Anda di halaman 1dari 16

RINGKASAN MATERI 1

Nama kelompok :1. Ritdok (22862061020)


2. Retno Kusuma Ningtyas (22862061032)
3. Sagita Triyanti (22862061045)

Tugas ke - :1
Topik Materi : Konsep dasar bilangan dan sifat – sifat operasinya serta
menganalisis hasil kerja siswa

A. Sejarah Bilangan dan Lambangnya


Sejarah perkembangan teori bilangan dapat dikelompokkan menjadi dua masa (Rosen, 2000):
1. Bilangan pada Masa Prasejarah (Sebelum Masehi).
Konsep bilangan dan proses berhitung berkembang dari zaman sebelum ada
sejarah (artinya tidak tercatat sejarah kapan dimulainya). Mungkin bisa diperdebatkan,
tapi diyakini sejak zaman paling primitif pun manusia memiliki "rasa" terhadap apa yang
dinamakan bilangan, setidaknya untuk mengenali mana yang "lebih banyak" atau mana
yang "lebih sedikit" terhadap berbagai benda. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya
benda matematika tertua, yaitu tulang Lebombo di pegunungan Lebombo di Swaziland
dan mungkin berasal dari tahun 35.000 SM.
2. Bilangan pada Suku Bangsa Babilonia
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan
oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan
peradaban helenistik. Dinamai "Matematika Babilonia" karena peran utama kawasan
Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Bukti terkini matematika tertulis adalah karya
bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka
mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM
ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan
berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem
bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.

Kebangkitan teori bilangan modern dipelopori oleh Pierre de Fermat (1601-1665),


Leonhard Euler (1707-1783), J.L. Lagrange (1736-1813), A.M. Legendre (1752-1833), Dirichlet
(1805-1859), Dedekind ( 1831-1916), Riemann (1826-1866), Giuseppe Peano (1858-1932),
Poisson (1866-1962), Hadamard (1865-1963). Sebagai pangeran matematika, Gauss terpesona
oleh keindahan dan kecantikan teori bilangan, dan menyebut teori bilangan sebagai the queen of
mathematics (Burton, 1980).

Pada awalnya bilangan hanya digunakan untuk mengingat jumlah, namun seiring dengan
perkembangan, setelah para pakar matematika menambahkan perbendaharaan simbol dan kata-
kata yang tepat untuk mendefenisikan bilangan maka matematika menjadi hal yang sangat
penting bagi kehidupan dan tak bisa kita pungkiri bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita akan
selalu bertemu dengan yang namanya bilangan, karena bilangan selalu dibutuhkan baik dalam
teknologi, sains, ekonomi ataupun dalam dunia musik, filosofi dan hiburan (Sonnabend, 2010).

Bilangan dahulunya digunakan sebagai symbol untuk menggantikan suatu benda misalnya
kerikil, ranting yang masing-masing suku atau bangsa memiliki cara tersendiri untuk
menggambarkan bilangan dalam bentuk simbol diantaranya:
1. Simbol bilangan bangsa Babilonia
Orang Babilonia adalah bangsa pertama yang menggunakan simbol numerik. Lambang yang
digunakan bangsa Babilonia adalah sistem bilangan basis 60 atau sistem bilangan heksadesimal
yang dicampur dengan basis 10. Dari situ, penggunaan bilangan 60 detik dalam satu menit, 60
menit dalam satu jam, dan 360 derajat dalam satu lingkaran adalah melayang. Sistem penomoran
ini dikenal tempat dan mulai digunakan sekitar tahun 200 SM. J.-C. (TCN), tapi masih belum
tahu nolnya. Kemudian sekitar abad kedua SM. SM, orang Babilonia mulai mengenali nol yang
diwakili oleh spasi.

2. Simbol bilangan bangsa Maya di Amerika pada 500 tahun SM


Bangsa Maya mengembangkan sistem penomoran sebagai hasil penerapan tulisan hieroglif.
Sistem penomoran yang digunakan negara ini lebih rumit karena menyertakan titik dan garis
horizontal. Selain menggunakan sistem bilangan, bangsa Maya juga menggunakan sistem abjad
dalam peradabannya.
3. Simbol bilangan menggunakan huruf Hieroglif yang dibuat oleh bangsa Mesir kuno
Orang Mesir kuno memiliki sistem penulisan dan penomoran yang dikenal sebagai sistem
hieroglif. Sistem penomoran dengan basis 10 ini telah digunakan sejak tahun 2850 SM. Sama
seperti sistem angka Babilonia yang tidak mengenal nol, sistem angka Mesir kuno masih
memiliki kekurangan, yaitu masalah penempatan dalam aksara. Setiap simbol dapat ditulis
berulang kali selama tidak melebihi sembilan kali pengulangan. Selain itu, saat menulis angka
juga ditulis bebas, dari kiri ke kanan, kanan ke kiri, atas ke bawah atau dari bawah ke atas.

4. Simbol bilangan bangsa Arab yang dibuat pada abad ke-11 dan dipakai hingga kini oleh
umat Islam di seluruh dunia
Sistem ini disebut al-jumal atau alfabet. Kemudian sistem penomoran ini mulai mengalami
perkembangan dengan mengadopsi nomor India saat masuk ke negara-negara Arab. Sekitar
tahun 750 M, simbol dan gagasan tentang nilai suatu tempat digunakan di Bagdad dalam
teks-teks Arab.
5. Simbol bilangan bangsa Yunani Kuno.
Orang Yunani adalah ahli teori dan bangsa yang penting dalam penemuan pengetahuan.
Sekitar 600 SM. Mereka menggunakan sistem loteng yang disebut sistem acrophonic.
Kemudian mereka mempelajari sistem bilangan hasil penerapan orang Mesir yang
dikembangkan dengan menggunakan huruf abjad. Oleh karena itu, sistem angka Yunani
sering disebut sebagai sistem abjad.

6. Simbol bilangan bangsa Romawi yang juga masih dipakai hingga kini
Sistem angka Romawi dikembangkan sejak tahun 100 Masehi. Namun, asal pasti dari sistem
penomoran ini masih belum diketahui. Menurut salah satu teori, perkembangan angka
romawi didasarkan pada angka 5 yaitu V. Kelemahan dari sistem penomoran ini adalah tidak
memiliki nilai posisi dan tidak memiliki simbol nol.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad ke-X ditemukanlah manuskrip Spanyol yang
berisi penulisan simbol bilangan oleh bangsa Hindu-Arab Kuno dan cara penulisan inilah yang
menjadi cikal bakal penulisan simbol bilangan yang kita pakai hingga saat ini. Dilihat dari fakta
sejarah peradaban manusia, dahulu kala ketika orang primitif hidup di gua-gua dengan
mengandalkan makanan dari tanaman dan pepohonan disekitar gua atau berburu untuk sekali
makan, kehadiran bilangan, hitung menghitung atau matematika tidak terlalu diperlukan. Namun,
ketika mereka mulai hidup dari persediaan makanan, mereka harus menghitung berapa banyak
ternak yang mereka dan tetangga mereka miliki, atau berapa banyak persediaan makanan yang
mereka miliki saat ini, mereka mulai mengenal dan belajar perhitungan. Pada awalnya mereka
menggunakan benda-benda seperti tali, kerikil dan jari-jarinya atau ranting untuk menentukan
jumlah hewan ternak atau kerabat yang tinggal bersama mereka. Ini adalah dasar untuk
memahami konsep bilangan. Seiring dengan perkembangan, mereka berfikir jika menyatakan
bilangan dengan menggunakan contoh benda tersebut di atas dirasakan kurang praktis, maka
mereka mulai berfikir untuk menggambarkan bilangan itu dalam suatu lambang. Lambang
(simbol) untuk menulis suatu bilangan disebut angka.
B. Sistem Numerasi Kuno
Secara umum, sistem numerasi yang pertama-tama digunakan, merupakan
sistem penjumlahan, sistem perkalian, dan sistem nilai tempat. Sistem
penjumlahan yang mula-mula digunakan, dinyatakan dengan sekumpulan simbolsimbol. Sebuah
bilangan yang dinyatakan dengan kumpulan simbol, merupakan
jumlah dan bilangan-bilangan yang dinyatakan oleh masing-masing symbol.
Misalnya :
a. @ ∩| adalah simbol-simbol dalam sistem Mesir, artinya 111(100 + 10 + 1)
b. XI adalah simbol-simbol dalam sistem Romawi yang artinya 1(10 + 1)
Berikut ini akan dikenalkan beberapa sistem numerasi yang pernah
digunakan dan dikembangkan oleh para pendahulu kita.

1. SistemTurus
Salah satu sistem numerasi yang pertama-tama digunakan adalah sistem
turus. Sistem ini menggunakan simbol tongkat “|“ untuk menyatakan suatu
bilangan. Misalnya | | | | | |, menunjukkan bilangan 6 ternak. Hingga saat kini pun
kita masih menggunakan sistem turus ini, misalnya untuk mencatat skor suatu
pertandingan olahraga.
Sebagai ilustrasi :5 dan | | | | |, merupakan simbol-simbol yang
menunjukkan bilangan yang sama.

2. Sistem Mesir Kuno


Sistem numerasi. ini merupakan salah satu pelopor dan. sistem
penjumlahan yang tercatat dalam sejarah yaltu ± 3000 S.M (Glenn, John and
Litter, Graham dalam A Dictionary of Mathematics, 1984, p.58). Tulisan pada
jaman Mesir (± 650 S.M) ditulis pada papyrus (dari kata papu, yaitu semacam
tanaman) atau pada perkamen (kulit kambing).
Sistem mi menggunakan simbol berupa gambar-gambar:

Simbol-simbol dalam sistem Mesir dapat diletakkan dengan urutan


sebarang, sehingga untuk menyatakan suatu bilangan yang sama dapat ditulis
dengan beberapa cara. Dengan perkataan lain, sistem Mesir tidak mengenal nilai
tempat (sedang dalam sistem yang kita gunakan, 43 nilainya berbeda dengan 34).
Dengan sistem Mesir mi, juga dapat dilakukan penjumlahan. Pada gambar
3.2 dapat dilihat prosedur mencari jumlah dua bilangan 397 dan 3845.
(a) 397
3845
-------- +
4242

Gambar 2.2. (a) menunjukkan penjumlahan dalam sistem Hindu Arab.


Gambar 3.2. (b) menunjukkan penjumlahan dua bilangan yang sama dalam sistem
Mesir.
Catatan :
Sebenarnya, apakah yang dilakukan dalam operasi penjwnlahan dengan
menggunakan sistem Mesir di atas? Tak lain, hanyalah melakukan
pengelompokan ulang.
10 tongkat (“I”) menjadi 1 tulang tumit (“∩”);
10 tulang tumit (“∩”) menjadi 1 gulungan (“@”)
10 gulungan (“@”) menjadi tanda 1 bunga teratai (“¥”) demikian seterusnya.
Pada contoh Gb. 2.2 di atas, dapat dilihat, terdapat 12 tongkat. 12
tongkat itu dikelompokkan lagi menjadi 1 tulang tumit dan 2 tongkat (| | | | | | |
| | | | |  ∩ |).
Berikutnya, 13 tulang tumit + 1 tulang tumit (yang diperoleh dari 10
tongkat) dikelompokkan menjadi 1 gulungan dan 4 tulang tumit
(∩∩∩∩∩∩∩∩∩∩∩∩∩  @∩∩∩∩).
Kemudian 11 gulungan + 1 gulungan (yang diperoleh dan 10 tulang tuinit)
dikelompokkan menjadi 1 bunga teratai dan 2 gulungan (@@@@@@@@@@@
 ¥ @@).

Contoh 3:
(a) V < <V artinya : l(60)
2
+ 10(60) + 1l
(b) < V << V artinya : l0(603
+ (60)2
+ 20(60) + 1
(c) VV V << artinya : 2(602
+ 1(60) + 20
Sistem Babilonia ini cepat hilang karena tidak menggunakan simbol nol.
Sistem angka lain yang menarik adalah sistem Maya.

3. Sistem Maya
Sistem ini menggunakan basis 20, tetapi bilangan kelompok kedua adalah
(18)(20) sebagai ganti dari (20)2, bilangan kelompok ketiga adalah (18)(20)2
sebagai ganti dari (20), dan seterusnya (18)(2O)n
. Bilangan-bilangan di bawah
basis (20) ditulis secara amat sederhana dengan titik (kerikil) untuk satu dan
tangkai (“__“) untuk lima.

Ciri-ciri sistem numerasi Maya:


a) Menggunakan basis 20
b) Mengenal simbol 0 yaitu (8)
c) Ditulis secara tegak atau vertikal.
Gambar 3.5
5. Sistem Romawi (± 500 SM - 1600)
Sistem numerasi Romawi ini menggunakan basis 10. Pada dasarnya,
sistem Romawi ini merupakan sistem penjumlahan dan sistem perkalian. Jika
simbol-simbol sebuah angka mempunyai nilai yang menurun dari kiri ke kanan,
maka nilai angka tersebut dijumlahkan. Sebaliknya jika sebuah angka mempunyai
nilai yang naik dari kiri ke kana, maka nilai angka tersebut dikurangkan. Dalam
hal pengurangan, sebuah angka tidak pernah ditulis lebih dari 2 simbol, misalnya
IV, IX, XL, CD, CM.
Contoh :
CX = 100 + 10 = 110 (dari kiri ke kanan nilainya menurun, jadi
dijurnlahkan).
XC = 100 - 10 = 90 (dari kiri ke kanan nilainya naik, jadi dikurangkan).
Posisi dari sebuah simbol/huruf menduduki tempat yang penting, karena
CX dan XC merupakan dua angka yang berbeda, yaitu 110 dan 90. Tetapi
walaupun demikian, sistem Romawi ini tidak menggunakan nilai tempat.
Hingga saat ini sistem Romawi ini masih sening digunakan.

Gambar 3.6
Dalam sistem Romawi, penulisan sebuah bilangan tidak boleh
menggunakan lebihdari 3 simbol yang sama secara berurutan.
Contoh 1:
4 ditulis IV dan bukan IIII
9 ditulis IX dan bukan VIIII
Untuk menulis sebuah bilangan yang besar digunakan. simbol garis (“_“)
di atas simbol yang bersangkutan, misalnya V berarti 5 dikalikan 1000, atau 5000.
Lambang V berarti 5 dikalikan 1.000.000, atau 5.000.000.
Jadi sebuah simbol yang dibeni tanda garis di atasnya menunjukkan
sebuah bilangan yang ditunjukkan simbol tersebut dikalikan dengan 1.000. Jika
tanda garisnya dua buah, maka dikalikan dengan 1.000.000, demikian seterusnya.
Contoh 2:
a) MMMDCCLXIII = 3000 + 700 + 60 + 3
= 3763
b) MMMXCDCCXLIX = 3090.1000 + 700 + 40 + 9
= 3.090.749
c) VI = 6.000
d) VII = 7.000.000
e) IVDCXLVII = 4.1000 + 600 + 40 + 7
= 4.647
f) LMDXXI = 50.1000000 + 1000 + 500 +21
= 50.001.521
6. Sistem Arab-Hindu (mulai dipakai ± tahun 1000)
Ciri-ciri sistem Arab-Hindu:
a) Menggunakan basis 10
b) Menggunakan nilai tempat
c) Menggunakan angka : 1, 2, 3, 4, . . . , 9
d) Mengenal simbol “0” (nol).
Karena sistem ini menggunakan basis 10 maka disebut juga sebagai sistem
desimal. Sistem desimal ini menggunakan ide nilai tempat, misalnya 492 :
4 menunjukkan 4 buah himpunan seratusan (400)
9 menunjukkan 9 buah himpunan sepuluhan (90)
2 menunjukkan 2 buah himpunan satuan (2)
Contoh 1 :
Gambar berikut menunjukkan nilai tempat dan angka-angka dalam 192,
123456, dan 1578263.
Contoh 2 :
Angka 3 terdapat pada tiap lambang 123, 231 dan 321. Karena posisinya,
maka angka tiga tersebut mempunyai nilai yang berbeda-beda. Pada lambang
“123”; 3 berarti 3 satuan (3). Pada lambang “231”; 3 berarti. 3 puluhan (30). Pada
lambang “321”; 3 berarti 3 ratusan (300).
Dalam sistem desimal, setiap posisi yang berurutan (dari kanan ke kiri),
harus dikalikan dengan 10. Tempat pertama (paling kanan) menunjukkan ada
berapa buah satuan, tempat kedua menunjukkan ada berapa buah (l0 x l)-an,
tempat ketiga menunjukkan ada berapa buah (l0 x l0)-an, tempat keempat
menunjukkan ada berapa buah (l0 x l0 x l0)-an, demikian seterusnya.
Jadi 4567 adalah kependekan dari :
4 (10.10.10) + 5 (10.10) + 6 (10) + 7 (1) atau :
4 (10)3
+ 5(10)2
+ 6(10)1
+ 7(1)0
Penulisan di atas disebut sebagai notasi bentuk panjang dan 4567.
Untuk memudahkan penggunaan ide di atas, Anda dapat mempelajari
penjelasan mengenai notasi pangkat.
Contoh:
Tuliskan lambangnya dalam bentuk panjang untuk bilangan:
a) 76.309 b) 4.538
c) 9.300
Jawab:
a) 76.309 = 7(10.000) + 6(1000) + 3(100) + 9(1)
b) 4.538 = 4(1000) + 5(100) + 3(10) + 8(1)
c) 9.300 = 9(1000) + 3(100).
Kadang-kadarig a dan c ditulis sebagai:
76.309 = 7(10.000) + 6(1000) + 3(100) + 0(10) + 9(1) atau
76.309 = 7(10)4
+ 6(10)3
+ 3(10)2
+ 0(10)1
+ 9(10)0
dan
9.300 = 9(1000) + 3(100) + 0(10) + 0(1) atau
9.300 = 9(10)3
+ 3(10)2
+ 0(10)1
+ 0(10)0
Penulisan bentuk terakhir mi disebut penulisan dalam bentuk baku dengan
basis 10 (pangkat menurun).

Sistem numerasi kuno yang masih berlaku saat ini adalah sistem numerasi Romawi. Sistem ini
berasal dari zaman Romawi kuno dan masih digunakan untuk beberapa tujuan, seperti untuk
penomoran halaman dalam sebuah buku, penomoran pada jam tangan, atau untuk menandai
tahun pada bangunan atau monumen. Sistem numerasi Romawi menggunakan huruf-huruf untuk
melambangkan angka-angka tertentu. Berikut adalah tabel untuk angka-angka dalam sistem
numerasi Romawi:

Huruf Nilai
I 1
V 5
X 10
L 50
C 100
D 500
M 1000
Dalam sistem numerasi Romawi, angka-angka tertentu dapat ditulis dengan mengkombinasikan
huruf-huruf ini. Misalnya, angka 6 ditulis sebagai "VI" (V + I), angka 4 ditulis sebagai "IV" (I
sebelum V), dan angka 9 ditulis sebagai "IX" (I sebelum X). Meskipun sistem numerasi Romawi
tidak lagi digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari, namun masih sering digunakan
dalam seni dan desain, serta dalam acara-acara formal seperti upacara penghargaan.
C. Nilai Tempat Bilangan
Menurut Wiratmo, nilai tempat dapat diartikan sebagai nilai suatu angka dalam dalam suatu
bilangan tertentu. Nilai tempat suatu angka mempunyai berbagai tingkat bergantung dari letak
bilangan tersebut. Tingkatan tempat tersebut adalah satuan, puluhan, ratusan, ribuan, puluh
ribuan, dan seterusnya.
Menurut Ashlock (1994) gagasan nilai tempat menyangkut pemberian suatu nilai kepada
masing-masing tempat atau posisi dalam lambang bilangan multi-digit yaitu masing- masing
tempat dalam lambang bilangan tersebut bernilai perpangkatan sepuluh. Kramer (1970)
menyatakan nilai posisi atau tempat dari suatu angka dalam suatu lambang bilangan tergantung
pada tempat angka itu berada dalam lambang bilangan tersebut. Sehingga setiap angka dalam
lambang bilangan desimal mempunyai nilai yang ditentukan oleh nilai angka itu sendiri dan nilai
tempat angka itu (Negoro & Harahap, 1983).

Nilai tempat memberikan makna terhadap suatu angka dalam suatu bilangan tertentu
tergantung pada kedudukan angka tersebut dalam bilangan. Contoh: 23 dan 32 Angka 2 pada
bilangan 23 memiliki nilai berbeda dengan angka 2 pada bilangan 32 karena tempatnya berbeda.
Angka 3 pada bilangan 23 bernilai 3 satuan dan angka 3 pada bilangan 32 bernilai 3 puluhan. Hal
ini membuktikan bahwa tempat atau posisi suatu angka dalam lambang bilangan menentukan
nilai tempatnya. Sistem nilai tempat yang digunakan masa kini adalah sistem Hindu Arab.
Sistem ini menentukan sepuluh lambang dasar (pokok) yang disebut angka (digit), yaitu 0, 1, 2,
3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Pemilihan sepuluh angka dipengaruhi oleh banyaknya seluruh jari-jari
tangan (kaki) yaitu sepuluh, sehingga sistem ini lebih dikenal dengan sebutan sistem desimal
(Marwiyanto, 2002: 10).

Setiap bilangan disusun oleh beberapa angka. Setiap angka mempunyai nilai tempat yang
berbeda. Untuk menentukan nilai tempat, bilangan juga dapat diuraikan. Penguraian itu
berdasarkan nilai tempat (Amin, 2004: 115). Berdasarkan pengertian di atas, suatu sistem
numerisasi disebut sistem tempat jika nilai dari lambang-lambang yang digunakan menerapkan
aturan tempat, sehingga lambang yang sama mempunyai nilai yang tidak sama karena tempatnya
berbeda.
D. Bilangan Cacah
Bilangan cacah adalah himpunan bilangan bulat yang nilainya tidak negatif, mengutip Nurlev
Avana dan kawan-kawan dalam buku Pembelajaran Matematika SD Kelas Tinggi. Misalnya
angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya. Bilangan cacah juga didefinisikan sebagai bilangan yang
dimulai dari angka nol. Dalam bilangan cacah, terdapat himpunan bilangan bulat berupa angka
positif dan himpunan bilangan asli yang berupa angka positif ditambah 0. Menurut Nurlev, jika
suatu himpunan tidak memiliki anggota sama sekali karena alasan tertentu, maka cacah anggota
himpunan tersebut adalah nol dan dinyatakan dengan angka 0. Bilangan cacah biasanya
dilambangkan dengan huruf C di depan atau W (diambil dari kata whole). Sehingga
penulisannya menjadi C = (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, ...) dan seterusnya.

Contoh Bilangan Cacah


Seperti dijelaskan di atas, contoh bilangan cacah adalah: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. Bilangan
cacah adalah semua bilangan yang berada di sebelah kanan angka 0 pada garis bilangan.

Nah, semua bilangan positif ini juga disebut bilangan asli. Namun, bilangan cacah dan bilangan
asli memiliki pengertian berbeda yang nanti akan kita bahas pada bagian selanjutnya.

E. Sifat-sifat Operasi Bilangan Cacah

Bilangan cacah dapat dihitung dengan beberapa operasi hitung. Berikut macam-macam operasi
pada bilangan cacah mengutip Nurlev Avana dan kawan-kawan.

1. Operasi Penjumlahan
Bilangan cacah pada penjumlahan digambarkan dengan prinsip: Jika himpunan R memiliki r
elemen, kemudian himpunan S merupakan himpunan saling lepas, maka penjumlahan r dan s
dinyatakan dengan r+s yang merupakan elemen gabungan dari himpunan R dan himpunan S.

Penjumlahan dipahami sebagai ide mengambil dua hal yang sama secara bersamaan dan
menggabungkannya. Biasanya siswa mulai berlatih penjumlahan dengan menggunakan objek,
contohnya 2 apel dan 3 apel diambil dari dua keranjang berbeda dan disatukan dalam keranjang
baru. Maka penjumlahannya adalah 2+3.

Dalam operasi penjumlahan, bilangan cacah memiliki beberapa sifat, yakni:

Bilangan cacah bersifat tertutup terhadap operasi penjumlahan, artinya jika suatu bilangan cacah
dijumlahkan dengan bilangan cacah lain, maka hasilnya adalah bilangan cacah. Dia tidak akan
menjadi bilangan negatif.
Memiliki identitas penjumlahan nol, yakni jika suatu bilangan cacah dioperasikan dengan
bilangan nol, maka hasilnya adalah bilangan cacah itu sendiri. Contoh: 4+0 = 4.
Bilangan cacah bersifat komulatif pada penjumlahan. Di sini berlaku prinsip a+b = b+a.
Bilangan cacah bersifat asosiatif pada operasi penjumlahan untuk sembarang bilangan cacah.
Contoh pada bilangan a, b, dan c berlaku: a + (b+c) = (a+b) + c. Keduanya terlihat berbeda tetapi
hasil akhir akan tetap sama.

2. Operasi Pengurangan
Pengurangan adalah pengambilan suatu objek dari kumpulan objek. Jika suatu bilangan cacah a
dikurangi dengan b, maka akan menghasilkan c. Operasinya dilambangkan dengan a-b = c.
Dalam hal ini, operasi yang berlaku berkebalikan dengan penjumlahan. Bisa dikatakan bahwa
jika a-b = c, maka b+c = a.

Bilangan cacah pada operasi pengurangan memiliki sifat-sifat yakni:


Tidak memenuhi sifat tertutup, karena tidak setiap pengurangan a dan b menghasilkan bilangan
cacah juga. Hasilnya bisa berupa bilangan negatif.
Tidak memenuhi sifat pertukaran, artinya a-b tidak sama dengan b - a. Sifat pertukaran hanya
berlaku jika a dan b memiliki nilai sama, dan hasilnya akan 0.
Tidak memenuhi sifat identitas, artinya a - 0 ≠ 0 - a. Contohnya 4 - 0 ≠ 0 - 4.
Tidak memenuhi sifat pengelompokkan atau komulatif. Jika ada tiga bilangan cacah a, b, dan c,
maka a - (b-c) ≠ (a-b) - c. Contohnya 5 - (2-1) ≠ (5-2) - 1.
Dalam operasi pengurangan bilangan cacah, dikenal beberapa konsep. Yakni:

Konsep Mengambil
Ada 6 donat di dalam kotak. Nina memakannya sebanyak 2 donat. Berapa banyak donat yang
tersisa di dalam kotak? Jawabannya 6 - 2 = 4 donat.

Konsep Membandingkan
Contoh: Mario membeli 150 permen. Rifai mempunyai 123 permen. Berapa selisih permen yang
dimiliki Mario dan Rifai? Jawabannya adalah 150 - 123 = 27.

Konsep Menambahkan Bilangan yang Sesuai


Contoh: Hana memiliki 86 buah bolpoin. Kemudian Hana memberikan 10 buah bolpoin kepada
Risma. Berapa bolpoin yang tersisa pada Hana? Jika 10 + b = 86, maka b = 86 - 10 = 76.

3. Operasi Perkalian
Pada operasi perkalian bilangan cacah, berlaku prinsip sebagai berikut:
Jika terdapat bilangan cacah r dan s, maka hasil dari r dikali s adalah jumlah s yang ditambahkan
sebagai r kali. Misalnya r = 4 dan s =5, maka 4 x 5 = 5 + 5 + 5 + 5 (penambahan hingga 4 kali).

Bilangan cacah pada operasi perkalian memiliki sifat yang mirip dengan operasi penjumlahan,
yakni:

Bersifat tertutup, artinya hasil perkalian bilangan cacah adalah bilangan cacah juga
Ada unsur identitas pada perkalian, artinya semua bilangan cacah yang dikali 0 akan
menghasilkan 0. Contoh: 5 x 0 = 0.
Berlaku sifat komutatif, artinya a x b = b x a.
Bersifat asosiatif, artinya (a x b) x c = a x (b x c).

4. Operasi Pembagian
Operasi pembagian merupakan kebalikan dari operasi perkalian. Pada operasi ini berlaku prinsip:

Jika a x b = c, maka a = c : b atau b = c : a. Contohnya 3 x 4 = 12, maka 12 : 4 = 3 atau 12 : 3 = 4


Pembagian biasanya digunakan mencari bilangan cacah yang belum diketahui. Operasi
pembagian bilangan cacah memiliki sifat-sifat yang sama dengan operasi pengurangan. Dalam
operasi pembagian juga dikenal dua konsep, yakni:

Konsep Partisi
Contoh: 22 : 2 = 11 dengan cara membagi 22 ke dalam 2 kelompok. Setelah dibagi sama banyak,
ternyata masing-masing kelompok bernilai 11.

Konsep Pengukuran atau Pengurangan Berulang


Contoh: 20 : 4 = 20 - 4 - 4 - 4 - 4 - 4
Untuk mencapai angka 0, 20 harus dikurangi angka 4 hingga lima kali. Jadi, hasil dari 20 : 4 = 5
DAFTAR PUSTAKA

Aliyah. (2017, Januari 23). Bilangan Cacah. Retrieved from belajarmatematika.com:


http://etheses.uin-malang.ac.id/16406/1/15610058.pdf
Husnah, I. N. (2019, Juli 22). Konstruksi Sifat Selisih dan Penukaran Nilai tempat Sistem
desimal. Retrieved from etheness.uin-malang.ac.id:
http://etheses.uin-malang.ac.id/16406/1/15610058.pdf
Thoibah. (2019, Februari 7). Upaya Meningkatkan Nilai Belajar Matematika. Retrieved from
journal.iainlangsa.ac.id:
https://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/azkiya/article/download/1007/754
widya, D. (2018, Mei 12). Sistem Numerasi. Retrieved from nanopddf.com: http://etheses.uin-
malang.ac.id/16406/1/15610058.pdf

Anda mungkin juga menyukai