Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULAN

A. Latar Belakang

Paradoks zeno adalah sebuah pernyataan dari zeno yang berbeda


dengan pendapat orang lain pada umumnya, namun meskipun berbeda
hebatnya dia bisa menjelaskan dan mempertahankan argumennya sehingga
ditetapkan paradoksnya di dalam sejarah matematika. Paradoksnya yang
paling terkenal adalah tentang lomba lari antara arciles dengan kura-kura.
Apabila dalam kejadian yang serupa dan terus-menerus Diulangi Maka
hasilnya akan tetap sama. Dan adapun hasilnya adalah kemenangan tetap
dimiliki oleh kura-kura.

Secara umum pasih orang mengatakan bahwa kura-kura sangat lambat


jika diadu untuk berlari namun berbeda halnya dengan yang satu ini, kura-
kura menang menurut paradoks zeno, hal ini dikarenakan arciles menyuruh
kura-kura duluan berlari berlari berlari berlari dan setelah kura-kura di titik 1
km baru arciles mulai berlari. Setelah hampir menuju finish yang berjarak 2
km dari titik start akhirnya kemenangan jatuh kepada kura-kura. Hal ini
merupakan salah satu yang mempengaruhi perkembangan pola pikir manusia
dalam berhitung pada masa itu.

B. Rmusan Masalah
1. Kenapa paradox zeno menjadi pemisah antara cara berhitung sebelum dan
sesudahnya?
2. Bagaimana cara berhitung pada masa sebelum paradoks zeno ?
3. Bagaimana cara berhitung sesudah paradoks zeno ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana cara berhitung sebelum dan sesudah paradoks
zeno

1
PEMBAHASAN

A. Berhitung Sebelum Paradoks Zeno

Berhitung pada sebelum Paradoks Zeno lebih bercorak praktis.


Dimana mereka cukup mengikuti cara pemecahan soal berhitung yang
sebelumnya sudah digariskan oleh para ahli berhitung untuk menemukan
jawaban dari soal-soal berhitung yang ada di dalam masyarakat atau dari soal-
soal yang sengaja diciptakan menurut pola soal yang memang dapat
ditemukan di dalam masyarakat.

Misalnya berapakah jumlah roti yang perlu disediakan untuk


dibagikan kepada dua orang sehingga orang pertama memperoleh sekian
bagian lebih banyak dari yang diperoleh orang kedua apabila bagian orang
kedua itu adalah sekian, atau berapakah luas suatu persegi panjang apabila
sisi panjangnya adalah sekian dan demikian seterusnya. Dengan demikian
mereka menemukan jawabannya karena jawaban itulah yang diminta oleh
soal-soal berhitung.

Untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, mereka tidak perlu


mencari dan menjelaskan cara menyelesaikan atau cara mereka mendapatkan
Kenapa jawabannya seperti demikian yang terpenting adalah mereka bisa
menjawab dengan benar tidak mau tahu apakah cara mereka salah atau benar
dalam mencari jawaban karena yang dibutuhkan saat itu adalah menjawab
yang benar bukan cara menjawab.

Pengetahuan kita akan pengetahuan berhitung pada zaman sebelum


para dahulu ini masih terbatas sekali. Pengetahuan berhitung pada zaman
Mesopotamia kuno itu hanya kita peroleh dari bata bertulis yang kita temukan
pada waktu sekarang.Ini berarti bahwa pengetahuan kita mengenai
pengetahuan berhitung Mesopotamia yang pertama yaitu terbatas pada bahan-
bahan yang dirasa penting oleh orang-orang Mesopotamia sehingga mereka

2
mencatatnya pada bata bertulis, dan kedua terbatas pula pada bata bertulis
yang masih dapat kita temukan pada waktu ini dan itu pun masih dihambat
oleh bahasa dan tulisan yang tidak lagi kita pahami. Pengetahuan kita tentang
berhitung Mesopotamia baru berkembang setelah tahun 1935 sesudah ada
orang yang mampu memecahkan tulisan dan bahasa kuno itu.

Sekiranya perkiraan ini benar maka mereka menimbulkan pemikiran


tentang penentuan besaran sudut yang kita pergunakan sekarang. Orang
Yunani kuno yang berhitung dengan sistem bilangan dasar desimal ternyata
menyatakan besaran sudut dalam sistem bilangan dasar desimal dari orang
Yunani Inilah kita peroleh perhitungan sudut kita dalam sistem bilangan
secsagesimal. Berhitung di Mesopotamia itu ditemukan pada bata bertulis
dari zaman sebelum paradoks zeno. Dan berhitung sebelum paradoks zeno
terdapat juga di Mesir kuno. Pengetahuan kita akan berhitung di Mesir kuno
ini kita temukan dari Papyrus, ukiran pada piramida, atau ukiran pada Tugu,
namun jumlahnya terbatas.

Demikianlah seperti halnya pada bata bertulis pengetahuan kita


tentang berhitung di Mesir kuno dibatasi oleh hal-hal yang dirasa perlu oleh
orang-orang Mesir kuno sehingga mereka mencatatnya pada papirus dan
selanjutnya dibatasi pula oleh papirus yang kebetulan ditemukan pada waktu
sekarang.

B. Berhitung Sesudah Paradoks Zeno.

Sesudah paradoks zeno soal-soal berhitung mulai bertambah dengan


bentuk yang menunjukkan corak yang berbeda dengan sebelumnya. Paling
sedikit ada dua buah cara yang menunjukkan perbedaan dengan cara
sebelumnya. Pertama, dalam menyelesaikan soal perhitungan mereka mulai
dituntut untuk memberikan alasan mengapa mereka menjawab seperti itu,
sehingga mereka harus memahami konsep perhitungan dengan benar untuk
mendapatkan jawaban yang benar. Disini mereka harus lebih ekstra dalam

3
menyelesaikan perhitungan serta tidak boleh lari dari dalil-dalil yang telah
dipelajari sebelumnya yakni dalil-dalil yang telah dibuktikan kebenarannya.

Kedua, pada zaman paradoks zeno atau pada zaman sesudahnya tidak
saja berhitung untuk menampilkan soal-soal taktis melainkan menampilkan
soal-soal dan berkenaan dengan unsur dasar pengetahuan berhitung itu
sendiri, yakni bilangan. Pada peristiwa pelari yang menempuh jarak lari
tertentu tidak saja dikemukakan soal berapa lama pelari itu bisa menempuh
jarak yang ditentukan. Namun juga dipermasalahkan atau dipersoalkan berapa
kecepatan pelari itu agar dapat menempuh jarak yang ditentukan. Apabila
data yang diperlukan sudah diketahui maka akan ada persoalan berikutnya
yaitu bagaimana mungkin pelari itu dapat mencapai tujuannya. Orang umum
pasti langsung berpikir bahwa pelari itu pasti dapat mencapai tujuannya.

Pernyataan inilah yang harus dibuktikan secara demonstratif. Jika di


sini kita menggunakan paradoks zeno sebagai batas antara dua corak
berhitung sebelum dan sesudahnya maka itu bukan berarti bahwa paradoks
zeno itulah yang menimbulkan peralihan. Hanyalah sebagai cerminan antara
cara berpikir orang orang sebelumnya dan orang-orang sesudahnya.
Kemajuan ilmu pengetahuan berhitung berkembang karena banyak sekali
disiplin ilmu yang membutuhkan perhitungan. Misalnya anaximander telah
mengemukakan pikiran tentang apa banyak sekali disiplin ilmu yang
membutuhkan perhitungan.

Misalnya anaximander telah mengemukakan pikiran tentang apeiron


sehingga membawa masalah ketakterhinggaan ke dalam pikiran manusia,
pythagoras setelah mengaitkan bilangan dengan besaran-besaran, anaxagoras
telah mengemukakan pikiran tentang bibit yang tak hingga banyaknya
sehingga bersama democritus menampilkan pengertian atom yang menjadi
satuan dasar dalam berbagai besaran dan parmenides telah mengemukakan
pengertian ketunggalan alam atau monoisme cerah pengertian kebersatuan

4
kontinum. Hal ini semua menjadikan mereka mempelajari ilmu berhitung
dengan lebih mendalam.

Kiranya dasar ilmiah yang telah membedakan matematika sebelum


dan sesudah zaman paradoks zeno ini yakni perbedaan antara terapan dan
pemikiran dalam untaian Logika. Lalu sekiranya hal seperti inilah yang
menyebabkan Archimedes ingin menghitung jumlah pasir sekiranya seluruh
jagat raya ini diisi dengan pasir. Tiada kegunaan praktis untuk menghitung
jumlah pasir sejagat raya tetapi di dalam penemuan jawaban itu terletaklah
keputusan manusia untuk dapat menyelesaikan masalah sulit yang menantang
manusia itu sendiri.

5
PENUTUP

A. Kesimpulan

Zeno merupakan seorang yang dijadikan menjadi batasan tentang pola


pikir orang yang hidup sebelumnya atau sesudahnya. Zeno memiliki 6
paradoks yaitu dikotomi, perlombaan lari antara Arcilles dan kura-kura, anak
panah, Stadion, paradoks tentang tempat, dan paradoks tentang bulir gandum.
Berhitung sebelum paradoks zeno cenderung lebih praktis sedangkan
sesudah itu lebih bercorak teoritis. Dan bersama itu kita mengenal dua jenis
bahan berhitung yang berkembang pada zaman sebelum dan sesudah
paradoks zeno yang masing-masing dapat saja diungkapkan secara praktis
atau secara teoritis. Pertama adalah berhitung tentang jumlah sesuatu dan
kedua adalah berhitung tentang ukuran dan bentuk sesuatu. Dalam masalah
berhitung tentang jumlah sesuatu ini kemudian berkembang menjadi aljabar.

B. Saran

Makalah ini membahas tentang berhitung sebelum dan sesudah


paradoks zeno. Jika pada makalah ini kurang menjelaskan tentang komponen
peserta didik dalam pendidikan, sekiranya mohon dimaafkan bagi para
pembaca. Agar kita semua mendapatkan rahmat dari Allah SWT.

6
DAFTAR PUSTAKA

Naga, Dali S. Berhitung :Sejarah dan Perkembanganya, Bandung : PT Gramedia,


1980.

Anda mungkin juga menyukai