Anda di halaman 1dari 17

MATEMATIKA YUNANI

HALAMAN SAMPUL

Disusun Oleh:
Asrifatun Agustini 161400002
Santo 171400010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ALMA ATA
YOGYAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamualiakum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta kanuria-nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul ‘Matematika
Yunani’.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi usaha kita. Aamiin.

Wassalamualaikum wr.wb

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A.
Warisan Matematika Yunani ......................................................... 3
Gagasan – Gagasan pemikir matematika Yunani .......................... 6
B.
1. Teorema Thales………………………………………………....6
2. Teorema Pythagoras…………………………………………….6
3. Gagasan matematika Platon…………………………………….7
4. Gagasan matematika Aristoteles………………………………10
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 13
A. Kesimpulan .................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan pengaruh Bangsa Yunani yang mendiami
semenanjung strategis di persilangan tiga benua, di mana terjadi pembauran kebudayaan
peradaban maju, seperti Asia Kecil dan Mesopotamia. Bangsa Yunani dengan cepat
kemudian juga mengadopsi kebudayaan bangsa – bangsa tersebut. Bangsa Yunani
mengadopsi matematika dari unsur – unsur geometri dan aljabar yang telah ditemukan
lebih dahulu oleh bangsa Mesir dan Mesopotamia. Akan tetapi, dengan cepat mereka
mengembangkan ide – ide matematika mereka sendiri. Dan untuk pertama kali sepanjang
sejarah matematika, Bangsa Yunani mengawali tradisi pengakuan atas klaim penemuan
indvidu. Pemikir – pemikir matematika Yunani pada masa itu meletakan dasar revolusi
pemikiran matematika pada periode helenistik.
Sistem numerasi Yunani kuno, yang dikenal sebagai bilangan Attik atau
Herodianik, sepenuhnya dikembangkan pada sekitar 450 SM dan diperkirakan telah
dipergunakan secara rutin mungkin pada awal abad ke-7 SM. Bangsa Yunani mengenal
huruf dan angka pada tahun 600 SM yang ditandai dengan tulisan-tulisan bangsa Yunani
pada kulit kayu atau logam sehingga bentuk tulisannya pun terlihat kaku dan kuat.
Lambang bilangan Yunani Kuno diambil dari huruf awal dari penyebutan bilangan
tersebut. Terdapat dua macam sistem numerasi Yunani Kuno, yaitu:
- Sistem Numerasi Attik: Sistem Attik sering disebut sistem Akrofonik dan
sistem Herodian. Akrofonik maksudnya adalah bahwa simbol bilangan
tersebut berasal dari huruf pertama nama bilangan tersebut. Menggunakan
sifat aditif, contohnya :
2897 = 2000 + 500 + 300 + 50 + 20 + 5 + 4 =
2 𝑥 1000 + 500 + 3𝑥100 + 50 + 2 𝑥 10 +5 + 4𝑥1
Sistem Yunani ini berbasis 10 sistem serupa dengan sistem numerasi yang
digunakan Bangsa Mesir, (bahkan lebih mirip dengan kemudian sistem numerasi Bangsa
Romawi yang kita kenal saat ini), dengan simbol-simbol untuk 1, 5, 10, 50 100, 500 dan
1.000 diulangi sebanyak yang diperlukan untuk mewakili nomor yang diinginkan .

1
Penambahan dilakukan dengan menjumlahkan secara terpisah simbol (1s, 10s, 100s, dll)
di nomor yang akan ditambahkan, dan perkalian merupakan proses yang melelahkan
berdasarkan doubling berturut (pembagian didasarkan pada kebalikan dari proses ini).
Dilambangkan sederhana, dimana angka satu sampai empat dilambangkan dengan
lambang tongkat, misal: 2→ ll.

System numerasi alfabetik Yunani : sejarah perkembangan system numerasi


alfabetik merupakan sejarah metode penulisan tertua masyarakat purba yang telah
melahirkan dua jalur proses perkembangan system penulisan. Jalur penulisan fenotis yang
pada akhirnya menjadi tulisan alfabetis merupakan system penulisan yang dikembangkan
oleh dua pusat peradaban tertua dikawasan asia barat (timur tengah), yakni mesir dan
Mesopotamia. Sedangkan bangsa tionghoa dikawasan asia timur tetap mempertahankan
system perkembangan gambar (piktografis – ideografis) dalam penulisan mereka, bahkan
masih dipergunakan hingga periode kontemporer saat ini. Kurang lebih pada tahun 450
SM, bangsa Yunani yang mendiami ionia telah mengembangkan suatu system numerasi
baru, yaitu alfabet Yunani sendiri yang terdiri dari 27 huruf. Bilangan dasar yang mereka
pergunakan adalah 10. Numerasi alfabetik Yunani digunakan sebagai system numerasi
bangsa Yunani sesudah penggunaan system numerasi attic.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang menjadi warisan matematika Yunani?
2. Apa Gagasan – gagasan pemikiran matematika Yunani ?
3. Dibidang apa saja pemikiran matematika Yunani ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Warisan Matematika Yunani


Pada jaman Yunani kuno paling tidak tercatat matematikawan penting yaitu
Thales dan Pythagoras. Thales dan Pythagoras mempelopori pemikiran dalam bidang
Geometri, tetapi Pythagoraslah yang memulai melakukan atau membuat bukti-bukti
matematika. Sampai masa pemerintahan Alexander Agung dari Yunani dan sesudahnya,
telah tercatat Karya monumental dari Euclides berupa karya buku yang berjudul Element
(unsur-unsur) yang merupakan buku Geometri pertama yang disusun secara deduksi.
Risalah penting dari periode awal matematika Islam banyak yang hilang, sehingga ada
pertanyaan yang belum terjawab masih banyak tentang hubungan antara matematika
Islam awal dan matematika dari Yunani dan India. Selain itu, jumlah jumlah dokumen
yang relatif sedikit menyebabkan kita mengalami kesulitan untuk menelusuri sejauh mana
peran matematikawan Islam dalam pengembangan matematika di Eropa selanjutnya.
Tetapi yang jelas, sumbangan matematikawan Islam cukup besar bersamaan dengan
kebangkitan pemikiran modern yang muncul himpunanelah jaman kegelapan sampai
sekitar abad ke 15 himpunanelah masehi.
Dalam waktu relatif singkat (mungkin hanya satu abad atau kurang), metode yang
dikembangkan oleh orang Babilonia dan Masir Kuno telah sampai ke tangan orang-orang
Yunani. Misal, Hipparchus (2 abad SM) lebih menyukai pendekatan geometris pendahulu
Yunani, tetapi kemudian ia menggunakan metode dari Mesopotamia dan mengadopsi
gaya seksagesimal. Melalui orang-orang Yunani itu diteruskan ke para ilmuwan Arab
pada abad pertengahan dan dari situ ke Eropa, di mana itu tetap menonjol dalam
matematika astronomi selama Renaissance dan periode modern awal. Sampai hari ini
tetap ada dalam penggunaan menit dan detik untuk mengukur waktu dan sudut. Aspek
dari matematika Babilonia yang telah sampai ke Yunani telah meningkatkan kualitas
kerja matematika dengan tidak hanya percaya denganbentuk-bentuk fisiknya saja,
melainan diperoleh kepercayaan melalui bukti-bukti matematika. Prinsip-prinsip
Teorema Pythagoras yang sudal dikenal sejak jaman Babilonia yaitu sekitar seribu tahun

3
sebelum jaman Yunani, mulai dibuktikan secara matematis oleh Pythagoras pada jaman
Yunani Kuno.
Pada jaman Yunani Kuno, selama periode dari sekitar 600 SM sampai 300 SM ,
yang dikenal sebagai periode klasik matematika, matematika berubah dari fungsi praktis
menjadi struktur yang koheren pengetahuan deduktif. Perubahan fokus dari pemecahan
masalah praktis ke pengetahuan tentang kebenaran matematis umum dan perkembangan
obyek teori mengubah matematika ke dalam suatu disiplin ilmu. Orang Yunani
menunjukkan kepedulian terhadap struktur logis matematika. Para pengikut Pythagoras
berusaha untuk menemukan secara pasti
Panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku. Tetapi mereka tidak dapat
menemukan angka yang tertentu dengan skala yang sama yang berlaku untuk semua sisi-
sisi segitiga tersebut.
Hal inilah yang kemudian dikenal dengan persoalan Incommensurability, yaitu
adanya skala yang tidak sama agar diperoleh bilangan yang tertentu untuk sisi miringnya.
Jika dipaksakan digunakan skala yang sama (atau commensurabel) maka pada akhirnya
mereka menemukan bahwa panjang sisi miring bukanlah bilangan bulat melainkan
bilangan irrasional.
Prestasi bangsa Yunani Kuno yang monumental adalah adanya karya Euclides
tentang Geometri Aksiomatis. Sumber utama untuk merekonstruksi pra-Euclidean buku
karya Euclides bernama Elemen (unsur-unsur), di mana sebagian besar isinya masih
relevan dan digunakan hingga saat kini. Element terdiri dari 13 jilid. Buku I berkaitan
dengan kongruensi segitiga, sifat-sifat garis paralel, dan hubungan daerah dari segitiga
dan jajaran genjang; Buku II menetapkan kehimpunanaraan yang berhubungan dengan
kotak, persegi panjang, dan segitiga; Buku III berisi sifat-sifat Lingkaran; dan Buku IV
berisi tentang poligon dalam lingkaran. Sebagian besar isi dari Buku I-III adalah karya-
karya Hippocrates, dan isi dari Buku IV dapat dikaitkan dengan Pythagoras, sehingga
dapat dipahami bahwa buku Elemen ini memiliki sejarahnya hingga berabad-abad
sebelumnya. Buku V menguraikan sebuah teori umum proporsi, yaitu sebuah teori yang
tidak memerlukan pembatasan untuk besaran sepadan. Ini teori umum berasal dari
Eudoxus. Berdasarkan teori, Buku VI menggambarkan sifat bujursangkar dan
generalisasi dari teori kongruensi pada Buku I. Buku VII-IX berisi tentang apa yang oleh

4
orang-orang Yunani disebut "aritmatika," teori bilangan bulat. Ini mencakup sifat-sifat
proporsi numerik, pembagi terbesar, kelipatan umum, dan bilangan prima(Buku VII);
proposisi pada progresi numerik dan persegi (Buku VIII), dan hasil khusus, seperti
faktorisasi bilangan prima yang unik ke dalam, keberadaan yang tidak terbatas jumlah
bilangan prima, dan pembentukan "sempurna" angka, yaitu angka-angka yang sama
dengan jumlah pembagi (Buku IX). Dalam beberapa bentuk, Buku VII berasal dari
Theaetetus dan Buku VIII dari Archytas. Buku X menyajikan teori garis irasional dan
berasal dari karya Theaetetus dan Eudoxus. Buku Xiberisi tentang bangun ruang; Buku
XII membuktikan theorems pada rasio lingkaran, rasio bola, dan volume piramida dan
kerucut.
Warisan Matematika Yunani, terutama dalam geometri , sangat besar. Dari
periode awal orang-orang Yunani merumuskan tujuan matematika tidak dalam hal
prosedur praktis tetapi sebagai disiplin teoritis berkomitmen untuk mengembangkan
proposisi umum dan demonstrasi formal. Kisaran dan keragaman temuan mereka,
terutama yang dari abad SM-3, geometri telah menjadi materi pelajaran selama berabad-
abad himpunanelah itu, meskipun tradisi yang ditransmisikan ke Abad Pertengahan dan
Renaissance tidak lengkap dan cacat. Peningkatan pesat dari matematika di abad ke-17
didasarkan sebagian pada pembaharuan terhadap matematika kuno dan matematika pada
jaman Yunani. Mekanika dari Galileo dan perhitungan-perhitungan yang dibuat Kepler
dan Cavalieri, merupakan inspirasi langsung bagi Archimedes. Studi tentang geometri
yang dilakukan oleh Apollonius dan Pappus dirangsang oleh pendekatan baru dalam
geometri-misalnya, analitik yang dikembangkan oleh Descartes dan teori proyektif dari
Desargues Girard.
Kebangkitan matematika pada abad 17 sejalan dengan kebangkitan pemikiran
para filsuf sebagai anti tesis abad gelap dimana kebenaran didominasi oleh Gereja. Maka
Copernicus merupakan tokoh pendobrak yang menantang pandangan Gereja bahwa bumi
sebagai pusat jagat raya; dan sebagai gantinya dia mengutarakan ide bahwa bukanlah
Bumi melainkan Mataharilah yang merupakan pusat tata surya, sedangkan Bumi
mengelilinginya. Jaman kebangkitan ini kemudian dikenal sebagai Jaman Modern, yang
ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh pemikir filsafat sekaligus matematikawan
seperti Immanuel Kant, Rene Descartes, David Hume, Galileo, Kepler, Cavalieri, dst.

5
B. Gagasan – Gagasan pemikir matematika Yunani

1 Teorema Thales.
Kebanyakan system matematika yang dikembangan oleh para pemikir Yunani
awal berupa gagasan geometri. Thales salah seorang filsuf awal Yunani kuno yang tinggal
di ionia, asia kecil megawali tradisi penelitian individual tentang matematika dengan
mengajukan gagasanya tentang teorema kesebangunan segitiga. Teorema Thales sebagai
berikut:
a. Sebuah lingkaran terbagi dua sama besar oleh diameternya.
b. Sudut bagian dasar dari sebuah segitiga samakaki adalah sama besar.
c. Jika ada dua garis lurus bersilangan, maka besar sudut yang saling berlawanan akan
sama.
d. Sudut yang terdapat didalam setengah lingkaran adalah sudut siku – siku.
e. Sebuah segita terbentuk bila bagian dasarnya serta sudut – sudut yang
bersinggungan dengan bagian dasar tersebut telah ditentukan.
Teorema Thales ini merupakan dasar yang membangun geometri Euklidesan yang kita
kenal sekarang ini.
2. Teorema Pythagoras
Pythagoras seringkali dikenal sebagai matematikawan murni yang sejati.
Meskipun kontribusi matematikanya sangat penting, ia tetap merupakan sosok yang
kontroversial. Semasa hidupnya, Pythagoras (layaknya sokrates) tidak pernah menuliskan
satu pun gagasan – gagasannya. Dan apa yang saat ini kita ketahui tentang pemikiran
Pythagoras sejatinya merupakan catatan – catatanya philolaos, seorang anggota ordo
Pythagorean. Maka dari itu, Nampak kabur apakah teorema – teorema tersebut
diselesaikan oleh Pythagoras sendiri, atau oleh para muridnya.
Sekolah Pythagoras didirikan dikroton, sekarang merupakan wilayah italia selatan
sekitar tahun 530 SM dan ini merupakan inri dari ordo Pythagoras yang terkenal denga
nagak klenik, meskipun didominasi oleh matematika, sekte ini terkenal dengan
mistisismenya. Pythagoras menerapkan suatu kepercayaan semi agama pada seluruh
anggota sekolahnya. Hidup sebagai vegetarian dalam suatu komune dengan ritual rahasia
dan aturan – aturan aneh (temasuk fatwa aneh yang tampak tidak logis, yakni dilarang

6
kencing kearah matahari, dilarang menikahi wanita yang memakai perhiasan dari emas,
tidak boleh melangkahi keledai yang sedang terbaring ditengah jalan, tidak boleh
memakan kacang hitam ,dll) merupakan kondisi sehari – hari di sekolah tersebut. Para
anggota sekolah itu dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ( matematikoi / pembelajar)
yang bertugas meneruskan pekerjaan dan pengajaran matematika yang dimulai oleh
pythagoras, dan (akousmatikoi / pendengar) yang lebuh berfokus pada pembelajaran
teologi dan ritual keagamaan. Pasca sepeninggalan Pythagoras, akhirnya ordo Pythagoras
ini bubar akibat sentimen warga local. Sentiment ini diakibatkan oleh kerahasiaan dan
eksklusifita para anggota sekolah ini. Pada sekitar tahun 460 SM seluruh tempat
pertemuan dan sebagian besar dokumen ordo ini dibakar, terdapat setidaknya 50 angota
ordo pytjagorean dikroton yang tewas akibat peristiwa ini.
Salah satu diktum paling popular dari ordo Pythagorean adalah ‘segalanya adalah
bilangan’ dan ‘allah tersembunyi dalam bilangan’. Ordo ini mempraktikan ritual
penyembahan bilangan dan setiap bilangan memiliki makna yang tersembunyi. Misalnya,
bilangan satu bermakna sebagai pembangkit;dua mereprentasikan opini; tiga, sebagai
lambing kesempurnaan;empat, sebagai keadilan; lima, melambangkan perkawinan;
enam, melambangkan penciptaan; tujuh, dianggap mereprentasikan tujuh planet atau
tujuh bintang dilangit; dll. Bilangan genap dianggap sebagai lambang kelaki- lakian dan
bilangan ganjil dianggap mereprentasikan sifat feminim.
3.Gagasan matematika platon
Meskipun akhir – akhir ini platon lebih dikenal sebagai filsuf tersebar sepanjang
sejarah filsafat Yunani klasik, ia sebenarnya juga merupakan salah satu pemikir terbesar
dalam tradisi matematika Yunani kuno. Terinspirasi oleh Pythagoras, platon mendirikan
academia pada tahun 387 SM, dimana ia memberikan penekanan lebuh pada matematika
yang dianggapnya sebagagi suatu cara untuk memahami kebenaran realitas. Secara
khusus, ia juga meyakini geometri sebagai kunci untuk menyimbak rahasia alam semesta.
Diatas gerbang academia tertulis,’dilarang masuk kedalam jika tidak memahami
geometri’!’.
Platon juga mendorong perkembangan matematika sebagaimana filsafat dalam
iklim intelektual Yunani pada masanya. Di academia, matematika dianggap sebagai
bagian dari formasi Pendidikan filsafat sepuluh sampai lima belas tahun pertama di

7
academia, para siswa dituntut untuk mempelajari gimnastik, music, sains dan terutama
geometri bidang dan geometri ruang. Platon juga dikenal sebagai pendidik para
matematikawan. Eudoxos, Theatetos, dan Arkhytas merupakan matematikawan besar di
periode itu yang merupakan alumni academia.
Dalam pembahasan geometri platon umumnya menuntut agar para muridnya
membangun geometri berdasarkan definisi yang akurat dan asumsi – asumsi yang jelas
yang didasarkan pada pembuktian logika deduktif. Platon berpendapat bahwa geometri
tidak perlu dibuktikan secara empiris menggunakan jangka dan busur.
Kontribusi platon yang paling terkenal dibidang matematika adalah
identifikasinya tentang bidang tiga dimensi simetri yang dikenal sebagai bangun ruang
platonic. Platon menganggap bangun ruang simetris ini merupakan unsur- unsur
pembangun semesta. Bangun ruang platonic meliputi: tetrahedron ( yang dibangun dari
empat buah segitika, bagi platon bangun ruang ini mereprentasikan api): octahedron
(yang dibangun dari delapan buah ssegitiga yang mewakili unsur udara) ; icosahedron (
yang tersusun dari 20 buah segitiga, mewakili unsur air); kubus (terdiri dari enam buah
persegi, melambangkan unsur tanah ); dan dodecahedron (disusun dari 12 buah segilima
yang dianggap mewakili unsur surgawi).
Kubus dan dodecahedron nampaknya sudah dikketahui dan dipelajari oleh ordo
Pythagorean. Sementara icosahedron dan octahedron nampaknya ditemukan oleh
theatetos dibawah supervisi dari platon. Sesungguhnya euklides lah pada periode helenik
yang merangkumnya. Tetapi, bangun ruang simetris ini lebih dikenal sebagai bangun
ruang plonik yang mendorong para matematikawan periode setelahnya untuk melakukan
penyelidikan lebih lanjut. Sebagai contoh, Johannes kepler pada abad ke – 14, ia
merancang suatu system koordinat benda langit berdasarkan bangun ruang plonik guna
mengestimasikan jarak suatu planet terhadap matahari meskipun hasil akhirnya
mengecewakan, karena tidak sesuai dengan hasil observasi.
Platon percaya bahwa objek semesta ini terbagi menjadi dua bagian, yang material
dan yang non-material. Kursi dan kuda misalnya, kedua benda tersebut termasuk ke
dalam objek material. Jiwa dan bilangan termasuk ke dalam realitas non- material.
Gambar persegi termasuk kedalam objek material, sementara persegi itu sendiri

8
merupakan realitas non – material. Planton sempat menasihati siswa di academia
berkaitan dengan pelajaran geometri yang diberikannya;
“Manfaatkan bentuk- bentuk matematis yang nampak, meskipun objek matematis tersebut
tidak menggambarkan apa yang menjadi realitas yang sejati. Tetapi, dari objek
matematis tersebut kalian akan mendapatkan kemiripan dengan idea sejati. Ambilah
contoh pada bidang persegi, kita akan dapat menaksirkan idea persegi berdasarkan
misalnya forma diaoganal. Jadi, pengetahuan kita tentang persegi yang benar tidak
didapatkan dari gambar persegi tersebut”. (politeia 510d).
Menurut platon, realitas material selalu bersifat semetara, berubah dan tidak
sempurna. Gambar suatu persegi dapat dihapus; sudut – sudut pada gambar tersebut selalu
bukan sudut sejati dan idea dan garis yang tergambar juga tidak selalu berupa garis lurus.
Di sisi lain, realitas non – material bersifat tetap; pasti; dan sempurna. Suatu persegi
sempurna misalnya memiliki sisi – sisi yang jauh lebih tipis dan memiliki kelurusan yang
absolut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa peersegi dalam realitas non – material merupakan
persegi yang sempurna. Kita dapat mengetahui secara pasti bahwa setiap persegi memiliki
dua sisi diagonal yang sama. Maka dari itu,persegi bagi platon bukan merupakan abstrak
mental belaka. Sebaliknya, konsep persegi bukanlah suatu konsep yang bersifat
particular. Proses kita untuk memahami idea persegi sama seperti proses mata melihat
objek – objek yang terlihat yang berada secara independen di luar tubuh manusia,
begitupun dengan ‘ mata’ jiwa kita yang mampu untuk mengintuisikan objek – objek
yang berada secara independent diluar jiwa manusia.
Secara kasar bagi platon segala sesuatu yang bersifat material itu buruk dan yang
bersifat non- material dikonotasikan sebagai suatu yang baik. Sebagai contoh, cinta
platonic antara sandy dengan Priska itu baik; sementara seksual antara Priska dengan ivan
itu buruk (meskipun mereka sudah terikat oleh sakramen perkawinan, yang bagi platon
hanya meminimalkan keburukan).
Pada akhir buku VI politei, platon membagi objek ke dalam dua bagian realitas
dengan garis lurus AE (gambar 17). Realitas material dan non- material dipisahkan oleh
garis horizontal pada C. bagian AC dibagi lagi oleh garis horizontal pada B dan bagian
CE dipisahkan oleh garis horizontal pada D. sub bagian DE mereprentasikan gambaran,
refleksi dan bayangan dari objek – objek fisik. Sub bagian CD mereprentasikan objek-

9
objek fisik itu sendiri. Pada bagian realitas non- material, sub -bagian BC
mereprentasikan objek- objek matematis dan AB merupakan forma platonisian. Forma
ini terdiri dari sifat – sifat kesempurnaan universal seperti, kabaikan;
keugaharian;kebulatan;kelurusan;dll. Menurut platon, jika suatu objek fisik dikatakan
bulat, maka itu tidak lain akibat emanasi dari forma kebulatan. Objek matematis bagi
platon berbeda dengan forma, karena objek matematis beragam, sedangkan forma bersifat
tunggal, misalnya, kita dapat membandingkan antara lebih dari satu lingkaran, sedangkan
kita tidak bisa membandingkan sifat keugaharian yang berbeda.
Bagi platon, langkah awal untuk mengecap realitas non- material (mencapai suatu
keutamaan/ arete) adalah mempelajari matematika. Seseorang harus mempelajari
geometri untuk memudahkan ia dalam proses menangkap ide tentang kebenaran dan
seseorang harus mempelajari teori bilangan untuk memfasilitasi evolusi jiwanya dari
dunia material ke dunia non- material (politeia 525c dan 526e). platon adalah filsuf
Yunani klask yang pertamakali mengusulkan bahwa matematika merupakan jalan yang
harus dilalui dalam perziarahan menuju keutamaan.
4. Gagasan Matematika Aristoteles
Aristoteles merupakan pelajar academia yang menuntut ilmu disana sepanjang 20
tahun. Akan tetapi, dalam hal merumuskan kodrat matematika, ia tidak sejalan dengan
platon. Bagi Aristoteles, kata ‘satu’ bukan merujuk pada objek fisik, misalkan ‘satu botol
anggur merah’ kontribusi Aristoteles dalam matematika terbagi menjadi dua bagian, yaitu
pada bidang logika dan konsepnya tentang ketidakberhinggaan. Hanya tentang logika
Aristotelian yang dibahas disini. Sedangkan tentang ketidakhinggaan akan dibahas pada
lain waktu.
Logika Aristotelian terbagi kedalam dua bagian, yaitu analytika (yang biasa
tersebut sebagai logika dalam kehidupan sehari – hari) bertujuan untuk memeriksa
argumentasi yang brtumpu pada pengambilan keputusan yang benar dan dialektika (yang
disebut oleh Aristoteles sebagai logika) bertujuan untuk menelusuri argumen yang
bertolak dari hipotesis, yaitu anggapan dasar yang masih harus diverifikasi. Aristoteles
menyandarkan sistematika logika – nya pada tiga prinsip utuma, yaitu kategoria (pangkal
dari predikat ); prinsip identitas; dan syllogismos.

10
Idea yang ditangkap oleh manusia sebagai kosep, diterangkan oleh Aristoteles
sebagai trem (istilah). Idea didalam semesta bagi Aristoteles terbagi kedalam kategoria,
yaitu;
a. Subtansi
b. Kualitaas
c. Kuantitas
d. Relasi
e. Tempat
f. Sikap (to be)
g. Keadaan (to have)
h. Kerja/fungsi (aktif)
i. Derita/objek (objek)
Sementara itu, kategoria hanya mungkin jika prinsip identitas diakui. Contohnya,
‘Dia adalah sandy’. Sedangkan prinsip identitas hanya mungkin jika prinsip non –
kontrakdiksi juga diakui, misalnya ‘ Sandy bukan ivan’. Tidak mungkin jika ‘Sandy
sekaligus ivan’. Disini juga berlaku prinsip eliminasi, misalkan ‘Dia Sandy atau bukan
Sandy’, dimana kemungkinan ketiga tidak ada.
Berdasarkan prinsip – prinsip inilah, kemudian dapat dibangun proses logika yang
sistematis, yakni melalui dua kemungkinan berikut; pertama analytika priori yang
dilakukan dalam logika formal atau juga disebut logika minor. Kedua, melalui analytika
posteriori yang berkaitan dengan persoalan yang lebih sukar dan mendasar, serta
dilakukan dalam logika material atau disebut juga logika mayor.
Logika formal atau analytika priori terdiri atas dua macam proses pengambilan
keputisan, yaitu secara deduktif dan induktif. Proses pengambilan keputusan secara
induktif terjadi jika rasio membuat kesimpulan abstrak (umum) dari hal – hal konkret
(khusus). Proses pengambilan keputusan secara deduktif terjadi jika rasio membuat
kesimpulan dengan bergerak dari kebenaran universal menuju suatu keputusan baru.
Dengan kata lain, penalar induktif lebih banyak bergantung pada unsur- unsur material,
sedangkan penalaran deduktif dianggap tidak bergantung pada pengalaman – pengalaman
inderawi. Karena itu bagi Aristoteles, proses penalaran deduktif merupakan hal yang
penting bagi penemuan pengetahuan yang baru.

11
Logika material/ analytika posteriori bekarja melalui tiga cara, yaitu sillogimos
demostratif, syllogismos dialektik; dan syllogismos sofitik. Sains bagi Aristoteles
sesungguhnya bersifat sangat demonstrative. Pandangan ini mencerminkan orientasi
Aristoteles yang bersifat empiris berlawanan dengan platon yang bersifat idealistis.
Sementara itu, syllogis dialektik tidak mutlak bertumpu pada kebenaran niscaya, tetapi
dapat bekerja berdasarkan prinsip-prinsip yang mungkin guna menarik kesimpulan.
Aristoteles merupakan orang pertama yang merumuskan apodiksi dalam bentuk
(syllogismos. Berikut ini ditampikan contoh klasik penerapan syllogismos;
1. Premis Mayor (PM): Semua orang Kristen brengsek.( M→ 𝑃)
2. Premis Minor (pm): ivan adalah orang Kristen.(S→ 𝑀)
3. kataleze ; Ivan brengsek.(S→ 𝑃)
Dalam prosedur ini, M (middle trem) merupakan kunci yang menghubungkan PM dengan
pm sedemikian rupa, sehingga S (subjek) tidak mungkin selain P (predikat).
Logika klasik yang terintis oleh Aristoteles merupakan fondasi bagi
perkembangan logika symbol yang dimulai pada abad ke – 19 lalu. Namun, seperti yang
diungkapkan oleh imanuel kant, semenjak dua ribu tahun penemuan logika, hampir tidak
ada perkembangan yang berarti pasca logika Aristotelian. Kendati demikian, dalam
Critique of pure reason, kant juga mengkritik Aristoteles dengan mengajukan hanya
terdapat empat buah kategori yang berlaku dalam logika transcendental Kantian.

12
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Bangsa Yunani mengadopsi matematika dari unsur-unsur geometri dan aljabar
yang telah ditemukan lebih dahulu oleh bangsa mesir dan Mesopotamia. Akan tetapi,
dengan cepat mereka mengembangkan ide-ide matematika meraka sendiri. Dan untuk
pertama kali sepanjang sejarah matematika, bangsa Yunani mengawali tradisi
pengakuan atas klaim penemuan individu. Sistem Yunani ini berbasis 10 serupa
dengan system numerasi yang digunakan oleh bangsa mesir,(bahkan lebih mirip
dengan system numerasi bangsa Romawi yang dikenal saat ini). Sepanjang periode
Yunani kuno pemikir-pemikir matematika individual yang sangat berpengaruh pada
pemikiran dua filsuf besar Yunani klasik adalah Platon dan muridnya Aristoteles. Dan
beberapa matematikawan yaitu Thales, Pythagoras, Platon dan Aristoteles.

13
DAFTAR PUSTAKA

Sulisworo. Dwi, Tri,Wahyuningsih, Baehaqi. Didik Arif. 2012. Identitas bangsa.


Yogyakarta: Penerbit UAD.
https://www.academia.edu/29693152/SEJARAH_PEMIKIRAN_MATEMATIKAWAN
_YUNANI_KUNO diakses pada Rabu 09/10/2019
https://id.wikipedia.org/wiki/Matematika_Yunani diakses pada Rabu 09/10/2019

14

Anda mungkin juga menyukai