Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SEJARAH MATEMATIKA
Tentang
MEMAHAMI SEJARAH SISTEM NUMERASI

DOSEN PEMBIMBING
Pratiwi Dwi Warih Sitaresmi, M.Pd

DISUSUN OLEH
Zeinul Arifin

TADRIS MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MUHAMMADIYAH
KOTA PROBOLINGGO
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
judul dari makalah ini adalah “Memahami Sejarah Sistem Numerasi”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya


kepada dosen mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan yang telah memberikan
tugas kepada kami. Kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak
yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini
dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.

Probolinggo, 14 November 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3

A. Sistem Angka Mesir Kuno (3000 SM)...........................................................................5


B. Sistem Angka Babilonia (2000 SM)...............................................................................6
C. Sistem Angka Mayan....................................................................................................7
D. Sistem Angka Yunani Kuno (300 SM)............................................................................9
E. Sistem Angka Cina-Jepang (200 SM)..........................................................................10
F. Sistem Angka Romawi (100 SM).................................................................................10
G. Sistem Angka Hindu-Arab (300 SM – 750 M).............................................................12
BAB III PENUTUP...................................................................................................15

A. Kesimpulan.................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak zaman purbakala, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan


matematika sangat diperlukan dan telah menyatu dalam kehidupan manusia dan
merupakan kebutuhan dasar dari setiap lapisan masyarakat, dalam pergaulan
hidup sehari-hari. Mereka membutuhkan matematika untuk perhitungan
sederhana. Untuk keperluan tersebut diperlukan bilangan-bilangan. Keperluan
bilangan mula-mula sederhana tetapi makin lama makin meningkat, sehingga
manusia perlu mengembangkan sistem numerasi. Sistem numerasi pun
berkembang selama berabad-abad dari masa ke masa hingga saat ini. Dalam
kehidupan sehari-hari kita akan selalu bertemu yang namanya bilangan karena
bilangan selalu dibutuhkan baik dalam teknologi, sains,ekonomi,ataupun dalam
dunia musik, filosofi, dan hiburan serta aspek kehidupan lainnya. Adanya
bilangan membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan, mulai dari
perhitungan sederhana tentang keperluan belanja di dapur, untuk keperluan
mengendalikan banjir, mengeringkan rawa-rawa, membuat irigasi, penghitungan
hasil pertanian dan peternakan sampai perhitungan yang rumit tentang cara
menilai kegiatan perdagangan, keuangan dan pemungutan pajak dan keperluan
peluncuran pesawat ruang angkasa dll yang mana masing-masing bangsa
memiliki cara tersendiri untuk menggambarkan bilangan dalam bentuk simbol.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, masalah yang ingin


dibahas pada makalah ini adalah perkembangan sistem numerasi yang pernah
digunakan dalam peradaban manusia, mulai dari yang paling primitif hingga
sistem angka yang digunakan saat ini, yang merupakan sistem angka Hindu-
Arab.

1
C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai


sistem numerasi yang pernah digunakan manusia, antara lain sistem angka Mesir
kuno, Babilonia, Mayan, Yunani kuno, Cina-Jepang, Romawi, dan yang paling
aktual adalah sistem angka Hindu-Arab

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah:

1. Menjelaskan sejarah sistem numerasi Mesir kuno


2. Menjelaskan sejarah sistem numerasi Babilonia
3. Menjelaskan sejarah sistem numerasi Mayan
4. Menjelaskan sejarah sistem numerasi Yunani kuno
5. Menjelaskan sejarah sistem numerasi Cina-Jepang
6. Menjelaskan sejarah sistem numerasi Romawi
7. Menjelaskan sejarah sistem numerasi Hindu-Arab

2
BAB II
PEMBAHASAN

Konsep bilangan dan pengembangannya menjadi sistem angka muncul jauh


sebelum adanya pencatatan sejarah, sehingga evolusi dari sistem itu hanyalah
merupakan dugaan semata. Petunjuk mengenai awal manusia mengenal hitungan
ditemukan oleh arkeolog Karl Absolom pada tahun 1930 dalam sebuah potongan
tulang serigala yang diperkirakan berumur 30.000 tahun. Pada potongan tulang itu
ditemukan goresan-goresan kecil yang tersusun dalam kelompok-kelompok yang
terdiri atas lima, seperti lllll lllll lllll. Sehingga  tidak diragukan lagi bahwa orang-
orang primitif sudah memiliki pengertian tentang bilangan dan mengerjakannya
dengan metode ijir (tallies), menurut suatu cara korespondensi satu-satu. Ijir adalah
sistem angka yang berlambangkan tongkat tegak.

Ribuan tahun yang lalu, sebelum masa manusia gua menggunakan metode ijir,
tidak ada angka untuk mewakili “dua” atau “tiga”. Sebaliknya jari, batu, tongkat atau
mata digunakan untuk mewakili angka. Belum terdapat jam maupun kalender untuk
membantu melacak waktu, sehingga matahari dan bulan digunakan untuk
membedakan siang dan malam hari. Peradaban purba paling tidak memiliki kata-kata
untuk bilangan, seperti satu dan banyak, atau satu, dua dan banyak. Mereka
menggunakan terminologi yang akrab dengan mereka seperti “kawanan” domba,
“tumpukan” biji-bijian, atau “banyak” orang. Hal ini disebabkan masih sedikitnya
kebutuhan untuk sistem numerik sampai terbentuknya kelompok-kelompok seperti
klan, desa-desa dan permukiman dan dimulailah diterapkannya sistem barter pada
perdagangan yang pada gilirannya melahirkan kebutuhan akan mata uang. Bagaimana
Anda membedakan antara lima dan lima puluh jika Anda hanya bisa menggunakan
terminologi di atas?

Seiring perkembangan peradaban, pengetahuan matematika diperlukan dalam


ilmu teknik oleh bangsa-bangsa yang bermukim di sepanjang sungai untuk keperluan
mengendalikan banjir, mengeringkan rawa-rawa, membuat irigasi, penghitungan hasil
pertanian dan peternakan. Mereka memerlukan matematika untuk perhitungan

3
sederhana. Untuk keperluan tersebut diperlukanlah bilangan-bilangan. Kebutuhan
terhadap bilangan mula-mula sederhana tetapi makin lama makin meningkat.

Untuk kebutuhan membilang dengan sistem tidak tertulis, angka jari digunakan
oleh orang Yunani kuno, Romawi, Eropa, dan kemudian Asiatik. Sistem lama
tersebut adalah sebagai berikut:

Menurut sejarah ketika manusia mulai mengenal tulisan (zaman sejarah) dan
melakukan kegiatan membilang atau mencacah, mereka bingung bagaimana
memberikan lambang bilangannya. Sehingga kemudian dibuatlah suatu sistem
numerasi yaitu sistem yang terdiri dari numerial (lambang bilangan/angka) dan
number (bilangan). Sistem numerasi adalah aturan untuk menyatakan/menuliskan
bilangan dengan menggunakan sejumlah lambang bilangan.

Bilangan sendiri itu adalah ide abstrak yang tidak didefinisikan. Setiap Bilangan
mempunyai banyak lambang bilangan. Satu lambang bilangan menggambarkan satu
bilangan. Setiap bilangan mempunyai banyak nama. Misalnya bilangan 125
mempunyai nama bilangan seratus dua puluh lima. terdiri dari lambang bilangan 1, 2,
dan 5.

Beberapa konsep yang digunakan dalam sistem numerasi adalah:

1. Aturan Aditif
Tidak menggunakan aturan tempat dan nilai dari suatu lambang didapat dari
menjumlah nilai lambang-lambang pokok. Simbolnya sama nilainya sama
dimanapun letaknya
2. Aturan pengelompokan sederhana
Jika lambang yang digunakan mempunyai nilai-nilai n0, n1, n2,… dan mempunyai
aturan aditif
3. Aturan tempat
Jika lambang-lambang yang sama tetapi tempatnya beda mempunyai nilai yang
berbeda
4. Aturan Multiplikatif

4
Jika mempunyai suatu basis (misal b), maka mempunyai lambang-lambang
bilangan 0,1,2,3,..,b-1 dan mempunyai lambang untuk b2, b3, b4,.. dan seterusnya.

Namun, harus disadari bahwa diperlukan berabad-abad lamanya untuk sampai pada
penyimpulan tersebut. Hal ini bukanlah yang pertama dalam sistem angka. Dengan
demikian, beberapa sistem angka akan dijelaskan sebagai berikut:

A. Sistem Angka Mesir Kuno (3000 SM)

Menurut sejarah, bangsa Mesir adalah termasuk bangsa yang


berkebudayaan tinggi. Hal ini dapat diketahui dari bangunannya yang sangat
besar, misalnya bangunan piramida, sphink dan  yang terkenal dengan obelisk.
Tentu saja bangunan tersebut dibuat oleh tangan-tangan manusia yang sangat
cerdas, karena hanya bangsa yang berkebudayaan tinggi yang mampu
menciptakan bangunan yang megah.

Teks seperti Papirus Matematika Rhind dan Papirus Matematika Moscow


menunjukkan bahwa bangsa Mesir Kuno dapat menghitung empat operasi
matematika dasar (penambahan, pengurangan, pengalian, dan pembagian)
menggunakan pecahan, menghitung volume kubus dan piramid, serta
menghitung luas kotak, segitiga, lingkaran, dan bola. Mereka memahami konsep
dasar aljabar dan geometri, serta mampu memecahkan persamaan simultan.

Bangsa Mesir kuno menggunakan sistem angka sejak dinasti pertama,


sekitar 2850 SM. Lambang-lambang sistem Mesir kuno disebut
denganhieroglyphcs.

Angka Mesir menggunakan bilangan dasar desimal atau berbasis 10. Untuk
bilangan 1 diwujudkan dalam bentuk tongkat l sampai dengan angka 9 tetap
menggunakan 9 batang/tongkat. Tetapi, angka 10 mempunyai lambang khusus
(tulang tumit). Angka 100 mempunyai bentuk lambang  (spiral). Angka 100
hingga 900 tetap menggunakan lambang yang sama(spiral) sebanyak 9 buah.
Bilangan 1000 menggunakan lambang  (bunga teratai). Bilangan 10000
dinyatakan dengan  (jari telunjuk), sedangkan 100000 dinyatakan dengan

5
lambang  (burung). Angka 1000000 dinyatakan oleh  (orang keheranan),
sedangkan 10000000 dinyatakan oleh lambang  (matahari terbit).

Satu perbedaan mendasar antara sistem angka Romawi dan Mesir adalah
pada sistem angka Mesir, posisi/tempat lambang tidak penting. Maksudnya,
lambang dasar mempunyai arti yang sama tanpa menghiraukan/memperhatikan
posisinnya dalam angka. Contoh lain penulisan angka Mesir kuno diberikan
sebagai berikut:

Misalnya untuk membuat bilangan 276, ada lima belas simbol yang
diperlukan yang diperlihatkan sebagai berikut:

- Contoh tulisan bilangan 276 dalam hieroglyphcs terlihat pada batu ukiran


dari Karnak, berasal dari sekitar 1500 SM.
- Lambang Mesir kuno menggunakan lambang mata  untuk menyatakan
pecahan dengan semua yang ditulis dengan 1/n.

B. Sistem Angka Babilonia (2000 SM)

Pada masa lalu orang Babilonia menulis angka-angka dengan sepotong


kayu pada tablet yang terbuat dari tanah liat (clay tablets). Tulisan atau angka
Babilonia sering disebut sebagai tulisan paku karena berbentuk seperti paku.
Orang Babilonia menuliskan huruf  paku menggunakan tanaman reed berujung
runcing atau tongkat yang berbentuk segitiga yang memanjang (prisma segitiga)
dengan cara manekankannya pada lempengan tanah yang masih basah sehingga
dihasilkan cekungan segitiga yang meruncing menyerupai gambar paku.

Sistem angka babilonia (sekitar 2400 SM) disebut juga


sistemsexagesimal, karena menggunakan basis 60 yang diambil dari Sumeria.
Sexagesimal masih ada sampai saat ini, dalam bentuk derajat, menit, dan detik di
dalam trigonometri dan pengukuran waktu yang merupakan warisan budaya
Babilonia.

6
Terdapat banyak argumen mengenai mengapa bangsa Sumeria
menggunakan basis 60. Salah satunya bahwa 60 adalah jumlah ruas jari – di
tangan kiri misalnya (ibu jari tidak termasuk) – yang dihitung dengan lima jari di
tangan kanan.

Lambang dasarnya adalah   untuk 1 dan  untuk 10. Beberapa contoh


penulisan angka Babilonia diberikan dalam sebagai berikut:

Berbeda dengan sistem Mesir kuno, sistem Babilonia mengutamakan posisi.


Untuk bilangan lebih dari 60, lambang  mendahului lambang, dan sebarang
lambang di sebelah kiri mempunyai nilai 60 kali nilai hasilnya, contohnya:

1 × 60 3 + 57 × 60 2 + 46 × 60 + 40 yang dalam notasi desimalnya adalah 424000

Sistem angka babilonia tidak memiliki angka nol, mereka menggunakan spasi
untuk menandai tidak adanya angka dalam nilai tempat tertentu.

C. Sistem Angka Mayan

Sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang Indian Mayan dari


Guatemala dan Honduras mempunyai peradaban yang tinggi. Meskipun ampai
sekarang tulisan glifos (tulisan bangsa Maya) belum bisa diketahui arti atau
maksudnya sepenuhnya. Namun satu hal yang pasti bahwa bangsa Maya adalah
bangsa yang mahir dalam hitungan waktu. Walaupun mereka tidak memiliki jam
(sampai sekarang belum ditemukan apakah mereka memiliki jam), namun
kemajuan mereka dalam perhitungan matematika dan ilmu astronomi membuat
mereka mampu – sejak ribuan abad lalu – membuat kalender yang hampir
sempurna.

Ahli arkeologi mengakui bahwa kalender Maya mulai menghitung waktu


mulai dari tahun 3114 SM. Disebut sebagai tahun nol dan disamakan ke dalam
tanggal 1 Januari.

Sistem numerasi mareka sangat tinggi, dimana mereka mengubah lambang


gambar dengan “titik (dot)” dan “garis mendatar (horizontal lines)” serta simbol

7
kerang-kerangan untuk mewakilkan nol yang sudah cukup untuk menyatakan
angka apa saja. Teori semacam ini dipergunakan dalam “sistem biner”-nya
kalkulator sekarang ini. Dan diperkirakan sebagai bangsa pertama yang
menggunakan sistem nilai tempat dan angka nol.

Sistem ini mempunyai basis 20 (vigesimal) menggunakan sistem nilai


tempat dan ditulis secara tegak. Basis 20 ini digunakan karena dianggap
mewakili jumlah jari pada tangan dan kaki manusia. Pada sistem angka Mayan,
titik melambangkan satu dan garis mendatar melambangkan lima.

0 1 2 3 4

5 6 7 8 9

10 11 12 13 14

15 16 17 18 19

Yang menarik dalam sistem angka Mayan, kelompok bilangan yang


kedua adalah 18(20) = 360 bukan (20)2 = 400. Kelompok yang lebih tinggi
mempunyai bentuk 18(20)n. Perbedaan ini dipengaruhi fakta bahwa tahun resmi
Mayan berjumlah 360 hari. Berikut adalah contoh penulisan angka sistem
Mayan:

D. Sistem Angka Yunani Kuno (300 SM)

Seperti halnya di Mesir dan Mesopotamia, bangsa Yunani pun


mengembangkan system numerasinya sendiri. Sistem Yunani kuno pada mulanya

8
disebut dengan sistem attic, muncul sekitar tahun 300 SM, kemudian
berkembang menjadi sistem ionia (alfabetis) Yunani.

- Sistem angka yunani kuno (attic)


Sistem attic membentuk sebuah sistem kelompok sederhana berbasis sepuluh
yang dibentuk dari huruf pertama nama bilangan (angkaacrophonic – disebut
juga angka Herodianic karena pertama kali dijelaskan pada sebuah naskah
pada abad ke-2 oleh Herodes). Tambahan pada lambang I, , H, K, M untuk 1,
10, 102, 103, 104, dan terdapat lambang bilangan khusus untuk 5. Lambang
khusus ini adalah sebagai  bentuk lama dari I,  huruf pertama dari
yunani pente(lima),  adalah huruf pertama dari yunani deka (sepuluh), dan H
dari hekaton(seratus). Lambang lain dapat dijelaskan dengan cara yang sama.
Lambang 5 sering digunakan sendiri dan kombinasi dengan lambang lain
untuk memendekkan pernyataan bilangan.
Sebagai contoh dalam sistem angka ini:
Di mana dapat dikatakan bahwa lambang bilangan 5 muncul 1 kali sendiri dan
dua kali dalam kombinasi dengan lambang lain. Jadi, lambang I =satuan,  
=limaan, = puluhan, H = ratusan, X = ribuan, dan M = sepuluh ribuan.
- Sistem alfabetis yunani
Pada abad ke-5 SM, sistem attic diganti dengan sistem alfabetis, dengan
lambang-lambang seperti pada tabel dalam sistem angka alfabetis Yunani,
1000, 2000, …, 9000 sering dinyatakan dengan tanda kutip lambang 1, 2, …,
9.

E. Sistem Angka Cina-Jepang (200 SM)

Sistem numerasi ini telah ada sejak tahun 200 S.M. Bangsa Cina
menuliskan angka-angkanya menggunakan alat tulis yang dinamakan pit dimana
bentuknya menyerupai kuas. Tulisannya berbentuk gambar atau piktografi yang
mempunyai nilai seni tinggi. Sistem angka Cina disebut dengan sistem “batang”,
mempunyai nilai tempat, berkembang sekitar 213 SM. Bangsa Cina
menggunakan tiga sistem penomoran, yaitu: sistem Hindu-Arab, dan dua lainnya

9
menggunakan penomoran bilangan setempat (disebut Daxie) yang dibedakan
untuk keperluan komersil dan financial demi menghindari pemalsuan.

Adapun Jepang, juga menggunakan sistem angka Cina, meskipun berbeda


dalam pelafalannya. Setelah kekaisaran Jepang mulai dipengaruhi Eropa, sistem
angka Arab mulai digunakan. Pada sistem bilangan bahasa Jepang, angka dibagi
menjadi kelompok 4 digit. Jadi bilangan seperti 10.000.000 (sepuluh juta)
sebetulnya dibaca sebagai 1000.0000 (seribu puluh-ribu). Hanya saja, karena
pengaruh dunia barat angka selalu ditulis dengan pengelompokan 3 digit gaya
barat.

Sistem angka Cina-Jepang bersifat multipikatif, yaitu suatu sistem dengan


basis b (b=10) dan memilih lambang 1, 2, 3, ……., b-1 serta lambang lain untuk
b, b2, b3, …., serta tidak mempunyai lambang untuk nol, mempunyai nilai tempat
serta dituliskan secara tegak. Misalnya,

Karena itu, penulisan ini dimaknai sebagai berikut:

5625 = 5 1000 + 6 100 + 2 10 +5

F. Sistem Angka Romawi (100 SM)

Sistem angka Romawi berkembang sekitar permulaan tahun 100 Masehi,


yang memiliki beberapa lambang dasar yaitu l, V, X, L, C, D, dan M yang
masing-masing menyatkan bilangan 1, 5, 10, 50, 100, 500, dan 1000. Sistem ini
merupakan adaptasi dari angka Etruscan. Penggunaan angka Romawi bertahan
sampai runtuhnya kekaisaran Romawi, sekitar abad ke-14, dan kemudian
sebagian besar digantikan oleh sistem Hindu-Arab.

Lambang X terdiri dari dua V atau disarankan oleh sepuluh jari tangan,
atau mungkin bermula dari cara umum menghitung dengan tongkat tegak yang
berkelompok sepuluh. Ada bukti bahwa lambang untuk 50, 100, dan 1000
mungkin inspirasinya dari alfabetis Yunani X (chi),  (theta), dan  (phi). Bentuk
lama dari chi adalah,  yang semuanya digunakan sebagai lambang untuk 50 pada

10
inspirasi semula. Lambang  yang kemudian berkembang menyerupai C, dalam
pengaruh kenyataan bahwa C adalah huruf awal kata Latin centum (seratus).
Lambang yang mula-mula digunakan untuk 1000 adalah , yang dapat dipandang
sebagai variasi dari . Lambang 1000 menjadi sebuah M sebagai pengaruh fakta
bahwa m adalah huruf awal kata Latin mille (seribu). Lima ratus, sebagian dari
1000, dinyatakan oleh  yang kemudian menjadi D. lamabang  dan  untuk 1000
dan 500 ditemukan pada akhir tahun 1715.

Sistem angka Romawi tidak mempunyai nilai tempat. Ketika beberapa


lambang dikombinasikan, lambang-lambang tersebut dapat ditulis bagian demi
bagian. Ketika suatu angka memuat dua lambang dasar, satu bilangan yang lebih
kecil dari yang lain, maka berlaku:

- Penjumlahan, jika lambang pada bagian kanan menyatakan bilangan yang


lebih kecil.
- Pengurangan, jika lambang pada bagian kiri menyatakan bilangan yang lebih
kecil.
- Ketika dua atau lebih lambang merupakan bilangan yang sama yang ditulis
bersama-sama, maka semua lambang menyatakan jumlah.
Contoh:
CX = 100+10 = 110 (dari kiri ke kanan nilainya menurun,jadi dijumlahkan)
XC = 100-10 = 90 (dari kiri ke kanan nilainya naik,jadi dikurangkan)
Adapun aturan resmi penggunaan huruf yang lain adalah sebagai berikut:
1. Huruf pengurangan hanyalah pangkat sepuluh, seperti I, X, dan C.
2. Kurangkan hanya satu huruf dari sebuah angka tunggal.
3. Jangan mengurangkan huruf dari huruf yang besarnya lebih dari sepuluh kali.

Aturan yang berlaku di Mesir, empat ditulis IV dan bukan IIII

Selama tahun pertengahan, angka Romawi N digunakan sebagai lambang


“nullae” yang menyatakan nol.

11
Jika mereka perlu menuliskan banyak bilangan besar, orang Romawi sering
menggunakan garis di atas sebuah angka. Garis atas berarti perkalian seribu.
Misalnya  ditulis untuk menyatakan bilangan 6000.

G. Sistem Angka Hindu-Arab (300 SM – 750 M)

Menurut sejarahnya, sistem ini bermula dari India sekitar tahun 300 SM,
belum menggunakan nilai tempat dan belum mempunyai lambang nol. Mereka
mulai menggunakan sistem nilai tempat diperkirakan terjadi pada tahun 500 M.
Sistem numerasi Hindu-Arab menggunakan sistem nilai tempat dengan basis 10
yang dipengaruhi oleh    banyaknya jari tangan, yaitu 10. Berasal dari bahasa
latin decem yang artinya sepuluh, maka sistem numerasi ini sering disebut
sebagai sistem desimal. Tidak diketahui pastinya kapan dan di mana dimulainya
lambang nol digunakan, hanya ada beberapa dugaan bahwa lambang nol ini
berasal dari Babylonia lewat Yunani.

Sistem Hindu-Arab yang berasal dari india sekitar 300 SM mengalami


banyak perubahan yang dipengaruhi oleh penggunaannya di Babilonia dan
Yunani. Baru sekitar tahun 750 M sistem Hindu-Arab berkembang di Bagdad.
Bukti sejarah hal ini tertulis dalam buku karangan matematisi Arab yang
bernama Al-Khawarizmi yang berjudul Liber Algorismi De Numero Indorum.

Sistem angka Hindu-Arab ini mempunyai sifat:

- Menggunakan sepuluh lambang dasar yang disebut angka yaitu 0, 1, 2, 3, 4,


5, 6, 7, 8, 9
- Bilangan yang lebih dari sepuluh dinyatakan dalam perpangkatan dari 10
- Mempunyai nilai tempat
- Bersifat aditif.
Contohnya 3534 = 3(10)3 + 5(10)2 + 3(10) + 4

Perlu diperhatikan bahwa meski pun angka 3 muncul dua kali, tetapi tempatnya
berbeda, maka nilainya juga berbeda. Nilai 3 yang pertama adalah 3000

12
sedangkan nilai 3 berikutnya 30. Beberapa pengembangan bilangan yang
menggunakan sistem angka Hindu-Arab dikemukakan sebagai berikut:

1. Sistem angka decimal


Sistem angka Hindu-Arab menggunakan 10 lambang dasar. Karena
sistem ini berdasarkan pada sistem basis 10, sehingga dikenal dengan sistem
desimal (decimal system). Kata “desimal” berasal dari kata Latin “decem”
yang artinya sepuluh. Lambang dasar yang digunakan dalam sistem ini
adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Dalam sistem ini, penempatan suatu angka
dalam suatu deretan angka menentukan nilainya.
Bilangan yang lebih besar dari 1 dipisahkan dari bilangan yang lebih
kecil dari 1 (pecahan)olah tanda desimal yaitu koma (,). Di sebelah kiri koma,
angka pertama bernilai sebesar angka itu sendiri, angka berikutnya bernilai
sepuluh kalinya, angka berikutnya bernilai seratus kalinya, dan seterusnya. Di
sebelah kanan koma desimal, angka pertama bernilai sepersepuluh angka itu
sendiri, angka berikutnya seperseratusnya, dan seterusnya.
Dalam penulisan 103, bilangan 3 adalah “pangkat” dan merupakan cara
lain untuk mengemukakan 10 10 10 atau 1000. Demikian pula pangkat
negative digunakan untuk menuliskan pecahan desimal, yakni 10-3berarti
(1/103) atau 1/1000 atau 0,001.
Dalam sistem pangkat muncul pertanyaan tentang arti 100 (sepuluh
berpangkat nol). Dari deretan bilangan, tampak bahwa 100 ada di antara
101 dan 10-1 atau di antara 10 dan 1/10, dan ditetapkan sama dengan satu.
Akhirnya, setiap bilangan, kecuali nol, ditetapkan sama dengan satu.
2. Sistem angka non-desimal
Kenyataan bahwa sistem perhitungan kita sekarang yaitu sistem angka
desimal mungkin disebabkan karena banyaknya jari kira sepuluh. Seandainya
manusia dilengkapi dengan dua belas jari tangan, kemungkinan sistem angka
dengan dasar dua belaslah yang digunakan. Tetapi tidaklah sulit untuk
membuat sistem angka Hindu-Arab untuk suatu bilangan cacah lebih dari

13
satu. Sebagai contoh, pada suatu sistem septimal, dengan dasar tujuh yang
digunakan, angka 432,516 mempunyai arti yang sama dengan sistem desimal,
kecuali bahwa pangkat dari tujuh yang digunakan, bukan pangkat dari
sepuluh.
Angka nondesimal dapat diidentifikasikan dengan memperhatikan
indeksnya (subscrip). Sebagai contoh, 3457 adalah suatu angka septimal
(basis tujuh).

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep bilangan dan pengembangannya menjadi sistem angka muncul jauh


sebelum adanya pencatatan sejarah, sehingga evolusi dari sistem itu hanyalah
merupakan dugaan semata.

Sistem numerasi yang pertama-tama digunakan adalah sistem ijir (tallies) yang
didasarkan pada penghitungan korespondensi satu-satu. Kemudian seiring
dengan perkembangan peradaban manusia, kebutuhan akan bilangan dan angka
yang semakin kompleks menyebabkan manusia mengembangkan berbagai sistem
numerasi yang berlaku di beerbagai belahan dunia, seperti Mesir, Babilonia
(sekarang Timur Tengah), Mayan (Amerika Tengah), Yunani, Cina-Jepang, dan
Romawi.

Sistem numerasi yang digunakan sekarang ini merupakan sistem numerasi yang
merupakan perpaduan antara numerasi Hindu dan Arab. Sistem ini tetap bertahan
karena dianggap masih mampu memenuhi kebutuhan angka manusia modern.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/523034320/Makalah-Sistem-Numerasi-Kelompok-1-
b (diakses pada 14 November 2021 pukul 21.47 WIB)

http://arfors.blogspot.com/2016/02/sistem-numerasi.html (diakses pada 14 November


2021 pukul 21.52 WIB)

https://zdocs.tips/doc/sistem-numerasi-ambar-f-xrpqm7do5m12 (diakses pada 14


November 2021 pukul 22.17 WIB)

http://anianakcerdas.blogspot.com/2016/06/makalah-sistem-numerasi.html (diakses
pada 17 November 2021 pukul 22.12 WIB)

https://id.scribd.com/doc/196350536/Sejarah-Sistem-Numerasi (diakses pada 18


November 2021 pukul 13.31 WIB)

16

Anda mungkin juga menyukai