Diophantus tinggal di Alexandria, Mesir, mungkin dari antara tahun 200 dan 214-284
atau 298. Dia merupakan seorang matematikawan Yunani yang bermukim di Iskandaria,
pada waktu itu Alexandria adalah pusat pembelajaran Matematika. Diophantus terkenal
dengan karyanya yang berjudul Arithmetica. Arithmetica adalah suatu pembahasan analitis
teori bilangan yang berisi tentang pengembangan aljabar yang dilakukan dengan membuat
persamaan. Persamaan-persamaan tersebut dikenal sebagai Diophantine Equation
(Persamaan Diophantine).
Persamaan deophantine merupakan suatu persamaan yang mempunyai solusi yang
diharapkan berupa bilangan bulat. Persamaan Diophantine tidak harus berbentuk persamaan
linier, bisa saja kuadrat, kubik, atau lainnya selama mempunyai solusi bilangan bulat. Bentuk
paling sederhananya diberikan oleh ax+by=c dimana a, b koefisien dan c konstanta bulat
yang diberikan. Penyelesaian persamaan Diophantine adalah semua pasangan bilangan bulat
(x, y) yang memenuhi persamaan ini. Jika d adalah FPB dari a dan b, maka agar persamaan di
atas mempunyai solusi maka d harus dapat membagi c.
Diophantine menyampaikan dalam susunan Arithmetica tidak secara sistimatik
operasi-operasi aljabar, fungsi-fungsi aljabar atau solusi terhadap persamaan-persamaan
aljabar. Diophantine dalamnya terdapat 150 problem, semua diberikan lewat contoh-contoh
numerik yang spesifik, meskipun barangkali metode secara umum juga diberikan. Sebagai
contoh, persamaan kuadrat mempunyai hasil dua akar bilangan positif dan tidak mengenal
akar bilangan negatif. Diophantus menyelesaikan problem-problem menyangkut beberapa
bilangan tidak diketahui dan dengan penuh keahlian menyajikan banyak bilangan-bilangan
yang tidak diketahui.
Tidak ada catatan terperinci tentang kehidupan Diophantus, namun meninggalkan
problem tersohor itu pada Palatine Anthology, yang ditulis setelah meninggalnya. Pada batu
nisan Diophantus tersamar (dalam persamaan) umur Diophantus : "Seperenam kehidupan
yang diberikan Tuhan kepadaku adalah masa muda. Setelah itu, seperduabelasnya, cambang
dan berewokku mulai tumbuh. Ditambah sepertujuh masa hidupku untuk menikah, dan tahun
kelima mempunyai anak. Sialnya, setengah waktu dari kehidupanku untuk mengurus anak.
Empat tahun kegunakan bersedih". Dari deskripsi tersebut dapat diperkirakan, misal umur
adalah X, maka X = 1/6X + 1/12X + 1/7X + 5 +1/2X + 4. Sehingga akan diperoleh nilai X =
84.
Karya Diophantus
Diophanus menulis Arithmetica. Diophantus menulis lima belas namun hanya enam
buku yang dapat dibaca, sisanya ikut terbakar pada penghancuran perpustakaan besar di
Alexandria. Sisa karya Diophantus yang selamat sekaligus merupakan teks bangsa Yunani
yang terakhir yang diterjemahkan. Buku terjemahan pertama kali dalam bahasa Latin
diterbitkan pada tahun 1575. Prestasi Diophantus merupakan akhir kejayaan Yunani kuno.
Dalam Arithmetica, meski bukan merupakan buku teks aljabar akan tetapi didalamnya
terdapat problem persamaan x² = 1 + 30y² dan x² = 1 + 26y², yang kemudian diubah menjadi
“persamaan Pell” x² = 1 + py²; sekali lagi didapat jawaban tunggal, karena Diophantus adalah
pemecah problem bukan menciptakan persamaan dan buku itu berisikan kumpulan problem
dan aplikasi pada aljabar. Problem Diophantus untuk menemukan bilangan x, y, a dalam
persamaan x² + y² = a² atau x³ + y³ = a³, kelak mendasari Fermat mencetuskan TTF
(Theorema Terakhir Fermat). Prestasi ini membuat Diophantus seringkali disebut dengan ahli
aljabar dari Babylonia dan karyanya disebut dengan aljabar Babylonia.
Pengaruh Diophantus
Karya Diophantus 'memiliki pengaruh besar dalam sejarah. Edisi Arithmetica
memberikan pengaruh besar pada perkembangan aljabar di Eropa pada akhir abad keenam
belas dan melalui abad 17 dan 18. Diophantus dan karya-karyanya juga telah mempengaruhi
matematika Arab dan ketenaran besar di antara matematikawan Arab. Karya Diophantus
'menciptakan dasar untuk aljabar dan pada kenyataannya banyak matematika canggih
didasarkan pada aljabar.
Sumbangsih Diophantus
Seringkali disebut dengan ”Bapak aljabar" Babylonia. Karya-karyanya tidak hanya
mencakup tipe material tertentu yang membentuk dasar aljabar modern; bukan pula mirip
dengan aljabar geometri yang dirintis oleh Euclid. Diophantus mengembangkan konsep-
konsep aljabar Babylonia dan merintis suatu bentuk persamaan sehingga bentuk persamaan
seringkali disebut dengan persamaan Diophantine (Diophantine Equation) menunjuk bahwa
Diophantus cukup memberi sumbangsih bagi perkembangan matematika.
Dmitri Mendeleev
Taqi ad-Din telah digambarkan sebagai orang Arab, Turki Ottoman dan Suriah. The
Encyclopaedia of Islam tidak menyebutkan etnisitas, hanya memanggilnya, "..Astronom
paling penting dari Turki Ottoman"
Taqi al-Din yang lahir pada 1526 M mengabdikan dirinya untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di kekhalifahan Turki Utsmani. Salah satunya mengabdi sebagai
kepala observatorium. Dia meninggal di Istanbul pada 1585 M.
Pada era itu, tak ada ilmuwan di Eropa yang mampu menandingi kepakarannya. Hal
ini bisa dipahami karena Taqi al-Din adalah ilmuwan multitalenta yang menguasai berbagai
disiplin ilmu.
Setidaknya, lebih dari 90 judul buku dengan beragam bidang kajian telah ditulisnya.
Sayangnya, hanya tinggal 24 karya monumentalnya yang masih tetap eksis. Sederet
penemuannya juga sungguh menakjubkan. Pencapaiannya dalam menemukan berbagai alat
mendahului para ilmuwan Barat.
Dalam bukunya berjudul al-Turuq al-Samiyya fi al-Alat al-Ruhaniyya, sang ilmuwan
serba bisa ini memaparkan cara kerja mesin uap air dan turbin uap air. Padahal, ilmuwan
Eropa Giovani Branca baru menemukan tenaga uap air pada 1629 M.
Kecemerlangan al-Din pada ilmu pengetahuan tak timbul dengan sendirinya. Sang
ayah, Maruf Efendi, menjadi guru pertamanya. Dimulai dengan menekuni bidang keagamaan
sebagai fondasi dasar semua ilmu, sang ayah lalu mengirimkannya untuk belajar ilmu
pengetahuan umum di Suriah dan Mesir.
Dari sinilah, al-Din menimba ilmu matematika dari Shihab al-Din al-Ghazzi,
sedangkan guru astronominya yang paling berpengaruh adalah Muhammad bin Abi al-Fath
al-Sufi. Dari semua ilmu yang dipelajarinya, matematika menjadi bidang favoritnya.
Kesukaannya kepada ilmu berhitung itu diungkapkan Taqi al-Din dalam kata pengantar
beragam buku yang ditulisnya.