil pembiasaan melakukan

keterampilan tertentu (melalui magang/keterlibatan langsung dalam situasi

kerja tertentu dan mendapatkan keterampilan kerja sebagai warisan dari

orang tuanya atau pendahulunya).

Seorang pekerja profesional perlu dibedakan dari seorang teknisi.

Baik pekerja profesional maupun teknisi dapat saja terampil dalam unjuk

kerja (mis., menguasai teknik kerja yang sama, dapat memecahkan masalah

teknis dalam bidang kerjanya). Akan tetapi, seorang pekerja profesional

dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut

wawasan filosofis, pertimbangan rasional, dan memiliki sikap yang positif

dalam melaksanakan serta mengembangkan mutu karyanya.

C.V. Good menjelaskan bahwa jenis pekerjaan profesional

memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan

khusus bagi pelakunya (membutuhkan pendidikan prajabatan yang relevan),

kecakapannya memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang

8
berwenang (mis., organisasi profesional, konsorsium dan pemerintah), serta

jabatan tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat dan/atau negara.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bidan

adalah jabatan profesional karena memenuhi tiga persyaratan di atas.

Ciri-ciri jabatan profesional

1. Pelakunya secara nyata (de facto) dituntut memiliki kecakapan kerja

(keahlian) sesuai dengan tugas-tugas khusus serta tuntutan dari jenis

jabatannya (spesialisasi).

2. Kecakapan atau keahlian seorang pekerja profesional bukan sekedar

hasil pembiasaan atau latihan rutin terkondisi, tetapi harus didasari

oleh wawasan keilmuan yang mantap. Jabatan profesional juga

menuntut pendidikan formal. Jabatan yang terpogram secara relevan

dan berbobot akan terselenggara secara efektif, efesien, serta

memiliki tolak ukur evaluasi yang terstandardisasi.

3. Pekerja profesional dituntut berwawasan social yang luas sehingga

pilihan jabatan serta kerjanya didasarkan pada kerangka nilai

tertentu, bersikap positif terhadap jabatan dan perannya, serta

memiliki motivasi dan upaya untuk berkarya sebaik-baiknya. Hal ini

mendorong pekerja profesional yang bersangkutan untuk selalu

meningkatkan (menyempurnakan) diri serta karyanya. Orang

tersebut secara nyata mencintai profesinya dan meiliki etos kerja

yang tinggi.

9
4. Jabatan profesional perlu mendapat pengesahan dari masyarakat dan/

atau negara. Jabatan profesional memiliki syarat-syarat serta kode

etik yang harus dipenuhi oleh pelakunya. Hal ini menjamin

kepantasan bekarya dan merupakan tanggung jawab sosial

profesional tersebut.

2.4. Bidan Sebagai Profesionalisme

Sehubungan dengan profesionalisme jabatan bidan, perlu dibahas

bahwa bidan tergolong jabatan profesional. Jabatan yang ditinjau dari dua

aspek, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural

adalah jabatan yang secara tegas ada dan diatur berjenjang dalam suatu

organisasi, sedangkan jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau serta

dihargai dari aspek fungsinya yang vital dalam kehidupan masyarakat dan

negara.

Selain fungsi dan perannya yang vital dalam kehidupan

masyarakat, jabatan fungsional juga berorientasi kualitatif. Dalam konteks

inilah. Jabatan bidan adalah jabatan fungsional profesional, dan wajarlah

apabila bidan tersebut mendapat tunjangan fungsional.

Sesuai dengan uraian di atas, sudah jelas bahwa bidan adalah

jabatan profesional. Persyaratan dari bidan sebagai jabatan profesional telah

dimiliki oleh bidan tersebut. Persaratan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Memberi pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau

spesialis.

10
2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga

profesional.

3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat

4. Memiliki kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh

pemerintah.

5. Memiliki peran dan fungsi yang jelas.

6. Memiliki kopensi yang jelas dan terukur.

7. Memilliki organisasi profesi sebagai wadah.

8. Memiliki kode etik bidan.

9. Memiliki etika kebidanan.

10. Memiliki standar pelayanan.

11. Memiliki standar praktik.

12. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan

profesi sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

13. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana

pengembangan potensi.

2.5. Pola Pengembangan Pendidikan Bidan

Dalam mengantisipasi tingkat kabutuhan masyarakat yang semakin

butuh terhadap pelayanan kebidanan, perubahan-perubahan yang cepat

dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat dan perkembangan IPTEK

serta persaingan yang ketat di era global ini diperlukan tenaga kesehatan

khususnya tenaga bidan yang berkualitas baik tingkat pengetahuan,

keterampilan, dan sikap profesionalime.

11
IBI sebagai satu-satu wadah bagi bidan telah mencoba berbuat

untuk mempersiapkan perangkat lunak melalui kegiatan-kegiatan dalam

lingkup profesi yang berkaitan dengan tugas bidan melayani masyarakat di

berbagai tingkat kehidupan. Oleh karena IBI bertanggung jawab untuk

mendorong tumbuhnya sikap profesionalisme bidan melalui kerjasama yang

harmonis dengan berbagai pihak terutama dengan pemerintah. Karena

keberadaan IBI ditengah-tengah anak bangsa merupakan pengabdia profesi

dan juga kehidupan bidan itu sendiri. Oleh karena itu, IBI senantiasa turut

berperan aktif dalam berbagai upaya yang diprogramkan pemerintah baik

pada tingkat pusat maupun tingkat daerah sampai ke tingkat ranting.

Namun, semua keterlibatan itu diupayakan untuk meningkatkan kualitas

hidup anak bangsa dan sekaligus meningkatkan kualitas bidan sebagai

pelayan masyarakat, khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak dalam

siklus kehidupannya. Untuk itu, pendidikan bidan seyogyanya dirancang

dengan memperhatikan faktor-faktor yang mendukung keberadaan bidan

ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

Pengembangan pendidikan kebidanan seyogyanya dirancang secara

berkesinambungan, berjenjang, dan berlanjut sesuai dengan perinsip belajar

seumur hudup bagi bidan yang mengabdi ditengah-tengah masyarakat.

Pendidikan yang berkelanjutan ini bertujuan untuk mempertahankan

profesionalisme bidan baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan

non formal. Namun IBI dan pemerintah menghadapi berbagai kendala untuk

memulai penyelenggaraan program pendidikan tersebut.

12
Oleh karena itu, IBI senantiasa tetap berjalan bersama dan

mendukung berbagai program pemerintah yang meningkatkan kealitas

hidup anak bangsa melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia bidan

disetiap tingkat pelayanan kesehatan terutama yang berfokus kepada

pelayanan kesehatan reproduksi untuk meningkatkan harkat martabat kaum

wanita agar mereka dapat hidup layak dan sejahtera.

Pendidikan formal yang telah dirancang dan diselenggaran oleh

pemerintah dan swasta dengan dukungan IBI adalah Program D III dan D

IV Kebidanan. Pemerintah telah berupaya untuk menyedikan dana bagi

bidan di sector pemerintah melalui pengiriman tugas belajar ke luar negeri.

Di samping itu IBI mengupayakan adanya badan-badan swasta dalam dan

luar negeri untuk meningkatkan pendidikan melalui kerjasama dengan

universitas di dalam negeri. Dewasa ini ada 40 orang yang sedang

mengikuti pendidikan di salah satu universitas swasta di Jakarta (Universitas

Muhammadiyah Jakarta) dengan program pilihan yang mendukung

peningkatkan kualitas dan wawasan.

Sedang pendidikan non formal telah dilaksanakan melalui program

pelatihan, magang, seminar/lokakarya. Dengan bekerjasama antara IBI

dengan lembaga internasional telah pula dilaksanakan berbagai program non

formal beberapa provinsi. Semua upaya tersebut bertujuan meningkatkan

kinerja bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan yang berkualitas. IBI

juga telah mengembangkan suatu program mentorship dimana bidang senior

membimbing bidan junior dalam konteks profesionalisme kebidanan.

13
Dengan mempertimbangkan jumlah anggota IBI yang cukup besar

dan dibandingkan dengan kemampuan pengadaan program pendidikan

formal dengan sistem klasikal, maka diasumsikan bahwa kurang lebih 32

tahun baru seluruh anggota IBI dapat mengikuti pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi. Disamping itu telah pula disepakati antara IBI dengan

pemerintah bahwa masa transisi dalam upaya peningkatan kualitas bidan

melalui jalur pendidikan formal akan berlangsung sepuluh tahun (2010),

oleh karena itu IBI bersama pemerintah dalam hal ini Departemen

Kesehatan, dan Kesejahteraan Sosial, dan Departeman pendidikan mencoba

untuk mencari jalan keluar melalui suatu system pendidikan yang mengakui

berbagai pengalaman bidan dalam melayani masyarakat.

Pengakuan/penghargaan terhadap pengalaman bidan (recognition of prior

learning) ini diharapkan akan dapat lebih mempercepat upaya peningkatan

kualitas bidan melalui pendidikan formal tanpa mengabaikan apa yang telah

dimiliki oleh para bidan. Pola pendidikan ini masih dalam tahap penjajakan

dan perencanaan. Diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama

pelaksanaan system pendidikan ini terlah selesai dan dapat diterapkan di

Indonesia.

Pola pengembangan pendidikan berkelanjutan telah

dikembangkan/dirumuskan sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan

pendidikan berkelanjutan bidan mengacu pada peningkatan kualitas bidan

sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Materi pendidikan berkelanjutan

meliputi aspek klinik dan non klinik

14
2.6. Contoh Inovasi Dalam Kebidanan

Akupuntur (ampuh atasi masalah kesuburan) adalah ilmu

akupuntur yang menerapkan prinsip biomedik dalam teori dan prakteknya,

dan dilaksanakan oleh seorang dokter spesialis akupuntur medis.

Water Birthing adalah sebuah cara persalinan didalam air yang

hangat, ibu yang hendak melahirkan dimasukkan ke dalam sebuah kolam

bersalin khusus yang berisi air hangat dan besarnya kira-kira berdiameter 2

meter.

Hypnobirthing adalah metode yang berakar pada ilmu hypnosis

dengan metode pendekatan kejiwaan yang memberi kesempatan kepada

wanita untuk berkonsentrasi, fokus dan rileks.

15
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Profesi bidan bukanlah profesi yang ringan dan tidak semua

orang dapat menjadi bidan profesional karena profesi seorang bidan

mengemban tanggungjawab yang besar. Profesionalisme, kerja keras, dan

kesungguhan hati serta niat yang baik akan memberikan kekuatan dan

modal utama bagi pengabdian profesi bidan.

Pekerja profesional adalah pekerja yang terampil dan cakap

dalam kerjaannnya meskipun keterampilan atau kecakapan tersebut

merupakan hasil minat dan belajar dari kebiasaan. Suatu profesi dikatakan

profesional apabila memiliki pengetahuan dan kemampuan yang dihasilkan

pendidikan yang cukup untuk memenuhi kompetensi profesionalnya.

Pendidikan bidan secara formal agar dapat meningkatkan

kualitas kualitas pertolongan persalinan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Bidan Indonsia. (2008). 50 tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan.

Jakarta : PP IBI

Soepardan, Suryani.(2007). Konsep Kebidanan. Jakaarta : EGC

17

Anda mungkin juga menyukai