Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH SEJARAH MATEMATIKA

PERKEMBANGAN MATEMATIKA YUNANI


SETELAH EUCLID

DISUSUN OLEH :
Ayu Yunita 06081181823064
Chamila Putri Audina 06081181823002
Khofifah Indah Sari 06081181823005
Siti Aisyah 06081281823025

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Somakim, M.Pd.
Jeri Araiku, S.Pd., M.Pd.

PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi
rahmat dan karunianya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah Sejarah Matematika Yunani Setelah Euclid ini. Makalah ini dibuat atas
tugas dari Dosen Mata Kuliah Sejarah Matematika, disamping itu juga ditujukan
sebagai media pembelajaran kami dalam melengkapi kegiatan perkuliahan.

Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapah
Somakim dan Bapak Jeri selaku Dosen Mata Kuliah Sejarah Matematika yang
telah memercayakan tugas makalah ini kepada kami. Ucapan terima kasih juga
kami tujukan kepada seluruh pihak yang telah membantu khususnya anggota dari
kelompok kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami selalu merasa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Indralaya, 23 Februari 2019


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Bangsa Yunani yang kebudayaannya berasal dari pembauran peradaban


maju telah memberikan pengaruh besar dalam perkembangan matematika.
Bangsa Yunani mengadopsi unsur-unsur matematika dari peradaban
sebelumnya, yaitu Mesir dan Mesopotamia, lalu mengembangkan ide-ide
matematika mereka sendiri. Banyak filsuf-filsuf matematika Yunani yang
memberikan sumbangsih luar biasa mulai dari periode klasik, yaitu Thales,
Pythagoras, Euclid, hingga filsuf-filsuf periode helenistik seperti Archimedes.

Dari sinilah penyusun ingin mengangkat topik mengenai “Sejarah


Perkembangan Matematika Yunani”. Namun pada makalah ini, penyusun
tidak akan membahas sejarah matematika Yunani pada periode klasik,
melainkan setelahnya. Sehingga penyusun memberi judul makalah ini
“Sejarah Matematika: Perkembangan Matematika Yunani Setelah Euclid”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana sejarah perkembangan matematika Yunani setelah Euclid?

1.2.2 Siapa saja ilmuwan Yunani di bidang matematika setelah Euclid?

1.2.3 Apa saja sumbangsih ilmuwan-ilmuwan tersebut dalam perkembangan


matematika?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui bagaimana sejarah perkembangan matematika Yunani


setelah Euclid.

1.3.2 Mengetahui siapa saja ilmuwan Yunani di bidang matematika setelah


Euclid.

1.3.3 Mengetahui apa saja sumbangsih ilmuwan-ilmuwan tersebut dalam


perkembangan matematika.
BAB II

PEMBAHASAN

Euclid adalah ilmuwan besar Yunani yang memberikan sumbangan besar


terhadap perkembangan ilmu ukur dan matematika. Ia menulis buku tentang ilmu
ukur yang diberi judul The Element. Beliau hidup sekitar 323 – 285 BC. Setelah
Euclid juga muncul beberapa tokoh ilmuwan Yunani di bidang matematika.
Berikut ilmuwan-ilmuwan Yunani di bidang matematika tersebut, yaitu:

1. Archimedes (287 – 212 BC)


2. Appolonius of Perga (262 – 190 BC)
3. Nicomendes (ca. 240)
4. Eratosthenes of Cyrene (ca. 230)
5. Heron of Alexandria (ca. 75)
6. Nicomachus of Gerasa (ca. 100)
7. Claudius Ptolemy (85 – 160)
8. Diophantus (ca. 250)
9. Pappus of Alexandria (ca. 300)
10. Theon of Alexandria (365 – 395)
11. Hypatia (d. 415)
12. Proclus (410 – 485)

Berikut akan dijelaskan sumbangsih tokoh-tokoh matematika Yunani dalam


mengembangkan matematika, yaitu:

Bidang Geometri

Warisan Matematika Yunani, terutama dalam geometri, sangat besar. Dari


periode awal orang-orang Yunani merumuskan tujuan matematika tidak dalam hal
prosedur praktis tetapi sebagai disiplin teoritis berkomitmen untuk
mengembangkan proposisi umum dan demonstrasi formal. Kisaran dan
keragaman temuan mereka, terutama yang dari abad 3SM, geometri telah menjadi
materi pelajaran selama berabad-abad, meskipun tradisi yang ditransmisikan ke
Abad Pertengahan dan Renaissance tidak lengkap dan cacat. Peningkatan pesat
dari matematika di abad ke-17 didasarkan sebagian pada pembaharuan terhadap
matematika kuno dan matematika pada jaman Yunani. Mekanika dari Galileo dan
perhitungan-perhitungan yang dibuat Kepler dan Cavalieri, merupakan inspirasi
langsung bagi Archimedes. Studi tentang geometri yang dilakukan oleh
Apollonius dan Pappus dirangsang oleh pendekatan baru dalam geometri-
misalnya, analitik yang dikembangkan oleh Descartes dan teori proyektif dari
Desargues Girard.

1. Archimedes dengan Lingkaran dan Phi (𝜋)

Dalam Matematika, kontribusi Archimedes tercatat mulai dari


pemecahan masalah dengan menggunakan apa yang kita kenal sekarang
sebagai Kalkulus, hingga Teori Bilangan. Salah satu masalah yang ia geluti
dalam Teori Bilangan baru terpecahkan di tahun 1965.

Dalam Geometri, yang akan kita bahas sekarang, nama Archimedes


melekat pada rumus luas lingkaran. Persisnya, Archimedes membuktikan
bahwa luas lingkaran sama dengan setengah keliling kali jari-jarinya. Jika π
menyatakan rasio keliling terhadap diameter lingkaran (yang kelak akan
ditaksir nilainya oleh Archimedes), maka luas lingkaran sama π kali jari-jari
kuadrat. (Pada waktu itu, Archimedes tidak menggunakan lambang bilangan π.
Lambang ini baru dipakai oleh William Jones pada tahun 1706.)

Bagaimana Archimedes membuktikan rumus luas lingkaran tersebut?


Dengan memotong lingkaran menjadi sejumlah bagian, dan menyusun
potongan-potongan lingkaran tersebut seperti pada gambar di bawah ini,
tampak bahwa luas lingkaran kira-kira akan sama dengan setengah keliling kali
jari-jarinya.
Archimedes membuktikan bahwa luas lingkaran memang persis sama
dengan setengah keliling kali jari-jarinya, sebagai berikut. Andaikan
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛 = 𝐿 > 𝑇 = ½ × 𝑘𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 × 𝑗𝑎𝑟𝑖 − 𝑗𝑎𝑟𝑖. Pilih bilangan
asli n cukup besar sedemikian sehingga

𝑇 < 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑖 2𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑛 < 𝐿.

Misal AB adalah salah satu sisi pada segi 2𝑛 beraturan tersebut. Pada
segitiga OAB, ruas garis ON tegak lurus terhadap AB. Di sini, |𝑂𝑁| < 𝑗𝑎𝑟𝑖 −
𝑗𝑎𝑟𝑖 (lihat gambar pada halaman berikut). Jadi,

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑖 2𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑎𝑛 = 2𝑛 × (½|𝐴𝐵| × |𝑂𝑁|)

= ½ × (2𝑛 |𝐴𝐵| × |𝑂𝑁|)


< ½ × 𝑘𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 × 𝑗𝑎𝑟𝑖
− 𝑗𝑎𝑟𝑖

= 𝑇,

bertentangan dengan yang kita ketahui sebelumnya. Jadi pengandaian bahwa


L > T mestilah salah.

Dengan cara yang serupa, Archimedes juga sampai pada kesimpulan


bahwa L < T juga tidak mungkin terjadi. Jadi, berdasarkan Hukum Trikotomi,
kemungkinan yang tersisa adalah L = T, dan ini adalah fakta yang ingin
dibuktikan.

Berdasarkan temuan ini, kita dapatkan bahwa luas lingkaran berdiameter


1 sama dengan K/4, dengan K menyatakan keliling lingkaran berdiameter 1.
Selanjutnya, misal L menyatakan luas lingkaran berjari-jari r. Maka,
berdasarkan temuan Antiphon dan Eudoxus sebelumnya, yang menyatakan
bahwa luas lingkaran sebanding dengan kuadrat dari diameternya, kita
mempunyai

𝐿 (2𝑟)2
= 2
𝐾/4 1

Akibatnya, kita peroleh 𝐿 = 𝐾𝑟 2 . Masalahnya adalah, berapa nilai K


tersebut? Ingat bahwa K sama dengan keliling lingkaran berdiameter 1.
Menggunakan lambang bilangan yang diperkenalkan oleh William Jones, K
adalah bilangan π yang nilainya kira-kira sama dengan 3,14.

Archimedes pun penasaran ingin mengetahui berapa nilai π yang


merupakan perbandingan keliling lingkaran dan diameternya. Dengan
menggunakan segi 96 beraturan “yang memuat lingkaran”, Archimedes
memperoleh taksiran

22
𝜋 < .
7

Langkah-langkah yang dilakukannya untuk memperoleh taksiran ini


adalah sebagai berikut. Mulai dengan segi enam beraturan yang memuat
lingkaran (berjari-jari r sembarang), Acrhimedes mendapatkan bahwa 𝜋 <
2√3 ≈ 530/153.

Selanjutnya, Archimedes membagi dua sudut di titik puncak segitiga


(yang berimpit dengan titik pusat lingkaran) pada segi enam beraturan tadi, dan
menaksir keliling lingkaran dengan keliling segi 12 beraturan yang memuat
lingkaran. Dengan menggunakan kesebangunan dua segitiga dan perhitungan
perbandingan panjang sisisisi segitiga yang terlibat (dengan teliti), Archimedes
mendapatkan taksiran yang lebih halus, yaitu 𝜋 < 12 × 153/571 =
1836/571.

Ia kemudian membagi dua lagi sudut di titik puncak segi 12 beraturan


untuk memperoleh segi 24 beraturan dan, dengan perhitungan yang semakin
rumit, ia mendapatkan taksiran berikutnya, yaitu 𝜋 < 24 × 153/1162,125.
Perhatikan betapa Archimedes tidak ingin mengabaikan nilai 0,125 yang sama
dengan 1/8 itu dalam perhitungannya, guna mendapatkan taksiran yang teliti
untuk π.

Langkah yang serupa dilakukan lagi oleh Archimedes, sehingga ia


memperoleh taksiran untuk π melalui segi 48 beraturan, yaitu 𝜋 < 48 ×
153/2334,25, dan akhirnya melalui segi 96 beraturan, π < 96 ×
153/4673,5 = 22/7. Eureka!

Apakah Archimedes berhenti sampai di sini? Tidak, ia masih


melanjutkan menaksir nilai π “dari sebelah kiri”, dengan menggunakan segi 96
beraturan “di dalam lingkaran”. Dalam hal ini, ia memperoleh taksiran π >
223/71. Dengan hasil ini, Archimedes menyimpulkan bahwa 223/71 < π <
22/7. Bila kita kemudian menganggap π ≈ 22/7, maka kesalahan dalam
penaksiran ini tentunya takkan lebih daripada 22/7 – 223/71 ≈ 0,002.
Archimedes menuliskan hitung-hitungan di atas dalam karyanya yang berjudul
“Pengukuran pada Lingkaran” [T.L. Heath (ed.), The Works of Archimedes,
Dover Edition, 1953].

2. Appolonius of Perga dengan Irisan Kerucut

Tidak banyak informasi tentang Apollonius dari Perga yang lazim


disebut dengan pakar pengukur tanah (geometer) terbesar. Namun karya-
karyanya membawa dampak besar bagi perkembangan matematika. Buku
karyanya yang terkenal, Conics (kerucut), mengenalkan istilah-istilah yang
sekarang populer seperti: parabola, elips dan hiperbola.
Karya-karya Apollonius banyak yang hilang. Skema bilangan dari
Apollonius barangkali adalah salah satu yang terselamatkan dari bagian
terakhir buku II berjudul “Kumpulan Matematikal” (“Mathematical
Collections”) dari Pappus (Semua buku I dan awal buku II hilang). Apollonius
juga menulis Cara Cepat (“Quick Delivery”) yang berisikan pengajaran
tentang tip-tip atau teknik-teknik penghitungan cepat. Diketahui bahwa karya-
karya Apollonius yang hilang seperti: penjabaran nisbah/ratio (Cutting-Off
Ratio); penjabaran luas bidang (“Cutting-Off of an Area”); seksi penentu (“On
Determinate Section”); Tangen; titik potong (vergings) dan Plane Loci. *
Dari gambaran yang ditulis dari karya-karya Pappus dan para
pendahulunya, muncul gagasan, pada abad ke-17, untuk merekonstruksi buku-
buku geometri karya matematikawan Yunani kuno yang hilang, dimana
makalah karya Apollonius termasuk salah satu diantaranya. Kelak karya
Apollonius ditemukan oleh para bangsawan Perancis (termasuk Fermat) pada
abad 17 yang memberi pengaruh besar bagi pemikiran para matematikawan
Perancis pada umumnya dan [Pierre] Fermat pada khususnya.
Buku pertama “Conics” (“Kerucut”) membahas segala sesuatu tentang
hal-hal mendasar tentang kurva-kurva yang disebut “paling lengkap dan lebih
umum dibanding pengarang-pengarang lain.” Dalam buku ini pula disebutkan
theorema dan transformasi koordinat dari sistem yang didasarkan pada tangen
dan diameter pada titik P yang berada pada kerucut ke dalam sistem baru yang
ditentukan oleh tangen dan diameter dari titik Q yang berada pada kurva yang
sama. Apollonius sangat mengenal karakteristik hiperbola dengan asimtut
sebagai absisnya. Persamaan 𝑥𝑦 = 𝑐 2 adalah hiperbola sama sisi yang mirip
dengan rumus hukum Boyle tentang gas.
Buku II melanjutkan bahasan tentang tangen dan diameter. Dengan
menggunakan proposisi-proposisi dan gambar-gambar kurva.
Buku III disebut oleh Apollonius adalah yang paling membanggakan
karena disebutkan berisikan theorema-theorema yang bermanfaat untuk
melakukan (operasi) sintesis dan solid loci penentuan limit.Disebutkan olehnya
bahwa Euclid belum menyinggung topik ini.Locus tiga dan empat garis
memegang peran penting dalam matematika sejak Euclid sampai Newton.
Buku IV menggambarkan keinginan pengarangnya untuk menunjukkan
“Ada banyak cara bagian kerucut dapat saling berpotongan”. Ide tentang
hiperbola dua cabang yang berlawanan arah adalah gagasan Apollonius. Jenis-
jenis irisan kerucut: Jika sebuah bidang mengiris kerucut sejajar dengan satu
dan hanya satu generator, maka irisannya adalah parabola. Jika bidang pengiris
sejajar dengan dua generator, maka irisannya akan memotong kedua kulit dan
membentuk sebuah hiperbola. Sebuah elips terjadi jika bidang pengiris tidak
sejajar dengan generator mana pun.Lingkaran adalah kasus khusus dari elips,
yang terbentuk jika bidang pengiris memotong semua generator dan tegak lurus
sumbu kerucut.
Buku V berhubungan dengan maksimum dan minimum garis lurus yang
bersinggungan dengan kerucut. Pada saat buku ini dibuat, tidak pernah
terpikirkan bahwa konsep-konsep didalamnya kelak akan mendasari dinamika
bumi (terrestial) dan mekanika alam semesta (celestial). Tanpa pengetahuan
tentang tangen terhadap parabola mustahil analisis terhadap lintasan peluru
tidaklah dimungkinkan.
Buku VI, berisikan proposisi-proposisi tentang bagian dari kerucut
apakah sama atau berbeda, mirip atau berlainan. Terdapat satu proposisi yang
membuktikan bahwa apabila sebuah kerucut dipotong oleh dua garis sejajar
terjadilah bagian-bagian hiperbolik dan eliptik, bagian yang mirip namun tidak
sama.
Buku VII kembali membicarakan tentang mentasrifkan (conjungate)
diameter-diameter dan berbagai “proposisi-proposisi baru” yang membahas
diameter dari bagian-bagian kerucut. Conic Section hasil karya Apollonius ini
merupakan sebuah karya besar, karena berisi proposisi – proposisi yang
lengkap.

3. Pappus dengan Collection


Pada tahun 320SM, Pappus menulis sebuah buku yang sangat penting
yang berjudul “Collection” (Synagoge). Buku mathematical oleh collection
yang kadang disebut collection adalah karya Pappus yang terbesar yang berisi
kombinasi antara komentar dan sebagai buku panduan bagi karya-karya
geometri pada saat itu.
Buku ini dilengkapi dengan banyak sekali proposisi yang orisinil,
perbaikan-perbaikan dan perluasan proposisi geometri sebelumnya, serta
komentar-komentar. Buku ini dianggap penting dalam sejarah matematika,
karena antara lain:
1. Buku ini berisi catatan-catatan sejarah yang berharga tentang bagian-
bagian matematika Yunani yang belun diketahui sebelumnya, misalnya dalam
buku ini dapat diketahui bagaimana Archimedes menemukan tiga belas
semiregular polyhedral atau yang dikenal dengan “Arcimedean Solid”.
2. Dalam buku ini terdapat alternative pembuktian yang lain untuk
proposisi-proposisi Euclid, Archimedes dan Apollonius serta beberapa
tambahan lemma.
3. Terdapat penemuan-penemuan baru Pappus serta pengeneralisasian
yang sebelumnya belum pernah dikenal.
Dalam buku ini Pappus memberikan uraian tentang bagaimana metode
Apollonius menuliskan dan bekerja dengan bilangan-bilangan yang besar.
Dalam buku III Pappus membedakan dengan tajam antara problem-problem
bidang datar, benda-benda ruang (solid), dan linear. Menurut Pappus bidang
datar dapat dikonstruksi dengan hanya mneggunakan jangka dan mistar saja.
Solid dapat diselesaikan dengan menggunakan irisan kerucut, sedangkan untuk
linear diperlukan karya selain dari garis lurus, lingkaran dan irisan kerucut.
Dalam buku III ini Pappus memberikan beberapa bentuk penyelesaian
dari “ Tiga problematic” nya Yunani, yaitu penduakalian kubus, membagi
sudut sepertiga bagian yang sama besar dan mengkuadratkan lingkaran.
Problem yang pertama dan yang kedua dikategorikan oleh Pappus dengan
kategori Euclid, sedangkan problem yang ketiga sebagai linear.Lebih lanjut
Pappus mengatakan bahwa tidak mungkin ketiga problem ini dapat
diselesaiakan dengan hanya menggunakan jangka dan mistar.
Pappus memperlihatkan bahwa apabila dalam suatu setengah lingkaran
ADC dengan pusat O dibuat tegak lurus AC dan BF tegak lurus AD, maka DO
adalah rata-rata hitung, DE rata-rata geometri dan DF rata-rata harmonic dari
AB dan BC.
Dalam buku IV Pappus mengatakan bahwa untuk menyelesaiakn suatu
problem harus dilakukan konstruksi yang sesuai.Misalkan diketahui sudut
AOB terletak dalam suatu lingkaran dengan pusat O, dan misalkan lagi bahwa
OC adalah garis bagi sudut AOB. Lukis hiperbola dengan A sebagai salah satu
fokusnya, OC sebagai direktrisnya, dan dengan eccentrisitas sama dengan dua.
Maka salah satu cabang dari parabola ini akan memotonhg keliling lingkaran
suatu titik T, dimana sudut AOT adalah 1/3 dari sudut AOB.
Trisection kedua dari Pappus adalah dengan menggunakan hiperbola
sama sisi sebagai berikut: misalkan sisi OB dari sudut-sudut AOB adalah
diagonal suatu empat persegi panjang OABC. Melalui titik A dilukis suatu
hiperbola sama sisi dengan BC dan OC sebagai assimptot, dengan A sebagai
pusat dan jari-jari dua kali OB, dilukis suatu lingkaran yang memotong
hiperbola di P. dari titik P ditarik garis lurus PT kepada perpanjangan CE. Dari
sifat-sifat parabola, garis lurus melalui O dan T akan sejajar dengan AP dan
sudut AOT adalah 1/3 sudut AOB.
Dalam buku IV ini, Pappus juga melakukan generalisasi sedehana dari
teorema Pythagoras sebagai berikut:
Apabila ABC adalah suatu sembarang segitiga, dan apabila CGBF adalah
sembarang jajaran genjang yang dilukis pada kedua sisi segitiga itu, maka
Pappus membuat pada sisi AC suatu jajaran genjang ACKL yang luasnya sama
dengan luas kedua jajaran genjang semula.
Jajaran genjang ACKL ini dapat dilukis dengan jalan memperpanjang
sisi FG dan sisi ED yang akan saling berpotongan di titik A ke AC pada titik J.
Terakhir dilukis AD dan CK sejajar dengan HJ, maka terbentuklah jajaran
genjang ACKL.
Buku V dari collection adalah buku yang disenangi oleh komentator
matematika selanjutnya, karena dalam buku ini diperlihatkan tentang
kecerdikan lebah dalam membuat sarangnya. Menurut Pappus , dua segitiga
segibanyak beraturan yang mempunyai diameter yang sama, maka segibanyak
mempunyai sisi yang terbanyak akan mempunyai luas yang lebih besar
dbandingkan dengan yang mempunyai sisi lebih sedikit.
Oleh karena itu, Pappus menyimpulkan bahwa lebah telah
memperlihatkan pengertian matematika yang cukup tinggi dalam membuat
sarangnya, yaitu berbentuk hexagonal, bukan segitiga, bukan segiempat, atau
prisma. Dan juga bahwa luas suatu lingkaran dengan diameter yang sama
dengan sembarang segibanyak beraturan, akan selalu lebih besar dari luas
segibanyak beraturan itu.
Buku VI umumnya berhubungan dengan astronomi, dan aplikasi
matematika dalam astronomi, optic, dan mekanika.
Buku VII berisi tentang metode analisis data yang dikenal dengan nama “
Treasury of Analysis “. Ada dua belas karya yang didiskusikan dalam Treasury
of Analysis, yaitu:
1. Data.
2. Porisms.
3. Surface Loci.
(semuanya karya Euclid)
4. Conic Sections.
5. On Proportional Section.
6. On Optical Section.
7. On Determinate section.
8. Tangencion.
9. Varginge.
10. Place Loci.
(semuanya karya Apollonius)
11. On Means, karya Erastothenes.
12. Solid Loci, karya Aristaceus.
Teorema Troida (pusat gravitasi) dari Paul Guldin, seorang
mathematician pada abad ke 17 yang dianggap menemukan teorema ini, yaitu :
a. Apabila suatu busur dibidang datar diputar mengelilingi suatu sumbu yang
terletak sebidang dengan kurva itu, tetapi tidak memotong kurva, maka
luas permukaan benda putar yang terjadi adalah sama dengan perkalian
panjang busur dan panjang lintasan yang dilalui oleh pusat gravitasi busur
itu.
b. Apabila suatu kurva tertutup bidang datar diputar mengelilingi sumbu yang
terletak sebidang dengan kurva itu, tetapi tidak memotong kurva, maka isi
benda putar yang terjadi adalah sama dengan perkalian luas kurva dengan
panjang lintasan yang dilalui oleh pusat gravitasi busur itu.
Dalam buku ini dibicarakan tentang tempat kedudukan terhadap tiga dan
empat garis, yaitu: “apabila P1, P2, P3, dan P4 adalah panjang segmen-segmen
garis yang dilukis dari suatu titik P kepada empat garis yang diketahui, dan
membuat sudut-sudut tertentu dengan garis-garis ini, dan apabila P1P2 = kP3P4,
dimana k bilangan konstan, maka tempat kedudukan titik adalah suatu irisan
kerucut”. Yang dibuktikan oleh Apollonius.
Teorema lainnya adalah teorema Stewart, yaitu: ”apabila A,B,C, dan D
sembarang empat titik pada suatu garis, maka: (𝐴𝐷)2 (𝐵𝐶) + (𝐵𝐷)2 (𝐶𝐴) +
(𝐶𝐷)2 (𝐴𝐵) + (𝐵𝐶) (𝐶𝐴) (𝐴𝐵) = 0”.
Bahwa empat sinar dari suatu titik yang dipotong oleh dua transversal
masing-masingnya pada titik A,B,C,D dan titik A‘,B‘,C‘,D‘, maka kedua cross
ratio (AB/CD) dan (A‘B‘/C‘D‘) adalah sama, yang merupakan teorema dasar
dari geometri proyektif.
Buku VIII berisi bagaimana melukis suatu kerucut melalui lima titk yang
diketahui. “Apabila D,E,F adalah pada sisi BC,CA, dan AB dari suatu segitiga
ABC, sehingga BD/DC = CE/EA=AF/FC, maka segtiga DEF dan ABC
mempunyai pusat gravitasi yang sama.

Bidang Aljabar
1. Diophantus dengan Arithmetica

Sedikit yang diketahui tentang kehidupan Diophantus. Dia tinggal di


Alexandria, Mesir, mungkin dari antara tahun 200 dan 214-284 atau 298.
Sekitar tahun 250 seorang matematikawan Yunani yang bermukim di
Alexandria melontarkan problem matematika yang tertera di atas batu
nisannya, dalam batu nisannya tertulis: 'Di sini terletak Diophantus,' keajaiban
lihatlah.
Tidak ada catatan terperinci tentang kehidupan Diophantus, namun ia
meninggalkan problem tersohor itu pada Palatine Anthology, yang ditulis
setelah meninggalnya. Pada batu nisan Diophantus tersamar (dalam
persamaan) umur Diophantus.
"Seperenam kehidupan yang diberikan Tuhan kepadaku adalah masa
muda. Setelah itu, seperduabelasnya, cambang dan berewokku mulai tumbuh.
Ditambah sepertujuh masa hidupku untuk menikah, dan tahun kelima
mempunyai anak. Sialnya, setengah waktu dari kehidupanku untuk mengurus
anak. Empat tahun kegunakan bersedih".
Diophantus menulis Arithmetica, yang mana isinya merupakan
pengembangan aljabar yang dilakukan dengan membuat beberapa persamaan.
Persamaan-persamaan tersebut disebut sebagai persamaan Diophantin, yang
digunakan pada matematika sampai sekarang.
Pierre Fermat mengetahui buku Diophantus lewat terjemahan Clause
Bachet yang terbitkan pada tahun 1621. Problem kedelapan dari buku kedua
tentang cara membagi akar bilangan tertentu menjadi jumlah dua sisi panjang.
Rumus Pythagoras sudah dikenal orang Babylonia 2000 tahun silam yang
memberi inspirasi bagi Fermat untuk menuliskan TTF/ Teorema Terakhir
Fermat (Fermat Last Theorem).
Dalam Arithmetica, meski bukan merupakan buku teks aljabar akan
tetapi didalamnya terdapat problem persamaan 𝑥² = 1 + 30𝑦² dan 𝑥² =
1 + 26𝑦², yang kemudian diubah menjadi “persamaan Pell” 𝑥² = 1 + 𝑝𝑦²,
sekali lagi didapat jawaban tunggal, karena Diophantus adalah pemecah
problem bukan menciptakan persamaan dan buku itu berisikan kumpulan
problem dan aplikasi pada aljabar. Problem Diophantus untuk menemukan
bilangan 𝑥, 𝑦, 𝑎 dalam persamaan 𝑥² + 𝑦² = 𝑎² atau 𝑥³ + 𝑦³ = 𝑎³, kelak
mendasari Fermat mencetuskan TTF (Theorema Terakhir Fermat).
Susunan dalam Arithmetica tidak secara sistematik operasi-operasi
aljabar, fungsi-fungsi aljabar, atau solusi terhadap persamaan-persamaan
aljabar. Didalamnya terdapat 150 problem, dan semuanya diberikan lewat
contoh-contoh numerik yang spesifik, meskipun barangkali metode secara
umum juga diberikan. Sebagai contoh, persamaan kuadrat mempunyai hasil
dua akar bilangan positif dan tidak mengenal akar bilangan negative.
Diophantus menyelesaikan problem-problem menyangkut beberapa bilangan
tidak diketahui dan dengan penuh keahlian menyajikan banyak bilangan yang
diketahui.
Contoh: Diketahui bilangan dengan jumlah 20 dan jumlah kuadratnya
208; angka bukan diubah menjadi x dan y, tapi ditulis sebagai 10 + 𝑥 dan
10 – 𝑥 (dalam notasi modern). Selanjutnya, (10 + 𝑥)² + (10 − 𝑥)² =
208, diperoleh 𝑥 = 2 dan bilangan yang tidak diketahui adalah 8 dan 12.

Bidang Trigonometri
Astronomi adalah kekuatan pendorong di belakang kemajuan
trigonometri Yunani Kuno. Kemajuan trigonometri sebagian besar berawal dari
trigonometri bola karena aplikasinya adalah untuk astronomi. Tiga tokoh utama
yang berperan dalam pengembangan Trigonometri Yunani adalah Hipparchus,
Menelaus, dan Ptolemy. Ada kemungkinan kontributor lain tapi seiring waktu
karya-karya mereka telah hilang dan nama-nama mereka telah dilupakan.
Hipparchus diyakini menjadi orang pertama untuk menentukan
dengan tepat dari pengaturan naiknya waktu dan tanda-tanda zodiak. Pappus
dari Alexandria, yang adalah seorang guru dari matematika pada abad keempat,
mengamati bahwa "Hipparchus dalam bukunya tentang kenaikan dari dua belas
tanda-tanda menunjukkan zodiak dengan cara perhitungan numerik yang sama
busur setengah lingkaran dimulai dengan Cancer yang di saat memiliki
hubungan tertentu dengan satu sama lain tidak di mana-mana menunjukkan
hubungan yang sama antara waktu di mana mereka bangkit”
Dalam pekerjaan Astronomi Hipparchus membutuhkan tabel rasio
trigonometri. Hal ini diyakini bahwa ia menghitung tabel pertama akord untuk
tujuan ini. Dia menilai setiap segitiga sebagai yang tertulis dalam sebuah
lingkaran, sehingga masing-masing pihak menjadi akord. Sementara akord
yang mudah untuk menghitung dalam beberapa kasus khusus dengan
pengetahuan Euclidean, untuk menyelesaikan mejanya Hipparchus akan perlu
tahu banyak formula pesawat trigonometri bahwa ia baik berasal dirinya
sendiri atau dipinjam dari tempat lain. Hipparchus dikreditkan sebagai
generalisasi ide Hypsicles 'membagi ekliptika menjadi 360 derajat, ide yang
dipinjam dari para astronom Babilonia, dengan membagi setiap lingkaran
menjadi 360 derajat. Dia membagi diameter menjadi 120 unit dan menyatakan
jumlah yang lebih kecil dari derajat sebagai pecahan sexagesimal, dalam gaya
Babel.

Bidang Teori Bilangan


1. Eratosthenes dengan Saringan Eratosthenes
Eratosthenes adalah penduduk asli dari Cyrene (Libya) di pantai selatan
Laut Mediterania dan hanya beberapa tahun lebih muda dari Archimedes. Dia
tidak pernah menikah dan dikenal sombong. Dia belajar di Alexandria dan
untuk beberapa tahun di Athena. Pada 236 SM, ia ditunjuk oleh Ptolemy III
Euergetes I sebagai pustakawan Perpustakaan Alexandria, menggantikan
Zenodotos. Sekitar tahun 255 SM, ia menciptakan bola armilar yang digunakan
secara luas hingga diciptakannya oreri pada abad 18. Pada 195 SM, ia
mengalami kebutaan dan selama setahun membiarkan dirinya kelaparan hingga
meninggal. Ia dicatat oleh Cleomedes dalam On the Circular Motions of the
Celestial Bodies sebagai orang yang telah menghitung keliling Bumi pada
tahun 240 SM, menggunakan metode trigonometri dan pengetahuan mengenai
sudut kemiringan Matahari saat tengah hari di Alexandria dan Syene (Aswan,
Mesir).
Dalam beberapa usaha penemuan yang bertujuan mengkaji hubungan
antar bilangan prima, dikenal pula bilangan prima kembar (twin primes) yang
merupakan pasangan bilangan prima yang memenuhi kaidah p dan p+2 dengan
p adalah bilangan prima. Sebagai contoh, 3 dan 5, 11 dan 13, 29 dan 31.
Saringan Eratosthenes merupakan cara paling sederhana dan paling cepat
untuk menemukan bilangan prima sebelum ditemukan Saringan Atkin pada
tahun 2004. Saringan Atkin merupakan cara yang lebih cepat, namun lebih
rumit dibandingkan dengan Saringan Eratosthenes. Misalkan kita akan
menentukan semua bilangan prima antara 1 sampai n menggunakan Saringan
Eratosthenes, langkah-langkahnya adalah
1. Tulis semua bilangan antara 1 sampai n, sebut daftar A.
2. Buat daftar yang masih kosong, misal daftar B.
3. Coret bilangan 1 dari daftar A.
4. Tulis 2 pada daftar B, lalu coret 2 dan semua kelipatannya dari daftar A.
5. Bilangan pertama yang belum dicoret dari daftar A (misalnya 3) adalah
bilangan prima. Tulis di daftar B, lalu coret bilangan ini dan semua
kelipatannya.
6. Ulangi langkah 4 sampai semua bilangan di daftar A tercoret.
7. Semua bilangan di daftar B adalah bilangan prima.

Bidang Aplikasi Matematika


Heron dari Alexandria adalah seorang matematikawan Yunani kuno dan
insinyur yang aktif di kota kelahirannya Alexandria, Mesir Romawi . Ia hidup
antara abad ke-1 SM dan abad 1 Masehi . Dia dianggap sebagai eksperimen
terbesar zaman kuno dan karyanya merupakan perwakilan dari tradisi keilmuan
Yunani.
Heron banyak sekali menulis buku mengenai matematika dan fisika dan
dikenal sebagai “Ahli Aplikasi Matematika”. Karya heron adalah sebagai
berikut :
1. Dalam mekanika berhubungan dengan deskripsi tentang alat-alat
mekanika (mesin). Heron menerbitkan sebuah deskripsi tentang mesin
bertenaga uap yang disebut Aeolipile (sering juga disebut “mesin
Heron”). Heron’s Aeolipile pada umumnya digunakan pada mesin jet.
Diantara penemuannya yang paling terkenal adalah sebuah roda angin
(windwheel), merupakan contoh paling awal untuk memanfaatkan angin
di darat.
2. Dalam sejarah matematika yang paling penting dari karya Geometri
Heron adalah Metrica nya, yang ditulis dalam tiga buku dan ditemukan di
Constantinopel oleh R. baru-baru ini pada tahun 1896. Tidak banyak
terdapat pembuktian tetepi banyak sekali ditemukan contoh-contoh
perhitungan dengan panjang, luas, dan isi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bangsa Yunani meberikan pengaruh besar dalam perkembangan


matematika. Banyak tokoh-tokoh matematika Yunani yang telah memberikan
sumbangsih pemikiran dalam berbagai bidang matematika seperti, geometri,
aljabar, teori bilangan, trigonometri, hingga aplikasi matematika dalam
kehidupan yang masih kita gunakan sampai sekarang serta masih terus
dikembangkan oleh ahli matematika modern.

3.2 Saran

Makalah tentang Perkembangan Matematika Yunani setelah Euclid ini


adalah sebagai salah satu bahan studi pustaka bagi masyarakat khususnya
bagi para mahasiswa matematika dalam mengetahui sejarah perkembangan
matematika Yunani pada masa setelah Euclid
Makalah ini menyajikan berbagai informasi tentang sejarah
perkembangan matematika Yunani pada masa setelah Euclid, Tokoh-tokoh
matematika Yunani beserta sumbangsihnya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar dalam penyusunan makalah yang akan datang dapat lebih
baik lagi.
Daftar Pustaka

Burton, David M. 1999. The History of Mathematics. McGraw-Hill Companies:


USA

Gunawan, Hendra. 2013. Gara-Gara Hantu Lingkaran. di personal.fmipa.itb.ac.id


(diakses 27 Februari 2019)

Marsigit, M. A. Sejarah dan Filsafat Matematika. di staff.uny.ac.id (diakses 26


Februari 2019)

http://hanmatematika.blogspot.com/2013/01/apollonius.html (diakses 27 Februari


2019)

http://yunipebriani.blogspot.com/2015/12/matematika-yunani.html (diakses 25
Januari 2019)

Anda mungkin juga menyukai