Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

KOMUNIKASI DENGAN PEREMPUAN PENYANDANG DISABILITAS FISIK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Dalam Praktik Kebidanan

Dosen Pengampu : Yona Septina, M.Tr.Keb

Disusun Oleh :

Andra Mories Kusumaningayu, NPM CBR0190002


Anggun Tismatul Khasanah, NPM CBR0190003
Dewi Sri Gamar Zakaria, NPM CBR0190008
Dilla Silvani Lutfiera, NPM CBR0190011

Evi Oktaviani, NPM CBR0190012


Irawati, NPM CBR0190013

Koni Rahmasari, NPM CBR0190014

Magfira Maulani, NPM CBR0190015


Putri Bunga Amelia, NPM CBR0190017
Siti Nurlela, NPM CBR0190021

Sriyani, NPM CBR0190024


Dini Indriawanti, NPM CBR0190026

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan karunianya, kami
dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Komunikasi Dengan Perempuan Penyandang
Disabilitas Fisik” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata
Kuliah Psikologi Dalam Praktik Kebidanan.

Kami selaku penyusun menyadari banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun agar kami dapat
menyelesaikan tugas berikutnya lebih baik lagi. Semoga makalah ini berguna bagi kami
khususnya bagi pembaca.

Kuningan, Desember 2020

Penulis

2
ABSTRAK

Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual
atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap
masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan
efektif berdasarkan kesamaan hak yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011
Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Menurut Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Penyandang Disabilitas dikategorikan menjadi tiga jenis,
yaitu cacat fisik, mental, dan cacat ganda atau cacat fisik dan mental.

Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam membentuk hubungan


antar individu dan kontak sosial. Melalui proses komunikasi seseorang belajar mengenal
lingkungan sekitar dan komunikasi merupakan alat untuk bertukar informasi dalam kontak
sosial. Dalam proses komunikasi ini tidak hanya bagi manusia normal saja tetapi bisa juga bagi
penyandang disabilitas dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan memenuhi kebutuhan
hidupnya.

Namun, ada saja hambatan atau kendala dalam komunikasi pada perempuan penyandang
disabilitas ini seperti permasalahan komunikasi interpersonal yang rendah. Adapun faktor yang
mempengaruhi komunikasi interpersonal antara lain kurangnya keterbukaan, mempunyai
persepsi diri yang negatif, kurangnya kemampuan komunikasi yang menunjukkan
kesetaraan dan kurang berempati kepada sesama teman. Komunikasi interpersonal yang
rendah dapat ditingkatkan melalui berbagai cara, misalnya dengan meningkatkan
asertivitas, memberikan konseling dan dengan memberikan pelatihan keterbukaan diri.
Media sosial kini sudah sangat berkembang, manfaatnya bisa dirasakan oleh setiap orang
termasuk penyandang disabilitas karena media sosial sangat memungkinkan jika digunakan
untuk bisa berkomuikasi dengn terbuka terutama pada penyampaian mengenai hak-hak
disabilitas.

Adapun perlakuan bidan dalam melayani perempuan penyandang disabilitas yaitu


pertama memberikan sikap yang lebih positif dan konseling terhadap karakteristik mental atau
perilaku tertentu, atau tidak meremehkan potensi kualitas hidup mereka yang berpotensi

3
mengalami disabilitas. Kedua, dukungan social dengan memberikan bantuan untuk mengatasi
hambatan yang muncul dari kondisi kedisabilitasan, penyediaan sumberdaya yang
dibutuhkan, penyediaan alat bantu atau melakukan “diskriminasi positif ” untuk mengatasi
hambatan disabilitas tersebut. Ketiga, informasi, misalnya menggunakan format yang cocok
(huruf braille bagi disabilitas netra, atau bahasa isyarat bagi disabilitas rungu) atau bahasa
yang lebih sederhana bagi disabilitas jiwa.

4
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………....... 2


Abstrak …………………………………………………………………….................... 3
Daftar Isi ……………………………..…………………………………….…................ 5
BAB I PENDAHULUAN ……………………………..……………………………...... 6
A. Latar Belakang ……………………………..…………………………………... 6
B. Rumusan Masalah ……………………………..……………………………….. 7
C. Tujuan ……………………………..…………………………………….…....... 7
BAB II PEMBAHASAN ……………………………..………………………………... 9
A. Definisi Disabilitas Fisik ……………………………..……………………...... 9
B. Proses Komunikasi Pada Perempuan Penyandang Disabilitas Fisik …………. 10
C. Hambatan atau Kendala Dalam Komunikasi Pada Perempuan Penyandang
Disabilitas Fisik ……………………………..………….................................... 13
D. Cara Bidan Menangani Masalah Dalam Komunikasi Pada Perempuan
Penyandang Disabilitas Fisik ……………………………..…………………... 18
E. Media Yang Dapat Membantu Dalam Penyampaian Komunikasi Pada
Perempuan Penyandang Disabilitas Fisik ………………................................... 18
F. Perlakuakn Bidan Terhadap Perempuan Penyandang Disabilitas Fisik Agar
20
Setara Dengan Perempuan Lainnya ………………………………………........

G. Konseling Bidan Pada Perempuan Penyandang Disabilitas Fisik Untuk


22
Memberikan Motivasi Dan Memberdayakan Perempuan Disabilitas Fisik …...

BAB III PENUTUP……………………………………………………………….......... 28


A. Kesimpulan ……………………………..…………............................................ 28
Daftar Pustaka ……………………………..…………………………………….….... 30

5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perempuan adalah salah satu komponen pembangunan yang selama ini masih
dianggap belum memberikan kontribusi optimal dalam proses pembangunan yang selama
ini dilaksanakan terutama dalam konteks pembangunan secara fisik. Padahal di sisi lain,
komposisi kaum perempuan berdasarkan jumlah di Indonesia menunjukkan jumlah yang
besar bahkan lebih banyak daripada kaum laki-laki. Pembangunan menuntut peran serta
masyarakat dari semua kalangan dan tidak terkecuali kaum perempuan dan para
penyandang disabilitas. Peran serta mensyarakatkan tumbuh kembangnya pemberdayaan
karena kata kunci dalam peran serta adalah masyarakat dapat berdaya, berupaya dan
berperan serta dalam seluruh aktivitas pembangunan yang dilaksanakan utamanya
pembangunan sumberdaya manusia.

Sebagai warga negara Indonesia, penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak


dan kewajiban yang sama dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Kesamaan hak
tersebut terdapat pada filsafat Negara Pancasila dan Undang-Undang 1945. Dalam UUD
1945 pasal 27 ayat 2 “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”. Selain itu, Peraturan Pemerintah juga mengatur penyandang
disabilitas dalam bekerja, seperti dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas Pasal 53 yang mewajibkan semua instansi pemerintah,
pemerintah daerah, badan usaha milik negara ataupun badan usaha milik daerah
menerima 2% penyandang disabilitas dari total jumlah pegawai atau pekerja yang ada di
instansi tersebut dan 1% dari total jumlah pegawai di isntansi swasta. Namun pada
kenyataanyannya kuota 2% untuk instansi pemerintah dan 1% untuk instansi swasta tidak
terpenuhi dan tidak berjalan efektif.

Menurut data dari ILO (International Labour Organization) atau Organisasi Buruh
Internasional (2013), pada negara berkembang termasuk Indonesia terdapat jutaan
perempuan penyandang disabilitas berada pada usia kerja, namun mayoritas tidak
bekerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat penyandang

6
disabilitas kesulitan untuk memperoleh pekerjaaan baik itu pada instansi swasta maupun
pemerintahan. Selain sulit mendapatkan pekerjaan, penyandang disabilitas yang akhirnya
mendapatkan pekerjaan tidak jarang mendapatkan diskriminasi di tempat kerja.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari disabilitas fisik?
2. Bagaimana proses komunikasi pada perempuan penyandang diabilitas fisik?
3. Apa saja hambatan atau kendala dalam komunikasi pada perempuan penyandang
disabilitas fisik?
4. Bagaimana cara bidan menangani masalah dalam komunikasi pada perempuan
penyandang disabilitas fisik?
5. Apa saja media yang dapat membantu dalam penyampaian komunikasi pada
perempuan penyandang disabilitas fisik?
6. Bagaimana perlakuan bidan terhadap perempuan penyandang disabilitas fisik agar
setara dengan perempuan lainnya?
7. Bagaimana konseling bidan pada perempuan penyandang disabilitas fisik untuk
memberikan motivasi dan memberdayakan perempuan disabilitas fisik?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari disabilitas fisik
2. Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi pada perempuan penyandang
diabilitas fisik
3. Untuk mengetahui apa saja hambatan atau kendala dalam komunikasi pada
perempuan penyandang disabilitas fisik
4. Untuk mengetahui bagaimana cara bidan menangani masalah dalam komunikasi
pada perempuan penyandang disabilitas fisik
5. Untuk mengetahui apa saja media yang dapat membantu dalam penyampaian
komunikasi pada perempuan penyandang disabilitas fisik
6. Untuk mengetahui bagaimana perlakuan bidan terhadap perempuan penyandang
disabilitas fisik agar setara dengan perempuan lainnya

7
7. Untuk mengetahui bagaimana konseling bidan pada perempuan penyandang
disabilitas fisik untuk memberikan motivasi dan memberdayakan perempuan
disabilitas fisik

8
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Disabilitas Fisik

Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan


aktivitas, dan pembatasan partisipasi.Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh
atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu
dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan
masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan.Jadi
disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri
dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.

Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk
melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari:

1. Penyandang cacat fisik


2. Penyandang cacat mental
3. Penyandang cacat fisik dan mental.
Penyandang disabilitas fisik mengalami keterbatasan akibat gangguan pada fungsi
tubuh.Cacat dapat muncul sejak lahir atau akibat kecelakaan, penyakit, atau efek samping
dari pengobatan medis. Beberapa jenisnya antara lain lumpuh, kehilangan anggota tubuh
akibat amputasi, dan cerebral palsy.
Adapun macam-macam penyandang disabilitas/cacat fisik adalah :

1. Tuna Netra adalah seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang disebabkan oleh
hilang/berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran,kecelakaan
maupun penyakit yang terdiri dari:

a. Buta total, tidak dapat melihat sama sekali objek di depannya (hilangnya fungsi
penglihatan). Persepsi cahaya, seseorang yang mampu membedakan adanya
cahaya atau tidak, tetapi tidak dapat menentukan objek atau benda di depannya.

9
b. Memiliki sisa penglihatan (low vision), seseorang yang dapat melihat benda yang
ada di depannya dan tidak dapat melihat jari-jari tangan yang digerakkan dalam
jarak satu meter.

2. Tuna Rungu/Wicara adalah kecacatan sebagai akibat hilangnya/terganggunya fungsi


pendengaran dan atau fungsi bicara baik disebabkan oleh kelahiran, kecelakaan
maupun penyakit, terdiri dari tuna rungu wicara, tuna rungu, tuna wicara.

3. Tuna Daksa adalah cacat pada bagian anggota gerak tubuh. Tuna daksa dapat
diartikan sebagai suatu keadaan rusak atau terganggu, sebagai akibat gangguan
bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang
normal.Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga
disebabkan oleh pembawaan sifat lahir (Soemantri, 2006). Tuna daksa terdiri dari
dua golongan yaitu:

a. Tuna daksa ortopedi, yaitu kelainan atau kecacatan yang menyebabkan


terganggunya fungsi tubuh, kelainan tersebut dapat terjadi pada bagian tulang,
otot tubuh maupun daerah persendian, baik yang dibawa sejak lahir (congenital)
maupun yang diperoleh kemudian karena penyakit atau kecelakaan, misalnya
kelainan pertumbuhan anggota badan atau anggota badan yang tidak sempurna,
cacat punggung, amputasi tangan, lengan, kaki dan lainnya.

b. Tuna daksa syaraf, yaitu kelainan yang terjadi pada fungsi anggota tubuh yang
disebabkan gangguan pada susunan syaraf di otak. Otak sebagai pengontrol tubuh
memiliki sejumlah syaraf yang menjadi pengendali mekanisme tubuh, karena itu
jika otak mengalami kelainan, sesuatu akan terjadi pada organisme fisik, emosi
dan mental. Salah satu bentuk terjadi karena gangguan pada fungsi otak dapat
dilihat pada anak cerebral palsy yakni gangguan aspek motorik yang disebabkan
oleh disfungsinya otak

B. Proses Komunikasi Pada Perempuan Penyandang Disabilitas Fisik

1. Pengertian Komunikasi

10
Komunikasi adalah sebuah bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Secara etimologis, kata komunikasi
berasal dari bahasa latin “communicare” yang artinya “menyampaikan”. Menurut asal
katanya tersebut, arti komunikasi adalah proses penyampaian makna dari satu entitas
atau kelompok ke kelompok lainnya melalui penggunaan tanda, simbol, dan aturan
semiotika yang dipahami bersama. Jadi pengertian komunikasi adalah suatu aktivitas
penyampaian informasi, baik itu pesan, ide, dan gagasan, dari satu pihak ke pihak
lainnya yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Aktivitas komunikasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Secara langsung, yaitu dengan lisan/verbal sehingga memudahkan kedua belah


pihak untuk saling mengerti.

b. Secara tidak langsung, yaitu melalui media tertentu, seperti bahasa tubuh, tulisan,
telepon, radio, dan lain sebagainya.

Somantri (2006) menjelaskan bahwa banyak penyandang disabilitas yang


mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan sosialnya.Pada
umumnya saat bergaul dengan orang normal, penyandang disabilitas mengalami
kesulitan baik dalam segi sosial, fisik maupu psikologis.Berdasarkan aspek
psikologis, penyandang disabilitas cenderung merasa apatis, rendah diri, malu,
sensitif dan kadang-kadang muncul sikap egois terhadap lingkungannya. Keadaan
seperti ini mempengaruhi kemampuan dalam interaksi sosial sehingga dalam
pergaulannya menjadi kaku, mudah marah dan kurang mempunya rasa sensitif
dengan orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa penyandang disabilitas mempunyai
kesulitan dalam hal komunikasi interpersonalnya maupun sosialisasinya.

2. Cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas

a. Sapa dan bicara secara langsung dengan kontak mata.

b. Hindari berbicara satu arah melalui orang lain, baik melalui penerjemah atau
pendamping.

11
c. Fokus kepada penyandang disabilitas yang diajak bicara, bukan pada kondisinya.

d. Bicara dengan jelas, mudah dipahami, dan tetap santun.

e. Bahasa tubuh yang ramah. Contohnya usahakan bicara dalam posisi sejajar dan
jangan dengan sengaja membelakanginya.

f. Jangan membuat penyandang disabilitas sebagai orang yang aneh.

g. Kenalilah kebutuhan spesifik penyandang disabilitas, misalnya disabilitas fisik


membutuhkan kursi roda.

h. Jika merasa penyandang disabilitas yang datang membutuhkan bantuan, jangan


ragu untuk menanyakan apakah dia butuh bantuan. Kemudian tanyakan
bagaimana cara penyandang disabilitas ingin dibantu.

i. Kursi roda, tongkat, alat bantu dengar, tangan palsu, kaki palsu, dan alat bantu
lainnya merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Jadi, jangan menyentuh,
memindahkan, atau melakukan sesuatu pada alat bantu tadi tanpa persetujuan.

j. Tidak memberikan pertanyaan yang berulang-ulang.

3. Cara memperlakukan penyandang disabilitas yang benar :

a. Bertanya sebelum memberikan bantuan

Reaksi pertama sebagian orang kita menjumpai kaum difabel adalah


berusaha menolong, terutama ketika mereka sedang kesusahan melakukan
sesuatu. Percayalah bahwa tidak semua orang yang mengalami disabilitas suka
dikasihani. Agar tidak menyinggung perasaan mereka, sebaiknya tanyakan dulu
sebelum memberikan bantuan. Karena, bisa saja bantuan yang kita berikan justru
semakin mempersulit mereka.

b. Jaga ucapan dan tindakan

12
Sama seperti kita memperlakukan orang lain, terutama yang baru saja dikenal,
kita juga harus memperlakukan penyandang disabilitas dengan santun. Jagalah
ucapan dan tindakan kita agar tidak melukai perasaannya.Memang tidak semua
orang-orang difabel memiliki perasaan yang sensitif.Akan tetapi, jika ingin
memulai pergaulan dengan mereka, jagalah ucapan dan tindakan.Lebih baik
menunjukkan sikap yang ramah dibanding gesture atau sikap yang justru
menunjukkan rasa kasihanmu.

c. Mengajak untuk terlibat dalam kegiatan sehari-hari

Cara melibatkan penyandang disabilitas dalam kehidupan sehari-hari bisa


dengan cara mempekerjakan mereka sesuai bidang dan kemampuan atau justru
melibatkan mereka dalam kegiatan sosial. Dengan begitu, mereka akan merasa
lebih dihargai dan dibutuhkan oleh orang lain.

d. Sadari hak penyandang disabilitas

Penyandang disabilitas memang memiliki keterbatasan beraktivitas karena


kekurangan fisik maupun mentalnya. Namun, ingatlah akan satu hal bahwa
mereka juga mendapatkan hak yang sama dengan diri kita sendiri. Hargai
penyandang disabilitas dengan cara menyadari hak mereka. Untuk beberapa hal,
penyandang disabilitas memang memperoleh hak yang lebih khusus.Seperti
ketersediaan aksesibilitas di fasilitas umum, contohnya lift di je mbatan
penyeberangan. Kesadaran kita akan hak disabilitas bisa ditunjukkan dengan cara
memberikan tempat terlebih dahulu bagi mereka untuk mengakses aksesibilitas
yang memang menjadi haknya.

C. Hambatan Yang Terjadi Dalam Komunikasi Pada Penyandang Disabilitas Fisik

Hambatan-hambatan yang dialami oleh penyandang disabilitas diantaranya adalah :

1. Internal/ Difabilitas itu sendiri

Hambatan individu dimiliki oleh semua orang baik penyandang disabilitas atau
non-disabilitas.Tetapi ada hambatan individu penyandang disabilitas yang secara

13
langsung berkaitan dengan kondisi disabilitasnya. Hambatan ini diperkuat oleh pola
asuh yang tidak tepat dan lingkungan yang tidak mendukung, seperti:

• Disabilitas fisik

Pemikiran tentang kondisi fisik dan kesulitan mobilitas yang tidak dipahami orang
lain menjadi alasan penyandang disabilitas menarik diri karena merasa tidak
diterima oleh lingkungan.

• Disabilitas sensorik

Disabilitas tuli, wicara dan netra merasa mempunyai hambatan untuk menangkap
dan menyampaikan informasi atau berkomunikasi karena metode komunikasi
yang berbeda.

• Disabilitas intelektual

Mempunyai hambatan untuk berpikir secara cepat, kompleks dan/atau abstrak


(tidak bisa dilihat secara visual). Termasuk membuat kesimpulan sederhana atas
runtutan kejadian. Sebagian dari mereka mempunyai hambatan untuk memahami
bahwa sebuah tindakan atau keputusan mempunyai konsekuensi atau risiko pada
diri atau orang lain atau mempunyai risiko hukum.

Hambatan internal lainnya dapat berupa :

• Kurang rasa percaya diri

• Tidak memiliki keterampilan komunikasi yang cukup baik

• Kurangnya penguasaan teknik-teknik alternatif untuk mengatasi keterbatasan


akibat ketunaan; (Bagi tunanetra, teknik alternatif adalah cara khusus (baik
dengan ataupun tanpa alat bantu khusus) yang memanfaatkan indera-indera
nonvisual atau sisa indera penglihatan untuk melakukan suatu kegiatan yang
normalnya dilakukan dengan indera penglihatan).

• Tidak mampu menampilkan diri secara pantas (poor grooming and dressing)

• Penguasaan pengetahuan umum yang tidak memadai.

14
Hambatan-hambatan di atas, ditambah dengan kurangnya pemahaman masyarakat
pada umumnya akan kebutuhan khusus para penyandang disabilitas, dapat sangat
mengurangi penghargaan orang terhadap penyandang disabilitas sehingga perhatian
yang diberikan pun menjadi sangat berkurang.

2. Informasi dan Komunikasi

Hambatan informasi dan kounikasi adalah tidak tersedianya informasi dalam


format yang aksesibel di tempat-tempat penyelenggaraan pelayanan publik akan
merupakan hambatan tambahan bagi para penyandang disabilitastertentu.

• Bagi orangorang tunanetra, format yang aksesibel untuk informasi tertulis adalah
Braille, rekaman audio, tulisan besar (bagi low vision), format elektronik atau
bantuan pembaca.

• Orang tunarungu akan mengalami kesulitan bila dihadapkan pada informasi


auditer. Informasi itu dapat menjadi aksesibel apabila disertai dengan informasi
tertulis atau penyelenggara pelayanan publik dapat menyediakan petugas yang
terampil bahasa isyarat.

• Bagi orang tunagrahita, informasi itu akan menjadi lebih aksesibel apabila
disajikan dalam bahasa yang sederhana dan menggunakan bahasa baku.

Agar penyandang disabilitas dapat hidup mandiri dan berpartisipasi secara penuh
dalam semua aspek kehidupansama seperti warga lainnya, negara wajib mengambil
langkah yang tepat untuk memastikan akses bagi penyandang disabilitas ke
lingkungan fisik, transportasi, informasi dan komunikasi, termasuk sistem dan
teknologi informasi dan komunikasi, serta akses ke fasilitas dan jasa pelayanan lain
yang tersedia bagi publik, baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Langkah-
langkah tersebut, yang harus meliputi identifikasi dan penghapusan kendala serta
halangan aksesibilitas, diberlakukan antara lain pada:

a. Gedung-gedung, jalan-jalan, sarana transportasi, dan fasilitas dalam dan luar ruang
lainnya, termasuk sekolah, perumahan, fasilitas medis, dan tempat kerja

15
b. Informasi, komunikasi, dan layanan lainnya, termasuk layanan elektronik dan
layanan gawat darurat.

Hambatan-hambatan akses aturan-aturan tentang aksesibilitas sebagaimana


dikemukakan di atas dimaksudkan untuk menghilangkan berbagai hambatan yang
merintangi para penyandang disabilitas untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai
kegiatan masyarakat termasuk untuk menikmati berbagai pelayanan publik yang
tersedia bagi masyarakat. Di antara berbagai hambatan akses itu adalah hambatan
arsitektural dan hambatan informasi dan komunikasi.

a. Hambatan arsitektural

Hambatan arsitektural mempengaruhi tiga kategori disabilitas utama, yaitu:

1. Disabilitas fisik, yang mencakup mereka yang menggunakan kursi roda, semi-
ambulant, dan mereka yang memiliki hambatan manipulatoris yaitu kesulitan
gerak otot
2. Disabilitas sensoris yang meliputi orang tunanetra dan tunarungu
3. Disabilitas intelektual (tunagrahita).

• Bagi pengguna kursi roda hambatan yang dihadapi oleh para pengguna kursi
roda sebagai akibat dari desain arsitektural saat ini mencakup:

- Perubahan tingkat ketinggian permukaan yang mendadak seperti pada


tangga atau parit

- Tidak adanya pertautan landai antara jalan dan trotoar

- Tidak cukupnya ruang untuk lutut di bawah meja atau wastapel

- Tidak cukupnya ruang untuk berbelok, lubang pintu dan koridor yang
terlalu sempit.

- Permukaan jalan yang renjul (misalnya karena adanya bebatuan)


menghambat jalannya kursi roda

- Pintu yang terlalu berat dan sulit dibuka

16
- Tombol-tombol yang terlalu tinggi letaknya.

• Masalah-masalah yang dihadapi penyandang semi-ambulant


Semi-ambulant adalah tunadaksa yang mengalami kesulitan berjalan tetapi tidak
memerlukan kursi roda. Hambatan arsitektural yang mereka hadapi antara lain
mencakup:
- Tangga yang terlalu tinggi
- Lantai yang terlalu licin
- Bergerak cepat melalui pintu putar atau pintu yang menutup secara
otomatis
- Pintu lift yang menutup terlalu cepat
- Tangga berjalan tanpa pegangan yang bergerak terlalu cepat
• Hambatan Arsitektural bagi Orang Tunanetra, yang dimaksud dengan tunanetra
dalam tulisan ini adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali
(totally blind) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak
cukup baik untuk dapat membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam
keadaan cahaya normal meskipun sudah dibantu dengan kaca mata (low vision).
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi para tunanetra sebagai akibat dari desain
arsitektural selama ini antara lain:
- Tidak adanya petunjuk arah atau ciriciri yang dapat didengar atau dilihat
dengan penglihatan terbatas yang menunjukkan nomor lantai pada gedung-
gedung bertingkat
- Rintangan-rintangan kecil seperti jendela yang membuka ke luar atau papan
reklame yang dipasang di tempat pejalan kaki
- Cahaya yang menyilaukan atau terlalu redup
- Lift tanpa petunjuk taktual (dapat diraba) untuk membedakan bermacam-
macam tombol, atau petunjuk suara untuk menunjukkan nomor lantai
• Masalah yang dihadapi orang tunarungu
Para tunarungu tidak mungkin dapat memahami pengumuman melalui
pengeras suara di bandara atau terminal angkutan umum. Mereka juga
mengalami kesulitan membaca bibir di auditorium dengan pencahayaan yang
buruk, dan mereka mungkin tidak dapat mendengar bunyi tanda bahaya.

17
D. Cara Bidan Menangani Masalah Dalam Komunikasi Pada Perempuan Penyandang
Disabilitas Fisik

Cara bidan dalam menangani masalah tersebut adalah :

1. Sapa dan bicara secara langsung dengan kontak mata, hindari berbicara satu arah
melalui orang lain baik melalui penerjemah atau pendamping.
2. Fokus pada penyandang disabilitas yang diajak bicara bukan pada kondisinya
3. Bicara dengan jelas, mudah dipahami, dan tetap santun.
4. Bahasa tubuh ramah
5. Jangan melihat penyandang disabilitas sebagai orang yang aneh
6. Kenalilah kebutuhan spesifik penyandang disabilitas misalnya disabilitas fisik
membutuhkan kursi roda
7. Jika merasa penyandang disabilitas yang datang membutuhkan bantuan, jangan ragu
untuk menanyakan apakah ia butuh bantuan. Jika penyandang disabilitas menyatakan
butuh bantuan maka tanyakan bagaimana cara penyandang disabilitas ingin dibantu
8. Berikan kemudahan bagi mereka untuk bergerak. Gunakanlah alat bantu agar mereka
dapat bergerak dengan bebas, contohnya seperti kursi roda.
9. Sediakan alat yang dapat mendukung motoriknya seperti untuk memegang dan
melepaskan.
10. Rutinlah untuk mengajak berkomunikasi dan melakukan banyak kegiatan agar dapat
membantu perkembangan diri, berikan dorongan bagi mereka untuk mencoba
melakukan sesuatu sendiri supaya mandiri dan membangun kepercayaan diri.
11. Kursi roda, tongkat, alat bantu dengar, tangan palsu, kaki palsu dan alat bantu
lainnya merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan, jangan memindahkan tanpa
persetujuan
12. Tidak memberikan pertanyaan yang berulang-ulang

E. Media Yang Membantu Dalam Penyampaian Komunikasi Pada Perempuan


Penyandang Disabilitas Fisik

Televisi sebagai media audio visual merupakan media yang dianggap paling
efektif dalam menyebarkan nilai-nilai yang konsumtif dan permisif. Bahkan apapun yang

18
diproduksi dan ditayangkan televisi akan selalu menarik bagi setiap penontonnya. Setiap
acara televisi dikelola oleh banyak orang yang ahli dibidangnya masing-masing di stasiun
televisi. Stasiun televisi merupakan lembaga penyiaran atau tempat bekerja yang
melibatkan banyak orang, dan yang mempunyai kemampuan atau keahlian dalam bidang
penyiaran yang berupaya menghasilkan siaran atau karya yang baik. Namun diskriminasi
dan representasi terhadap penyandang disabilitas dalam media televisi berakar dari
struktur media massa yang berpihak kepada kelompok dominan atau penguasa dan
mengabaikan kelompok minoritas yang termarginalkan. Akibatnya, ruang informasi,
wawasan dan pemahaman masyarakat dan pemerintah terhadap persoalan disabilitas
sangat terbatas. Dengan demikian peneliti menilai bahwa televisi cenderung diskriminatif
terhadap isu disabilitas dan kerap menempatkan disabilitas sebagai kelompok yang
“aneh”, menjadi bahan tertawaan, atau kelompok yang harus dibantu dan dikasihani.
Stigma dan stereotipe negatif tersebut salah satunya disebabkan oleh konstruksi sosial
dalam memandang persoalan disabilitas dan kelompok disabilitas di masyarakat.

Awalnya, disabilitas dikenal dengan istilah “cacat”. Terminologi “cacat”


disematkan karena orang “cacat” dianggap memiliki kekurangan, kerusakan, atau
ketidaklengkapan fisik sebagaimana yang “normal” (Masduqi, 2010: 2). Label yang
diberikan pada orang yang memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu dapat
menyebabkan orang tersebut merasa tidak berharga dan dipandang sebagai
penyimpangan dalam masyarakat. Seringkali, konotasi negatif yang diberikan orang lain
dapat membuat orang tersebut merasa tidak berharga atau dapat menyebabkan orang lain
memperlakukan ia secara berbeda (Mangunsong, 2009, dalam disertasi Nurhidaya Amar,
2014: 1). Bahkan media massa seringkalimenempatkan disabilitas sebagai kelompok
minoritas yang dianggap menyimpang dari normal. Media massa merupakan teknologi
atau sarana pembawa pesan dalam bentuk cetak maupun audio visual yang
keberadaannya tak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat. Bahkan media massa
sangat berperan dalam mempengaruhi perubahan di masyarakat. Televisi menjadi salah
satu jenis media yang paling sukses untuk mendorong terjadinya perubahan. Televisi
sering dikatakan menjadi salah satu bentuk komunikasi sosial yang populer dan telah
mengubah dunia kita.

19
Televisi juga dipandang sebagai hasil temuan dari riset ilmiah dan teknik yang
sifat-sifat inherennya sebagai suatu media elektronik telah mengubah persepsi-persepsi
dasar kita mengenai realitas dan dengan begitu mengubah cara berelasi kita dengan yang
lain dan dengan dunia (Williams, 2009: 4). Televisi sebagai media audio visual yang
mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari khalayak sasaran (penonton) akan
menjadi sangat efektif dengan pesan maupuninformasi yang disampaikan.
Keterjangkauan “kotak ajaib” ini dapat sampai ke semua lapisan masyarakat dengan
memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan media lainnya, yakni bersifat
langsung dan intim. Televisi juga didefinisikan Baksin (2006: 16) bahwa: “Televisi
merupakanhasil produk teknologi tinggi (hi-tech) yang menyampaikan isi pesan dalam
bentuk audio visual gerak. Isi pesan audio visual gerak memiliki kekuatan yang sangat
tinggi untuk mempengaruhi mental, pola pikir, dan tindak individu”. Sementara menurut
ensiklopedia Indonesia dalam Parwadi (2004: 28) lebih luas lagi dinyatakan bahwa:
“Televisi adalah sistem pengambilan gambar, penyampaian, dan penyuguhan kembali
gambar melalui tenaga listrik. Gambar tersebut ditangkap dengan kamera televisi, diubah
menjadi sinyal listrik, dan dikirim langsung lewat kabel listrik kepada pesawat
penerima”.

F. Perlakuan Bidan Terhadap Perempuan Penyandang Disabilitas Fisik Agar Setara


Dengan Perempuan Lainnnya

Permasalahan mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi perempuan


penyandang disabilitas (differentability) hingga saat ini masih menyisakan berbagai
perdebatan terutama apabila dikaitkan dengan kebijakan negara dalam merespon isu ini.
Di satu sisi, meskipun negara telah meratifikasi konvensi mengenai Hak-Hak
Penyandang Disabilitas melalui UU No.19 tahun 2011, namun implementasi dari regulasi
ini masih jauh dari efektif. Dalam UU tersebut, secara eksplisit dijelaskan adanya
kewajiban bagi negara dan masyarakat agar tidak melakukan diskriminasi terhadap
penyandang disabilitas, baik perempuan maupun anak, menjamin partisipasi penyandang
disabilitas dalam segala aspek kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan,
politik, olahraga, seni, dan budaya, serta pemanfaatan teknologi informasi dan

20
komunikasi. Namun dalam faktanya di lapangan, penyandang disabilitas masih kesulitan
untuk dapat memperoleh dalam bidang pendidikan, pekerjaan, politik, olahraga, seni, dan
budaya, apalagi berupa kesehatan.

Bidang kesehatan semakin sulit didapat terutama bagi kelompok perempuan


penyandang disabilitas.Tentu saja permasalahan menjadi semakin kompleks, mengingat
perempuan yang disabilitas mengalami stigmatisasi ganda, yaitu sebagai perempuan, dan
juga sebagai disabilitas.Sehingga kelompok ini perlu untuk mendapat perhatian khusus
karena sangat rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi terutama
berkaitan dengan seksualitas dan kesehatan reproduksi.

Para aktivis gerakan penyandang cacat memperkenalkan istilah disabilitas sebagai


ganti penyandang cacat yang secara kontekstual bersifat diskriminatif.Istilahdisabilitas
diperkenalkan pada 1998 merupakan singkatan dari frosa dalam Bahasa Inggris
differentabilitypeople. Istilah disabilitas lebih mengacu kepada pembedaan kemampuan,
bukan lagi kepada kecacatan atau ketidaksempurnaan. Seorang bidan harus mempunyai
pandangan bahwa seorang wanita adalah seorang manusia, sedangkan manusia adalah
makhluk bio – psiko – cultural – spiritual yang utuh dan unik.

- Bio artinya wanita adalah makhluk biologis yang memerlukan kebutuhan sesuai
dengan tingkat perkembangannya untuk kelangsungan hidup.

- Psiko artinya wanita mempunyai sisi kejiwaan harus diperhatikan dalam setiap
memberikan pelayanan.

- Sosio artinya wanita adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan orang lain dan
membutuhkan orang lain.

- Kultural artinya wanita adalah makhluk yang berbudaya atau memiliki kebiasaan –
kebiasaan tertentu.

- Spiritual artinya wanita adalah makhluk yang secara fitrah akan selalu membutuhkan
tuhan sebagai sandaran.

- Utuh artinya pandangan kita kepada seorang wanita sebagai makhluk bio – psiko –
sosio – cultural dan spiritual etrsebut harus dipandang secara menyeluruh, tidak bias

21
hanya dipandang dari segi biologisnya saja, atau psikologisnya saja karena sisi
tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

- Unik artinya wanita adalah makhluk yang berbeda antara satu dengan yang lain, baik
dari segi bio, psiko, sosio, cultural maupun spiritualnya.

Menurut Abdul Rachman Husein, wanita adalah seorang ibu sekaligus pendidik yang
luar biasa. Menurut Abdurrahman Umairah, wanita adalah manusia yang mulia dan
bernilai karena memiliki sifat kemanusiaan yang tinggi. Selain itu bidan harus punya
pandangan bahwa wanita khususnya ibu adalah seorang yang akan melahirkan penerus
generasi keluarga dan bangsa sehingga keberadaan wanita yang sehat jasmani dan rohani
serta social sangat diperlukan. Wanita juga seorang pendidik pertama dan utama dalam
keluarga. Kualitas manusia sangat ditentukan oleh keberadaan/kondisi dari wanita/ibu
dalam keluarga. Para wanita di masyarakat adalah penggerak dan pelopor peningkatan
kesejahteraan keluarga

G. Konseling Bidan Pada Bidan Pada Perempuan Penyandang Disabilitas Fisik Untuk
Memberikan Motivasi Dan Memberdayakan Perempuan Disabilitas Fisik

Konseling hakekatnya adalah layanan kemanusiaan yang diwarnai oleh


pandangannya tentang manusia. Konseling merupakan proses yang menunjang
keseluruhan pelaksanaan pendidikan dalam mencapai tujuannya, yaitu membantu
perkembangan optimal sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, sesuai dengan
kemampuan, minat, dan nilai-nilai yang dianutnya.

Konseling bidan pada perempuan penyandang disabilitas fisisk untuk memberikan


motivasasi dan memperdaya perempuan disabilitas fisik,sebagai berikut:

1. Menempatkan klien sebagai informan budaya, klien adalah representasi budaya

2. Pengembangan sikap, pemahaman, dan keterampilan sesuai antropologi budaya


setempat, dan perlunya menerapkan pendekatan secara terbuka, luwes, dan selaras
dengan budayanya.

3. Autoplastic dan alloplastis. Artinya bagaimana menyeimbangkan tujuan konseling


dengan mengubah individu agar menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan

22
mengubah lingkungan agar sesuai dengan individu melalui pendekatan yang realistis
dan kreatif.

4. Hubungan atau teknik. Artinya dalam konseling yang dipentingkan hubungan atau
teknik, mengingat suatu teknik belum tentu cocok untuk suatu budaya tertentu karena
penggunaanya tergantung pada penerimaan dan keyakinannya.

5. Komunikasi, inti proses pelayanan konseling adalah komunikasi antara konselor


dengan klien, konseling lintas budaya berarti proses komunikasi lintas budaya,
sehingga perlu diantisipasi kemungkinan munculnya faktor-faktor penghambat
komunikasi tersebut baik yang berkaitan dengan bahasa, komunikasi non verbal,
stereotip, kecenderungan menilai (psiko-sosial), maupun kecemasan.

Berdasarkan pendekatan terhadap masalahnya, Burks dan Stefflre (1979) menyatakan


bahwa supportive therapy setingkat dengan bimbingan, reeducative dengan konseling, dan
reconstructive therapy dengan psikotherapy. Dalam banyak hal tidak terdapat perbedaan
yang berarti dalam metode yang digunakan antara konseling dengan psikotherapi.
Konseling lebih banyak berkenaan dengan masalah kognisi sedangkan psikotherapi pada
masalah afeksi. Sedangkan berkenaan dengan teori, terdapat elemen-elemen substansif
dalam suatu teori konseling yang pada akhirnya akan membedakan antara suatu teori
dengan yang lainnya. Elemen-elemen subtansif tersebut ialah :

a. Asumsi terhadap penghargaan hakekat manusia

b. Keyakinan terhadap teori belajar dan perubahan perilaku

c. Komitmen terhadap tujuan konseling,

d. Definisi peran konselor

e. Fakta pendukung teori

Berikut adalah beberapa teknik konseling yang dilakukan bidan bagi penyandang
disabilitas fisik :

23
1. Terapi Okupasi untuk individu gangguan intelektual

Problem dan penyelesaian yang dialami oleh individu dengan gangguan intelektual
yaitu:

a. Sensori Motorik

Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan sensori motorik antara


lain : berlari mengikuti garis lurus, berlari dengan satu kaki, melempar benda
kearah keranjang, meniru gambar, menyusun puzzle, mendengarkan musik,
membedakan warna, meraba benda keras dan lunak, mencium bau-bauan,
membedakan rasa, orientasi ruangan.

b. Fisik

Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengarahkan gerakan fisik antara lain:
naik sepeda statis, naik turun tangga, menarik pulley.

c. Kognitif

Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengarahkan tingkah laku individu


berkebutuhan khusus antara lain: bermain halma, senam diiringi music.

d. Intra personal–interpersonal

Kegiatan yang diberikan dalam membantu mengarahkan intra personal dan


interpersonal yaitu: berbelanja, bermain layang-layang.

e. Perawatan diri

Kegiatan yang diberikan dalam membantu mengarahkan individu untuk mandiri


antara lain: menggosok gigi, minum menggunakan gelas, menyisir rambut,
memakai celana, memakai baju, latihan makan menggunakan sendok, merias diri,
latihan mandi, mamakai sepatu

f. Prodiktifitas

Kegiatan yang diberikan dalam meningkatkan produktifitas individu berkebutuhan


khusus yaitu: berkebun, beternak, kerajinan.

24
2. Terapi okupsi untuk individu gangguan fisik

Problem dan penyelesaian yang dialami oleh individu dengan gangguan intelektual
yaitu:

a. Motorik

Kegiatan yang diberikan untuk membantu meningkatkan motorik pada individu


dengan gangguan fisik yaitu: berjalan diatas balok titian, menarik beban, membuat
sulak, memasukkan manic-manik ke botol

b. Sensoris

Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan sensorik pada individu


berkebutuhan khusus yaitu: meniup kapas, membedakan suhu, mendengarkan
bunyi-bunyian, melatih pengecapan, melatih indra penciuman, melatih indra
penglihatan.

c. Kognitif

Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembankan kognitiff pada individu


gangguan fisik yaitu: melukis, bermain puzzle, melihat gambar, bermain musik.

d. Intrapersonal
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan intrapersonal pada
individu gangguan fisik yaitu: mendengarkan cerita, bernyanyi, bermain drama.
e. Interpersonal
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan interpersonal pada
individu gangguan fisik yaitu: senam irama, berbelanja.
f. Perawatan diri
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek perawatan diri
pada nak gangguan fisik yaitu: makan, memakai baju, minum.
g. Produktifitas
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek produktifitas
pada individu gangguan fisik yaitu: membuat asbak, berkebun, rekreasi.
3. Terapi okupasi untuk individu autistik

25
Problem dan penyelesaian yang dialami oleh individu autistik yaitu:
a. Motorik
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan motorik pada individu
autistik yaitu: bermain bola, mengayuh sepeda statis.
b. Sensorik
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek sensorik pada
individu autistik yaitu: berayun-ayun, berjalan mengikuti garis tengah lurus,
berguling dibalik selimut, bermain scooter board.
c. Kognitif
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengambangkan aspek kognitif pada
individu autistik yaitu: melihat-lihat gambar mobil, memainkan plastisin.
d. Intrapersonal
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek intrapersonal
pada individu autistik yaitu: bermain form board, melukis
e. Interpersonal
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek interpersonal
yaitu: berolahraga, mendengarkan musik.
f. Perawatan Diri
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek perawatan diri
yaitu: membersihkan tempat tidur, menyisir rambut.
g. Produktifitas
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek produktifitas
yaitu: bermain kelereng, menyapu lantai, mempersiapkan makan, mencuci.
h. Leisure (Pengisian Waktu Luang)
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek leisure yaitu:
membuat keset, memelihara burung, memelihara ayam.
4. Terapi okupasi untuk individu hiperaktif
Problem dan penyelesaian yang dialami oleh individu hiperaktif yaitu:
a. Motorik
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek motorik yaitu:
Menangkap / melempar bola, lari haral lintang.

26
b. Sensorik
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek sensorik yaitu:
berjalan mengikuti garis berkelok, meniru tulisan.
c. Kognitif
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek kognitif yaitu:
bermain tebak – tebakan, mewarnai.
d. Intrapersonal
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek intrapersonal
yaitu: membersihkan halaman, bermain ular-ularan.
e. Interpersonal
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek interpersonal
yaitu: membersihkan lingkungan sekolah.
f. Perawatan Diri
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek perawatn diri
yaitu: penggunaan waktu luang dirumah, bermain halma.
g. Produktifitas
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek produktifitas
yaitu: merangkai bunga, permainan berkompetisi.
h. Leisure (Pengisian Waktu Luang)
Kegiatan yang diberikan untuk membantu mengembangkan aspek leisure yaitu:
rekreasi, bermain alat musik.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan
aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi
tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh
individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi
merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi
kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan
interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.
Adapun macam-macam penyandang disabilitas/cacat fisik adalah :
1. Tuna Netra adalah seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang disebabkan oleh
hilang/berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran,kecelakaan
maupun penyakit yang terdiri dari:
a. Buta total
b. Memiliki sisa penglihatan (low vision)
2. Tuna Rungu/Wicara adalah kecacatan sebagai akibat hilangnya/terganggunya fungsi
pendengaran dan atau fungsi bicara baik disebabkan oleh kelahiran, kecelakaan
maupun penyakit, terdiri dari tuna rungu wicara, tuna rungu, tuna wicara.
3. Tuna Daksa adalah cacat pada bagian anggota gerak tubuh. Tuna daksa dapat
diartikan sebagai suatu keadaan rusak atau terganggu, sebagai akibat gangguan
bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang
normal.Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga
disebabkan oleh pembawaan sifat lahir (Soemantri, 2006). Tuna daksa terdiri dari
dua golongan yaitu :
a. Tuna daksa ortopedi, lengan
b. Tuna daksa syaraf
Berkomunikasi dengan perempuan penyandang disabilitas fisik dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu :

28
1. Secara langsung, yaitu dengan lisan/verbal sehingga memudahkan kedua belah pihak
untuk saling mengerti.
2. Secara tidak langsung, yaitu melalui media tertentu, seperti bahasa tubuh, tulisan,
telepon, radio, dan lain sebagainya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Astuti , Endang Kusuma. 2009. Transaksi Terapeutik Dalam Upaya Pelayanan Medis di
Rumah Sakit. Bandung : PT Citra Aditya Bakti

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik


dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Putra Grafika.

Damaiyanti, Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan.


Bandung: Rifika Aditama.Cetakan Kedua.

Deddy Mulyana. 2010, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2010, h.17.

Demartoto, A. 2007. Menyibab Sensitivitas Gender dalam Keluarga Difabel. Surakarta:


LPP UNS dan UNS Press.

Effendy, Onong Uchjana. 1998. Ilmu Komunikasi, Teori, dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Herdiansyah, H. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial.


Jakarta: Salemba Humanika.

Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Machfoedz, Mahmud. 2009. Komunikasi Terapeutik, Yogyakarta: Ganbika.

Mangunsong, Frieda. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jilid
I, LPSP3 UI, Jakarta.

Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Putri.R.P 2010. Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kemampuan Komunikasi


Interpersonal Pada Penyandang Tuna Daksa. Fakusltas Psikologi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Rakhmat, Jalaludin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Seran Marcel dan Anna Maria. 2010. Dilema Etika dan Hukum Dalam Pelayanan Medis.
Makasar: Mandar Maju.

30
West R. & Turner H.L. 2014. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Empat.

31

Anda mungkin juga menyukai