Anda di halaman 1dari 10

Konsep bilangan dan, lambang bilangan, Bilangan Cacah, serta pembelajarannya di SD

A. Sejarah Ditemukannya Konsep Bilangan

Sejarah permulaan munculnya bilangan berasal dari bangsa-bangsa yang


bermukim sepanjang aliran sungai seperti Bangsa Mesir di aliran sungai Nil, Bangsa
Babilonia yang menghuni pinggiran sungai Tigris dan Efrat, Bangsa Hindu India di
sepanjang sungai Indus dan Gangga, Serta Bangsa Cina di sepanjang aliran sungai
Huang Ho dan Yang Tze. Sejarah menunjukkan bahwa permulaan matematika berasal
dari daerah sungai tersebut. Matematika sangat dibutuhkan oleh bangsa-bangsa
tersebut untuk perhitungan berbagai kebutuhan sehari-hari yang melibatkan bilangan
seperti halnya perhitungan perdagangan, penanggalan, perhitungan perubahan musim,
pengukuran luas tanah dan lain-lain.
Konsep bilangan dan proses berhitung berkembang dari zaman sebelum ada
sejarah (artinya tidak tercatat sejarah kapan dimulainya). Bisa diyakini sejak zaman
paling primitif pun manusia memiliki “rasa” terhadap apa yang dinamakan bilangan,
setidaknya untuk mengenali mana yang “lebih banyak” atau mana yang “lebih
sedikit” terhadap berbagai benda. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya benda
matematika tertua, yaitu tulang Lebombo di pegunungan Lebombo di Swaziland dan
mungkin berasal dari tahun 35.000 SM. Tulang ini berisi 29 torehan yang berbeda
yang sengaja digoreskan pada tulang fibula baboon. Terdapat bukti bahwa kaum
perempuan biasa menghitung untuk mengingat siklus haid mereka; 28 sampai 30
goresan pada tulang atau batu, diikuti dengan tanda yang berbeda.
Selain itu, ditemukan juga artefak prasejarah di Afrika dan Perancis, dari
tahun 35.000 SM dan berumur 20.000 tahun, yang menunjukkan upaya dini untuk
menghitung waktu. Tulang Ishango, ditemukan di dekat batang air Sungai Nil (timur
laut Kongo), berisi sederetan tanda lidi yang digoreskan di tiga lajur memanjang pada
tulang itu. Tafsiran umum adalah bahwa tulang Ishango menunjukkan peragaan
terkuno yang sudah diketahui tentang barisan bilangan prima. A. Teori Bilangan pada
Suku Bangsa Babilonia Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang
dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga
permulaan peradaban helenistik. Dinamai "Matematika Babilonia" karena peran
utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban
helenistik, Matematika Babilonia berpadu.
Pada perkembangan peradaban manusia, matematika semakin diperlukan
dalam perdagangan, keuangan, dan pemungutan pajak. Sistem bilangan yang
digunakan oleh bangsa-bangsa zaman dahulu bermacam-macam hingga akhirnya
berkembang menjadi bilangan yang sekarang digunakan yaitu sistem bilangan Hindu-
Arab. Bilangan adalah suatu unsur atau objek yang tidak didefinisikan (underfined
term). Bilangan merupakan suatu konsep yang abstrak bukan symbol bukan pula
angka. Bilangan menyatakan suatu nilai yang bisa diartikan sebagai jumlah atau
banyaknya atau urutan sesuatu atau bagian dari suatu keseluruhan.
Bilangan pada awalnya hanya dipergunakan untuk mengingat jumlah, namun
dalam perkembangannya setelah para pakar matematika menambahkan
perbendaharaan simbol dan kata-kata yang tepat untuk mendefenisikan bilangan maka
matematika menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan dan tak bisa kita
pungkiri bahwa dalam kehidupan keseharian kita akan selalu bertemu dengan yang
namanya bilangan, karena bilangan selalu dibutuhkan baik dalam teknologi, sains,
ekonomi ataupun dalam dunia musik, filosofi dan hiburan serta banyak aspek
kehidupan lainnya. Bilangan dahulunya digunakan sebagai symbol untuk
menggantikan suatu benda misalnya kerikil, ranting yang masing-masing suku atau
bangsa memiliki cara tersendiri untuk menggambarkan bilangan dalam bentuk
symbol. Dalam matematika, konsep bilangan selama bertahun-tahun lamanya telah
diperluas untuk meliputi bilangan nol, bilangan negatif, bilangan rasional, bilangan
irasional, dan bilangan kompleks. Bilangan adalah suatu ide yang bersifat abstrak
yang akan memberikan keterangan mengenai banyaknya suatu kumpulan benda.
Lambang bilangan biasa dinotasikan dalam bentuk tulisan sebagai angka.
B. Sistem Numerasi

Sistem numerasi adalah sekumpulan lambang dan aturan pokok untuk


menuliskan bilangan. Lambang yang menyatakan suatu bilangan disebut numeral/
lambang bilangan. Lambang yang menyatakan suatu bilangan disebut numeral.
Menurut sejarah ketika manusia mulai mengenal tulisan (zaman sejarah) dan
melakukan kegiatan membilang atau mencacah, mereka bingung bagaimana
memberikan lambang bilangannya. Sehingga kemudian dibuatlah suatu sistem
numerasi yaitu sistem yang terdiri dari numerial (lambang bilangan/angka) dan
number (bilangan).
Sistem numerasi adalah aturan untuk menyatakan/menuliskan bilangan dengan
menggunakan sejumlah lambang bilangan. Bilangan sendiri itu adalah ide abstrak
yang tidak didefinisikan. Setiap Bilangan mempunyai banyak lambang bilangan. Satu
lambang bilangan menggambarkan satu bilangan. Setiap bilangan mempunyai banyak
nama. Misalnya bilangan 125 mempunyai nama bilangan seratus dua puluh lima.
terdiri dari lambang bilangan 1, 2, dan 5. Beberapa konsep yang digunakan dalam
sistem numerasi adalah:
1. Aturan Aditif : Tidak menggunakan aturan tempat dan nilai dari suatu lambang
didapat dari menjumlah nilai lambang-lambang pokok. Simbolnya sama nilainya
sama dimanapun letaknya
2. Aturan pengelompokan sederhana : Jika lambang yang digunakan mempunyai
nilai-nilai n0, n1, n2,… dan mempunyai aturan aditif
3. Aturan tempat : Jika lambang-lambang yang sama tetapi tempatnya beda
mempunyai nilai yang berbeda.
4. Aturan Multiplikatif: Jika mempunyai suatu basis (misal b), maka mempunyai
lambang-lambang bilangan 0,1,2,3,..,b-1 dan mempunyai lambang untuk b2, b3,
b4,.. dan seterusnya.
Ragam dari lambang-lambang bilangan yang digunakan adalah:
1. Sistem Numerasi Mesir Kuno Mesir (±3000 SM)
Bangsa Mesir Kuno telah mengenal alat tulis sederhana menyerupai kertas
yang disebut papyrus. Mereka membuat tulisan berbentuk gambar-gambar
dengan menggunakan sejenis pena dengan tinta berwarna hitam atau merah.
Tulisan Mesir Kuno sering diesebut tulisan Hieroglif, dan tulisan ini ditemukan
dalam bentuk gambar pada papyrus ataupun guratan pada batu atau potongan
kayu.
Tulisan Mesir Kuno diperkirakan berkembang pada tahun 3400 S.M.
Tulisan pada zaman mesir ini ditulis dari kata papu yaitu semacam tanaman.
Sistem Numerasi Mesir Mesir Kuno bersifat aditif, dimana nilai suatu bilangan
merupakan hasil penjumlahan nilai-nilai lambang-lambangnya.
a. Astronished man (orang astronis )
b. Vertical staff
c. Heel Bone ( tulang lutut )
d. Scrool ( gulungan surat )
e. Lotus flower ( bunga teratai )
f. Pointing finger ( telunjuk )
g. Polliwing / burbot ( berusu )
2. Sistem Numerasi Babilonia (±2000 SM)
Pada masa itu orang menulis angka-angka dengan sepotong kayu pada
tablet yang terbuat dari tanah liat (clay tablets). Tulisan atau angka Babilonia
sering disebut sebagai tulisan paku karena berbentuk seperti paku. Orang
Babilonia menuliskan huruf paku menggunakan tongkat yang berbentuk segitiga
yang memanjang (prisma segitiga) dengan cara manekankannya pada lempengan
tanah yang masih basah sehingga dihasilkan cekungan segitiga yang meruncing
menyerupai gambar paku. Pertama kali orang yang mengenal bilangan 0 (nol)
adalah Babylonian.
Sistem angka babilonia (sekitar 2400 SM) disebut juga sistem
sexagesimal, karena menggunakan basis 60 yang diambil dari Sumeria.
Sexagesimal masih ada sampai saat ini, dalam bentuk derajat, menit, dan detik di
dalam trigonometri dan pengukuran waktu yang merupakan warisan budaya
Babilonia. Berbeda dengan sistem Mesir kuno, sistem Babilonia mengutamakan
posisi. Untuk bilangan lebih dari 60, lambang mendahului lambang , dan
sebarang lambang di sebelah kiri mempunyai nilai 60 kali nilai hasilnya, Sistem
angka babilonia tidak memiliki angka nol, mereka menggunakan spasi untuk
menandai tidak adanya angka dalam nilai tempat tertentu.
Ciri-ciri Sistem Numerasi Babilonia :
1. menggunakan basis 60
2. menggunakan nilai tempat
3. simbol-simbol yang digunakan adalah ▼ dan <
4. tidak mengenal simbol 0 (nol)
3. Sistem Yunani Kuno (±600 SM)
Zaman keemasan bangsa yunani kuno diperkirakan terjadi pada tahun 600
S.M Bangsa Yunani telah mengenal huruf dan angka yang ditandai dengan
tulisan-tulisan bangsa Yunani pada kulit kayu atau logam sehingga bentuk
tulisannya pun terlihat kaku dan kuat.
Ada 2 macam sistem yunani kuno:
a. Yunani kuno attik
Sistem numerasi ini berkembang sekitar abad 300 S.M. dan dikenal
sebagai angka acrophonic karena simbol berasal dari huruf pertama dari kata-
kata yang mewakili simbol: lima, puluhan, ratusan, ribuan dan puluh ribuan.
Tulisan ini ditemukan di daerah reruntuhan Yunani yang bernama Attika.
Sistem numerasi attik dilambangkan sederhana, dimana angka satu sampai
empat dilambangkan dengan lambang tongkat.
Lambang-lambang lain yang mendasari sistem ini, yaitu:
1 Ι
10 Δ [Deka]
100 Η [Hɛkaton]
1000 Χ [K ʰ ilioi / k ʰ ilias]
10000 Μ[Myrion]
Dalam sistem numerasi ini, lambang nol belum ada. Sistem numerasi
ini adalah sistem numerasi aditif dan multiplikatif. Multiplikatif terlihat pada
penggunaan lambang dimana setiap lambang dasar yang sama dapat
disingkat dengan menggunakan lambang tersebut.
Contoh Penulisan Multiplikatif :
23 = Δ ΔIII
45 = Δ Δ Δ Δ┌
50 = Δ Δ Δ Δ Δ atau éΔ
120 = H Δ Δ
1234 = XHH Δ Δ ΔIIII
43210 =MMMMXXX HH Δ
b. Yunani kuno alfabetik
Digunakan setelah S.N. Yunani kuno attic, Kira-kira tahun 450 SM.
bangsa Ionia dari Yunani telah mengembangkan suatu sistem angka, yaitu
alphabet Yunani sendiri yang terdiri dari 27 huruf. Bilangan dasar yang
mereka pergunakan adalah 10.
Lambang yang digunakan dalam Sistem Numerasi Yunani Kuno
Alfabetik
1 = α alpha 10 = ι iola 100 = ρ rho
2 = β beta 20 = κ kappa 200 = σ sigma
3 = γ gamma 30 = λ lambda 300 = τ tau
4 = δ delta 40 = μ mu 400 = υ upsilon
5 = ε epsilon 50 = ν nu 500 = φ phi
6 = ζ obselet digamma 60 = ξ xi 600 = χ chi
7 = ι zeta 70 = ο omicron 700 = ψ psi
8 = η eta 80 = π pi 800 = ω omega
9 = θ theta 90 = ά obselet koppa 900 = Ў obselet
sampi
Aturan penulisan Sistem Yunani Kuno Alfabetik
Bilangan yang terdiri dari 2 (dua) digit caranya dengan
menjumlahkan angka puluhan dengan angka satuan.
Contoh:
19 = 10 + 9 = iq
iv23 = 20 + 3 = Àg
78 = 70 + 8 = oh
4. Sistem Numerasi Maya (300 S.M)
Tulisan atau angka yang dekembangkan bangsa Maya bentuknya sangat
aneh, berupa bulatan lingkaran kecil dan garis-garis. Alat tulis yang diapakai
yaitu tongkat yang penampangnya lindris (bulat), sehingga dengan cara
menusukkan tongkat ke tanah liat akan berbekas lingkaran atau dengan
meletakkan tongkat mereka sehingga berbekas garis.
Ciri- ciri Sistem Numerasi Maya :
 menggunakan basis 20
 mengenal simbol 0 (nol)
 ditulis secara tegak atau vertical
Tulisan atau angka yang dekembangkan bangsa Maya bentuknya berupa
bulatan lingkaran kecil dan garis-garis. Alat tulis yang diapakai yaitu tongkat
yang penampangnya lindris (bulat). Berbasis 20 dan ditulis secara tegak. Suku
bangsa Maya sudah mengenal bilangan tak hingga.
Contoh: menulis 258.458 dalam bilangan Maya
1(20)4 = 160.000
12(20)3= 96.000
6(20)2 = 2.400
2(20)1 = 40
18(20)0 = 18 +
= 258.458
5. Sistem Numerasi Jepang-Cina (±200 SM)
Sistem numerasi ini telah ada sejak tahun 200 S.M. Bangsa Cina
menuliskan angka-angkanya menggunakan alat tulis yang dinamakan pit dimana
bentuknya menyerupai kuas. Tulisannya berbentuk gambar atau piktografi yang
mempunyai nilai seni tinggi. Sistem angka Cina disebut dengan sistem “batang”,
mempunyai nilai tempat, berkembang sekitar 213 SM. Bangsa Cina
menggunakan tiga sistem penomoran, yaitu: sistem Hindu-Arab, dan dua lainnya
menggunakan penomoran bilangan setempat (disebut Daxie) yang dibedakan
untuk keperluan komersil dan financial demi menghindari pemalsuan.
Adapun Jepang, juga menggunakan sistem angka Cina, meskipun berbeda
dalam pelafalannya. Setelah kekaisaran Jepang mulai dipengaruhi Eropa, sistem
angka Arab mulai digunakan. Pada sistem bilangan bahasa Jepang, angka dibagi
menjadi kelompok 4 digit. Jadi bilangan seperti 10.000.000 (sepuluh juta)
sebetulnya dibaca sebagai 1000.0000 (seribu puluh-ribu). Hanya saja, karena
pengaruh dunia barat angka selalu ditulis dengan pengelompokan 3 digit gaya
barat.
6. Sistem Numerasi Romawi (±100 SM)
Bangsa Romawi menggunakan angka-angka untuk perhitungan -
perhitungannya. Lambang bilangan Romawi ditulis menggunakan huruf besar
yang sejalan dengan pemikiran orang-orang Yunani. Pada zaman dahulu kala
orang Romawi Kuno menggunakan penomeran tersendiri yang sangat berbeda
dengan sistem penomeran pada jaman seperti sekarang. Angka romawi hanya
terdiri dari 7 nomor dengan simbol huruf tertentu di mana setiap huruf
melangbangkan / memiliki arti angka tertentu.
Sistem angka Romawi berkembang sekitar permulaan tahun 100 Masehi,
yang memiliki beberapa lambang dasar yaitu l, V, X, L, C, D, dan M yang
masing-masing menyatkan bilangan 1, 5, 10, 50, 100, 500, dan 1000. Sistem ini
merupakan adaptasi dari angka Etruscan. Penggunaan angka Romawi bertahan
sampai runtuhnya kekaisaran Romawi, sekitar abad ke-14, dan kemudian
sebagian besar digantikan oleh sistem Hindu-Arab.
Berikut ini simbol Sistem Numerasi Romawi :
I =1, I disebut UNUS
V =5 , V disebut QUINQUE
X =10, X disebut DECEM
L =50, L disebut QUINQUAGINTA
C =100, C disebut CENTUM
M =1000
7. Sistem Numerasi Hindu-Arab (±300SM- 750 M)
Bangsa Hindu pada tahun 300 S.M diperkirakan sudah mempunyai angka-
angka dengan menggunakan bilangan basis 10, tetapi mereka belum mengenal
bilangan nol. Mereka mulai menggunakan sistem nilai tempat dan mengenal
bilangan nol diperkirakan terjadi pada tahun 500 M. Sistem numerasi Hindu-Arab
menggunakan sistem nilai tempat dengan basis 10 yang dipengaruhi oleh
banyaknya jari tangan, yaitu 10. Berasal dari bahasa latin decem yang artinya
sepuluh, maka sistem numerasi ini sering disebut sebagai sistem desimal.
Sistem Hindu-Arab berasal dari india sekitar 300 S.M dan mengalami
banyak perubahan yang dipengaruhi oleh penggunaannya di Babilonia dan
Yunani. Baru sekitar tahun 750 sistem Hindu-Arab berkembang di Bagdad. Bukti
sejarah hal ini tertulis dalam buku karangan matematisi arab yang bernama Al-
Khawarizmi yang berjudul Liber Algorismi De Numero Indorum.
Sistem numerasi Hindu-Arab ini juga disebut dengan sistem numerasi desimal
(Ruseffendi, 1984). Dan menurut Troutman & Lichtenberg (1991) sistem
numerasi Hindu-Arab ini mempunyai karakteristik:
 Menggunakan sepuluh macam angka yaitu 0 sampai dengan 9;

 Menggunakan sistem bilangan dasar sepuluh.

 Menggunakan sistem nilai tempat.

 Menggunakan sistem penjumlahan dan perkalian.

C. Ragam dari Lambang-Lambang Bilangan


Bilangan merupakan suatu konsep dalam matematika yang digunakan untuk
menyatakan nilai suatu satuan. Untuk menyatakan nilai satuan tersebut, digunakanlah
lambang bilangan berbentuk tulisan yang disebut angka (yaitu 0,1,2,3,4,5,6,7,8, dan
9). Angka-angka ini tidak memiliki nilai satuan apapun (berbeda dengan bilangan,
yang telah memiliki nilai satuan).
0 = Nol 6 = Enam
1 = Satu 7 = Tujuh
2 = Dua 8 = Delapan
3 = Tiga 9 = Sembilan
4 = Empat

D. Membilang dan Contohnya


Membilang adalah kemampuan anak untuk menghitung benda satu persatu
untuk mengetahui berapa banyak benda yang ada, dengan menyebutkan bilangan
satu-persatu untuk mengetahui berapa banyak benda yang ada, dengan menyebutkan
bilangan satupersatu secara urut baik ditunjuk maupun tidak, dapat juga menghapal
semua bilangan secara urut sesuai jumlah benda yang ada tanpa harus mengerti
lambang bilangan yang menyertainya.
Contoh :

E. Beda antara Bilangan Kardinal dengan Bilangan Ordinal


F. Bilangan Cacah dan Sifat-Sifat dari Bilangan Cacah
G. Cara Mengajarkan Lambang Bilangan di Kelas Rendah (Kelas 1,2,3)
Bilangan perlu diperkenalkan sejak awal pada siswa kelas 1 untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani siswa agar memiliki kesiapan
untuk memasuki pendidikan lebih lanjut. Memperkenalkan bilangan pada
perkembangan siswa dilakukan melalui aktivitas bermain dalam kehidupan sehari-hari
dan bersifat alamiah. Contoh nya siswa di suruh mengamati benda-benda yang ada
dikelas lalu siswa mengitungnya.
H. Cara Mengajarkan Lambang Bilangan di Kelas Tinggi (Kelas 4,5,6)
Sama saja sama di kelas rendah kita memperkenalkan lambang bilang itu dengan cara
memberikan dulu contoh bilangan dan contoh soal bilangan nya supaya siswa tau
lambang bilangan tersebut. Misalkan kita menjelaskan bilang ganjil dan genap , jika
bilangan ganjil itu tidak bisa di bagi menjadi dua dan sebalik jika bilangan genap bisa
di bagi menjadi dua.

Referensi:
Yayuk. E., & Prasetyo. S. (2019). Kajian Matematika SD. Penerbit Universitas
Muhammadiyah Malang.
Ekowati. D.W., & Suwandayani. B. I. (2019). Literasi Numerasi Untuk Sekolah Dasar.
Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang.
Kobandaha, D. (2015). “Pengenalan Konsep Bilangan 1-20 dengan Pohon Hitung pada Anak
Kelompok B di TK Siti Massita 1 Desa Passi 1 Kecamatan Passi Barat Kabupaten
Bolaang Mongondow”. Universitas Negeri Goronralo, 1-12.
Yanti, M.P. (2019). “Pengembangan Kemampuan Membilang melalui Kegiatan Bermain
dengan Benda-Benda Konkrit di PAUD Muara Indah di Kecamatan Selebar Kota
Bengkulu”. Skripsi. Diterbitkan. Bengkulu: Institut Agama Islam Negeri Bengkulu.

Anda mungkin juga menyukai