Anda di halaman 1dari 20

COVER

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami Dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami Tidak sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shawalat serta salam semoga Terlimpahkan curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita Nanti-nantikan
syafa’atnya diakhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya  baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu
untuk menyelesaikan makalah ini. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi Tugas mata kuliah “Psikologi Kebidanan” Prodi S1
kebidanan . Selain itu Makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
mengenai “Komunikasi Dengan Penyandang Disabilitas Mental “ bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih  banyak terdapat keselahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat  banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Kami juga mengucapkan Terima Kasih kepada semua pihak
khususnya kepada Ibu Husnul Khotimah Rustam, S.Psi., M.Psi. selaku dosen mata
kuliah Psikologi Kebidanan yang telah membimbing kami dalam menulis
makalah ini . Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima Kasih.

Watansoppeng, 27 April 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 4
A. Latar Belakang .................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................... 6
C. Tujuan ............................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN ............................................................... 7
A. Definisi Penyandang Disabilitas Mental .............................. 7
B. Karakteristik Penyandang Disabilitas Mental .............................. 8
C. Klasifikasi Gangguan Jiwa..................................................... 12
D. Etika dan Cara Berkomunikasi dengan Penyandang Disabilitas Mental 14
BAB II PENUTUP ........................................................................... 18
A. Kesimpulan ........................................................................... 18
B. Saran ..................................................................... 18

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari
satu pihak ke pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya.
Pada umumnya komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan)
yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Komunikasi kebidanan adalah
suatu interaksi antara bidan dan kliennya dimana didalamnya terdapat suatu
proses pernyataan diri, gagasan atau perasaan yang berbentuk verbal atau
nonverbal dan bersifat antar pribadi.

Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik,


mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui
hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan
kesamaan hak (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-
Hak Penyandang Disabilitas)
Tuhan menciptakan manusia di dunia ini adalah sama, namun manusia itu
sendirilah yang membedakan di antara sesama manusia, baik berwujud sikap,
perilaku, maupun perlakuannya. Pembedaan ini masih sangat dirasakan oleh
mereka yang mengalami keterbatasan secara fisik, mental, dan fisik-mental, baik
sejak lahir maupun setelah dewasa, dan kecacatan tersebut tentunya tidak
diharapkan oleh semua manusia, baik yang menyandang kecacatan maupun yang
tidak menyandang cacat. Penyandang disabilitas mental adalah ODMK atau
Orang Dengan Gangguan Jiwa yang dalam jangka waktu lama mengalami
hambatan dalam interaksi dan  partisipasi di masyarakat berdasarkan kesetaraan
dengan yang lainnya. Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya
disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial,
pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki
risiko mengalami gangguan jiwa.
Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah
orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang

4
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Permasalahan gangguan jiwa menurut
Undang-Undang Kesehatan Jiwa No. 18 Tahun 2014 merupakan permasalahan
yang berkaitan dengan gangguan dalam  pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku.
Permasalahan gangguan jiwa dapat dialami oleh siapa saja, dan dapat
menimbulkan beban tidak saja bagi penyandangnya tetapi juga bagi keluarganya,
apabila tidak mendapatkan penanganan secara tepat.
Gangguan mental pada beberapa kasus disebut dengan perilaku abnormal
atau abrnormal behavior yang mana sama halnya dengan sakit mental (mental
illness), sakit jiwa, dan beberapa istilah-istilah lainnya seperti distress,
disadvantage, disability, discontrol, inflexsibility, irrationally, disturbance,
dromal pattern, dan lainnya. Berbagai istilah lainnya mungkin dianggap sama,
namun beberapa pihak menggunakannya secara berbeda. Pada Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders dan Internasional Classification of Mental
Disorders menggunakan istilah mental disorder yang memiliki arti gangguan
jiwa. Di dalam gangguan mental sendiri terdapat klasifikasi atau pembagian yang
mempermudah untuk mempelajarinya. Pada abad ke-19 kemudian terdapat
penyempurnaan klasifikasi gangguan mental yang berdasarkan simptom-
simptompnya. Emil Kraepelin menyusun sistem klasifikasi lebih kompreensif.
Sistem ini mengacu pada sistem klasifikasi gangguan mental yang didasarkan
pada gangguan fisiologis. Sistem klasifikasi gangguan ini memang lebih
memudahkan dalam pemilihan diagnosa serta pengobatan yang lebih tepat. Emil
Kraepelin berkeyakinan jika klasifikasinya tersebut akan lebih mencangkup
gangguan mental secara universal. Untuk saat ini terdapat 2 sistem klasifikasi
gangguan mental yang ada, yaitu Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM) dan International Classification of Diseases (ICD). DSM dibuat
langsung oleh ahli-ahli kedokteran  jiwa Amerika, sedangkan untuk ICD dibuat
oleh ahli kedokteran jiwa WHO. Kedua sistem ini memiliki kelebihan dan

5
kekurangannya masing-masing, sehingga sampai saat ini terus dilakukan
perbaikan-perbaikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi penyandang disabilitas mental?
2. Bagaimana karakteristik penyandang disabilitas mental?
3. Apa saja klasifikasi pada gangguan jiwa?
4. Bagaimana etika dan cara berkomunikasi dengan penyandang disabilitas
mental?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi penyandang disabilitas mental.
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik penyandang disabilitas
3. Untuk mengetahui klasifikasi gangguan jiwa.
4. Untuk mengetahui bagaimana etika dan cara berkomunikasi dengan
penyandang disabilitas mental.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Penyandang Disabilitas Mental


Penyandang disabilitas metal adalah ODMK atau Orang Dengan
Gangguan Jiwa yang dalam jangka waktu lama mengalami hambatan dalam
interaksi dan  partisipasi di masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang
lainnya. Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK
adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan
dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko
mengalami gangguan jiwa. Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya
disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran,
perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala
dan/atau perubahan perilaku yang bermakna.
Permasalahan gangguan jiwa menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa
No. 18 Tahun 2014 merupakan permasalahan yang berkaitan dengan
gangguan dalam  pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam
bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku. Permasalahan
gangguan jiwa dapat dialami oleh siapa saja, dan dapat menimbulkan beban
tidak saja bagi penyandangnya tetapi juga bagi keluarganya, apabila tidak
mendapatkan penanganan secara tepat.
Masalah gangguan jiwa dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor,
di antaranya:
1. Faktor biologis seperti penyakit fisik kronis, penyakit fisik yang
mempengaruhi otak dan penyalahgunaan NAPZA.
2. Faktor psikologis seperti pola adaptasi, pola penyelesaian masalah,
pola mekanisme pertahanan diri dan pola kepribadian.
3. Faktor sosial spiritual seperti pola relasi, sistem dukungan, situasi
khusus/krisis, tantangan/tugas - tugas dan stresor atau pemicu.

7
PDM sering kali mengalami masalah yang kompleks. Bukan saja masalah
yang terjadi di dalam dirinya seperti halusinasi, waham dan sebagainya, namun
yang lebih memperparah permasalahan adalah yang berasal dari luar, yaitu
lingkungan sosialnya. Seorang PDM akan mengalami kondisi yang lebih parah
atau kekambuhan yang sering apabila lingkungan tidak memberikan dukungan
dan rawatan yang dibutuhkan.

B. Karakteristik Penyandang Disabilitas Mental


1. Gangguan Skizofrenia
Gangguan skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang penyandangnya
paling sering mengalami pemasungan. Lebih dari 90% PDM yang
mengalami gangguan jiwa ini. Gangguan skizofrenia merupakan
gangguan jiwa yang mudah dikenali dan berisiko untuk melakukan
tindakan kekerasan akibat dari gejalanya. Skizofrenia merupakan
gangguan psikotik yang memiliki sifat dapat kambuh, menahun, dan bila
kekambuhan semakin sering terjadi maka orang dengan skizofrenia
(disingkat ODS) akan mengalami penurunan fungsi yang semakin berat.
Saat sakit, gangguan yang dialami meliputi :
a. Gangguan perasaan.
Gangguan perasaan yang timbul sangat bervariasi mulai dari emosi
yang meningkat, meledak-ledak hingga emosi yang kosong, tanpa
ekspresi. Respon emosi yang diekspresikan juga bervariasi, bisa
luas, menyempit, hingga mendatar tanpa ekspresi, termasuk bisa
sesuai namun bisa pula tertawa geli atau tanpa kendali, tanpa
alasan yang jelas dan tidak sesuai dengan konteks.
b. Gangguan perilaku
ODS (Orang Dengan Skizofrenia) kronis cenderung tidak
memperhatikan penampilannya, tidak mampu merawat diri, tidak
menjaga kerapian, tidak menjaga kebersihan dirinya dan menarik
diri secara sosial.
c. Gangguan Persepsi

8
ODS mengalami gangguan dalam sensasi dari panca inderanya,
seperti kesalahan persepsi tanpa ada stimulus yang nyata
(halusinasi), kesalahan persepsi yang timbul terhadap stimulus
yang nyata (ilusi), mengalami atau merasa bahwa dirinya tidak
nyata, berubah bentuk, tau asing (depersonalisasi), perasaan
subyektif bahwa lingkungan sekitar berubah, tidak nyata, atau
asing (derealisasi).
d. Gangguan Pikiran
Gangguan pikiran yang dialami oleh ODS meliputi gangguan  pada
proses pikir dan isi pikir. Gejala yang biasanya dilaporkan oleh
keluarga atau masyarakat diantaranya: “bicara ngaco (kacau)”,
“bicara muter-muter”, “bicara ketinggian”, “nggak nyambung”,
atau “kesambet”. Gangguan isi pikir yang utama adalah waham,
yaitu keyakinan salah yang tidak sesuai dengan fakta, budaya,
agama, nilai-nilai, dan status pendidikan, namun tetap
dipertahankan walaupun telah diberikan bukti-bukti yang jelas
untuk mengoreksinya
e. Gangguan motivasi dan neurokognitif
Di samping gejala-gejala yang telah diuraikan di atas,
skizofrenia juga memiliki gejala lain yang berhubungan dengan
motivasi dan kognitif (kemampuan berpikir). Gejala yang
berhubungan dengan motivasi diantaranya tidak memiliki minat
atau kehendak, tidak berkegiatan, dan tidak mampu menata
rencana sehingga menimbulkan disorganisasi. Sementara gejala
yang  berhubungan dengan gangguan kognitif adalah gangguan
konsentrasi/atensi, gangguan memori terutama memori jangka
segera/pendek, dan menurunnya kemampuan untuk menyelesaikan
masalah.
Gejala-gejala pada gangguan skizofrenia sering
mengakibatkan ODS tampil dalam kondisi gaduh gelisah hingga
berisiko untuk melakukan kekerasan dan sulit dipahami sehingga

9
sulit untuk dibantu. Kondisinya yang sering terlambat dikenali
sehingga terkesan terjadi tiba-tiba,  berpotensi untuk disalahartikan
sebagai bagian dari proses budaya dan spiritual, dianggap
kesurupan, kemasukan roh/jin, keberatan nama/ilmu,  bahkan tidak
jarang pula dianggap sakti oleh keluarga dan masyarakat.

2. Gangguan Jiwa Lainnya dengan Perilaku Gaduh Gelisah dan Kekerasan


Berisiko untuk mengalami gejala perilaku yang berupa gaduh
gelisah dan kekerasan bukanlah monopoli gangguan skizofrenia. Gaduh
gelisah dapat diartikan sebagai kumpulan gejala agitasi yang ditandai
dengan perilaku yang tidak biasa, meningkat, dan tanpa tujuan. Tidak
harus berkaitan namun dapat menjadi gejala awal dari perilaku agresif
yaitu agresivitas verbal maupun gerak/motorik namun tidak ditujukan
untuk mencederai seseorang (contoh: mengumpat, melempar atau
merusak barang) dan perilaku kekerasan yaitu  perilaku yang ditujukan
untuk mencederai baik dirinya maupun orang lain (memukul, melukai
diri, atau membunuh).
a. Gangguan Demensia
Demensia merupakan kumpulan gejala akibat gangguan pada
struktur otak yang bersifat menahun, menurunkan fungsi dan
mengganggu kegiatan sehari-hari akibat penurunan fungsi luhur
(kognitif), termasuk daya ingat/memori (kesulitan mengingat hal-hal
yang baru dipelajari bahkan dalam kondisi yang lebih berat, ingatan
sebelumnya juga hilang), konsentrasi, orientasi, kemampuan
memahami, mengidentifikasi risiko dan konsekuensi (berpikir kritis,
menyusun rencana), berhitung, kemampuan belajar, dan  berbahasa,
yang berdampak pada kemampuan pengendalian emosi, perilaku
sosial atau motivasi.
Problem perilaku dan psikologik yang sering ditemukan pada
orang dengan demensia diantaranya gangguan persepsi, proses pikir,

10
suasana  perasaan dan perilaku yang sering disalahartikan sebagai
skizofrenia
b. Gangguan Penyalahgunaan Zat (NAPZA)
Gangguan penyalahgunaan zat berhubungan dengan dua
kondisi utama, yaitu intoksikasi dan putus zat. Intoksikasi adalah
kumpulan gejala akibat penyalahgunaan zat yang mempengaruhi
satu atau lebih fungsi mental berupa: memori, orientasi, mood,
perilaku, sosial dan pekerjaan. Intoksikasi dapat menimbulkan
gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, perasaan atau perilaku yang
secara klinis  bermakna.
Gejala Putus Zat (Withdrawal) adalah kumpulan gejala yang
terjadi setelah menghentikan atau mengurangi penggunaan zat
psikoaktif, sesudah  penggunaan berulang kali yang berlangsung
lama dan/atau dalam jumlah yang  banyak dengan keluhan yang
sesuai karakteristik zat psikoaktif tertentu
c. Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan jiwa ini bersifat episodik, dapat kambuh, namun
berpotensi  baik untuk penyembuhan cepat bila mendapatkan tata
laksana yang adekuat dan segera. Namun bila tidak, dapat
berdampak besar untuk timbulnya kematian.
Gangguan ini terutama berhubungan dengan gejala suasana
perasaan gembira berlebihan (manik), hipomanik, sedih berlebihan
(depresi), atau campuran dua kutub emosi dalam satu episode.
Disebut sebagai gangguan bila gejala manik berlangsung minimal
satu minggu, atau empat hari untuk gejala hipomanik, atau dua
minggu untuk gejala depresi dan mengakibatkan gangguan aktivitas
serta fungsi sehari-hari.
Dalam kondisi yang berat, dapat disertai gejala psikotik,
risiko bunuh diri, maupun risiko melukai orang lain. Kondisi tersebut
tentu saja membutuhkan perawatan yang lebih intensif. Risiko lain
dalam kelompok gangguan ini adalah penyalahgunaan obat, zat, dan

11
alkohol yang berujung  pada perilaku berisiko lainnya seperti seks
bebas.
d. Reterdasi Mental
Gangguan ini ditandai oleh kurangnya kemampuan mental dan
keterampilan yang diperlukan seseorang untuk menjalankan
kehidupan termasuk menyelesaikan masalah, ditandai dengan
gangguan pada keterampilan pada beberapa area perkembangan
(seperti kognitif, bahasa, motorik, dan sosial) selama periode
perkembangan. Ciri utamanya adalah ketidaksesuaian usia
kemampuan yang dimiliki dengan usia sesungguhnya. Sebagai
contoh, seorang anak memiliki kemampuan yang sesuai untuk anak
umur di bawah tiga tahun, padahal usia sesungguhnya anak tersebut
adalah lima tahun. Kondisi ini mengakibatkan keterbatasan fungsi
intelegensia (penyelesaian masalah) dan fungsi perilaku adaptif
(penyesuaian diri).
e. Gangguan Perilaku pada Anak dan Remaja
Gangguan perilaku pada anak dan remaja yang dapat
menyebabkan  perilaku gaduh gelisah, agresif, dan kekerasan
diantaranya adalah gangguan  perilaku menentang, gangguan atensi
yang berat dan hiperaktif, serta gangguan autisme.

C. Klasifikasi Gangguan Jiwa


Saat ini untuk menentukan gejala gangguan mental, ahli-ahli menyepakati
jika menggunakan sistem klasifikasi DSM-III atau Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders revisi ke 3 yang dikeluarkan pada tahun 1980.
Menurut sistem DSM-III, terdapat jenis-jenis gangguan mental dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Disorder first evident in infancy, adolescene, or childhood
Merupakan penyimpangan fungsi perkembangan yang terjadi pada
masa anak-anak dan remaja. Yang mana di dalamnya termasuk
hiperaktif, retardasi mental, penyimpangan perilaku makan (baca juga:

12
Tanda-tanda Anoreksia), kecemasan pada anak, penyimpangan yang
terjadi dari  perkembangan normal.
2. Organic metal disorders
Yang mana di dalamnya mencakup semua penyimpangan dan
gangguan mental yang dikarenakan kerusakan pada otak akibat
pengaruh  berbagai penyakit yang berkaitan dengan kecemasan dan
traumatik.
3. Schizophrenic disorders
Merupakan kelompok penyimpangan kepribadian yang menyebabkan
penderitanya tidak dapat berhubungan lagi antara realita maupun
kenyataan yang ada.
4. Paranoid disorders
Kelompok gangguan yang mana penderitanya merasa curiga terhadap
sesuatu secara berlebih dan selalu merasa jika dirinya diintai secara
terus menerus, merasa jika semua orang membencinya, dan lainnya.
5. Substance use disorders
Dalam hal ini mencakup segala pentimpangan ataupun kekacauan
mental yang mana dipengaruhi oleh zat kimia, semisal narkotika,
psikotropika, alkohol, nikotin, dan zat-zar adiktif lainnya.
6. Affective disorder
Yang lebih dikenal dengan depresi berat yang membuat seseorang
menjadi murung dan apatis.
7. Anxiety disorders
Merupakan kecemasan yang berlebihan semisal kecemasan mengenai
masa depan, harga diri, dan lainnya.
8. Somatoform disorders
Kerusakan yang terjadi pada organ tubuh ataupun munculnya penyakit
parah yang dikarenakan faktor psikologis semisal kecemasan yang
terus menerus, namun jika diteliti secara dari sisi medis tidak akan
ditemukan  penyakit medis lainnya.

13
9.  Dissociative disorders
Gangguan temporal yang mana menyebababkan gagal fungsinya
memori ataupun kehilangan kontrol pada emosi semisal amnesia
ataupun kasus kepribadian ganda.
10.  Psychosexual disorders
Yang mana di dalamnya mencakup penyimpang gangguan identitas
gender, kelainan seksual, kemampuan seksualitas (ejakulasi dini,
frigiditas, impoten). Homoseksualitas dapat masuk di dalamnya jika
orang tersebut sendiri tidak menikmati kondisinya sebagai homoseks.
11.  Conditions not attributable to a mental disorder
Kondisi yang tidak masuk ke dalam kekacauan mental. Semisal
masalah-masalah yang rumit yang membuat orang tersebut harus
mencari solusikeluarnya
12. Personality disorders
Ketidakmampuan dalam berperilaku serta mengatasi stress, semisal
gangguan kepribadian anti sosial

D. Etika dan Cara Berkomunikasi dengan Penyandang Disabilitas Mental


1) Etika Berinteraksi Dengan Disabilitas Mental
Penyandang disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir,
emosi, dan perilaku yang disebabkan gangguan psikologis atau
hambatan dalam interaksi sosial. Pada umumnya, berinteraksi dengan
orang yang mengalami disabilitas mental ini dianggap sebagai yang
tersulit dibanding interaksi dengan penyandang disabilitas jenis
lainnya.
Berikut adalah etika untuk bernteraksi dengan penyandang disabilitas
mental :
a. Tanyakan hal-hal yang perlu diketahui sebagai pendamping jika
kamu akan menjadi pendamping bagi saudara kita yang
menyandang disabilitas mental, sebaiknya tanyakan dulu kepada
dokter atau keluarganya mengenai hal-hal yang perlu diketahui

14
sebagai  pendamping. Sebagai contoh, kamu harus mengetahui
waktu istirahat, makan, sampai dengan minum obat.
b. Ajak Penyandang Disabilitas Mental Berkomunikasi
Berkomunikasi dengan penyandang disabilitas mental tidak sesulit
yang kamu bayangkan kok. Kamu justru harus sering mengajak
mereka  berbicara langsung tanpa melalui perantara atau
pendampingnya.
c. Pakai Kata-kata yang Sederhana
Mengingat penyandang disabilitas mental ini umumnya memiliki
keterbatasan dalam berpikir, maka gunakan kata-kata yang
sederhana saja ketika berkomunikasi. Bila perlu kamu pun dapat
menggunakan petunjuk  berupa gambar atau isyarat untuk
memudahkan mereka memahamimu.  
2) Cara Tepat Berkomunikasi Langsung dengan Penyandang Disabilitas
Mental
Sering kali, penyandang disabilitas dibantu oleh penerjemah,
perawat, atau teman selama kesehariannya. Penting untuk melakukan
cara tepat  berkomunikasi secara langsung dengan penyandang
disabilitas. Jangan melakukan komunikasi melalui orang lain
a. Bertanyalah sebelum menawarkan bantuan
Jika melihat penyandang disabilitas kesulitan melakukan sesuatu,
reaksi pertama Sobat mungkin langsung cara tepat
berkomunikasinya.  Namun, tanpa mengetahui kebutuhan khusus
atau tujuan penyandang disabilitas tersebut, Sobat mungkin justru
merpersulit keadaan. Selalu tawarkan bantuan terlebih dahulu
sebelum menolong penyandang disabilitas.
b. Jaga ucapan dan tindakan Anda
Saat berinteraksi dengan penyandang disabilitas, selalu jaga
kesopanan ucapan dan tindakan sobat. Ketika diperkenalkan
dengan penyandang disabilitas, tawarkanlah untuk menjabat
tangan. Bahkan seseorang yang gerakan tangannya terbatas masih

15
mampu untuk sekadar berjabat tangan. Menolak untuk
mengulurkan tangan justru merupakan gestur yang tidak sopan.
c. Bertanyalah bila pertanyaan Sobat relevan
Terkadang, orang khawatir akan menyinggung penyandang
disabilitas dan akibatnya merasa canggung dan gugup selama cara
tepat  berkomunikasi. Hal ini dapat membuat penyandang
disabilitas merasa terasingkan sehingga bersikaplah biasa dan
tetap tenang. Jika Sobat ingin  bertanya, silakan saja apabila
pertanyaan relevan dengan situasi saat itu.
d. Carilah peluang menjadi sukarelawan di daerah Anda
Kita dapat mencari peluang sukarelawan di komunitas
lingkungan. Ada berbagai organisasi yang memiliki tujuan cara
tepat berkomunikasi  para penyandang disabilitas. Jika kita
mengetahui penyandang disabilitas yang membutuhkan uang
untuk masalah terkait kedisabilitasannya,  bantulah dia dengan
menggalang dana. Sobat bisa membuat acara, seperti makan
malam atau pesta, yang mana pendapatan yang dikumpulkan
digunakan untuk cara tepat berkomunikasi penyandang
disabilitas. Terkadang pengumpulan dana sangat berguna. Para
penyandang disabilitas sering membutuhkan uang lebih untuk
menutupi biaya berobat, renovasi rumah, dan biaya biaya lain.
e. Bantulah aksesibilitas penyandang disabilitas
Sering kali, para penyandang disabilitas butuh bantuan untuk
berpindah-pindah. Kita dapat bersukarela untuk cara tepat
berkomunikasi mereka.
 Jika penyandang disabilitas tidak bisa menyetir, bantulah
mereka  bepergian secara sukarela. Kita bisa melakukan cara
tepat  berkomunikasi dengan penyandang disabilitas naik
kendaraan umum, atau  bawa dengan mobil pribadi kita.
Banyak organisasi yang menerima sukarelawan untuk
pekerjaan khusus ini.

16
 Beberapa organisasi berusaha membuat segalanya lebih
mudah  bagi penyandang disabilitas termasuk dalam hal
mobilitas, dengan cara memasang turunan landai dan fasilitas
kursi roda lain di tempat tempat umum.
 Kita dapat menyurati pemerintah daerah, membuat petisi,
mengumpulkan tangan-tangan, dan meningkatkan kesadaran
terhadap gedung gedung yang membatasi akses bagi
penyandang disabilitas
f. Menanyakan hal-hal apa saja yang perlu diketahui Sebagai
pendamping, seperti waktu untuk istirahat, waktu untuk minum
obat, dan lain sebagainya.
g. Berbicaralah langsung kepada penyandang disabilitas mental,
tidak melalui pendamping.
h. Gunakan kata-kata yang sederhana.
i. Gunakan petunjuk- petunjuk pembantu, seperti gambar yang
berlaku secara umum

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyandang disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir,
emosi, dan perilaku yang disebabkan gangguan psikologis atau
hambatan dalam interaksi sosial. Pada umumnya, berinteraksi dengan
orang yang mengalami disabilitas mental ini dianggap sebagai yang
tersulit dibanding interaksi dengan penyandang disabilitas jenis
lainnya. Penyandang disabilitas mental adalah ODMK atau Orang
Dengan Gangguan Jiwa yang dalam jangka waktu lama mengalami
hambatan dalam interaksi dan partisipasi di masyarakat berdasarkan
kesetaraan dengan yang lainnya. Orang Dengan Masalah Kejiwaan
yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai
masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan  perkembangan,
dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan
jiwa. Hal tersebut tidak mungkin terus menerus di biarkan,di perlukan
sikap dan pendekatan yang baik kepada penderita disabilitas agar
merubah pola  pikir mereka dan lebih memahami diri mereka bahwa
diri mereka dapat  bermanfaat untuk orang lain dan dapat melakukan
aktivitas kehidupan layaknya manusia normal pada umumnya.

B. Saran
Saran kami semoga semua penyandang disabilitas dapat
melakukan aktifitas seperti biasanya orang yang normal, tanpa ada
batasan. Perempuan yang mengalami disabilitas mental diperlakukan
dengan baik dan sama, setara dengan dengan perempuan-perempuan
normal.
Mereka memiliki Hak untuk hidup , Hak untuk memperoleh
kewarganegaraan, Hak untuk memiliki harta milik, Hak untuk menikah
dan berkeluarga, Hak untuk tidak terganggu privasinya, Perlindungan

18
hukum, Kesetaraan di depan hukum, Kebebasan dari
kekerasan/penganiayaan, Kebebasan berpikir, berkesadaran dan
beragam, Kebebasan berpendapat dan berekspresi , Kebebasan
berkumpul dan berserikat secara damai, Hak untuk memperoleh
proses peradilan oleh pengadilan yang independen dan tidak memihak,
Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan di negaranya , Hak
untuk memperoleh jaminan sosial , Hak untuk bekerja , Hak untuk
memperoleh hari libur , Hak untuk memperoleh pangan, sandang,
papan dan perawatan kesehatan yang layak , Hak untuk memperoleh
pendidikan , Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya di
dalam masyarakat , Hak untuk memperoleh pemulihan efektif apabila
hak-haknya dilanggar, Hak-hak ini merupakan dasar dari kerangka
kerja yang lebih rinci dari tujuh kesepakatan PBB mengenai HAM dan
konvensi hak-hak asasi  penyandang disabilitas dan kita harus
mendukung dan memberikan hak-hak tersebut kepada para
penyandang disabilitas.

 
 

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.rendomlistss.com/team-generator
hhtps://mediadisabilitas.org/uraian/ind/disabilitas-mental#;-:text=penyandang
%20disabilitas%20mental%20adalah%200DMK,berdasarkan%20k esetara
an%20dengan%20yang%20lainnya
https://dosenpsikologi.com/klasifikasi-gangguan-mental
https://dosenpsikologi.com/care-berkomunikasi-dengan-penyandang-disabilitas
https://bisamandiri.com/blog/2015/01/macam-macamdisabilitas-atau-gangguan-
fungsi/
https://herlambangperdana.files.wordpress.com/20008/06
https://www.replacecampaign.org/resources/introduction-to-the-rights- basedappr
oach.pdf
https://www.rexona.com/id/gerak-tak-terbatas/saling-memahami--ini-etika- berint
eraksi-dengan-penyandang-disabi.html 

20

Anda mungkin juga menyukai