Anda di halaman 1dari 11

Perkembangan kemampuan dalam teori bilangan antar bangsa berbeda-

beda. Terkadang konsep bilangan suatu bangsa merupakan hasil adopsi dan
adaptasi, sehingga perkembangannya bergantung pada kemajuan peradaban
bangsa dan interaksi dengan bangsa lain. Berikut akan diuraikan
perkembangan teori bilangan mulai dari peradaban bangsa Babilonia, bangsa
Mesir, bangsa Cina Kuno, bangsa Maya, bangsa Yunani, bangsa Romawi,
bangsa India, hingga bangsa Arab (Kusaeri, 2017: 17-36).

 Sistem Bilangan Bangsa Babilonia

Gambar 1 Sistem bilangan seksagesimal

(Sumber: http://www.kompasiana.com)
Bangsa Babilonia merupakan bangsa pertama yang menggunakan
simbolisasi bilangan. Simbolisasi yang digunakan oleh bangsa
Babilonia adalah sistem bilangan basis 60 atau sistem
bilangan seksagesimal yang dicampur dengan basis 10. Dari sinilah
diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik dalam satu menit, 60
menit dalam satu jam, dan 360 derajat dalam putaran lingkaran penuh.
Sistem bilangan ini sudah mengenal tempat dan mulai digunakan
sekitar tahun 200 SM (Sebelum Masehi), namun masih belum
mengenal angka nol. Kemudian sekitar abad ke-2 SM bangsa Babilonia
mulai mengenal angka nol yang dilambangkan dengan spasi

 Sistem Bilangan Bangsa Mesir Kuno


Gambar 2 Sistem bilangan hieroglyph

(Sumber: https://learnsomethingneweachday.files.wordpress.com)
Bangsa Mesir Kuno telah mengenal tulisan dan sistem bilangan yang
disebut dengan sistem hieroglyph. Sistem bilangan ini menggunakan
basis 10 yang telah digunakan sejak 2.850 SM. Sebagaimana sistem
bilangan Babilonia yang masih belum mengenal angka nol, sistem
bilangan Mesir Kuno juga masih memiliki kekurangan yaitu masalah
penempatan dalam penulisan. Masing-masing simbol dapat ditulis
secara berulang sesuai yang diinginkan asalkan tidak lebih dari
sembilan kali pengulangan. Selain itu, dalam penulisan bilangan juga
ditulis dengan leluasa, dapat dimulai dari kiri ke kanan, kanan ke kiri,
atas ke bawah, maupun bawah ke atas.

 Sistem Bilangan Bangsa Cina Kuno


Gambar 3 Sistem bilangan hieroglyph

(Sumber: https://omniglot.com/chinese/numerals.htm)
Bangsa Cina Kuno menemukan notasi posisional bilangan desimal
yang disebut dengan rod numeral atau bilangan batang. Sistem yang
dikenal pada tahun 213 SM ini sudah mengenal nilai tempat, namun
belum mengenal simbol untuk angka nol. Hampir sama dengan bangsa
Babilonia, mereka juga menggunakan spasi atau ruang kosong untuk
menyimbolkan angka nol. Bahan yang digunakan sebagai alat dalam
perhitungan sistem rod numeral berasal dari batang bambu, batang
gading, atau besi.

 Sistem Bilangan Bangsa Maya

Gambar 4 Sistem bilangan bangsa Maya


(Sumber: https://upload.wikimedia.org)
Bangsa Maya mengembangkan sistem numerasi yang merupakan hasil
adopsi dari tulisan hieroglyph. Sistem numerasi yang digunakan bangsa
ini lebih kompleks karena terdiri dari simbol titik dan garis horizontal.
Selain menggunakan sistem numerasi, bangsa Maya juga
menggunakan sistem alphabetic dalam peradabannya.

 Sistem Bilangan Bangsa Yunani

Gambar 5 Sistem bilangan bangsa Yunani

(Sumber: http://www.saxa-loquuntur.nl/tools/greek-numerals.html)
Bangsa Yunani merupakan bangsa yang teoritikus dan kritis dalam
menggali ilmu pengetahuan. Sekitar tahun 600 SM mereka
menggunakan sistem attic yang dikenal sebagai sistem acrophonic.
Kemudian mereka mengenal sistem numerasi sebagai hasil adopsi dari
bangsa Mesir yang dikembangan menggunakan huruf-
huruf alphabetic. Oleh karena itu, sistem numerasi bangsa Yunani
sering disebut dengan sistem alphabetic.

 Sistem Bilangan Bangsa Romawi

Gambar 6 Sistem bilangan Romawi

(Sumber: https://www.sijai.com)
Sistem numerasi bangsa Romawi berkembang pada awal tahun 100 M.
Meskipun demikian, awal mula kemunculan sistem bilangan ini belum
diketahui secara pasti. Menurut salah satu teori, perkembangan
bilangan Romawi didasarkan pada bilangan 5, yaitu V. Kelemahan dari
sistem numerasi ini adalah tidak memiliki nilai tempat dan tidak memiliki
simbol nol.

 Sistem Bilangan Bangsa India


Gambar 7 Sistem bilangan bangsa India

(Sumber: https://apkpure.com ) 
Sistem numerasi  bangsa India telah digunakan pada tahun 300 SM.
Angka yang digunakan pertama kali adalah angka Brahma, kemudian
mengalami perubahan menjadi angka Gupta, setelah itu pada tahun 7
SM angka Gupta berkembang menjadi
angka Nagari atau Devanagari. Sama seperti bangsa lain, pada
awalnya bangsa India juga tidak mengenal simbol nol. Mereka
menuliskan angka nol dengan menggunakan tanda kha yang
dilambangkan dengan titik atau lingkaran. Tanda ini kemudian
mengalami perkembangan, hingga pada tahun 400 M angka nol muncul
untuk pertama kali. Pada tahun 628 seorang ahli astronom India
Brahma Gupta menulis sistem astronominya yang disebut
dengan Siddhanta. Dalam sistem ini, ia menggunakan 9 angka India
ditambah dengan angka nol. Sehingga sistem ini telah menjadi sistem
bilangan yang lengkap.

 Sistem Bilangan Bangsa Arab

Gambar 8 Sistem bilangan Arab

 (Sumber: https://www.quora.com)
Pada abad ke-7 M, sebelum mengenal angka India bangsa Arab
menggunakan huruf untuk melambangkan bilangan. Sistem ini disebut
dengan al-jumal atau abjad. Kemudian sistem bilangan ini mulai
mengalami perkembangan dengan mengadopsi bilangan India ketika
masuk ke negara Arab. Sekitar tahun 750 M lambang dan ide nilai
suatu tempat sudah dipakai di Baghdad dalam teks bahasa Arab.
Ilmuwan Arab yang pertama kali menulis teks berbahasa Latin tentang
bilangan India adalah Al-Khawarizmi dengan buku berjudul Algoritma de
Numero Indorum. Beliau juga dikenal sebagai penemu angka nol yang
digunakan sebagai “Pace Holder” (Penentu Tempat). Pada awal
masuknya angka Hindu-Arab ke Eropa menimbulkan pertentangan.
Meskipun demikian, angka Hindu-Arab dapat diterima. Sampai pada
tahun 1500 M angka Hindu-Arab menjadi sistem bilangan resmi yang
dipakai di Eropa.
Pada mulanya di zaman purbakala banyak bangsa-bangsa yang bermukim sepanjang sungai-sungai
besar. Bangsa Mesir sepanjang sungai Nil di Afrika, bangsa Babilonia sepanjang sungai Tigris dan Eufrat,
bangsa Hindu sepanjang sungai Indus dan Gangga, bangsa Cina sepanjang sungai Huang Ho dan Yang
Tze. Bangsa-bangsa itu memerlukan keterampilan untuk mengendalikan banjir, mengeringkan rawa-
rawa, membuat irigasi untuk mengolah tanah sepanjang sungai menjadi daerah pertanian untuk itu
diperlukan pengetahuan praktis, yaitu pengetahuan teknik dan matematika bersama-sama.

Sejarah menunjukkan bahwa permulaan Matematika berasal dari bangsa yang bermukim sepanjang
aliran sungai tersebut. Mereka memerlukan perhitungan, penanggalan yang bisa dipakai sesuai dengan
perubahan musim. Diperlukan alat-alat pengukur untuk mengukur persil-persil tanah yang dimiliki.
Peningkatan peradaban memerlukan cara menilai kegiatan perdagangan, keuangan dan pemungutan
pajak. Untuk keperluan praktis itu diperlukan bilangan-bilangan.

Bilangan pada awalnya hanya dipergunakan untuk mengingat jumlah, namun dalam perkembangannya
setelah para pakar matematika menambahkan perbendaharaan simbol dan kata-kata yang tepat untuk
mendefenisikan bilangan maka matematika menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan dan tak
bisa kita pungkiri bahwa dalam kehidupan keseharian kita akan selalu bertemu dengan yang namanya
bilangan, karena bilangan selalu dibutuhkan baik dalam teknologi, sains, ekonomi ataupun dalam dunia
musik, filosofi dan hiburan serta banyak aspek kehidupan lainnya.

Bilangan dahulunya digunakan sebagai symbol untuk menggantikan suatu benda misalnya kerikil,
ranting yang masing-masing suku atau bangsa memiliki cara tersendiri untuk menggambarkan bilangan
dalam bentuk simbol diantaranya :

Simbol bilangan bangsa Babilonia:

Simbol bilangan bangsa Maya di Amerika pada 500 tahun SM:

Simbol bilangan menggunakan huruf Hieroglif yang dibuat bangsa Mesir Kuno:

Simbol bilangan bangsa Arab yang dibuat pada abad ke-11 dan dipakai hingga kini oleh umat Islam di
seluruh dunia:

Simbol bilangan bangsa Yunani Kuno

Simbol bilangan bangsa Romawi yang juga masih dipakai hingga kini:

Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad ke-X ditemukanlah manuskrip Spanyol yang memuat
penulisan simbol bilangan oleh bangsa Hindu-Arab Kuno dan cara penulisan inilah yang menjadi cikal
bakal penulisan simbol bilangan yang kita pakai hingga saat ini.
Sejarah bilangan dapat kita telusuri dengan berbagai pendekatan. Kita dapat menyusun ulang sejarah
bilangan berdasarkan solusi persamaan, yaitu persamaan linear dan persamaan kuadrat. Dengan modal
bilangan asli dan persamaan linear kita akan sampai pada kesimpulan bahwa harus ada bilangan nol,
sistem bilangan bulat, dan sistem bilangan rasional. Kemudian, dengan persamaan kuadrat kita akan
sampai pada kesimpulan bahwa harus ada bilangan real dan bilangan kompleks.

Secara sederhana, sejarah bilangan dapat kita mulai dengan bilangan Asli. Bilangan Asli merupakan
bilangan yang pertama kali dikenal manusia. Hal ini karena secara alamiah manusia akan melihat
berbagai benda/objek dan kemudian untuk keperluan tertentu mereka harus menghitungnya. Mereka
memiliki, uang, kambing, anak, pohon, saudara, dan lain-lain. Untuk menghitung benda-benda tersebut
bilangan yang digunakan adalah bilangan Asli. Tentu saja mereka tidak menyadari bahwa bilangan yang
mereka gunakan untuk menghitung tersebut adalah bilangan Asli. Penamaan tersebut dilakukan setelah
jaman modern untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian kita dapat
mendefinisikan bahwa bilangan asli adalah bilangan yang digunakan untuk menghitung. Notasi
himpunan bilangan asli adalah ℕ. Anggota bilangan asli adalah N={1,2,3,…}.

Bilangan asli yang sudah dikenal tentu harus dilengkapi dengan suatu aturan untuk mengoperasikan
bilangan tersebut. Operasi tersebut adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Kita
sudah mengetahui bahwa bilangan asli bersifat tertutup terhadap penjumlahan. Artinya, penjumlahan
dua bilangan asli akan menghasilkan bilangan asli. Tetapi tidak demikian dengan pengurangan. Kita akan
mendapati bahwa jika sebuah bilangan asli dikurangi dengan bilangan asli hasilnya belum tentu bilangan
asli. Sebagai contoh, 5 – 5 = 0. Jelas bahwa bukan anggota bilangan asli. Oleh karena itu, sistem bilangan
asli harus diperluas dengan menyertakan 0 sebagai anggota. Perluasan ini kemudian dikenal sebagai
bilangan Cacah.

Bilangan nol merupakan salah satu penemuan yang sangat penting. Sebelum ada bilangan nol,
menuliskan bilangan-bilangan yang besar sangat sulit. Bahkan beberapa bilangan memiliki notasi yang
sama (untuk lebih lengkap, silakan baca buku Berhitung Sejarah dan Pengembangannya yang ditulis oleh
Dali S. Naga). Dengan adanya bilangan nol, penulisan bilangan-bilangan yang besar pun menjadi mudah.
Bilangan nol pertama kali digunakan di China dan India, tetapi kemudian dipopulerkan oleh Bangsa Arab
pada era keemasan Islam.

Perkembangan selanjutnya, bilangan Cacah pun ternyata tidak dapat sepenuhnya merepresentasikan
objek dalam dunia nyata. Dalam dunia nyata ada orang yang memiliki uang, ada orang yang tidak
memiliki uang, dan bahkan ada orang yang memiliki utang. Keadaan pertama dapat kita tulis dengan
bilangan asli, sedangkan keadaan kedua bisa kita tulis dengan bilangan 0. Bagaimana dengan keadan
yang ketiga jika yang menjadi kerangka acuan adalah keberadaan uang. Hal ini akan membawa kita pada
perluasan sistem bilangan cacah menjadi menjadi bilangan bulat.

Perluasan bilangan bulat dapat juga dijelaskan dengan operasi pada dua bilangan cacah. Dengan operasi
pengurangan, ternyata diketahui bahwa jika dua bilangan cacah dikurangkan maka hasilnya belum tentu
bilangan cacah. Sebagai contoh, 6 – 4 = 2 dan 2 masih merupakan bilangan cacah, tetapi 4 – 6 tidak ada
interpretasinya dalam bilangan cacah. Selanjutnya digunakan bilangan negatif untuk menyatakan hasil 4
– 6. Dengan demikian, karena 4 – 6 merupakan kebalikan dari , maka 4 – 6 = -2. Gabungan bilangan
cacah dengan bilangan negatif ini yang kemudian membentuk bilangan bulat.

Notasi himpunan bilangan bulat adalah ℤ, dan anggota bilangan bulat adalah Z={…,-3,-2,-1,0,1,2,3,…}.

Perhatikan bahwa -2 tidak hanya dihasilkan dari 4-6 , tetapi dapat juga dihasilkan dari 5 – 7, 10 – 12, 20 –
22 dan masih banyak lagi. Berdasarkan hal tersebut, setiap bilangan bulat mewakili suatu hasil
pengurangan dalam cacah. Sebagai contoh, bilangan 2 mewakili hasil-hasil dari {2 – 0, 3 – 1, 4 – 2, …}.
Bilangan -3 mewakili hasil-hasil dari {0 – 3, 2 – 5, 7 – 10, …}. Hal ini berarti anggota himpunan bilangan
bulat adalah hasil operasi pengurangan pada bilangan asli.

Bilangan bulat yang disertai dengan operasi penjumlahan dan perkalian membentuk struktur tertentu
dalam matematika. Struktur yang dimiliki bilangan bulat adalah, terhadap operasi penjumlahan, sistem
bilangan bulat membentuk grup yang komutatif (grup abelian). Hal ini berarti terhadap penjumlahan
bilangan bulat bersifat tertutup, asosiatif, memiliki unsur identitas, memiliki invers (lawan) dan
komutatif,. Terhadap perkalian, bilangan bulat memiliki sifat, tertutup, komutatif, asosiatif, dan
mempunyai unsur identitas. Dengan demikian sistem bilangan bulat memiliki sifat yang lebih lengkap
daripada sistem bilangan sebelumnya.

Selanjutnya, terhadap operasi pembagian, ternyata bilangan bulat tidak bersifat tertutup. Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering harus membagi suatu objek menjadi beberapa bagian. Setelah dibagi
hasilnya bisa utuh bisa juga tidak utuh. Sebagai contoh, jika kita memiliki 10 apel kemudian akan
dibagikan kepada 5 anak, maka masing-masing anak akan mendapat 2 apel (masing-masing apel masih
utuh). Tetapi jika 10 apel tersebut akan dibagikan kepada 20 anak, maka setiap anak mendapat setengah
apel. Tidak ada bilangan bulat yang dapat digunakan untuk menyatakan hasil tersebut. Oleh karena itu,
sistem bilangan diperluas.

Perluasan dari sistem bilangan bulat tersebut adalah sistem bilangan rasional. Bilangan rasional
didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis sebagai \frac{m}{n} dengan m dan n bilangan bulat dan
n≠0. Dengan perluasan sistem bilangan ini, maka persoalan tentang pembagian dapat diselesaikan. Jika
sistem bilangan bulat membentuk struktur grup abelian terhadap operasi penjumlahan, maka sistem
bilangan rasional membentuk lapangan (Field).

Selanjutnya, kita semua mengenal teorema Pythagoras. Jika kita mempunyai segitiga siku-siku dengan
sisi tegak masing-masing 1 satuan panjang, maka panjang sisi miringnya (hypotenusa) adalah \sqrt{2} .
Namun, \sqrt{2} tidak dapat dinyatakan dalam bentuk m/n dengan m dan n bilangan bulat dan n≠0
(bukti lengkapnya lihat di buku analisis real). Ini berarti ada bilangan lain di luar bilangan rasional.
Bilangan tersebut dikenal sebagai bilangan irasional. Gabungan bilangan rasional dan bilangan irasional
membentuk sistem bilangan real. Bilangan real dapat didefinisikan sebagai bilangan yang dapat
digunakan untuk mengukur. Sistem bilangan real membentuk lapangan terurut dan lengkap.

Perluasan himpunan bilangan real adalah himpunan bilangan kompleks. Kemunculan bilangan kompleks
dapat diilustrasikan oleh usaha mencari solusi persamaan kuadrat x^2+1=0 . Bilangan yang memenuhi
persamaan kuadrat itu adalah bilangan yang kuadratnya adalah -1. Tidak ada bilangan real yang
memenuhi sifat demikian. Oleh karena itu, muncul himpunan bilangan kompleks. Himpunan bilangan
kompleks dinotasikan dengan C={a+bi|a,b \in R } dan $latex i= \sqrt{-1}} $

Anda mungkin juga menyukai