Anda di halaman 1dari 25

“KEGAGALAN PENYESUAIAN”

Dosen Pengampu : Drs.Zulfan Heri,M.pd


Haris Kurniawan,S.pd.,M.pd

DISUSUN OLEH:

1. RIZKY TRI WIBOWO


2. SAIDAN LUTHFI
3. RADOT B SIHOMBING
4. CRISTEVEN SILALAHI

KELOMPOK VII

PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA


FAKULTAS ILMU KEOLAHRGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Gagal dalam
Penyesuaian.
Makalah ini dibuat dengan berbagai pencarian secara online dan beberapa bantuan
dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini. Kritik dan saran yang
membangun sangat di harapkan untuk menjadi koreksi dan perbaikan dalam penulisan-
penulisan selanjutnya. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Semarang, 17 September 2023

Kelompok VII
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................ i
Kata Pengantar............................................................................................................... ii
Daftar Isi......................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Ciri-ciri individu yang mengalami kegagalan dalam melakukan penyesuaian. . 2
2.2 Gangguan mental yang diakibatkan karena gagal dalam penyesuaian............... 3

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana
hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-
kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman
yang didapat di sekolah dan di luar sekolah ia memiliki sejumlah pengetahuan, kecakapan,
minat-minat dan sikap-sikap. Dengan pengalaman-pengalaman itu ia secara
berkesinambungan dibentuk menjadi seorang pribadi tertuntu di masa mendatang.
Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau
tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik mental dan emosional dipengaruhi dan
diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses
penyesuaian yang baik atau salah.
Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme yang aktif.
Ia aktif dengan tujuan dan aktifitas yang berkesinambungan.mia berusaha untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi
peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya. Dan salah satu ciri
pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya adalah memiliki kemampuan untuk
mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungannya.

1.2 Rumusan masalah

a. Apa saja ciri-ciri individu yang mengalami kegagalan dalam melakukan penyesuaian?
b. Apa saja gangguan mental yang diakibatkan karena gagal dalam penyesuaian?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui ciri-ciri individu yang mengalami kegagalan dalam melakukan
penyesuaian.
b. Mengetahui gangguan mental yang diakibatkan karena gagal dalam penyesuaian.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 CIRI-CIRI INDIIVIDU YANG MENGALAMI KEGAGALAN DALAM


MELAKUKAN PENYESUAIAN

Pada umumnya, orang cukup mampu mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi


dalam kehidupannya, meskipun mungkin ada beberapa peristiwa tertentu yang cukup berat
sehingga membutuhkan waktu yang agak lama itu akhimya bisa melakukan penyesuaian.
Ada juga yang membutuhkan pendampingan berupa saran, nasehat, atau petunjuk untuk
bisa memecahkan persoalan yang dialami. Keluarga dan teman biasanya menjadi sumber
pendukung utama bagi individu semacam ini yang memungkinkannya tetap marnpu
melakukan penyesuaian. Namun ada juga sebagian kecil individu yang sangat mengalami
kesulitan untuk melakukan penyesuaian diri. Mereka bisa hanya dibantu dengan saran,
nasehat, maupun dukungan dari keluarga dan teman yang mereka miliki. Bahkan karena
ketidakmampuan untuk melakukan penyesuaian tersebut justru menyebabkan relasi-relasi
yang mereka miliki semakin rusak sehingga sumber-sumber dukungan tersebut malah
menjadi semakin berkurang dan akhirnya habis. Individu-individu macam ini dikatakan
mengalami kegagalan dalam melakukan penyesuaian.

Ada beberapa gejala yang bisa diamati pada individu yang mengalami kesulitan
dan gagal melakukan penyesuaian diri yang efektif. Gejala-ala tersebut adalah:

1. Tingkah laku yang "aneh, eksentrik" karena menyimpang dan norma atau standar
sosial yang berlaku atau yang berlaku di ling mngan masyarakatnya. Biasanya
individu bersangkutan menam aakkan tindakan-tindakan yang tidak umum. aneh,
bahkan dirasakan mengancam bagi sekitarnya sehingga orang-orang di sekelilingnya
mengalami ketakutan dan tidak percaya pada individu yang bersangkutan. Ini
disebabkan karena tingkah laku yang dimunculkan tidak bisa diprediksi. Masyarakat
biasanya memberi label "gila, sakit, tidak waras dan lain-lain" pada individu semacam
ini.
2. Individu yang bersangkutan tampak mengalami kesulitan gangguan, atau
ketidakmampuan dalam melakukan penyesuaian diri secara efektif dalam kehidupan
sehari-hari. Ini tampak pada prestasinya yang tidak optimal, yang tidak sesuai dengan
potensi yang dimilild. Misalnya pada pelajar, dia mendapatkan banyak angka merah
di rapor padahal kemampuan intelektualnya tergolong baik. Atau juga individu yang
bersangkutan tidak bisa menjalankan peran dan status, yang dimilikinya dalam
masyarakat, misalnya peran sebagai ayak suami. atau karyawan.
3. Individu yang bersangkutan mengalami distres subjektif yang seeing atau kronis.
Masalah-masalah yang umum bagi kebanyakan orang, dan mudah diselesaikan
menjadi masalah yang luar biasa bagi individu tersebut. Misalnya, individu menjadi
ketakutan untuk menjalin relasi dengan orang lain. padahal orang umumnya tidak
terlalu bermasalah dalam menjalin hubungan. Distres subjektif tersebut pada akhimya
mengakibatkan munculnya gejala-gejala lanjutan seperti kecemasan, panik, depresi,
rasa bersalah, rasa malu, marah tanpa sebab yang jelas, dan lain-lain.

2.2 GANGGUAN MENTAL: AKIBAT GAGAL DALAM PENYESUAIAN

Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri menyebabkan individu mengalami


gangguan mental. Semakin lama gangguan tersebut tidak diatasi, maka derajad
gangguannya menjadi semakin berat dan semakin sulit untuk dipulihkan. Oleh karena itu
penting bagi masyarakat untuk memahami tanda- tanda awal munculnya gangguan mental
sehingga bisa cepat dilakukan tindakan kuratif.

1. Gangguan Mental Organik dan Fungsional


Secara tradisional, gangguan mental dapat dibagi menjadi dua, yaitu gangguan mental
organik dan gangguan mental fungsional.
Gangguan mental organik mengacu pada kegagalan dalam melakukan
penyesuaian yang jelas disebabkan oleh luka pada bagian otaknya mungkin karena
tidak berfungsinya substansi-substansi biokimia yang bekerja pada bagian-bagian
tersebut (neurotransmiter). Jadi gangguan mental dikelompokkan ke dalam gangguan
mental organik bila jelas diketemukan sebab-sebab organik dari gangguan tersebut.
Adapun kerusakan pada otak atau neurotransmiter yang menyebabkan gangguan
mental bisa terjadi karena luka (kecelakaan). infeksi (bakteri, virus), alkohol. racun,
usia lanjut, dan keturunan.
Gangguan mental fungsional atau gangguan mental nonorganik tejadi
disebabkan karena kesalahan/kegagalan dalam belajar/kegagalan dalam mendapatkan
pola-pola yang memadai untuk menyesuaikan diri dengan tekanan-tekanan
kehidupan. Oleh karena itu suatu gangguan mental digolongkan ke dalam gangguan
mental fungsional bila gangguan tersebut tidak dapat dilacak sebab-sebab organiknya
seperti adanya kerusakan pada bagian otak tertentu misalnya. Ada kemungkinan
individu yang mengalami gangguan memiliki patologi secara fisik, tetapi patologi
tersebut tidak menunjukkan implikasi secara pasti terhadap gangguan mental yang
dialami. Secara tradisional, gangguan mental fungsional dibagi-bagi menjadi beberapa
sub tipe, yaitu psikosis, neurosis, gangguan kepribadian, gangguan psikosomatik, dan
episode temporer dari suatu krisis kehidupan.
2. Gangguan Mental Fungsional
a. Psikosis
Label psikosis digunakan untuk menyebutkan gangguan mental yang sudah
berupa disorganisasi jiwa yang berat sekali sehingga penderitanya seringkali sulit
untuk disembuhkan. Dalam spektrum gangguan jiwa, gangguan yang tergolong ke
dalam psikosis tergolong dalam spektrum yang tertinggi, karena tingkat
gangguannya sudah sangat berat. Ada 3 macam bentuk psikosis:
1. Gangguan Afektif (Depresi)
a. Fenomena Depresi

Button (1988), menyatakan bahwa depresi atau suasana perasaan


depresi adalah bentuk gangguan suasana perasaan yang paling umum
yang ditemui dalam primary health care. Menurut Southwestern
Psychological Services (tt) depresi sebagai suatu penyakit memengaruhi
sekitar sepuluh juta orang dewasa dan anak-anak di Amerika Serikat. lni
tidak dibatasi oleh kelompok us tertentu ataupun kelompok jenis
kelamin tertentu. Tanpa penangan yang tepat, simtom-simtom dapat
bertaban selama beberapa minggu bulan bahkan tahun. Penanganan yang
tepat dapat membantu 1601 dari 80% orang yang menderita depresi
untuk pulih dari depresi yang dialami.

Data dari National Institute of Mental Health (1994) bahkan


menyebutkan selama periode satu tahun sekitar 17.6 juta penduduk
Amerika dewasa atau 10% dari populasi menderita penyakit depresi.
Biaya untuk penderitaan ini tidak dapat diestimasi. Penyakit depresi
seringkali bercampur dengan fungsi normal dan menyebabkan sakit dan
penderitaan bukan hanya pada mereka yang memiliki gangguan tersebut,
tetapi juga pada orang-orang di sekitarnya yang biasanya
mempedulikannya. Depresi yang serius dapat menghancurkan kehidupan
keluarga sebagaimana kehidupan orang yang sakit itu sendiri. Berkaitan
dengan remaja, National Institute of Mental-Health (2000) menyebutkan
bahwa gangguan depresi pengaruh yang sangat mendalam terhadap
berfungsinya dan penyesuaian diri pada remaja. Pada anak-anak dan
remaja, gangguan depresi meningkatkan risiko untuk penyakit dan
kesulitan-kesulitan interpersonal dan psikososial yang menetap lama
setelah episode depresi itu teratasi. Pada remaja juga ada peningkatan
risiko untuk penyalahgunaan bahan (substance abuse) dan tingkah laku
bunk diri. Sejumlah penelitian epidemiologis melaporkan bahwa lebih
dari 2,5% anak-anak dan lebih dari 8,3% remaja di Amerika Serikal
menderita depresi. Suatu penelitian yang dibiayai oleh NIMH terhadap
remaja usia 9-17 tahun memperkirakan prevalensi depresi lebih dari 6%
dalam periode 6 bulan dengan 4.9% menderita depresi mayor. Sebagai
tambahan penelitian tersebut juga mengindikasikan bahwa onset depresi
muncul lebih awal pada kehidupan saat ini dari pada dekade yang lalu.
Depresi pada remaja seringkali muncul bersamaan dengan gangguan
mental yang lain. Paling umum adalah kecemasan, tingkah laku
mengganggu atau gangguan penyalahgunaan zat dan penyakit-penyakit
fisik scperti diabetes.

Hops & Lewinsohn (1995) menyebutkan bahwa gangguan


depresi pada kelompok usia remaja diperkirakan sekitar 20% dai
populasi tersebut. Lebih lanjut, hampir setengah dari remaja yaitu
mengalami episode depresi juga mcngalami gangguan kedua, yang
paling sering adalah kecemasan (18%). penyalahgunaan zat (14%), dan
tingkah laku mengganggu (8%). Berdasarkan data tersebut Hops &
Lewinsohn menyimpulkan bahwa gangguan depresi mungkin
merupakan masalah psikologis yang paling penting untuk ditangani.

b. Pengertian Depresi

Wright (1985) menyebutkan bahwa para penulis jaman dulu


menggambarkan depresi dengan istilah melankoli. Depresi juga disebut
sebagai "influensa jiwa". Julukan tersebut diberikan karena gangguan
depresi mirip seperti penyakit influensa, yaitu merupakan gangguan
mental yang paling umum terjadi. Para ahli kesehatan mental secara
konservatif memperkirakan bahwa satu dari setiap sepuluh orang di
Amerika menderita gangguan ini. Perkiraan ini masih belum
memperhitungkan bentuk-bentuk depresi yang lebih ringan yang sering
kali tidak diperhatikan dan tidak terdeteksi. Boe (2001) menambahkan
bahwa depresi memang telah dikenal sejak jaman dahulu sebagai kondisi
mental yang sering kali muncul dan dalam sejarah dikenali melalui
nyanyian, puisi, dan literatur. Kaitannya dengan temperamen di-
sebutkan bahwa menurut Hippocrates, temperamen melankoli yang
tertutup adalah temperamen yang paling mudah terkena depresi karena
temperamen melankoli yang bersifat analistis membuat orang
memberikan perhatian yang berlebihan terhadap detail yang dapat
menghasilkan tekanan, kecemasan, dan depresi. Akibatnya, istilah
melankoli menjadi sinonim dengan depresi. Orang dengan temperamen
melankoli menjadi depresi karena mereka secara alamiah sangat sensitif,
mudah mengambil kesimpulan dan kritis, sedangkan di sisi lain mereka
sering kali gagal dalam mencapai standar tinggi yang mereka buat
sendiri.

Menurut National Institut of Mental Health (1994), gangguan


depresi dimengerti sebagai suatu penyakit "tubuh yang menyeluruh
(whole-body), yang meliputi tubuh, suasana perasaan (mood), dan
pikiran.

Southwestern Psychological Services (tt) memiliki pengertian


yang mirip dengan National Institut of Mental Health, yaitu depresi yang
dipahami sebagai suatu penyakit, bukan sebagai suatu kelemahan
karakter, suatu refleksi dan kemalasan atau suatu ketidakmauan untuk
"mencoba lebih keras". Sebagai suatu penyakit depresi bukanlah di
bawah kemauan orang yang mengalaminya. Tidak seperti suasana
perasaan yang murung atau suatu reaksi terhadap kehilangan yang
bersifat sementara, depresi dapat menghancurkan kehidupan seseorang
dan kehidupan orang yang dicintai.
Depresi pada remaja sebagian besar tidak terdiagnosis sampai
akhirnya mereka mengalami kesulitan yang serius dalam sekolah,
pekerjaan, dan penyesuaian pribadi yang sering kali berlanjut pada masa
dewasa (Blackman, 1995). Lebih jauh dikatakan alasan mengapa depresi
pada remaja luput dari diagnosis adalah karena pada masa remaja adalah
masa kekalutan emosi, introspeksi yang berlebihan, kisah yang besar,
dan sensitifitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan
dan percobaan tingkah laku. Tantangan bagi dokter adalah untuk
mengidentifikasi simtomatologi depresi pada remaja yang mungkin
bersembunyi di dalam badai perkembangan.

Perlu juga dibedakan antara sindrom depresi dengan simtom


depresi. Sindrom (Chaplin, 1989) diartikan sebagai satu kumpulan
simtom atau gejala-gejala yang saling berkaitan. Simtom berarti satu
indikator hadirnya suatu penyakit. Hirschfeld & Cross (1982)
menyatakan bahwa sindrom klinis depresi didefinisikan sebagai suatu
gangguan psikiatris yang gambaran utama dari gambaran klinisnya
adalah suasana perasaan disporik atau kehilangan minat atau kesenangan
yang meluas yang disertai dengan sejumlah simtom-simtom berikut:
gangguan tidur dan makan, kehilangan energi, kemunduran psikomotor
atau agitasi, perasaan mencela sendiri atau rasa bersalah yang
keterlaluan atau tidak pada tempatnya, dan menurunnya kemampuan
untuk berkonsentrasi. Simtom depresi di lain pihak, menitikberatkan
pada hadirnya ya disforia yang sering disertai dengan gambaran-
gambaran yang dihubungkan dengan depresi tetapi tidak memenuhi
kriteria untuk sindrom klinis depresi.

c. Bentuk-bentuk Depresi

National Institute of Mental Health (1994) menyebutkan tiga dan


bentuk-bentuk gangguan depresi yang paling sering muncul, meskipun
di dalam ketiga bentuk ini terdapat variasi dalam jumlah simtom, tingkat
keparahan, dan persistensi. Sindrom Depresi mayor, dimunculkan
dengan suatu kombinasi simtom yang berpengaruh dengan kemampuan
untuk bekerja, tidur,makan, dan menikmati salah satu kegiatan yang
menyenangkan. Episode ketidakmampuan depresi ini dapat muncul
sekali, dua kali, atau beberapa kali selama hidup. Bentuk depresi yang
kurang parah yaitu distimia, yang men-cakup jangka waktu yang lama,
berupa simtom-simtom kronis yang tidak membuat orang yang
mengalaminya menjadi tidak mampu tetapi yang menghindarkan orang
yang bersangkutan untuk ber-fungsi pada tingkat yang penuh atau
menghalanginya dari perasaan baik. Kadang-kadang orang dengan
distimia juga meng-alami episode depresi mayor. Bentuk lainnya adalah
gangguan bipolar yang dulunya disebut penyakit manis-depresif. Tidak
seperti gangguan depresi yang lainnya, gangguan bipolar meliputi
lingkaran depresi pada satu kutub dan gembira atau mania pada kutub
lainnya. Kadang-kadang suasana perasaan tersebut berubah secara
dramatis dan cepat, tetapi sebagian besar berlangsung secara gradual.

DSM-IV (1994) menggolongkan depresi ke dalam gangguan


suasana perasaan dan gangguan penyesuaian. jiangguan suasana
perasaan ini sendiri meliputi gangguan depresif (depresi unipolar),
gangguan bipolar dan gangguan yang didasarkan pada etiologi.
Gangguan depresif meliputi gangguan depresif mayor, gangguan
distimik dan gangguan depresif yang tidak dapat digolongkan.
Gangguan depresif mayor dicirikan oleh satu atau lebih episode depresif
mayor. Gangguan distimik dicirikan oleh sedikitnya dua tahun
mengalami suasana perasaan depresi selama beberapa hari dalam
seminggu disertai dengan simtom-simtom depresi tambahan yang tidak
dapat memenuhi kriteria suatu episode depresif mayor. Gangguan yang
tidak dapat digolongkan meliputi pengkodean gangguan dengan
gambaran depresif yang tidak memenuhi kriteris gangguan depresif
mayor, gangguan distimik, gangguan penyesuaian dengan suatu
perasaan depresi atau gangguan penyesuaian dengan campuran antara
kecemasan dan suasana perasaan depresi (atau sintom-sintom depresif
yang tidak memiliki informasi yang memadai dan bertentangan).
Depresi digolongkan kedalam gangguan penyesuaian apabila sintom-
sintom emosional atau tingkah laku yang penting adalah merupakan
respons dari suatu stresor atau stressor-stresor psikososial yang dapat
diidentifikasi.

Maka dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk gangguan depresi


pada umumnya daparesi dapat digolongkan menjadi dua yaitu depresi
unipolar, yaitu gangguan depresi yang dicirikan suasana perasaan
depresif saja dan depresi bipolar, yaitu gangguan depresi yang dicirikan
oleh pergantian antara suasana perasaan depresi dan mania. Bentuk-
bentuk gangguan depresi lainnya merupakan turunan daru kedua bentuk
gangguan depresi tersebut diatas yang mungkin dibedakan berdasarkan
tingkah keparahan, variasi sintom dan faktor yang menyebabkannya.

d. Sintom-sintom Depresi

National Institute of Mental Health (1994) mengindikasi


beberapa sintom yang menunujukkan adanya depresi. Namun tidak
semua orang yang menderita depresi atau mania mengalami semua
sintom yang ada. beberapa hanya megalami sedikit sintom, lainnya
banyak. Adapun sintom-sintom depresi tersebut adalah sebagai berikut:
kesedihan yang menetap, pesimistis, perasaan bersalah, tidak berguna,
kehilangan minat atau kesenangan dalam hobi dan aktivitas yang
disenangi termasuk seks; insomnia, bangun lebih pagi atau tidur yang
berlebihan, kehilangan nafsu makan dan atau berat badan atau
berlebihan makan dan penambahan berat badan, penurunan energi,
kelelahan, menjadi lamban; berpikir mengenai kematian atau bunuh diri,
mudah gelisah, gampang tersinggung, sulit untuk berkonsentrasi,
mengingat, membuat keputusan, sintom-sintom fisik yang menetap yang
tidak berespons terhadap treatmen seperti sakit kepala, gangguan
pencernaan dan nyeri kronis.

Penelitian yang dilakukan oleh Carmin dan Klocek yang dikutip


oleh doctor’s guide (1995) menemukan adanya lima tanda-tanda
peringatan untuk mengidentifikasi adanya depresi, yaitu: kesenangan
yang menurun dari aktivitas yang biasanya dilakukan, kekecewaan
terharap diri sendiri, tidak berpengharapan, mudah tersinggung, dan sulit
untuk tidur.
Menurut National Institute of Mental Health (2000) kriteria
diagnostik dan kunci untuk mendefinisikan gambaran gangguan depresi
mayor pada anak dan remaja adalah sama dengan gambaran pada orang
dewasa. Pada rernaja, pengenalan dan diagnosis gangguan mungkin
lebih sulit karena beberapa alasan seperti cara simtom-simtom
diekspresikan bervariasi dengan tahap per-kembangan pada diri si
remaja. Tambahan yang lain yaitu anak-anak dan remaja yang menderita
depresi mungkin mengalami kesulitan untuk secara tepat
mengidentifikasi dan menggambarkan keadaan emosi dan suasana
perasaan dalam diri mereka. Tanda-tanda yang mungkin berhubungan
dengan depresi pada anak dan remaja yaitu kelelahan yang sering,
keluhan-keluhan fisik yang tidak khusus, seperti sakit kepala, sakit otot,
perut atau kelelahan; sering tidak masuk sekolah atau prestasi yang
rendah di sekolah; berbicara atau berusaha pergi dari rumah; ledakan-
ledakan teriakan, keluhan, ketersinggungan yang tidak dapat dijelaskan
atau tangisan; menjadi bosan: kehilangan minat untuk bermain dengan
teman; penyalah-gunaan alkohol atau bahan-bahan yang lain; isolasi
sosial, komunikasi yang buruk; ketakutan akan kematian; kepekaan yang
berlebihan pada penolakan atau kegagalan; meningkatnya kemudah-
tersinggungan, kemarahan atau permusuhan; tingkah laku sembrono; dan
kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

Lebih lanjut, Kronenberger & Meyer (1996) memperjelas bahwa


simtom-simtom depresi pada remaja dibedakan dari masalah- masalah
perkembangan yang normal umumya dari tingkat keparahan dan
keunikannya. Dicontohkan, harga diri rendah karena penolakan teman
wanita mungkin merupakan respons tipikal dari seorang remaja pria, tapi
bila harga diri rendah menjadi meluas, berlangsung lama dan secara
ekstrim menjadi maladaptif, maka diagnosis depresi hams
dipertimbangkan untuk remaja yang bersangkutan.

e. Faktor-falaor Penyebab Depresi

Berdasarkan studi literatur (Schneiderman & Tapp, 1985) dapat


disimpulkan bahwa stres yang tidak dapat dikontrol dapat memunculkan
depresi yang parah dan bahwa faktor genetis tampaknya memainkan
peranan yang penting dalam perkembangan depresi.

Button (1988) menyebutkan bahwa depresi berhubungan dengan


pengalaman kehilangan, seperti kematian. perceraian, dan kehilangan
pekerjaan. Ditambahkan, meskipun pengalaman kehilangan itu sendiri
tidak dapat untuk memperkirakan munculnya depresi, tapi pengalaman
kehilangan itu menjadi suatu faktor risiko. Selain pengalaman
kehilangan, faktor yang memunculkan timbulnya depresi adalah apa
yang disebut dengan learned helplessness dan cara berpikir, yaitu orang
yang depresi biasanya secara selektif berfokus pada peristiwa-peristiwa
negatif. seperti indikasi yang kecil bahwa mungkin mereka gagal atau
yang menyebabkan tekanan kepada orang lain.

National Institute of Mental Health (2000) menyebutkan bahwa


remaja yang mengalami depresi tampaknya memiliki sejarah keluarga
tentang depresi juga meskipun korelasinya tidak seimbang jika depresi
terjadi pada anak-anak. Selain itu faktor-faktor fisik lain meliputi stres,
merokok, kehilangan orang tua, atau seseorang yang dicintai, putusnya
hubungan romantis, gangguan-gangguan pemusatan perhatian, conduct
atau gangguan belajar, penyiksa atau penolakan, dan trauma yang lain
meliputi bencana alam.

Mengacu pada keterangan di atas dapat ditarik kesimpulaa bahwa


faktor-faktor yang menyebabkan munculnya simtom-simtum depresi
pada dasamya dibagi menjadi tiga. yaitu faktor bawaan, genetis. faktor
lingkungan yang meliputi pengalaman kehilanga stres karena suatu
peristiwa kehidupan dan keadaan internal individ yang utamanya adalah
adanya perbedaan yang besar antara apa yan diharapkan dengan
kenyataannya. Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi dalam
memunculkan simtom depresi.

2. Schizofrenia

Schizofrenia dulu dikenal dengan istilah “dementia praecox” yang


berarti kemunduran (dementia ) yang terjadi pada masa remaja
(praecox),karena gejala tersebut paling banyak muncul pada usia remaja
awal atau dewasa awal. Istilah ini dikenal oleh seorang dokter perancis yang
bernama Benedict Morel(1809-1873). Eugene Bleurer(1911),seorang
psikiater kebangsaan Swiss mengenalkan istilah shizofrenia untuk
mengganti istilah dementia praecok,karena ternyata di dapati gejala-gejala
yang sama bisa juga terjadi pada anak-anak dan orang tua. Istilah ini sering
dikacaukan dengan gangguan kepribadian majemuk ,sehingga orang sering
menggap mereka yang mengalami gangguan kepribadian majemuk sebagai
penderita schizoprenia atau sebaliknya. Yang dimaksud schizoprenia adalah
kemampuan untuk melihat realita ,kebingungan dalam membedakan mana
realita dan mana yang bukan realita. Misalnya penderita seolah-olah melihat
atau mendengar sesuatu padahal dalam kenyataanya tidak ada(mengalami
halusinasi.selain itu muncul pikiran pikiran aneh seperti merasa dikejar kejar
orang lain atau dia seolah mengalami delusi sehingga melakukan tingkah
laku tertentu yang tidak umum atau aneh . ciri lain penderita adalah
kehilangan control dan intergrasi terhadap perilakunya sendiri sehingga bila
dia memukul orang lain,atau kalau dia menyakiti diri sendiri dia merasa
bahwa bukan dia yang disakiti atau dia kehilangan kendali terhadap
tangan/kaki.

Satu dari 100 orang (1% populasi ) diduga mengalami gangguan ini.
Perkembangan gangguan ini lebih awal dialami pria dibandingkan wanita
yaitu mulai muncul sekitar awal usia 20-an tahun pada pria dan akhir usia
20-an pada wanita. Ada 4 tipe schizoprenia yaitu :

a. Simple Schizophrenia

Gejala meliputi kehilangan minat emosi tumpul datar,menarik diri dari


masyarakat.

b. Katatonik schizophrenia

Penderita ini menun jukkan satu dari dua pola yang dramatis yaitu :

1. Stupor : penderitanya kehilangan gerak cenderung untuk diam pada


posisi stereotipi dan lamanya bisa berjam-jam,berhari-hari,mempunyai
kontak yang minimal sekali dan mutisme.
2. Excitement: penderitanya melakukan tingkah laku yang berlebihan
seperti banyak bicara tetapi tidak pada koheren ,gelisah yang
ditunjukkan dengan tingkah laku mondar-mandir ,melakukan martubasi
didepan umum,bahkan menyerang orang lain.
c. Hebepheris schozophrenia

Gejala meliputi reaksi - reaksi emosional yang makin bwertambah


indifereden dan tingkah laku infantil misalnya tiba-tiba dia menangis atau
tertawa tetapi tidak berkaitan dengan situasi yang sedang terjadi,makan
secara berlebihan dan berceceran,berpakaian seperti bayi,dan lain
sebagainya.

d. Paranoid schizophrenia

Penderitanya menunjukkan dua pola yaitu:

- Pola schizophrezia: ditandai dengan proses berfikir kacau ,tidak logis


dan mudah berubah serta delusi.
- Pola paranoid: sistem delusi lebih masuk akal dan logis ,kontak dengan
realita juga relatif tidak terganggu

Keempat tipe gangguan schizofrenia tersebut dicirikan dengan


gangguan adanya delusi dan halusinasi yang membedakannya dengan
gangguan lain yang mirip.

Orang yang telah didiagnosa mengalami schizofernia biasanya sulit


dipulihkan .jika bisa sembuh itu akan memakan waktu yang sangat lama dan
tidak bisa seperti semula lagi. Bila mengalami stress yang berlebihan besar
kemungkinan akan kambuh lagi dan menjadi lebih parah.

3. Paranoid

Dicirikan adanya sistem delusi yang kuat sekali ,yaitu :

a) Persekusi , dimana orang merasa selalu diawasi,yakin bahwa dirinya diikuti,


yakin bahwa dirinya diracun atau dipengaruhi.
b) Grandiose ,dimana orang memiliki keyakinan bahwa dia adalah orang yang
terkenal atau orang yang besar atau tokoh tertentu seperti nabi dan lain
sebagainya.
Yang membedakan paranoid dan schizophrenia adalah :

a) Paranoid: tes realita masih ada tapi yang terganggu pada sistem delusi dan
masih dapat berfungsi dalam tingkat tertentu
b) Schizophrenia : distorsi realita benar-benar berat sehingga tidak bisa
membedakan kenyataan dan imajinasi dan tidak dapat berfungsi sama sekali.
Gejala halusinasinya sangat nyata.

b. Neurosis

Neurosis adalah orang yang mengalami gangguan jiwa diduga berasal dari
adanya sistem saraf yang tidak berfungsi dengan semestinya.penderita neurosis
bukanlah terletak pada masalah fungsi saraf yang tidak beres ,tetapi lebih pada
sebab sebab psikologis. Neurosis berbeda dengan psikosis terutama pada tingkat
keparahan gangguan .pada penderita psikosis gangguan telah demikian parah
sehingga terjadi distorsi terhadap realita.

Adapun ciri individu yang mengalami neurosis adalah ditandai dengan


mengalami kecemasan yang sangat tinggi sehingga memunculkan tingkah laku
yang tidak produktif. Ada berbagai macam neurosis seperti reaksi kecemasan ,
disosiasi, konversi, pobia, obsesif kompulsi, dan simtom depresi.

1. kecemasan

Gangguan mental yang digolongkan ke dalam gangguan kecemasan


(anxiety) bila gejala utama adalah kecemasan dan gejala gejala khususnya
lainnya seperti insomnia ,berkurangnya kemampuan kosentrasi,dan berbagai
macam gangguan sistem saraf otonom tidak merupakan gejala dominan.
Kecemasan yang dialami bisa mengarah pada objek tertentu. Yang dimaksud
objek adalah berupa benda tetapi juga bisa berupa situasi yang mengarah ke
pobia.kecemasan yang dialami meskipun objek tidak dikenali. Kecemasan
juga bisa menjadi akut yaitu terjdi secara tiba-tiba dan intensistasnya tinggi
disebut serangan panik karena individu mengalami serangan panik yang
menjadi tanda awal –awal dari gangguan lebih berat yaitu psikosis.

Gangguan hipokondria adalah gejala yang digunakan oleh


penderitanya untuk melindungi dirinya dari kemungkinan nuntuk bisa
mengenali ketidak kemampuannya. Gejala hipokondria digunakan sebagai
cara atau sarana untuk mengijinkan terjadinya kegagalan dalam menjalankan
suatu peran atau tugas serta untuk menghindari situasi-situasi yang
mengancam atau menyakitkan.

2. Disosiasi

Merupakan gangguan mental yang dicirikan dengan gangguan ingatan


atau pikiran karena tidak terinteregrasi dengan baik dalam kepribadian.
Individu yang mengalami disosiasi menjdi lupa atau tidak mengenali sesuatu
yang dulu pernah dikenali atau merasa asing dengan sesuatu yang sebenarnya
sangat dikenali. Ciri disosiasi yang bersifat funsional adalah materi-materi
atau hal-hal yang dilupakan biasanya merupakan hal-halnyang bersifat
mengancam individu yang bersangkutan.

Ada beberapa jenis gangguan neurosis yang tergolong pada disosiasi:

a. Amnesia

Gangguan amnesia dicirikan dengan individu yang mengalaminya


tidak bisa mengingat pengalaman-pengalaman tertentu dimasa lalu. Ini
terjadi karena individu menggunakan mekanisme represi terhadap
pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan atau mengancam yang
dialami oleh sehingga seolah-olah pengalaman tersebutdilupakan atau
tidak dikenali.

b. Fuga

Fuga sangat mirip dengan amnesia tetapi sesuatu yang dilupakan


sifatnya lebih kuat dalam luas sehingga orang yang mengalami seolah
meloncat pada kehidupan yang baru dengan identitas baru sedangkan dia
tidak mengetahui masa lalunya.

c. Kepribadian majemuk

kepribadian majemuk atau multiple personality adalah penderita


kepribadian majemuk bisa jadi lebih dari dua kepribadian ini sangat jarang
terjadi .dan dicirikan dalam diri sendiri terdapat lebih dari satu
kepribadian.biasanya kepribadian ini sangat bertolak belakang.
Munculnya kepribadian majemuk biasanya disebabkan oleh
peristiwa traumatis biasanya dialami pada masa anak-anak.

Proses penyembuhan orang dengan kepribadian majemuk adalah


membantu membuatnya menyadari kepribadian-kepribadian lainnya yang
sampai saat itu belum disadari.berbeda dengan penderita
schizopernia ,individu yang mengalami kepribadian majemuk biasanya
memiliki prognosis yang lebih baik.

d. Somnabulisme

Somnabulisme terjadi bila ada ide-ide tertentu yang terus direpres


sehingga tetap tinggal dalam ketidaksadaran.

3. Reaksi Kontroversi

Reaksi konversi sering disebut histeria .penyebab utamanya adalah


karena individu tidak bisa menghadapi tekanan secara langsung ,sehingga
ketidakkemampuannya tersebut diekspresikan dalam bentuk –bentuk gejala
fisik.adapun reaksi

4. Pobia

Pobia adalah ketakutan yang dialami oleh individu terhadap sesuatu


(bisa benda,binatang,maupun situasi),tapi jelas sesuatu yang ditakuti tersebut
misalnya takut tempat yang tinggi (acropobia) ,takut tempat
tertutup(claustropobia),takut pada binatang(zoopobia)dan lain-lainnya.karena
sesuatu yang ditakuti berbeda maka beragam pula jenis pobia yang dialami
oleh seseorang.

Pobia disebabkan karena penderitnya melakukan mekanisme bela ego


displacement yaitu mengalihkan objek kecemasan yang sebenarnya pada
sesuatu yang lain.

5. Obsesif-Kompulsif

Sebenarnya gangguan obsesif-kompulsif bukan merupakan satu


melainkan dua bentuk gangguan, tapi karena kedua gangguan ini biasanya
berkaitan maka sering disebut bersamaan.
Gangguan obsesif terjadi bila individu merasa dipaksa untuk berpikir
mengenai sesuatu secara terus-menerus. Jadi dalam hal ini obsesif bersifat
terjadi dipikiran, yaitu individu tidak berdaya untuk melawan arus pikiran
yang muncul terus-menerus dan berulang-ulang, seolah-olah pikiran tersebut
memiliki kekuatan sendiri yang tidak dapat dikendalikan.

Gangguan kompulsif biasanya menyertai gangguan obsesif karena


gangguan kompulsif merupakan akibat terhadap terjadinya pikiran yang
obsesif. Gangguan kompulsif terjadi bila individu-individu dipaksa dengan
segera untuk melakukan tindakan-tindakan atau tingkah laku tertentu yang
sebenarnya tidak diinginkan. Jadi perilaku kompulsif terjadi bila individu
melakukan tingkah laku tertentu secara berulang-ulang meskipun sebenarnya
tidak diinginkannya, tapi bila tidak dilakukan muncul perasaan bersalah,
cemas, dan sebagainya sehingga akhirnya dia melakukannya.

Gangguan obsesif-kompulsif terjadi karena individu yang


melakukannya melakukan mekanisme bela ego berupa displacement.
Contohnya adalah seorang remaja laki-laki yang tiba-tiba mencuci tangannya
berkali-kali dalam sehari, setelah diusut ternyata si remaja ini telah melakukan
perbuatan masturbasi. Akibatnya dia merasa bersalah dan merasa tangannya
kotor. Pikiran bahwa tangannya kotor terus-menerus mendesak masuk dan
memaksanya untuk melakukan ritual mencuci tangan sebagai symbol
pembersihan.

Perbedaan antara Psikosis dan Neurosis

Oleh para ahli, gangguan mental psikosis, neurosis dan normalitas


merupakan satu kontinum dengan ujung psikosis sebagai spectrum gangguan jiwa
yang paling berat dan normalitas dianggap sebagai ujung lainnya. Sementara
neurosis berada diantara keduanya, sehingga dianggap sebagai gangguan jiwa
yang lebih ringan dibanding psikosis. Bukti-bukti klinis tampaknya membenarkan
asumsi tersebut.

Oleh karena itu prognosis untuk penderita neurosis biasanya lebih positif
dibandingkn dengan penderita psikosis. Hal ini disebabkan karena penderita
neurosis tidak mengalami distorsi yang berat terhadap realita. Distorsi hanya
dialami pada bagian tertentu yang berkaitan dengan hal yang dicemaskan. Selain
itu penderita neurosis tidak mengalami disorganisasi kepribadian yang berat.
Disorganisasi hanya terjadi pada aspek kepribadian kepribadian tertentu dan
biasanya terlokalisasi. Ini berbeda dengan penderita psikosis yang mengalami
distorsi dan disorganisasi yang berat.

Penderita neurosis biasanya menyadari bahwa mereka memiliki masalah


yang berkaitan dengan diri mereka sendiri sehingga ini seringkali mendorong
mereka untuk mencari bantuan, berbeda dengan penderita psikosis yang sudah
tidak lagi menyadari bahwa diri mereka bergangguan sehingga biasanya
keluargalah yang membawa mereka pada professional. Oleh karena itu mereka
tidak perlu masuk kedalam institusi tertentu, seperti rumah sakit atau lembaga
rehabilitasi misalnya, cukup dengan secara teratur melakukan terapi dengan
psikolog atau psikiater.

c. Gangguan Kepribadian

Gangguan kepribadian dicirikan dengan kegagalan dalam mendapatkan


kebiasaan penyesuaian diri yang efektif dengan lingkungan dan kegagalan dalam
menjalin hubungan sosial yang memadai. Biasanya gangguan kepribadian yang
dialami oleh orang dewasa sudah berlangsung lama sebagai pola-pola umum yang
memiliki sejarah panjang gangguan tingkah laku sosial yang terjadi pada tahap
sebelumnya (gangguan conduct pada masa kanak maupun delinkuensi pada masa
remaja).

Ada beberapa tipe gangguan kepribadian:

1) Kepribadian Paranoid
Kepribadian paranoid berbeda dengan psikosis paranoid, yaitu pada
kepribadian paranoid tidak ada sistem delusi seperti yang dimiliki oleh
psikosis paranoid. Ciri-ciri kepribadian paranoid ditampakkan dalam bentuk
tingkah laku terhadap orang lain yang penuh dengan kecurigaan, iri, cemburu,
kepala batu, dan memiliki keyakinan bahwa orang lain akan mengambil
keuntungan darinya. Orang yang memiliki gangguan kepribadian paranoid
tidak bisa mempercayai orang lain dan bila tidak disadari oleh lingkungan
sosial sekitarnya (tetangga), orang ini berpotensi membuat relasi sosial antar
tetangga menjadi renggang bahkan menimbulkan permusuhan. Ini biasanya
terjadi pada penghuni perumahan, dimana hampir semua merukana orang baru
dan belum mengenal satu sama lain sehingga orang yang memiliki gangguan
kepribadian paranoid belum dikenali, tapi “racun” yang disebarkannya sudah
menjalar ke para tetangga sehingga menimbulkan perselisihan sampai
pertengkaran terbuka diantara tetangga.
2) Kepribadian Pasif-Agresif
Gangguan kepribadian pasif-agresif dicirikan dengan ketidakmampun untuk
menjalin relasi interpersonal dan mengekspresikan diri melalui tiga pola:
 Pasif-dependent
Pola pasif-dependent dicirikan dengan orangnya menunjukkan perilaku
tidak berdaya, tidak mampu mengambil keputusan, kecenderungan secara
menetap untuk memanipulasi hubungan dengan orang lain sehingga orang
tersebut akan memberi perhatian atau memberikan dukungan sosial dan
bahkan petunjuk arah yang harus dijalani.
 Pasif-agresif
Pola pasif-agresif dicirikan dengan ditunjukkannya sikap permusuhan
yang terus-menerus tetapi tidak dalam oposisi yang bersifat langsung
melainkan dalam bentuk pasif atau dengan cara tidak langsung seperti
kepala batu, melakukan penundaan, bekerja secara tidak efisien, secara
tidak langsung menghalang-halangi suatu keputusan atau kebijakan.
Misalnya, tidak mengomunikasikan informasi-informasi yang seharusnya
disampaikan sehingga perubahan kebijakan atau lainnya berjalan lamban
atau bahkan mungkin gagal.
 Agresif
Pola agresif dicirikan dengan perilaku yang mudah tersinggung,
tempertantrum dan tingkah laku yang destruktif ketika menghadapi situasi
yang membuatnya frustrasi.
3) Kepribadian Antisosial
Gangguan kepribadian antisosial juga sering disebut dengan sikopat/sosiopat.
Orang yang memiliki gangguan kepribadian ini biasanya mengalami masalah
dibidang sosial maupun hukum. Penderita psikopat biasanya tidak pernah
mendapatkan manfaat dari hukuman yang diberikan terhadap pelanggaran
yang dilakukannya. Ini menyebabkan dia menjadi risidivis atau penjahat
kambuhan sehingga menjadi langganan penjara. Psikopat juga memiliki ciri
tidak memiliki loyalitas terhadap orang lain maupun kelompok. Dia hanya
tertarik dan memperhatikan pemuasan diri sendiri yang harus dilakukan
dengan segera. Orang yang didiagnosa mengalami gangguan kepribadian
antisosial ini juga tidak memiliki lagi suara hati/hati nurani, dia selalu
memiliki alasan pembenar untuk setiap tingkah laku yang dilakukannya dan
orang lainlah yang bersalah. Prinsip hidupnya adalah aku selalu oke
sedangkan orang lainlah yang tidak oke. Ini membuatnya sulit untuk dididik.
4) Kecanduan
Kecanduan merupakan bentuk gagasan kepribadian lainnya. Kecanduan yang
dimaksud disini adalah kecanduan alkohol dan atau obat-obatan. Sebenarnya
orang yang mengalami kecanduan rokok termasuk kedalam gangguan
kepribadian kecanduan ini, namun karena rokok merupakan hal umum,
biasanya kesadaran bahwa merokok merupakan salah satu bentuk kecanduan
kurang disadari oleh masyarakat. Orang mengalami gangguan kecanduan
apabila dia tidak mengonsumsi obat atau bahan yang dicandui, akan
menimbulkan reaksi tidak menyenangkan pada dirinya sehingga hal ini
mendorongnya untuk mengkonsumsi obat atau benda tersebut berulang kali.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyesuaian diri adalah suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan
perbuatan individu dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan, mengatasi ketegangan,
frustasi, serta konflik dengan memperhatikan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia
hidup. Namun sering kali individu mengalami kegagalan untuk melakukan penyesuaian
dengan persoalan atau situasi yang dihadapi dalam jangka panjang yang berakibat
munculnya gangguan mental pada diri individu tersebut. Akibat dari gangguan mental
tersebut mempengaruhi diri individu yang bersangkutan, keluarga maupun masyarakat
sekitarnya. Individu yang mengalami gangguan mental menjadi kurang bisa optimal dan
dalam tingkat tertentu menjadi tidak produktif dan serta menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat.
Gangguan mental sendiri bisa dibedakan menjadi gangguan mental organic, yaitu
gangguan mental yang disebabkan oleh kelainan otak maupun hormonal dan gangguan
mental fungsional, yaitu karena individu yang bersangkutan gagal melakukan
penyesuaian.
Gangguan mental fungsional dapat muncul dalam berbagau bentuk, berdasarkan gejala-
gejalanya. Bentuk-bentuk gangguan mental fungsional yang dibahas dalam bab ini antara
lain psikosis, neurosis, dan gangguan kepribadian.
DAFTAR PUSTAKA

Siswanto. 2007. Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan, Dan Perkembangannya. Yogyakarta:


CV ANDI OFFSET.

Ahmad Rusly,sunarno agung.2012.Ilmu Kesehatan Mental:kesadaran ,emosi,perkembangan,


Medan: LARISPA INDONESIA.

Anda mungkin juga menyukai