Anda di halaman 1dari 5

Trauma selama proses kehamilan sampai postpartum

Selamat Siang Ibu2 mahasisiwi JK, Selamat Menjalani Tahun 2022, Semoga di beri
Berkah/Berkat dr yang Maha Kuasa... Tetap Semangat 

Menurut the Committee on Trauma of the American College of Surgeonstrauma pada


ibu hamil terjadi pada 6% sampai 7% dari seluruh kehamilam, dan merupakan sebab
terbesar kematian ibu. Penyebab terbanyak trauma pada ibu hamil adalah kecelakaan
lalu lintas (MVCs, motor vehicle crashes sebanyak 42%, disusul dengan jatuh (falls, 34%),
serangan (assaults, 18%) dan luka bakar (burns, <1%). Insidensinya meningkat seiring
meningkatnya usia kehamilan.

Lebih dari separoh trauma terjadi pada trimester ketiga, dengan kecelakaan lalu lintas
menduduki 50%, sedang jatuh dan serangan masing-masing 22%, meskipun data ini
dianggap underestimates, karena banyak trauma pada ibu hamil yang tidak masuk
dalam trauma center. Jenis trauma adalah serangan dari partner dekat atau kekerasan
dalam rumah tangga (intimate partner violence, IPV3,3%), bunuh diri (3,3%),
pembunuhan dan luka tembak sebesar 4%.

Akibat yang timbul karena trauma pada kehamilanAkibat yang timbuldari sebuah trauma
tergantung pada umur kehamilan, jenis, intensitas (berat atau ringan) dan letak trauma.

 Trauma mayor dapat terjadi karena beberapa kejadian seperti luka tusuk atau
ledakan, luka tumpul yang keras baik di luar regio abdomen maupun yang
mengenai abdomen, pukulan yang mengenai tulang belakang, luka bakar >20%,
kecelakaan lalu lintas yang serius, fraktur tulang panggul atau tulang panjang
lebih dari dua. Keadaan seperti ini sebagian besar terjadi karena kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian >3 meter, terkena ledakan, atau terkena proyektil.
 Pada trauma minor perhatian utama adalah pada kesejahteraan janin (fetal
wellbeing). Bila rekaman kardiotokografi normal, kondisi ibu stabil, tidak ada
kontraksi, hasil pemeriksaan laboratrium juga dalam batas normal, tidak ada
perdarahan vaginal, tidak ada rembesan air ketubanmaka ibu dapat dipulangkan.
Ibu harus segera dikonsutasikan dengan ahli obstetrik karena risiko fetal demise,
kelahiran prematur, placental abruptiondan BBLR meningkat.

 Pada kehamilan muda (trimester pertama), trauma mayor yang mengenai perut
bisa terjadi karena jatuh dengan perut mengenai tanah atau lantai, dan bisa juga
karenapukulanatausebuah tendangan langsung pada perut. Meskipun
kejadiannya jarang trauma semacam ini bisa mengakibatkan terjadinya
keguguran (abortus, miscarriage). Tanda yang utama adalah perdarahan vaginal,
kontraksi rahim disertai dengan keluarnya produk kehamilan.  Terapi tergantung
kondisi klinis ibu dan hasil konsepsi, secara umum tindakan kuretase cukup
memadai.
 Trauma tumpul yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua bisa berakibat
terjadinya ruptur uterus, abruptio placentae, ketuban pecah dini, kelahiran
preterm, kematian ibu dan atau janin.

Sebagian besar kasus trauma pasca melahirkan muncul karena kejadian traumatis saat
persalinan atau pengalaman dan perasaan ibu yang penuh tekanan selama persalinan.
Beberapa penyebab yang dapat mencetuskan trauma melahirkan, antara lain:

 Operasi sectio caesarea yang tidak direncanakan, misalnya karena kondisi gawat


darurat saat bayi dalam kandungan.
 Penggunaan alat bantu persalinan seperti vakum atau forsep selama persalinan.
 Bayi yang dirawat di ruang intensif (neonatal intensive care unit/NICU) setelah
lahir.
 Ibu yang mengalami kekerasan seksual sebelumnya.
 Adanya komplikasi fisik atau cedera selama kehamilan dan persalinan, misalnya
perdarahan, ruptur uteri, keracunan kehamilan (preeklampsia), kejang saat
kehamilan (eklampsia), robekan vagina akibat persalinan, atau gangguan jantung.

Wanita yang mengalami trauma pasca melahirkan dapat menunjukkan beberapa gejala
seperti:

 Terbayang kejadian saat persalinan yang dianggap “mengerikan”.


 Menolak pergi ke rumah sakit tempat melahirkan atau menghindari bertemu
dengan wanita yang baru melahirkan.
 Ketakutan dan kecemasan berlebihan, terutama takut akan terjadi sesuatu yang
buruk pada bayi.
 Merasa sedih terus-menerus.
 Cenderung menyalahkan diri sendiri akan terjadinya kelahiran yang tidak sesuai
ekspektasi.

Bila terjadi dalam jangka waktu panjang, gejala di atas dapat menjadi gangguan
kesehatan mental seperti depresi, gangguan cemas, dan sebagainya. Hal tersebut
tentunya dapat mengganggu kualitas hidup ibu, bahkan seluruh keluarga.

 Postpartum Depression, penyebab trauma persalinan atau postpartum PTSD yakni:

 Persalinan memakan waktu terlalu lama, sulit, dan menyakitkan


 Pengunaan alat forceps melahirkan maupun ekstraksi vakum
 Bayi mengalami prolaps tali pusat saat lahir
 Harus menjalani operasi caesar darurat saat proses melahirkan normal mengalami
hambatan
 Mengalami kondisi seperti histerektomi, preeklampsia, eklampsia, robekan
perineum (area antara vagian dan anus) yang parah, hingga perdarahan
postpartum
 Ibu atau mengalami masalah yang mengancam kesehatan selama proses
persalinan berlangsung
 Kematian bayi selama melahirkan atau setelah kelahiran
 Bayi berada di unit perawatan intensif neonatal alias neonatal intensive care unit
(NICU)
 Ibu merasa kurang adanya dukungan selama persalinan

Berbagai faktor risiko trauma pascamelahirkan yaitu:

 Memiliki riwayat trauma masa lalu seperti kekerasan seksual, kecelakaan, hingga
pemerkosaan
 Memiliki riwayat kecemasan maupun depresi

Dalam beberapa kasus, mengingatkan ibu mengenai pengalaman traumatis saat


melahirkan dapat memicu munculnya gejala postpartum PTSD.

Berbagai gejala trauma melahirkan atau postpartum PTSD adalah sebagai berikut:

 Mengalami satu atau beberapa peristiwa yang melibatkan ancaman cedera serius
atau kematian (untuk dirinya sendiri atau bayi mereka).
 Respon perasaan takut dan tidak berdaya setiap kali mengingat pengalaman
tersebut.
 Teror kilas balik (flashback), mimpi buruk, kenangan mengganggu, dan halusinasi
yang berulang dan kembali dari waktu ke waktu.
  merasa tertekan, cemas, atau mengalami serangan panik saat teringat peristiwa
traumatis.
 cenderung menghindari apapun yang mengingatkan kepada peristiwa traumatis
saat melahirkan, seperti orang dan tempat.
 menghindari pembicaraan mengenai pengalaman traumatis maupun enggan
berinteraksi dan/atau melihat bayi untuk sementara waktu.
o sulit tidur dan susah berkonsentrasi karena mengingat kenangan buruk
yang pernah dialami atau dilihat terkait proses melahirkan. Anda mungkin
merasa marah, mudah tersinggung, sangat waspada, dan selalu merasa
gelisah.
 bereaksi berlebihan saat berada di kondisi yang mengingatkan tentang peristiwa
traumatis, misalnya ketika dikejutkan oleh suara atau sentuhan.

Itu sebabnya, ingatam sederhana yang dimiliki ibu seputar trauma sebenarnya
sudah dapat memicu timbulnya gejala trauma melahirkan

Adaptasi Psikologis trauma postpartum

 Postpartum Blues / Baby Blues / maternity blues

Keadaan ini merupakan kemurungan dimasa nifas dan depresi ringan yang umum terjadi
pada ibu nifas. Keadaan ini tidak menetap dan akan pulih dalam waktu 2 minggu
postpartum.Kondisi baby bluesini tidak memerlukan penanganan khusus, tetapi perlu
diobservasi. jika keadaan ini menetap, akan menjurus pada psikosis postpartum. Statistik
menunjukan 10% kondisi maternal blues berlanjut menjasi psikosis postpartum.

Dari hasil penelitian Ho et al (2013) pada ibu yang mengalami postpartum blues di
Taiwan, ditemukn faktor ibu merasa kurang kompeten untuk merawat bayinya,
partisipasi suami dalam merawat bayi dan lingkungan merupakan faktor yang dapat
memicu terjadinya postpartum blues pada ibu nifas.

Temuan yang berbeda dilaporkan oleh Ozturk et al (2017) dari penelitian yang dilakukan
di Turky bahwa faktor social demografi (pendidikan, pekerjaan, income, keamanan
social), intention/niat terhadap kehamilan, jumlah kehamilan serta atribut kesehatan
dalam hal ini pendidikan kesehatan pada masa antenatal berhubungan dengan
adaptasi motherhoodpada periode postpartum.

 Depresi Postpartum

Merupakan depresi serius yang terjadi setelah melahirkan bayinya, yang merupakan
kelanjutan dari depresi pada awal kehamilan, akhir kehamilan dan baby blues. Penyebab
pasti belum diketahui, tetapi dilaporkan factor yang berisiko terhadap kejadian depresi
postpartum / Postpartum Depresion (PPD) adalah factor biological, psikologi, social
ekonomi, dan factor budaya. Factor yang konsisten terhadap berat-ringannya PPD
adalah depresi prenatal. Preterm bayi memberikan 70% morbiditas dan mortalitas bayi
yang dapat meningkatkan stress pada ibu nifas, karena ketiadaan kepastian kehidupan
bayinya. Kecemasan memberikan risiko 2,7 kali terhadap PPD pada ibu yang melahirkan
preterm dibandingkan ibu yang melahirkan bayi aterm.

Factor lain yang berperan terhadap PPD adalah Chronic prenatal pain, pregnancy loss
(IUFD), tinggal di urban area, self-esteem yang rendah, kurangnya dukungan social,
kehamilan yang tidak direncanakan, kehamilan pada remaja, pendapatan yang rendah,
status pekerjaan (partime), persalinan yang dialami tanpa dukungan keluarga,
kebingungan terhadap bayi yang menangis terus menerus, konflik marital.

Adanya gejala seperti rasa sedih, berkurangnya nafsu makan hingga terjadi perubahan
pola makan, ibu merasa Lelah, sensitive dan kesepian, emosi yang labil, menangis terus
menerus, tanpa penyebab serta memiliki pikiran ekstrim untuk membahayakan diri
sendiri atau anaknya merupakan tanda adanya depresi postpartum.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan di Tangxia Community, Guangzou


menginformasikan bahwa factor yang berkorelasi positif dengan DPP adalah status
persalinan, hubungan dengan mertua dan saudara ipar, jenis kelamin bayi (one child
policy), sedangkan kondisi rumah berkorelasi negative dengan DPP. Social support,
dapat mereduksi secara signifikan terhadap kejadian DPP pada ibu nifas.

 Psikosis Postpartum
Psikosis postpartum adalah gangguang jiwa serius yang dialami ibu postpartum ditandai
dengan adanya ketidakmampuan membedakan antara khayalan dan kenyataan. Kondisi
gangguan jiwa ini biasanya telah terjadi sebelum bayinya dilahirkan.

Ibu dengan psikosis postpartum memiliki keyakinan bahwa anaknya dapat mencelakakan
dirinya. Demikian juga ibu merasa bahwa anak yang dilahirkannya bukanlah anaknya
sendiri, melainkan anak dari titisan orang tua yang sudah meninggal sehingga ibu
merasa yakin bahwa anak tersebut harus dibunuh.

Psikosis postpartum merupakan penyakit psikiatri postpartum yang terberat. Kondisi ini
jarang dan terjadi pada 1-2 dari 1000 wanita setelah persalinan. Wanita yang paling
beresiko tinggi adalah yang memiliki riwayat gangguan bipolar atau episode psikosis
postpartum sebelumnya. Psikosis postpartum memilki onset yang dramatis, secepatnya
terjadi pada 48-72 jam pertama postpartum, atau pada umumnya terjadi sekitar 2
minggu pertama postpartum.

Kondisinya berupa episode manik atau campuran dengan gejala seperti keletihan dan
insomnia, mudah tersinggung, mood  yang sangat mudah berubah, dan perilaku yang
tidak teratur. Ibu dapat mengalami delusi yang berhubungan dengan anaknya (seperti
anaknya diculik atau sekarat, anaknya setan atau Tuhan) atau mungkin mengalami
halusinasi pendengaran yang menyuruhnya untuk melindungi dirinya dari sang anak.

Anda mungkin juga menyukai