Anda di halaman 1dari 20

Makalah Sejarah Bilangan

Dan Sistem Numerasi

Disusun untuk memenuhi tugas individi Pendidikan Dasar Matematika yang diampu
oleh Dr. Riyadi, M. Pd
 

Disusun Oleh :
Pratiwi Puspita Rini
K7115128/32
IB

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
2015
i
KATA PENGANTAR

 Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan rahmat-
Nya, akhirnyacr penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Tak lupa penulis ucapkan
terima kasih pada pihak-pihak yang baik secara langsung maupu tidak langsung telah
membantu proses penulisan makalah in dari awal hingga akhir.
Seperti yang kita tahu, matematika adalah hal yang tidak bisa lepas dari
kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis hendak
menyampaikan masalah tentang bilangan yang ada di dalam kehidupan kita. Bilangan
suddah ada sejak dahulu kala. Berawal dari masa prasejarah dimana orang
menggambar didinding melalui lambang-lambang yang memiliki arti tertentu. Hingga
angka bilangan yang kita kenal sekarang ini.
Semoga makalah yang membahas tentang “Makalah Sejarah BilanganDan
Sistem Numerasi” dapat bermanfaat bagi kita semua.

                                                                                                            Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. ii


DAFTAR ISI ………………………………………………………………. iii
BAB I Bilangan dan Numerasi
Pengertian Bilangan ……………………………………….. 1
Pengertian Numerasi ………………………………………. 1

BAB II Sistem angka


A. Mesir kuno (3000 SM) ……………………………….. 2
B. Babilonia (2000 SM) …………………………………. 3
C. Maya …………………………………………………... 7
D. Yunani kuno (300 SM) ……………………………….. 10
E. Cina-Jepang (200 SM) ………………………………... 11
F. Romawi (100 SM) ……………………………………. 11
G. Hindu-Arab (300 SM – 750 M) ………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………...
217

iii
BAB I
BILANGAN DAN NUMERASI

Konsep bilangan dan pengembangannya menjadi sistem angka muncul jauh


sebelum adanya pencatatan sejarah, sehingga evolusi dari sistem itu hanyalah
merupakan dugaan semata. Petunjuk mengenai awal manusia mengenal hitungan
ditemukan oleh arkeolog Karl Absolom pada tahun 1930 dalam sebuah potongan
tulang serigala yang diperkirakan berumur 30.000 tahun. Pada potongan tulang itu
ditemukan goresan-goresan kecil yang tersusun dalam kelompok-kelompok yang
terdiri atas lima, seperti lllll lllll lllll. Sehingga  tidak diragukan lagi bahwa orang-
orang primitif sudah memiliki pengertian tentang bilangan dan mengerjakannya
dengan metode ijir (tallies), menurut suatu cara korespondensi satu-satu. Ijir adalah
sistem angka yang berlambangkan tongkat tegak.
Ribuan tahun yang lalu, sebelum masa manusia gua menggunakan metode
ijir, tidak ada angka untuk mewakili “dua” atau “tiga”. Sebaliknya jari, batu, tongkat
atau mata digunakan untuk mewakili angka. Belum terdapat jam maupun kalender
untuk membantu melacak waktu, sehingga matahari dan bulan digunakan untuk
membedakan siang dan malam hari. Peradaban purba paling tidak memiliki kata-kata
untuk bilangan, seperti satu dan banyak, atau satu, dua dan banyak. Mereka
menggunakan terminologi yang akrab dengan mereka seperti “kawanan” domba,
“tumpukan” biji-bijian, atau “banyak” orang. Hal ini disebabkan masih sedikitnya
kebutuhan untuk sistem numerik sampai terbentuknya kelompok-kelompok seperti
klan, desa-desa dan permukiman dan dimulailah diterapkannya sistem barter pada
perdagangan yang pada gilirannya melahirkan kebutuhan akan mata uang.

1
A. PENGERTIAN BILANGAN

Bilangan pada awalnya hanya dipergunakan untuk mengingat


jumlah, namun dalam perkembangannya setelah para pakar matematika
menambahkan perbendaharaan simbol dan kata-kata yang tepat untuk
mendefenisikan bilangan maka matematika menjadi hal yang sangat penting
bagi kehidupan dan tak bisa kita pungkiri bahwa dalam kehidupan
keseharian kita akan selalu bertemu dengan yang namanya bilangan, karena
bilangan selalu dibutuhkan baik dalam teknologi, sains, ekonomi ataupun
dalam dunia musik, filosofi dan hiburan serta banyak aspek kehidupan
lainnya.
Bilangan dahulunya digunakan sebagai simbol untuk menggantikan suatu
benda misalnya kerikil, ranting yang masing-masing suku atau bangsa
memiliki cara tersendiri untuk menggambarkan bilangan dalam bentuk
symbol

B. PENGERTIAN NUMERASI

Sistem numerasi adalah sekumpulan lambang dan aturan pokok


untuk menuliskan bilangan. Lambang yang menyatakan suatu bilangan
disebut numeral/ lambang bilangan. Banyaknya suku bangsa di dunia
menyebabkan banyaknya sistem numerasi yang berbeda. Oleh karena itu
suatu bilangan dapat dinyatakan dengan bermacam-macam lambang, tetapi
suatu lambang menunjuk hanya pada satu bilangan.

2
BAB II

SISTEM ANGKA

A. Sistem Numerasi Mesir Kuno (±3000 SM)

Bangsa Mesir Kuno mempunyai tiga macam sistem numerasi, yaitu


sistem hieroglyph, hieratic, dan demotic. Sistem hieroglyph merupakan
sistem yang kompleks untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan
biasanya dituliskan pada batu. Sistem hieroglyph kemudian dikembangkan
menjadi sistem yang lebih sederhana yang dikenal dengan sistem hieratic.
Sistem hieratic digunakan oleh pendeta di kuil-kuil dan ditulis di daun
papyrus sehingga dikenal pula dengan sistem kuil. Sistem demotic
dikembangkan dari sistem hieratic dan menjadi sistem numerasi yang banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari (Abdussakir, 2009:36).
Sistem hieroglyph telah digunakan oleh bangsa Mesir Kuno sejak
Stahun 2850 SM. Simbol-simbol yang dimiliki sistem ini sebagai berikut:

Bilangan satu dilambangkan dengan tongkat, sepuluh dengan tumit,


seratus dengan gulungan kertas, seribu dengan bunga lotus, sepuluh ribu

3
dengan jari, seratus ribu dengan ikan burbot atau kecebong, dan satu juta
dengan orang.
Sistem hieroglyph dan sistem hieratic pernah digunakan secara
bersamaan oleh bangsa Mesir Kuno selama 2000 tahun. Sistem hieroglyph
digunakan pada pahatan batu sedangkan sistem hieratic digunakan pada
daun papyrus. Terdapat dua sumber utama mengenai sistem numerasi Mesir
Kuno ini, yaitu papyrus Moscow yang ditulis sekitar tahun 1850 SM dan
papyrus Rhind yang ditulis sekitar tahun 1650 (Abdussakir, 2009:39-40). 
Ciri-ciri dari sistem numerasi Mesir Kuno yaitu suatu bilangan
yang sama dan ditulis dengan beberapa cara. Dengan perkataan lain,sistem
Mesir tidak mengenal tempat. Dengan sistem Mesir ini, juga dapat dilakukan
penjumlahan. Simbol-simbol dalam Mesir Kuno dapat diletakkan dengan urut
sembarang. Notasi matematika Mesir Kuno bersifat desimal (berbasis 10) dan
didasarkan pada simbol-simbol hieroglif untuk tiap nilai perpangkatan 10 (1,
10, 100, 1000, 10000, 100000, 1000000) sampai dengan sejuta. Tiap-tiap
simbol ini dapat ditulis sebanyak apapun sesuai dengan bilangan yang
diinginkan, sehingga untuk menuliskan bilangan delapan puluh atau delapan
ratus, simbol 10 atau 100 ditulis sebanyak delapan kali. Karena metode
perhitungan mereka tidak dapat menghitung pecahan dengan pembilang lebih
besar daripada satu, pecahan Mesir Kuno ditulis sebagai jumlah dari beberapa
pecahan. Sebagai contohnya, pecahan dua per tiga (2/3) dibagi menjadi
jumlah dari 1/3 + 1/15; proses ini dibantu oleh tabel nilai [pecahan] standar.
Beberapa pecahan ditulis menggunakan glif khusus.

B. Sistem Numerasi Babylonia (± 2000 SM)

Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang


dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria

4
hingga permulaan peradaban helenistik. Dinamai “Matematika Babilonia”
karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada
zaman peradaban helenistik, Matematika Babilonia berpadu dengan
Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani.
Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad,
sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian Matematika Islam.

Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir,


pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400
lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis dalam
tulisan paku ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau
dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya rumahan.

Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang


membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem
rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa
Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan
dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem
bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.

Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari
tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar,
persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers
perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga meliputi tabel
perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat.
Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang akurat
sampai lima tempat desimal. Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem
bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan
bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6)
derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada

5
busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang
Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat
yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan
nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem decimal.

Sistem penulisan bilangan bangsa Babylonia dikenal dengan


cuneiform, dari kata “cuneus” yang bermakna “irisan atau belahan” dan kata
“forma” yang bermakna “bentuk”. Tulisan dan angka bangsa Babilonia sering
juga disebut sabagai tulisan paku karena bentuknya seprti paku. Orang
Babilonia menuliskan huruf paku menggunakan tongkat yang berbentuk
segitiga yang memanjang (prisma segitiga) dengan cara menekannya pad
lempeng tanah liat yang masih basah sehingga menghasilkan cekungan segitiga
yang meruncing menyerupai gambar paku. Tidak seperti orang-orang dari
Mesir , Yunani dan Romawi , angka Babilonia menggunakan sistem tempat-
nilai yang benar, di mana angka yang ditulis di kolom sebelah kiri mewakili
nilai-nilai yang lebih besar, sama seperti dalam sistem desimal modern,
meskipun tentu saja menggunakan basis 60 bukan basis 10.

Berikut merupakan contoh dari penulisan simbol-simpol pada sistem


numerasi babylonia yaitu:

6
C. System Numerik Suku Maya (± 300 SM)

Peradaban Maya telah menetap di wilayah Amerika Tengah dari sekitar


2000 SM, meskipun yang disebut sebagai Periode Klasik membentang dari
sekitar 250 SM sampai 900 SM. Pentingnya astronomi dan perhitungan kalender
Maya dalam matematika masyarakat diperlukan, dan Maya yang dibangun cukup
awal sistem nomor yang sangat canggih, mungkin lebih maju dari yang lain di
dunia pada saat itu (meskipun perkembangan cukup sulit).
Tulisan atau angka yang dikembangkan bangsa Maya bentuknya sangat
aneh,berupa bulatan lingkaran kecil dan garis-garis.Hal ini tentu dipengaruhi oleh
alat tulis yang dipakai,yaitu tongkat yang penampangnya lindris (bulat),sehingga
dengan cara manusukkan tongkat ke tanah liat akan berbekas lingkaran atau
dengan meletakkan tingkat mereka sehingga berbekas aris.
Sistem numerasi Maya berbasi 20 (vigesimal) yang hanya menggunakan
tiga simbol yaitu sistem cengkerang, batang dan titik. Suatu titik mewakili nilai
satu, palang mewakili lima dan cengkerang mewakili nol. Seperti sistem numerasi
sekarang, nilai tempat digunakan untuk mengembangkan sistem numerasi maya
untuk mendapatkan angka yang lebih besar. Bagaimanapun, sistem ini
mempunyai dua perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan sistem yang kita
gunakan sekarang, yaitu 1) nilai tempat disusun secara menegak, dan 2)
menggunakan basis 20 (vigesimal).

7
Untuk mendapatkan semua angka yang lain, Suku Maya hanya
menggunakan 20 simbol dari angka 0 hingga 19. Sistem basis 10 mempunyai
nilai tempat berikut: 1, 101, 102, 103, dll. Maka sistem basis 20 mempunyai nilai
tempat seperti berikut: 1, 201, 202, 203, dll. Meskipun demikian, suku Maya
mempunyai satu penyimpangan dari basis 20. Nilai tempatnya adalah 1, 20,
20.18, 202.18, 203.18, dll.

Oleh karena itu, suku Maya lebih berminat menghitung hari dan
kalender tahunan mempunyai 360 hari, karena lebih sesuai dengan nilai digit
ketiga terkecil yaitu 20.18 = 360 dan bukan 20.20 = 400. Suku Maya menyusun
angka mereka untuk menandakan nilai tempat berbeda. Prinsipnya dapat dilahat
gambar berikut:

8
Jumlah 31.781.148 adalah nilai dalam basis 10. Angka yang ditulis
dengan ringkas dalam sistem Maya yaitu 11.0.14.0.17.8 dimana angka yang
ditulis adalah angka untuk nilai temapt.
Ada dua kelebihan dengan menggunakan sistem ini, yaitu:
a. Mudah menunjukkan angka yang lebih besar.

b. Aritmatikanya mudah untuk diselesaikan oleh oranng

9
D. Sistem Numerik Yunani Kuno (300SM)

Sistem numerasi attic ini hanya mempunyai sifat adiktif saja, tanpa
mempunyai nilai tempat. Sistem numerasi ionic setelah digunakan sitem
numerasi attic, barangkali mulai dipakai di yunani pada awal abad ke-VIII
sebelum masehi. 
System numerasi ionic jauh lbih maju apabila dibandingkan dengan
system numerasi attic. System ini menggunakan alphabet yunani sebagai
lambing bilangan, yaiu Sembilan huruf untuk melambangkan bilangan satu
sampai bilangan Sembilan, Sembilan huruf untuk melambangkan kelipatan
sepuluh yang lebih kecil dari seratus dan sembilan huruf lagi untuk
melambangan kelipatan seratus yang lebih kecil dari seribu. Semula alphabet
yunani ini hanya terdiri dari 24 saja kemudian ditambahkan denan tiga huruf
lain. System numerasi ionic keseluruhannya adalah sebagai berikut :
1 = A   (alpha)                         10 = I  (ioto)                           100 = P 
(rho)
2 = B   (beta)                           20 = K (kappa)                        200 = ∑
(sigma)
            Untuk melambangkan bilangan 1000 sampai dengan 10000
digunakan satu sampai Sembilan denan emberikan aksen (‘) diatasnya. Untuk
bilangan pecahan system numerasi yunani ini tidak sebaik untuk bilangan
bulat.seperti halnya dengan bangsa mesir dan ifessopotania, bangsa yunani
kuno hanya membuat unit-unit pecahan yang sederhan saja dan tidak berlaku
umum, karena nampaknya mereka menghindarkan penggunaan pecahan
secara berlebihan. Ini kadang sangat meragukan, karena labang untuk 30 ¼
adalah sama dengan lambang untuk 1/34.

10
E. Sistem Numerasi Bangsa Cina
Sistem angka Jepang adalah sistem nama nomor yang digunakan
dalam bahasa Jepang .Angka-angka Jepang dalam menulis seluruhnya
didasarkan pada angka Cina dan pengelompokan sejumlah besar
mengikuti Cina tradisi pengelompokan oleh 10.000. Dua set pengucapan
untuk angka ada di Jepang: salah satu didasarkan pada Sino-Jepang (on'yomi)
pembacaan dari karakter Cina dan yang lainnya         didasarkan pada
Jepang kotoba Yamato (kata asli, kun'yomi bacaan). Ada dua cara penulisan
angka dalam bahasa Jepang, di angka Arab (1, 2, 3) atau di angka Cina(一,二,
三 ). Angka Arab lebih sering digunakan  dalam menulis horisontal , dan
angka Cina lebih umum dalam menulis vertikal .

F. Sistem Numerasi Romawi (± 100 SM)

Sistem numerasi Romawi berkembang sekitar permulaan tahun 100


SM. Sampai saat ini, lambang bilangan Romawi masih banyak digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Lambang bilangan yang digunakan dalam sistem
Romawi sebagai berikut (Abdussakir, 2009:50-51). 
Angka Romawi

Peradaban Matematika Romawi merupakan kebalikan dari Peradaban


matematika di Yunani artinya masa bergoyangnya Yunani (Sway) merupakan
masa berbunganya matematika namun masa Romawi Merupakan masa
kerdilnya matematika. Sebagai akibat, tidak hanya geometri tinggi Archimides
dan Appolonius, tetapi juga elemen euclid, diabaikan. Dapat disimpulkan
Notasi romawi ,dipinjam dari sumber-sumber luar.
Peradaban Romawi lebih mengedepankan ilmu praksis khususnya
tentang Aritmatika. Dalam Hal ini ilmu matematika yang menjadi peradaban

11
adalah matematika langsung dalam artian dalam bentuk hasil karya atau
penerapan matematika itu sendiri. Sebagai contoh, Penyelesaiaan matematika
dalam hal pembayaran bunga dan soal-soal bunga (rente), penyelesaian
pembagian harta waris, pembentukan kalender, dll. Geometri terapan sebagai
contoh Telah dimilikinya rumus menghitung segitiga, terutama segitiga sama
sisi yang rumus aproksimasinya adalah ½ 3/5 a kuadrat.
Untuk menghitung bangsa Romawi kuno menggunakan sabak. Sabak
dipakai dengan menggunakan kerikil yang berada diatas dan dibawah garis
pemisah ditandai dengan angka Romawi menurut kolom-kolomnya. Setiap
kerikildibawah garis dikolom paling kanan dihitung sebagai satuan , dan
setiap kerikil di atas garis bernilai lima. Jika hitungannya bernilai 10 , sebuah
kerikil dibawa ke sebelah kiri . Tabel dibawah memperlihatkan hitungan
sebesar 256.317 domba. 
Sistem numerisasi Romawi yang sekarang ini merupakan
modernisasi sistem adisi dari sistemnya yang lama. Sistem ini bukan sistem
yang mempunyai nilai tempat, kecuali pada hal-hal tertentu yang sangat
terbatas. Sistem ini juga tidak mempunyai nol. Sistem Romawi sudah ada
sejak 260 tahun SM. Tetapi sistem Romawi yang seperti sekarang ini belum
lama dikembangkannya. 
Misalnya lambang bilangan untuk empat adalah “IV” yang
sebelumnya adalah “IIII”. Lambang untuk 50 = L pernah bentuknya ^, û, dan
¯. Lambang 100 = C. 

Pada zaman dahulu kala orang romawi kuno menggunakan


penomoran tersendiri yang sangat berbeda dengan sistem penomeran pada
jaman seperti sekarang. Angka romawi hanya terdiri dari 7 nomor dengan
simbol huruf tertentu di mana setiap huruf melangbangkan memiliki arti
angka tertentu, yaitu :

12
Bila lambang sebuah bilangan ditulis dengan dua angka sedangkan
angka yang disebelah kanannya mewakili bilangan yang lebih kecil dari angka
yang berada di sebelah kirinya, maka arti penulisan lambang bilangan itu
adalah jumlahnya. Misalnya angka 4 dalam Romawi IV, I mewakili bilangan
yang lebih kecil dari bilangan yang diwakili oleh V. Sedangkan angka I ditulis
disebelah kiri dari V, maka arti IV ialah 5 – 1 yang sama dengan 4.
Pada prinsip pengurangan ini, I hanya dapat dikurangkan dari V dan
X. X hanya dapat dikurangkan dari L dan C, dan C hanya dapat dikurangkan
dari D dan M. Misalnya bilangan “99”, tidak dituliskan sebagai 100 – 1 yaitu
dalam Romawi IC, namun dituliskan sebagai 90 + 9 = (100 – 10) + (10 – 1)
yaitu XCIX. Sistem numerasi Romawi ini menggunakan dasar sepuluh. Jadi
tidak ada tulisan VV untuk melambangkan 10, tetapi harus X. 

Beberapa kekurangan atau kelemahan sistem angka romawi, yakni :

1. Tidak ada angka nol (0)


2. Terlalu panjang untuk menyebut bilangan tertentu
3. Terbatas untuk bilangan-bilangan kecil saja

13
Untuk menutupi kekurangan angka romawi pada keterbatasan angka
kecil, maka dibuat pengali seribu dari nilai biasa dengan simbol garis strip di
atas simbol angka Romawi, (kecuali I).

Dua buah coretan diatas V, X, C atau yang lainnya menunjukkan


perkalian dengan sejuta.

Persamaannya dengan sistem numerasi hindu arab adalah sama-sama


menggunakan basis sepuluh. Perbedaan dengan sistem numerasi hindu arab
adalah:

1. Sistem numerasi hindu arab menggunakan sistem nilai tempat


2. Sistem numerasi romawi tidak menggunakan sistem nilai
tempat 4 prinsip yang digunakan.

14
G. Sistem Numerasi Bangsa Hindu Arab(300 SM – 750 M)

Peradaban Hindu diperkirakan terjadi sekitar 2500 SM. Bangsa yang


tinggal di lembah aliran sungai Indus itu sudah memiliki sistem menulis,
menghitung, menimbang, dan mengukur. Tentu terusan-terusan yang mereka
gali untuk pengairan memerlukan mesin dan dasar matematika. Kira-kira
tahun 1500 SM bangsa itu diusir oleh bangsa Arya yang datang dari Asia
Tengah. Selama kira-kira 1000 tahun bangsa Arya menyempurnakan tulisan
Hindu dan bahasa Sansekerta. Beberapa penulis agama juga menulis sejarah
matematika karena dalam pembangunan altar Budha direntangkan tali yang
menunjukkan pengenalan tigaan Pythagoras.
Sekitar 326 SM Alexander Besar menduduki India Barat Laut dan
menjadikan ini sebagai propinsi Macedonia yang dikepalai seorang gubernur.
Setelah Alexandria Besar meninggal, Chandragupta Maurya mengambil
kekuasaan dari gubernur dan mendirikan dinasti Maurya dengan raja Asoka
yang paling terkenal dari dinasti itu. Raja Asoka mendirikan pilar-pilar besar
di kota-kota penting pada masa itu dan pilar-pilar tersebut ditulis dengan
sejenis lambang-lambang bilangan.
Kurang lebih 300 SM bangsa Hindu sudah mengenal angka-angka
dengan menggunakan bilangan dengan basis 10 tetapi belum mengenal
bilangan nol. Bukti adanya simbol bilangan adalah ditemukannya pada
beberapa batuan/prasasti yang didirikan di India sekitar 250 SM oleh Raja
Asoka. Bukti lainnya, simbol bilangan ditemukan di antara potongan catatan-
catatan 100 SM pada dinding gua di sebuah bukit dekat Poona dan dalam
beberapa prasasti yang diukir pada gua di Nasik pada tahun 200. Bukti ini
tidak menggunakan bilangan nol dan tidak menggunakan sistem posisi.
Diperkirakan sejak tahun 500, mereka menggunakan sistem posisi dan sudah
mengenal bilangan nol.

15
Pada tahun 711, tentara Arab menyerang sampai Spanyol dan
mendudukinya beberapa ratus tahun. Kerajaan Islam yang demikian luas
kemudian terpecah dua menjadi Kalifah Barat berpusat di Cordova (775-
1495) di bawah kekuasaan dinasti Ummayah dan Kalifah Timur di Bagdad di
bawah kekuasaan dinasti Abbasiah (749-1258). Salah seorang dari dinasti
Abbasiah ialah Kalif Al-Mansyur (754-775) membawa karya-karya
Brahmagupta dari India ke Bagdad kira-kira tahun 766 dan diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab. Dari karya itulah angka Hindu masuk ke dalam
Matematika Arab.
Kira-kira tahun 825, seorang ahli Matematika Persia bernama Al-
Khawarizmi menulis buku tentang Aljabar yang antara lain berisi tentang
sistem bilangan Hindu secara lengkap. Kemudian buku ini diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin pada abad 12 dan buku-bukunya berpengaruh di Eropa.
Terjemahan inilah yang memperkenalkan sistem bilangan Hindu-Arab ke
Eropa. 

DAFTAR PUSAKA

 Anonim. 2015. http://id.wikipedia.org/wiki/Angka-angka_Babilonia.


Diakses pada 13 September 2015
 Anonim. 2015. http://id.wikipedia.org/wiki/Chinese_Number. Diakses
pada 13 September 2015
 Anonim. http://www.basic-mathematics.com/Hindu-
Arabic_Numeration_System.html. Diakses pada 13 September 2015

16
 Anonim. 2015. http://streamzon3.web.id/stream-sistem-bilangan-maya.
Diakses pada 13 September 2015
 Anonim. 2015. http://id.wikipedia.org/wiki/Angka_Romawi. Diakses
pada 13 September 2015.
 Bambang. 2010. http://bambang1988.wordpress.com/matematika-
yunani-kuno. Diakses pada 13 September 2015
 Hanafiah, Siti. 2011. http://fian34.blogspot.com/Sistem-Bilangan-
Zaman-Mesir-Kuno. Diakses pada 13 September 2015
 Rants, Nihongo. http://anmsid.blogsome.com/Mengenal_angka. Diakses
pada 13 September 2015

17

Anda mungkin juga menyukai