Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“RUANG LINGKUP FILSAFAT”

Filsafat umum

Dosen: Jamanuddin, M.Ag

Disusun Oleh:

Kelompok 5

1. Ronaldo Nazar 1632600052


2. Bahrul Ulum
3. Joko Purnomo 1652600032
4. M. Kailani 1642600041

KELAS PBA 02

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang
diberikan-Nya sehingga tugas Makalah yang berjudul “Ruang Lingkup Filsafat”
ini dapat kami selesaikan. Makalah ini kami buat sebagai kewajiban untuk
memenuhi tugas.

Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan terimakasih yang dalam kepada


semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi
terwujudnya makalah ini. Akhirnya saran dan kritik pembaca yang dimaksud
untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini penulis sangat hargai.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Banyak diantara kita terutama mahasiswa UIN dan IAIN pernah mendengar
kata “Filsafat”, akan tetapi banyak pula dari kita yang hanya sekedar tau filsafat di
permukaanya saja. Karena sebagian orang menganggap pembelajaran filsafat
ataupun materi pembahasan tentang filsafat kurang menarik untuk dipelajari.
Padahal filsafat adalah ilmu yang dapat menjadikan seseorang cerdas, kritis,
sistematis, dan objektif dalam melihat dan memecahkan beragam problema
kehidupan.
Karena itu penulis merasa tertarik untuk membahas secara jelas dan padat
mengenai filsafat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja ruang lingkup filsafat?
2. Metode apa saja yang digunakan dalam filsafat?
3. Apa saja objek filsafat?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami ruang lingkup filsafat
2. Mengetahui dan memahami metode yang digunakan dalam filsafat
3. Mengetahui dan memahami objek filsafat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup Filsafat


Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu
khusus. Dalam perkembangannya ilmu-ilmu khusus itu memisahkan diri dari
induknya yakni filsafat.
Dalam sejarah ilmu, ilmu khusus yang pertama kali memisahkan diri dari
filsafat adalah matematika yaitu pada zaman Renaissance (abad XVI.M) yang
kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu lainnya.
Filsafat sebagai induk ilmu-ilmu lainnya masih terasa pengaruhnya. Setelah
ilmu filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu lainnya, ternyata filsafat tidak mati tetapi
hidup dengan corak tersendiri yakni sebagai ilmu yang memecahkan masalah
yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus.
Ruang lingkup fisafat adalah segala sesuatu lapangan pemikiran manusia
yang amat luas (komprehensif). Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar
ada (nyata), baik material konkrit maupun material abstrak (tidak terlihat). Jadi
obyek filsafat itu tidak terbatas. (Noor Syam,1988:22).SS
Adapun menurut pendapat para ahli tentang ruang lingkup filsafat :

1. Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya.


2. Tentang ada dan tidak ada.
3. Tentang alam, dunia dan seisinya.
4. Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
5. Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk
lainnya.
6. Tuhan tidak dikecualikan.
B. Metode Filsafat
Ada tiga metode berfikir yang digunakan untuk memecahkan problema-
problema filsafat, yaitu: metode deduksi, induksi, dan dialektika.
1. Metode Deduksi
Adalah suatu metode berpikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari prinsip-
prinsip umum dan kemudia diterapkan kepada semua yang bersifat khusus.
Contohnya sebagai berikut:
 Semua manusia adalah fana (prinsip umum)
 Semua raja adalah manusia (prinsip khusus)
 Karena itu semua raja adalah fana (kesimpulan)
2. Metode Induksi
Adalah suatu metode berpikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari prinsip
khusus kemudian diterapkan kepada sesuatu yang bersifat umum.
Contohnya sebagai berikut:
 Bagus adalah manusia (prinsip khusus)
 Dia akan mati (prinsip umum)
 Seluruh manusia akan mati (kesimpulan)
3. Metode Dialektik
Yaitu suatu cara berpikir dimana suatu kesimpulan diperoleh melalui tiga
jenjang penalaran: tesis, antitesis dan sintesis. Metode ini berusaha untuk
mengembangkan suatu contoh argument yang didalamnya terjalin implikasi
bermacam-macam proses (sikap) yang saling mempengaruhi argument tersebut
akan menunjukkan bahwa tiap proses tidak menyajikan pemahaman yang
sempurna tentang kebenaran. Dengan demikian, timbullah pandangan dan
alternatif yang baru. Pada setiap tahap dari dialektik ini kita memasuki lebih
dalam pada problema asli. Dan dengan demikian ada kemungkinan untuk
mendekati kebenaran.
Hegel menganggap bahwa metode dialektik merupakan metode berpikir
yang benar, ia maksudkan ialah hal-hal yang sebenarnya sering kita alami dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kerap kali kita mengalami
perlunya mendamaikan hal-hal yang bertentangan. Tidak jarang terjadi bahwa kita
mesti mengusahakan kompromi antara beberapa pandapat atau keadaan yang
berlawanan satu sama lain. Nah, maksud Hegel mirip dengan pengalaman kata itu.
Hegel sangat mengagumi filsuf yunani Herakleitos yang mengatakan bahwa
“pertentangan adalah bapak segala sesuatu”.
Proses dialektik selalu tradisi dari tiga fase. Fase pertama disebut tesis yang
menampilkan “lawan” dari fase kedua yaitu antitesis. Akhirnya, disebut fase
ketiga disebut sintesis, yang mendamaikan antara tesis dan antitesis yang saling
berlawanan. Sintesis yang telah dihasilkan dapat menjadi tesis pula yang
menampilkan antitesis lagi dan akhirnya kedua-duanya dinamakan menjadi
sintesis baru. Demikian selanjutnya setiap sintesis dapat menjadi tesis.
Contoh tesis, antitesis dan sintesis.
 Dalam keluarga, suami istri adalah dua makhluk yang berlainan yang
dapat berupa tesis dan antitesis. Bagi Suami, anak merupakan bagian dari
dirinya sendiri. Begitu juga sang Istri, dengan demikian si anak merupakan
sintesis bagi Suami Istri tadi.
Metode yang digunakan untuk memecahkan problem-problem filsafat,
berbeda dengan metode yang digunakan untuk mempelajari filsafat. Ada tiga
macam metode untuk mempelajari filsafat, diantaranya:
4. Metode Sistematis
Metode ini bertujuan agar perhatian pelajar/ mahasiswa terpusat pada isi
filsafat, bukan pada tokoh atau pada metode.
Misalnya, mula-mula pelajar atau mahasiswa menghadapi teori
pengetahuan yang berdiri atas beberapa cabang filsafat. Setelah itu mempelajari
teori hakikat, teori nilai atau filsafat nilai. Pembagian besar ini dibagi lebih khusus
dalam sistematika filsafat untuk membahas setiap cabang atau subcabang itu,
aliran-aliran akan terbahas.
5. Metode Histories
Metode ini digunakan untuk mempelajari filsafat dengan cara mengikuti
sejarahnya dapat dibicarakan dengan tokoh-tokoh menurut kedudukannya dalam
sejarah. Misal dimulai dari pembicarakan filsafat thales, membicarakan riwayat
hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam teori pengetahuan, teori hakikat, maupun
dalam teori nilai. Lantas dilanjutkan dalam membicarakan Anaxr mandios
Socrates, lalu Rousseau Kant dan seterusnya sampai tokoh-tokoh kontemporer.
6. Metode kritis
Metode ini digunakan oleh orang-orang yang mempelajari filsafat tingkat
intensif. Sebaiknya metode ini digunakan pada tingkat sarjana.
Disini gajaran filsafat dapat mengambil pendekatan sistematis ataupun
histories. Langkah pertama ialah memahami isi ajaran, kemudian pelajar mencoba
mengajukan kritikannya, kritik itu mungkin dalam bentuk menentang. Dapat juga
berupa dukungan. Ia mungkin mengkritik mendapatkan pendapatnya sendiri
ataupun menggunakan pendapat filsuf lain. Jadi jelas tatkala memulai pelajaran
amat diperlukan belajar filsafat dengan metode ini.

C. Cabang Filsafat
Jika kita mengamati karya-karya besar filsuf, seperti aristoteles (384-322
SM) dan Imanuel Kant (1724-1804), ada tiga tema besar yang menjadi fokus
kajian dalam karya-karya mereka, yakni kenyataan, nilai, dan pengetahuan. Ketiga
tema besar tersebut masing-masing dikaji dalam tiga cabang besar filsafat.
Kenyataan merupakan bidang kajian metafisika, nilai adalah bidang kajian
aksiologi, dan pengetahuan merupakan bidang kajian epistimologi.
Namun ada juga yang membagi cabang filsafat berdasarkan karakteristik
objeknya. Berdasarkan karakteristik objeknya filsafat dibagi dua, yaitu :
1. filsafat umum/murni
a. Metafisika, objeknya adalah hakikat tentang segala sesuatu yang ada.
b Epistemologi. Objeknya adalah pengetahuan/ kenyataan
c. Logika. Merupakan studi penyusunan argumen-argumen dan penarikan
kesimpulan yang valid. Namun ada juga yang memasukkan Logika ke dalam
kajian epistimologi.
d. Aksiologi. Objek kajiannya adalah hakikat menilai kenyataan.
2 Filsafat Khusus/Terapan, yang lebih mengkaji pada salah satu aspek kehidupan.
Seperti misalnya filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat bahasa, dan lain
sebagainya.
Pembagian cabang-cabang filsafat di atas tidak kaku. Seorang filsuf yang
mengklaim bahwa pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologis sering kali pula
membahas masalah-masalah eksistensi manusia, kebudayaan, kondisi masyarakat,
bahkan etika. Ini misalnya tampak dari filsafat Heidegger. Dalam bukunya yang
terkenal, Being and Time (1979), dia menulis bahwa filsafatnya dimaksudkan
untuk mencari dan memahami “ada”. Akan tetapi dia mengakui bahwa “ada”
hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas mengenai keotentikan,
kecemasan, dan pengalamn-pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari.
1. Metafisika
Koestenbaum (1968) mendefinisikan metafisika sebagai studi mengenai
karakteristik-karakteristik yang sangat umum dan paling dasar dari kenyataan
yang sebenarnya (ultimate reality). Metafisika menguji aspek-aspek kenyataan
seperti ruang dan waktu, kesadaran, jiwa dan materi, ada (being), eksistensi,
perubahan, substansi dan sifat, aktual dan potensial, dan lain sebagainya.
Metafisika pada asasnya meneliti perbedaan antara penampakan
(appearance) dan kenyataan (reality). Ada sejumlah aliran yang mencoba
mengungkap hakikat kenyataan di balik penampakan tersebut. Misalnya aliran
naturalism dan materialism percaya bahwa kenyataan paling dasar pada
prinsipnya sama dengan peristiwa material dan natural.
Sejak zaman Yunani kuno sebagian besar filsafat diwarnai oleh pemikiran-
pemikiran metafisik, kendati cukup banyak juga filsuf yang meragukan dan
menolak metafisika. Para filsuf yang menolak metafisika beralasan bahwa
metafisika tidak mungkin karena melampaui batas-batas kemampuan indera untuk
membuktikan kebenaran-kebenarannya. Kebenaran-kebenaran yang dikemukakan
oleh metafisika terlalu luas dan spekulatif, sehingga tidak dapat dibuktikan dan
diukur kebenarannya. Dalam perkembangannya, metafisika kemudian dibagi lagi
menjadi tiga sub cabanga, yaitu :
1. Ontology, mengkaji persoalan-persoalan tentang ada (dan tiada)
2. Kosmologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang alam semesta, asal-usul, dan
unsur-unsur yang membentuk alam semesta
3. Humanologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang hakikat manusia, hubungan
antara jiwa dan tubuh, kebebasan dan keterbatasan manusia
4. Teologi, mengkaji persoalan-persoalan tentang Tuhan/agama

2. Epistemologi dan Logika


Istilah epistemology berasal dari bahasa Yunani, yakni episteme yang
berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori.dengan
demikian epistemology adalah suatu kajian atau teori filsafat mengenai esensi
pengetahuan.
Menurut Koestenbaum (1968), secara umum epistemology berusaha untuk
mencari jawaban atas pertanyaan “apakah pengetahuan?”. Tetapi secara spesifik
epistemology berusaha menguji masalah-masalah yang kompleks, seperti
hubungan antara pengetahuan dan kepercayaan pribadi, status pengetahuan yang
melampaui panca indera, status ontology dari teori-teori ilmiah, hubungan antara
konsep-konsep atau kata-kata yang bersifat umum dengan objek-objek yang
ditunjuk oleh konsep-konsep atau kata-kata tersebut, dan analisis atas tindakan
mengetahui itu sendiri.
Menurut J.F. Ferrier, epistemology pada dasarnya berkenaan dengan
pengujian filsafati terhadap batas-batas, sumber-sumber, struktur-struktur,
metode-metode dan validitas pengetahuan.
Logika sebagai salah satu cabang filsafat pada dasarnya adalah cara untuk
menarik kesimpulan yang valid. Secara luas logika dapat didefinisikan sebagai
pengkajian untuk berfikir secara sahih. Ada banyak cara menarik kesimpulan.
Namun secara garis besar, semua itu didigolongkan menjadi dua cara yaitu logika
induktif dan logika deduktif.
Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-
kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan
logika deduktif berhubungan dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang
umum menjadi kesimpulan yang bersifat khusus atau individual. Baik logika
induktif maupun logika deduktif, dalam proses penalarannya mempergunakan
premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggap benar. Ketepatan
penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal, yakni kebenaran premis mayor,
kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan keputusan. Sekiranya salah
satu dari ketiga unsur tersebut tidak terpenuhi maka kesimpulan yang ditariknya
akan salah.
3. Aksiologi
Aksiologi merupakan kajian filsafat mengenai nilai. Nilai sendiri adalah
suatu kualitas yang kita berikan kepada sesuatu objek sehingga sesuatu itu
dianggap bernilai atau tidak bernilai. Pada masa kini objeknya lebih banyak
berupa sains dan teknologi. Peradaban manusia masa kini sangat bergantung pada
ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi. Berkat kemajuan pada kedua bidang ini
pemenuhan kebutuhan manusia dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Banyak
sekali penemuan-penemuan baru yang amat membantu kehidupan manusia,
seperti misalnya penemuan dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Namun di pihak lain, perkembangan-perkembangan tersebut
mengesampingkan factor manusia. Di mana bukan lagi teknologi yang
berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia, namun sering kali
kini yang terjadi adalah sebaliknya. Manusialah yang akhirnya harus
menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai
sarana yang memberikan kemudahan bagi manusia, melainkan dia ada bertujuan
untuk eksistensinya sendiri. Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada di ambang
kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri.
Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang ada. Masalah nilai moral tidak bisa terlepas dari tekat manusia
untuk menemukan kebenaran. Sebab untuk menemukan kebenaran dan kemudian
terutama untuk mempertahankannya, diperlukan keberanian moral.
Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan
teknologi yang bersifat merusak ini, para ilmuwan terbagi menjadi dua golongan
pendapat.
Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersikap netral terhadap
nilai-nilai, bik itu secara ontologis, mau pun aksiologis. Dalam hal ini tugas
ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain dalam
mempergunakannya, apakah untuk kebaikan atau untuk keburukan.
Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap
nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan. Sedangkan dalam
penggunaannya bahkan pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus
berlandaskan asas-asas moral.
Nilai yang menjadi kajian aksiologi ada dua, itu sebabnya aksiologi dibagi
menjadi dua sub cabang yaitu :
1. Etika. Kajian filsafat mengenai baik dan buruk, lebih kepada bagaimana
seharusnya manusia bersikap dan bertingkah laku, apa makna etika atau
moralitas dalam kehidupan manusia.

2. Estetika. Nilai yang berhubungan dengan keindahan (indah dan buruk).


Mengkaji mengenai keindahan, kesenian, kesenangan yang disebabkan oleh
keindahan.

D. OBJEK FILSAFAT
Isi filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan. Ada dua objek apa yang
dipikirkan. Ada dua objek dalam filsafat diantaranya:
1. Objek Material
Objek material filsafat yaitu segala yang ada dan mungkin ada, jadi luas
sekali dan tidak terbatas.
Objek materia antara filsafat dengan sains (ilmu pengetahuan) sama, yaitu
sama-sama menyelidiki segala yang ada dan mungkin ada. Tapi ada dua hal yang
membedakan diantaranya:
a. Sains menyelidiki objek material yang empiris. Sedangkan filsafat
menyelidiki bagian yang abstraknya.
b. Ada objek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains seperti
tuhan, hari akhir (hal-hal yang tidak empiris). Jadi objek material filsafat
lebih luas daripada sains.
2. Objek Formal (sikap penyelidikan)
Objek forma filsafat adalah penyelidikan yang mendalam atau ingin
mengetahui bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek
yang tidak empiris.
Objek ini hanya dimiliki oleh filsafat saja. Sains tidak mempunyai objek
forma. Karena objek sains hanya terbatas pada sesuatu yang bisa diselidiki secara
ilmiah saja, dan jika tidak dapat diselidiki maka akan terhenti sampai disitu.
Tetapi filsafat tidaklah demikian, filsafat akan terus bekerja hingga
permasalahannya dapat ditemukan sampai akar-akarnya.

Anda mungkin juga menyukai