Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PEMBELAJARAN BILANGAN DAN LAMBANG BILANGAN


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Pembelajaran MTK Kelas Rendah SD
Dosen Pengampu : Adhistami Putri Pradhani M.Pd

Disusun oleh:
Atika 21222061085
Pipin Sri Handayani 21222061086
Ria Heryani 21222061084

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA KUNINGAN
2022

Jl. Mayasih No.11, Cigugur, Kec. Kuningan, Kabupaten Kuningan,Jawa Barat 45552
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah dengan
materi “Pembelajaran Bilangan Dan Lambang Bilangan” Terselesaikan.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas Mata Kuliah Pembelajaran MTK Kelas Rendah .

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses
penyusunan makalah ini.

Atas dasar tersebut, kami menghargai dan memberikan apresiasi

atas penyusunan makalah “Pembelajaran Bilangan Dan Lambang Bilangan” dengan harapan dapat
menambah khazanah pembelajaran dan dapat menjadi literatur dan referensi untuk semuanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak kesalahan.
Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang pembaca temukan
dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan
kesalahan dalam makalah ini.

Kuningan, September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
a. Latar Belakang............................................................................................................1
b. Rumusan Masalah......................................................................................................1
c. Tujuan Masalah..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2
1. Beberapa Sistem Numerasi........................................................................................2
a. Sistem Turus.........................................................................................................2
b. Sistem Mesir Kuno...............................................................................................2
c. Sistem Babilonia...................................................................................................4
d. Sistem Maya.........................................................................................................5
e. Sistem Romawi.....................................................................................................6
f. Sistem Arab-Hindu...............................................................................................7
2. Pembelajaran Bilangan Kardinal................................................................................8
3. Pembelajaran Bilangan Ordinal.................................................................................9
4. Lambang Bilangan......................................................................................................9
5. Nilai Tempat...............................................................................................................10
BAB III PENUTUP............................................................................................................12
Kesimpulan.............................................................................................................................12
Saran .....................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13

iii
BAB I PENDAHULUAN

a. LATAR BELAKANG
Matematika sebagai sebuah ilmu telah mangalami evolusi yang sangat panjang.
Meskipun orang-orang pada saat itu tidak secara spesifik menyebutkan istilah
matematika, namun kebiasaan mereka untuk melakukan perhitungan, penanggalan
yang bias dipakai sesuai dengan perubahan musim dan mengukur tanah yang
dimiliki, menunjukkan bahwa betapa matematika mendominasi dalam aspek
kehidupan manusia kala itu.

b. Rumusan Masalah
1. Apa itu Sistem Numerasi?
2. Apa itu Bilangan Kardinal?
3. Apa itu Bilangan Ordinal?
4. Apa itu Lambang Bilangan?
5. Apa itu Nilai Tempat?

c. Tujuan Masalah
1. Menegtahui Sistem Numerasi
2. Mengetahui Bilangan Kardinal
3. Mengetahui Bilangan Ordinal
4. Mengetahui Lambang Bilangan
5. Mengetahui Nilai Tempat

1
BAB II PEMBAHASAN
PEMBELAJARAN BILANGAN DAN LAMBANG BILANGAN

1. Beberapa Sistem Numerasi


Sebelum membicarakan sistem numerasi, sebaiknya kita mengetahui apakah yang
dimaksud dengan bilangan dan lambang bilangan. Perbedaan antara bilangan dan
lambang bilangan adalah perbedaan antara objek dan nama objek tersebut. Nomor
halaman yang Anda lihat pada halaman buku ini bukanlah suatu bilangan melainkan
lambang bilangan. Lambang bilangan adalah simbol yang melambangkan suatu
bilangan.
Simbol yang digunakan untuk menyatakan atau menggambarkan suatu bilangan dapat
bermacam-macam, misalnya 4; 2+2; 2.2; 3+1; dan sebagainya. Semua simbol tersebut
menyatakan sebuah bilangan yang sama.
Untuk membuat lambang bilangan digunakan simbol yang disebut angka.
Bagian ini akan membicarakan beberapa macam angka yang digunakan untuk
menyatakan bilangan dalam sistem nuinerasi.
Secara umum, sistem numerasi yang pertama-tama digunakan, merupakan
sistem penjumlahan, sistem perkalian, dan sistem nilai tempat. Sistem penjumlahan
yang mula-mula digunakan, dinyatakan dengan sekumpulan simbol- simbol. Sebuah
bilangan yang dinyatakan dengan kumpulan simbol, merupakan jumlah dan bilangan-
bilangan yang dinyatakan oleh masing-masing symbol. Misalnya :

a. @ ∩| adalah simbol-simbol dalam sistem Mesir, artinya 111(100 + 10 + 1)


b. XI adalah simbol-simbol dalam sistem Romawi yang artinya 1(10 + 1)

Berikut ini akan dikenalkan beberapa sistem numerasi yang pernah digunakan dan
dikembangkan oleh para pendahulu kita.

A. Sistem Turus
Salah satu sistem numerasi yang pertama-tama digunakan adalah sistem
turus. Sistem ini menggunakan simbol tongkat “|“ untuk menyatakan suatu
bilangan. Misalnya | | | | | |, menunjukkan bilangan 6 ternak. Hingga saat kini pun
kita masih menggunakan sistem turus ini, misalnya untuk mencatat skor suatu
pertandingan olahraga.
Sebagai ilustrasi :5 dan | | | | |, merupakan simbol-simbol yang menunjukkan
bilangan yang sama.

B. Sistem Mesir Kuno


Sistem numerasi. ini merupakan salah satu pelopor dan. sistem
penjumlahan yang tercatat dalam sejarah yaltu ± 3000 S.M (Glenn, John and Litter,
Graham dalam A Dictionary of Mathematics, 1984, p.58). Tulisan pada jaman Mesir
(± 650 S.M) ditulis pada papyrus (dari kata papu, yaitu semacam tanaman) atau pada
perkamen (kulit kambing).
2
Sistem ini menggunakan simbol berupa gambar-gambar:

Simbol-simbol dalam sistem Mesir dapat diletakkan dengan urutan sebarang,


sehingga untuk menyatakan suatu bilangan yang sama dapat ditulis dengan
beberapa cara. Dengan perkataan lain, sistem Mesir tidak mengenal nilai tempat
(sedang dalam sistem yang kita gunakan, 43 nilainya berbeda dengan 34).

Contoh :

Dengan sistem Mesir mi, juga dapat dilakukan penjumlahan. Pada gambar 3.2
dapat dilihat prosedur mencari jumlah dua bilangan 397 dan 3845.
(a) 397
3845
-------- +
4242

3
Gambar 2.2. (a) menunjukkan penjumlahan dalam sistem Hindu Arab.
Gambar 3.2. (b) menunjukkan penjumlahan dua bilangan yang sama dalam sistem
Mesir.
Catatan :
Sebenarnya, apakah yang dilakukan dalam operasi penjwnlahan dengan
menggunakan sistem Mesir di atas? Tak lain, hanyalah melakukan pengelompokan
ulang. 10 tongkat (“I”) menjadi 1 tulang tumit (“∩”); 10 tulang tumit (“∩”) menjadi 1
gulungan (“@”) 10 gulungan (“@”) menjadi tanda 1 bunga teratai (“¥”) demikian
seterusnya.
Pada contoh Gb. 2.2 di atas, dapat dilihat, terdapat 12 tongkat. 12
tongkat itu dikelompokkan lagi menjadi 1 tulang tumit dan 2 tongkat (| | | | | | | | |
| | | ? ∩ |).
Berikutnya, 13 tulang tumit + 1 tulang tumit (yang diperoleh dari 10
tongkat) dikelompokkan menjadi 1 gulungan dan 4 tulang tumit
(∩∩∩∩∩∩∩∩∩∩∩∩∩ ? @∩∩∩∩).
Kemudian 11 gulungan + 1 gulungan (yang diperoleh dan 10 tulang tuinit)
dikelompokkan menjadi 1 bunga teratai dan 2 gulungan (@@@@@@@@@@@ ? ¥
@@).
Dan akhirnya terdapat 3 bunga teratai + 1 bunga teratai (diperoleh dan 10
gulungan).

C. Sistem Babilonia
Sistem numerasi Babilonia ini digunakan kira-kira 3000 S.M - 0 S.M
(Glenn, John and Litter, Garaham dalam A Dictionary of Mathematics, 1984 p.13).
Pada masa itu orang menulis angka-angka dengan sepotong kayu pada
tablet yang terbuat dan tanah hat (clay tablets). Simbol baji “V” digunakan untuk
menyatakan 1 dan simbol “<” untuk 10. Kedua simbol tersebut digunakan untuk
menyatakan bilangan-bilangan 1 - 59, yaitu dengan cara menuliskan kedua simbol
itu secara berulang.

Contoh 1 : <<<VVVVV berarti : 35


Selanjutnya untuk menyatakan 60 dan 1 ditulis dengan symbol yang sama, yaitu “V”.
Beda antara 60 dan 1 ditunjukkan dengan adanya jarak yang agak jauh di antara
simbol-simbol itu.

Contoh 2:

a) V <V berarti 1.60+11 = 71


b) VV VV berarti 2.60+2 = 122
c) V< <<V berarti 11.60+21 = 681

4
Ciri-ciri dan sistem Babilonia :
a) Menggunakan bilangan dasar (basis) 60.
b) Menggunakan nilai tempat (setiap posisi dipisahkan oleh sebuah jarak)
c) Simbol-simbol yang digunakan adalah V dan < (lihat gambar 2.3)
d) tidak mengenal simbol 0 (nol).

Contoh 3:
(a) V < <V artinya : l(60)2 + 10(60) + 1l
(b) < V << V artinya : l0(603 + (60)2 + 20(60) + 1
(c) VV V << artinya : 2(602 + 1(60) + 20
Sistem Babilonia ini cepat hilang karena tidak menggunakan simbol nol. Sistem
angka lain yang menarik adalah sistem Maya.

D. Sistem Maya
Sistem ini menggunakan basis 20, tetapi bilangan kelompok kedua adalah
(18)(20) sebagai ganti dari (20)2, bilangan kelompok ketiga adalah (18)(20)2 sebagai
ganti dari (20), dan seterusnya (18)(2O)n. Bilangan-bilangan di bawah basis (20)
ditulis secara amat sederhana dengan titik (kerikil) untuk satu dan tangkai (“__“)
untuk lima.

Ciri-ciri sistem numerasi Maya:


a) Menggunakan basis 20
b) Mengenal simbol 0 yaitu (8)
c) Ditulis secara tegak atau vertikal.

5
E. Sistem Romawi (± 500 SM - 1600)
Sistem numerasi Romawi ini menggunakan basis 10. Pada dasarnya, sistem
Romawi ini merupakan sistem penjumlahan dan sistem perkalian. Jika simbol-simbol
sebuah angka mempunyai nilai yang menurun dari kiri ke kanan, maka nilai angka
tersebut dijumlahkan. Sebaliknya jika sebuah angka mempunyai nilai yang naik dari
kiri ke kana, maka nilai angka tersebut dikurangkan. Dalam hal pengurangan, sebuah
angka tidak pernah ditulis lebih dari 2 simbol, misalnya IV, IX, XL, CD, CM.

Contoh:
CX = 100 + 10 = 110 (dari kiri ke kanan nilainya menurun, jadi dijumlahkan).
XC = 100 - 10 = 90 (dari kiri ke kanan nilainya naik, jadi dikurangkan).
Posisi dari sebuah simbol/huruf menduduki tempat yang penting, karena
CX dan XC merupakan dua angka yang berbeda, yaitu 110 dan 90. Tetapi walaupun
demikian, sistem Romawi ini tidak menggunakan nilai tempat. Hingga saat ini sistem
Romawi ini masih sening digunakan.

Dalam sistem Romawi, penulisan sebuah bilangan tidak boleh menggunakan


lebihdari 3 simbol yang sama secara berurutan.

Contoh 1:
4 ditulis IV dan bukan IIII
9 ditulis IX dan bukan VIIII

Untuk menulis sebuah bilangan yang besar digunakan. simbol garis (“_“)
di atas simbol yang bersangkutan, misalnya V berarti 5 dikalikan 1000, atau 5000.
Lambang V berarti 5 dikalikan 1.000.000, atau 5.000.000.

Jadi sebuah simbol yang dibeni tanda garis di atasnya menunjukkan sebuah
bilangan yang ditunjukkan simbol tersebut dikalikan dengan 1.000. Jika tanda
garisnya dua buah, maka dikalikan dengan 1.000.000, demikian seterusnya.

6
Contoh 2:
a) MMMDCCLXIII = 3000 + 700 + 60 + 3
= 3763
b) MMMXCDCCXLI = 3090.1000 + 700 + 40 + 9
= 3.090.749
c) VI = 6000
d) VII = 7.000.000
e) IVDCXLVII = 4.1000 + 600 + 40 + 7
= 4.647
f) LMDXXI = 50.1000000 + 1000 + 500 + 21
= 50.001.521

F. Sistem Arab-Hindu (mulai dipakai ± tahun 1000)


Ciri-ciri sistem Arab-Hindu:
a) Menggunakan basis 10
b) Menggunakan nilai tempat
c) Menggunakan angka : 1, 2, 3, 4, . . . , 9
d) Mengenal simbol “0” (nol).
Karena sistem ini menggunakan basis 10 maka disebut juga sebagai sistem
desimal. Sistem desimal ini menggunakan ide nilai tempat, misalnya 492 :
4 menunjukkan 4 buah himpunan seratusan (400)
9 menunjukkan 9 buah himpunan sepuluhan (90)
2 menunjukkan 2 buah himpunan satuan (2)

Contoh 1 :

Angka 3 terdapat pada tiap lambang 123, 231 dan 321. Karena posisinya,
maka angka tiga tersebut mempunyai nilai yang berbeda-beda. Pada lambang “123”;
3 berarti 3 satuan (3). Pada lambang “231”; 3 berarti. 3 puluhan (30). Pada lambang
“321”; 3 berarti 3 ratusan (300).
Dalam sistem desimal, setiap posisi yang berurutan (dari kanan ke kiri),
harus dikalikan dengan 10. Tempat pertama (paling kanan) menunjukkan ada berapa
buah satuan, tempat kedua menunjukkan ada berapa buah (l0 x l)-an, tempat ketiga
menunjukkan ada berapa buah (l0 x l0)-an, tempat keempat menunjukkan ada
berapa buah (l0 x l0 x l0)-an, demikian seterusnya. Jadi 4567 adalah kependekan
dari:

4 (10.10.10) + 5 (10.10) + 6 (10) + 7 (1) atau :


4 (10)3 + 5(10)2 + 6(10)1 + 7(1)0
Penulisan di atas disebut sebagai notasi bentuk panjang dan 4567. Untuk
memudahkan penggunaan ide di atas, Anda dapat mempelajari
penjelasan mengenai notasi pangkat.
Contoh:
Tuliskan lambangnya dalam bentuk panjang untuk bilangan:

7
a) 76.309 b) 4.538

c) 9.300

Jawab:

a) 76.309 = 7(10.000) + 6(1000) + 3(100) + 9(1)


b) 4.538 = 4(1000) + 5(100) + 3(10) + 8(1)
c) 9.300 = 9(1000) + 3(100).
Kadang-kadarig a dan c ditulis sebagai:
76.309 = 7(10.000) + 6(1000) + 3(100) + 0(10) + 9(1) atau
76.309 = 7(10)4 + 6(10)3 + 3(10)2 + 0(10)1 + 9(10)0
dan
9.300 = 9(1000) + 3(100) + 0(10) + 0(1) atau
9.300 9(10)3 + 3(10)2 + 0(10)1 + 0(10)0
Penulisan bentuk terakhir mi disebut penulisan dalam bentuk baku dengan basis 10
(pangkat menurun).1

2. Pembelajaran Bilangan Kardinal


Bilangan Kardinal adalah bilangan yang menyatakan banyaknya atau jumlah suatu
anggota himpunan. Karakteristik khusus dari bilangan kardinal didasarkan pada
himpunan equivalen, yaitu :

A ≈ B ↔ n(A) = n(B)

Kita mempunyai definisi bilangan kardinal dalam terminology himpunan. Jika a adalah
bilangan kardinal sedemikian sehingga a = n (A). Oleh sebabitu kita akan asumsikan
bahwa diberikan bilangan kardinal a dan b, dengan a = n (A) dan b = n (B) dengan
himpunan A dan B saling lepas.

Gambar 1

A B AUB

1
B A B Iii, ‘Bab-Iii-Sistem-Numerik’, 2016, 47–69 <https://pakbisri.files.wordpress.com/2016/09/bab-iii-sistem-
numerik.pdf>.

8
Dari gambar 1 di peroleh bahwa n (A) = 3 , n (B) = 4 dan n (A U B) = 7. Kita dapat asumsikan
bahwa :

n (A) + N (B) = n (AUB)

Kemudian kita andaikan bahwa a = n(A) dan b = n (B) dengan a dan b adalah bilangan kardinal,
ini berarti bahwa himpunan A dan B saling lepas. Akibat dari (2.2) didapat :

a + b = n (AUB)

Dari sifat komutatif himpunan bagian, diperoleh

A U B ≈ BU Sehingga n (AUB) = n (BUA)2

SIFAT – SIFAT PENJUMLAHAN BILANGAN KARDINAL


1. Komutatif
a + b = b + a, Ɐa,b € bil.kardinal
2. Asosiatif
(a + b) + c = a + (b + c),Ɐa,b,c € bil.kardinal
3. Identitas Penjumlahan
a + 0 = a, Ɐa. € bil.kardinal

3. Pembelajaran Bilangan Ordinal


Bilangan ordinal dinamakan juga dengan bilangan urutan. Misalnya kesatu,
kedua, ketiga, keempat, ... disebut bilangan ordinal. Tentunya kalau Anda perhatikan,
bilangan ordinal akan diperoleh dengan menambahkan “ke” pada bilangan asli. Dalam
bilangan ordinal, biasanya untuk menunjukkan urutan kesatu dipergunakan kata
“pertama”, dan untuk menunjukan urutan objek yang paling ujung dipakai kata
“terakhir”. Bilangan ordinal ini dinamakan dengan bilangan asli. Pembahasan lebih detil
tentang bilangan asli dan cacah akan dibicarakan kemudian.

4. Lambang bilangan
Tiga, apa yang dimaksud dengan tiga? Tiga anak-anak, tiga meter benang,
tiga kilogram beras, tiga derajat di bawah nol, usia tiga tahun, tiga ribu rupiah,
keuntungannya tiga persen. Bagaimana bisa satu nama (tiga), digunakan dengan
berbagai cara, digunakan untuk menyatakan ukuran kuantitas yang berbeda-beda?
Bilangan adalah suatu idea, sifatnya abstrak. Bilangan memberikan keterangan
mengenai banyaknya anggota dari suatu himpunan. Sebagai contoh A = {a, b, c},
maka banyaknya anggota dari himpunan itu dinyatakan dengan bilangan. Bilangan
tersebut dinamakan tiga.
Untuk membedakan bilangan yang satu dengan yang lain, diperlukan nama.

2
Syekh Nurjati Cirebon, ‘Matakuliah Teori Bilangan’, 2016, 1–27.

9
Sebagai contoh nama bilangan yang digunakan untuk menyatakan banyaknya anggota
dari himpunan kosong adalah nol. Nama yang diberikan terhadap bilangan tidaklah
sama, tergantung pada bahasa yang digunakan. Misalnya orang Cina menamakan
bilangan tiga dengan san, orang Inggris dengan three, orang Jawa dengan telu.
Terhadap suatu bilangan, selain diperlukan nama, juga diperlukan lambang.
Lambang suatu bilangan dapat dinyatakan dengan bermacam-macam lambang,
misalnya untuk bilangan enam dapat dinyatakan dengan lambang 6, VI, atau dengan
lambang lainnya. Nama dan lambang bilangan yang sudah dikenal antara lain dapat
dilihat dalam Tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1
Lambang dan Nama Bilangan

Lambang Bilangan Nama Bilangan


0 Nol
1 Satu
2 Dua
3 Tiga
Dan seterusnya

5. Nilai Tempat
Tentunya Anda sudah mengetahui bilangan-bilangan yang berada dalam
himpunan bilangan cacah bukan? Yakni bilangan-bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, ....
Bilangan-bilangan tersebut ditulis dengan menggunakan satu atau lebih dari sepuluh
angka pembentuk bilangan, angka-angka tersebut adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan
9. Setiap angka pada suatu bilangan, memiliki nilai, yang nilainya tergantung pada
posisi/letak/tempat angka tersebut pada bilangan dimaksud. Nilai ini dinamakan
dengan nilai tempat.
Nilai tempat bilangan-bilangan mulai dari posisi paling kanan menuju ke posisi
kiri berturut-turut adalah: satuan, puluhan, ratusan, ribuan, puluh ribuan, ratus
ribuan, jutaan, dan seterusnya. Sebagai contoh misalkan terdapat bilangan 31527.

3 1 5 2 7
Puluh ribuan Ribuan Ratusan Puluhan Satuan

Nilai angka 5 dalam 31527 adalah ratusan, atau nilainya 500. Nilai angka 1 dalam
31527 adalah adalah ribuan, atau nilainya 1000.
Setiap bilangan yang terdiri dari dua/lebih angka dapat dituliskan dalam bentuk
panjang dengan menggunakan nilai tempat. Tabel 1.2 berikut menunjukkan perbedaan
penulisan bilangan bentuk standar dan bentuk Panjang.

10
Tabel 1.2
Bilangan dalam Bentuk Standar Dan Bentuk Panjang

Bentuk standar Bentuk Panjang


376 300 + 70 + 6
1735 1000 + 700 + 30 +5

Contoh 1:
Tuliskan bilangan 32657 dalam bentuk panjang.
Penyelesaian:
Nilai tempat untuk setiap angka bilangan tersebut adalah:
3 di tempat puluh ribuan, atau nilainya 30.000.
2 di tempat ribuan, atau nilainya 2000.
6 di tempat ratusan, atau nilainya 600.
5 di tempat puluhan, atau nilainya 50.
7 di tempat satuan, atau nilainya 73

3
D A N Bilangan Cacah, ‘Konsep Pra-Bilangan ’;, 4 (2015), 1–39.

11
BAB III PENUTUP

KESIMPULAN
Sistem bilangan yang kita kenal sekarang sesungguhnya merupakan hasil
kontemplasi dari pakar matematika yang dipengaruhi oleh beberapa factor seperti
factor lingkungan, seleksi ide/ beberapa konsep matematika, dan generalisasi
konsep.Pemahaman kita akan sejarah perkembangan bilangan dapat menjadi salah
satu bagian pembelajaran untuk menghindari miskonsepsi pembelajaran matematika.

SARAN
Beberapa hal yang dikemukakan sehubungan dengan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Pentingnya guru, dosen, peminat Matematika atau masyarakat umum untuk
membaca sejarah bilangan dalam memahami landasan setiap bilangan dan
lambangnya, serta menghindari kesalahan penafsiran.
2. Diharapkan guru Matematika dapat mengemukakan sejarah ringkas dari suatu
symbol matematika sehingga dapat menjadi alternative yang memotivasi siswa untuk
belajar

12
DAFTAR PUSTAKA

Cacah, D A N Bilangan, ‘Konsep Pra-Bilangan ’;, 4 (2015), 1–39

Cirebon, Syekh Nurjati, ‘Matakuliah Teori Bilangan’, 2016, 1–27

Iii, B A B, ‘Bab-Iii-Sistem-Numerik’, 2016, 47–69


<https://pakbisri.files.wordpress.com/2016/09/bab-iii-sistem-numerik.pdf>

13

Anda mungkin juga menyukai