SEJARAH MATEMATIKA
Tentang
MEMAHAMI SEJARAH SISTEM NUMERASI
DOSEN PEMBIMBING
Pratiwi Dwi Warih Sitaresmi, M.Pd
DISUSUN OLEH
Zeinul Arifin
TADRIS MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MUHAMMADIYAH
KOTA PROBOLINGGO
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
judul dari makalah ini adalah “Memahami Sejarah Sistem Numerasi”.
Kami jauh dari sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini
dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
A. Kesimpulan.................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ribuan tahun yang lalu, sebelum masa manusia gua menggunakan metode ijir,
tidak ada angka untuk mewakili “dua” atau “tiga”. Sebaliknya jari, batu, tongkat atau
mata digunakan untuk mewakili angka. Belum terdapat jam maupun kalender untuk
membantu melacak waktu, sehingga matahari dan bulan digunakan untuk
membedakan siang dan malam hari. Peradaban purba paling tidak memiliki kata-kata
untuk bilangan, seperti satu dan banyak, atau satu, dua dan banyak. Mereka
menggunakan terminologi yang akrab dengan mereka seperti “kawanan” domba,
“tumpukan” biji-bijian, atau “banyak” orang. Hal ini disebabkan masih sedikitnya
kebutuhan untuk sistem numerik sampai terbentuknya kelompok-kelompok seperti
klan, desa-desa dan permukiman dan dimulailah diterapkannya sistem barter pada
perdagangan yang pada gilirannya melahirkan kebutuhan akan mata uang. Bagaimana
Anda membedakan antara lima dan lima puluh jika Anda hanya bisa menggunakan
terminologi di atas?
3
sederhana. Untuk keperluan tersebut diperlukanlah bilangan-bilangan. Kebutuhan
terhadap bilangan mula-mula sederhana tetapi makin lama makin meningkat.
Untuk kebutuhan membilang dengan sistem tidak tertulis, angka jari digunakan
oleh orang Yunani kuno, Romawi, Eropa, dan kemudian Asiatik. Sistem lama
tersebut adalah sebagai berikut:
Menurut sejarah ketika manusia mulai mengenal tulisan (zaman sejarah) dan
melakukan kegiatan membilang atau mencacah, mereka bingung bagaimana
memberikan lambang bilangannya. Sehingga kemudian dibuatlah suatu sistem
numerasi yaitu sistem yang terdiri dari numerial (lambang bilangan/angka) dan
number (bilangan). Sistem numerasi adalah aturan untuk menyatakan/menuliskan
bilangan dengan menggunakan sejumlah lambang bilangan.
Bilangan sendiri itu adalah ide abstrak yang tidak didefinisikan. Setiap Bilangan
mempunyai banyak lambang bilangan. Satu lambang bilangan menggambarkan satu
bilangan. Setiap bilangan mempunyai banyak nama. Misalnya bilangan 125
mempunyai nama bilangan seratus dua puluh lima. terdiri dari lambang bilangan 1, 2,
dan 5.
1. Aturan Aditif
Tidak menggunakan aturan tempat dan nilai dari suatu lambang didapat dari
menjumlah nilai lambang-lambang pokok. Simbolnya sama nilainya sama
dimanapun letaknya
2. Aturan pengelompokan sederhana
Jika lambang yang digunakan mempunyai nilai-nilai n0, n1, n2,… dan mempunyai
aturan aditif
3. Aturan tempat
Jika lambang-lambang yang sama tetapi tempatnya beda mempunyai nilai yang
berbeda
4. Aturan Multiplikatif
4
Jika mempunyai suatu basis (misal b), maka mempunyai lambang-lambang
bilangan 0,1,2,3,..,b-1 dan mempunyai lambang untuk b2, b3, b4,.. dan seterusnya.
Namun, harus disadari bahwa diperlukan berabad-abad lamanya untuk sampai pada
penyimpulan tersebut. Hal ini bukanlah yang pertama dalam sistem angka. Dengan
demikian, beberapa sistem angka akan dijelaskan sebagai berikut:
Angka Mesir menggunakan bilangan dasar desimal atau berbasis 10. Untuk
bilangan 1 diwujudkan dalam bentuk tongkat l sampai dengan angka 9 tetap
menggunakan 9 batang/tongkat. Tetapi, angka 10 mempunyai lambang khusus
(tulang tumit). Angka 100 mempunyai bentuk lambang (spiral). Angka 100
hingga 900 tetap menggunakan lambang yang sama(spiral) sebanyak 9 buah.
Bilangan 1000 menggunakan lambang (bunga teratai). Bilangan 10000
dinyatakan dengan (jari telunjuk), sedangkan 100000 dinyatakan dengan
5
lambang (burung). Angka 1000000 dinyatakan oleh (orang keheranan),
sedangkan 10000000 dinyatakan oleh lambang (matahari terbit).
Satu perbedaan mendasar antara sistem angka Romawi dan Mesir adalah
pada sistem angka Mesir, posisi/tempat lambang tidak penting. Maksudnya,
lambang dasar mempunyai arti yang sama tanpa menghiraukan/memperhatikan
posisinnya dalam angka. Contoh lain penulisan angka Mesir kuno diberikan
sebagai berikut:
Misalnya untuk membuat bilangan 276, ada lima belas simbol yang
diperlukan yang diperlihatkan sebagai berikut:
6
Terdapat banyak argumen mengenai mengapa bangsa Sumeria
menggunakan basis 60. Salah satunya bahwa 60 adalah jumlah ruas jari – di
tangan kiri misalnya (ibu jari tidak termasuk) – yang dihitung dengan lima jari di
tangan kanan.
Sistem angka babilonia tidak memiliki angka nol, mereka menggunakan spasi
untuk menandai tidak adanya angka dalam nilai tempat tertentu.
7
kerang-kerangan untuk mewakilkan nol yang sudah cukup untuk menyatakan
angka apa saja. Teori semacam ini dipergunakan dalam “sistem biner”-nya
kalkulator sekarang ini. Dan diperkirakan sebagai bangsa pertama yang
menggunakan sistem nilai tempat dan angka nol.
0 1 2 3 4
5 6 7 8 9
10 11 12 13 14
15 16 17 18 19
8
disebut dengan sistem attic, muncul sekitar tahun 300 SM, kemudian
berkembang menjadi sistem ionia (alfabetis) Yunani.
Sistem numerasi ini telah ada sejak tahun 200 S.M. Bangsa Cina
menuliskan angka-angkanya menggunakan alat tulis yang dinamakan pit dimana
bentuknya menyerupai kuas. Tulisannya berbentuk gambar atau piktografi yang
mempunyai nilai seni tinggi. Sistem angka Cina disebut dengan sistem “batang”,
mempunyai nilai tempat, berkembang sekitar 213 SM. Bangsa Cina
menggunakan tiga sistem penomoran, yaitu: sistem Hindu-Arab, dan dua lainnya
9
menggunakan penomoran bilangan setempat (disebut Daxie) yang dibedakan
untuk keperluan komersil dan financial demi menghindari pemalsuan.
Lambang X terdiri dari dua V atau disarankan oleh sepuluh jari tangan,
atau mungkin bermula dari cara umum menghitung dengan tongkat tegak yang
berkelompok sepuluh. Ada bukti bahwa lambang untuk 50, 100, dan 1000
mungkin inspirasinya dari alfabetis Yunani X (chi), (theta), dan (phi). Bentuk
lama dari chi adalah, yang semuanya digunakan sebagai lambang untuk 50 pada
10
inspirasi semula. Lambang yang kemudian berkembang menyerupai C, dalam
pengaruh kenyataan bahwa C adalah huruf awal kata Latin centum (seratus).
Lambang yang mula-mula digunakan untuk 1000 adalah , yang dapat dipandang
sebagai variasi dari . Lambang 1000 menjadi sebuah M sebagai pengaruh fakta
bahwa m adalah huruf awal kata Latin mille (seribu). Lima ratus, sebagian dari
1000, dinyatakan oleh yang kemudian menjadi D. lamabang dan untuk 1000
dan 500 ditemukan pada akhir tahun 1715.
11
Jika mereka perlu menuliskan banyak bilangan besar, orang Romawi sering
menggunakan garis di atas sebuah angka. Garis atas berarti perkalian seribu.
Misalnya ditulis untuk menyatakan bilangan 6000.
Menurut sejarahnya, sistem ini bermula dari India sekitar tahun 300 SM,
belum menggunakan nilai tempat dan belum mempunyai lambang nol. Mereka
mulai menggunakan sistem nilai tempat diperkirakan terjadi pada tahun 500 M.
Sistem numerasi Hindu-Arab menggunakan sistem nilai tempat dengan basis 10
yang dipengaruhi oleh banyaknya jari tangan, yaitu 10. Berasal dari bahasa
latin decem yang artinya sepuluh, maka sistem numerasi ini sering disebut
sebagai sistem desimal. Tidak diketahui pastinya kapan dan di mana dimulainya
lambang nol digunakan, hanya ada beberapa dugaan bahwa lambang nol ini
berasal dari Babylonia lewat Yunani.
Perlu diperhatikan bahwa meski pun angka 3 muncul dua kali, tetapi tempatnya
berbeda, maka nilainya juga berbeda. Nilai 3 yang pertama adalah 3000
12
sedangkan nilai 3 berikutnya 30. Beberapa pengembangan bilangan yang
menggunakan sistem angka Hindu-Arab dikemukakan sebagai berikut:
13
satu. Sebagai contoh, pada suatu sistem septimal, dengan dasar tujuh yang
digunakan, angka 432,516 mempunyai arti yang sama dengan sistem desimal,
kecuali bahwa pangkat dari tujuh yang digunakan, bukan pangkat dari
sepuluh.
Angka nondesimal dapat diidentifikasikan dengan memperhatikan
indeksnya (subscrip). Sebagai contoh, 3457 adalah suatu angka septimal
(basis tujuh).
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem numerasi yang pertama-tama digunakan adalah sistem ijir (tallies) yang
didasarkan pada penghitungan korespondensi satu-satu. Kemudian seiring
dengan perkembangan peradaban manusia, kebutuhan akan bilangan dan angka
yang semakin kompleks menyebabkan manusia mengembangkan berbagai sistem
numerasi yang berlaku di beerbagai belahan dunia, seperti Mesir, Babilonia
(sekarang Timur Tengah), Mayan (Amerika Tengah), Yunani, Cina-Jepang, dan
Romawi.
Sistem numerasi yang digunakan sekarang ini merupakan sistem numerasi yang
merupakan perpaduan antara numerasi Hindu dan Arab. Sistem ini tetap bertahan
karena dianggap masih mampu memenuhi kebutuhan angka manusia modern.
15
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/523034320/Makalah-Sistem-Numerasi-Kelompok-1-
b (diakses pada 14 November 2021 pukul 21.47 WIB)
http://anianakcerdas.blogspot.com/2016/06/makalah-sistem-numerasi.html (diakses
pada 17 November 2021 pukul 22.12 WIB)
16