Disusun oleh
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Bilangan Dan Sejarah Bilangan”
ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar
kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang
lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi
seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang
menjadi tugas pendidikan matematika dengan judul “Bilangan Dan Sejarah
Bilangan”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu kamu selama pembuatan makalan ini berlangsung
sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah
yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.
Penyusun
I
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………….... I
Daftar Isi……………….....………………………………………………… II
Bab I Pendahuluan......……………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1
1.2 Rumus Masalah……………………………………………………. 1
1.3 Tujuan Pembelajaran………………………………………………. 1
Bab II Pembahasan ………………………………………………………… 2
2.1 Sejarah Bilangan…………………………………………………… 2
A. Perhitungan Primitive Pada Bilangan………………………... 3
B. System Bilangan…………………………………………….. 3
C. Tokoh-Tokoh Sejarah Bilangan……………………………… 5
D. Sejarah Bilangan Prima…………………………………….... 6
2.2 Perkembangan Teori Bilangan…………………………………….. 8
A. Penemuan Angka…………………………………………….. 8
B. Penemuan Sistem Nilai Tempat……………………………... 9
C. Perkembangan Macam-Macam Bilangan……………………. 11
D. Lambang Bilangan dan Perkembanganya……………………. 12
E. Contoh Gambar Sejarah Bilangan Masalalu………………… 13
Bab II Penutup ……………………………………………………………… 14
3.1 Kesimpulan………………………………………………………… 14
3.2 Saran……………………………………………………………….. 14
Daftar Pustaka……………………………………………………………… 15
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAAN
2
Simbol bilangan bangsa Arab yang dibuat pada abad ke-11 dan dipakai hingga
kini oleh umat Islam di seluruh dunia.
Simbol bilangan bangsa Yunani Kuno.
Simbol bilangan bangsa Romawi yang juga masih dipakai hingga kini.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad ke-X ditemukanlah manuskrip
Spanyol yang memuat penulisan simbol bilangan oleh bangsa Hindu-Arab Kuno
dan cara penulisan inilah yang menjadi cikal bakal penulisan simbol bilangan yang
kita pakai hingga saat ini, seperti yang tampak dalam gambar berikut:
B. System Bilangan
Ketika bilangan maupun proses berhitung sudah semakin penting, maka suatu
suku bangsa mulai mensistematiskannya, ini dilakukan dengan mengurutkan
bilangan kedalam kelompok tertentu, ukuran kelompok ditentukan oleh proses
3
pemasangan anggota. Sederhana, ilustrasi metodenya begini. Misalkan sebuah
bilangan, dinamakan b, dipilih sebagai basis untuk berhitung dan nama bilangan
diurutkan oleh bilangan 1,2,….,b. Nama bilangan yang lebih besar dari b diperoleh
dari kombinasi bilangan yang sudah ada.
Karena jari manusia adalah alat yang baik untuk membantu proses berhitung,
tidak aneh kalau paling tepat 10 dipilih sebagai basis, nyatanya tetap dipakai sampai
hari ini di sistem bilangan moderen. Lihatlah saja 15 adalah kombinasi 1 dan 5,
demikian juga bilangan lainnya yang lebih besar dari 10.
Tapi terdapat bukti-bukti bahwa bilangan lain dipakai sebagai basis. Sebagai
contoh, ada penduduk asli QUEENSLAND yang berhitung “one, two, two and one,
two twos, dan much” untuk bilangan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, ini berarti 2 digunakan
sebagai basis. Suku di Tierra del Fuego menggunakan 3 sebagai basis, dan suatu
suku di Amerika Selatan menggunakan 4 sebagai basis.
Mudah ditebak sistem bilangan dengan basis 5, lebih dikenal dengan skala
quinary (quinary scale), pernah digunakan cukup lama. Bahkan sampai hari ini,
beberapa suku di Amerika Selatan menghitung menggunakan tangan,”satu, dua,
tiga, empat, tangan, tangan dan satu, tangan dan dua…” dan seterusnya. Para
petani Jerman menggunakan kalender dengan basis 5 sekitar tahun 1800.
Terdapat juga bukti bahwa 12 pernah dipakai sebagai basis di jaman dulu,
utamanya dalam hubungan ke ukuran. Basis 12 ini diduga dipakai dasar dalam
membuat kalender. Pada gambaran lain ukuran jarak satu kaki sama dengan 12 inci,
selusin itu 12, setahun 12 bulan dan lain sebagainya. Sistem bilangan dengan basis
20 juga dipakai secara luas, sistem ini digunakan oleh orang indian di amerika dan
yang tidak kalah terkenal sistem bilangan berbasis 20 ini digunakan oleh suku Maya
(itu loh suku purba yang ngeramal kiamat tahun 2012). Jejak-jekak penggunaan
sistem bilangan skala 20 juga ditemukan di Prancis, Denmark dan Wales. Sistem
bilangan basis 20 ini lebih dikenal dengan nama skala vigesimal. Dan suku
Babylonia (Irak jadul) menggunakan sistem bilangan dengan basis 60, dan masih
digunakan saat ini untuk menghitung sudut, dan waktu. Sistem bilangan ini lebih
dikenal dengan skala sexagesimal.
4
C. Tokoh-Tokoh Sejarah Bilangan
Adapun penjelasan dari pendapat para ahli terdahulu tentang bilangan, sebagai
berikut :
Menurut Pythagoras adalah seorang matematika dan filsuf Yunani yang paling
dikenal melalui teoremanya. Dikenal sebagai “Bapak Bilangan”, dia memberikan
sumbangan yang penting terhadap filsafat dan ajaran keagamaan pada akhir abad
ke-6 SM. Salah satu peninggalan Pythagoras yang terkenal adalah teorema
Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat dari suatu segitiga siku-siku adalah
sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya). Walaupun
fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya Pythagoras,
namun teorema ini dikreditkan kepada Pythagoras karena ia yang pertama kali
membuktikan pengamatan ini secara matematis. Menurut Al-Kashi terlahir pada
1380 di Kashan, sebuah padang pasir di sebelah utara wilayah Iran Tengah. Selama
hidupnya, al-Kashi telah menyumbangkan dan mewariskan sederet penemuan
penting bagi astronomi dan matematika.
Pecahan desimal yang digunakan oleh orang-orang Cina pada zaman kuno
selama berabad-abad, sebenarnya merupakan pecahan desimal yang diciptakan oleh
al-Kashi. Pecahan desimal ini merupakan salah satu karya besarnya yang
memudahkan untuk menghitung aritmatika yang dia bahas dalam karyanya yang
berjudul Kunci Aritmatika yang diterbitkan pada awal abad ke-15 di Samarkand.
Selanjutnya menurut Abu Ali Hasan Ibnu Al-Haytam lahir Basrah Irak, yang
oleh masyarakat Barat dikenal dengan nama Alhazen. Al-Haytam adalah orang
pertama yang mengklasifikasikan semua bilangan sempurna yang genap, yaitu
bilangan yang merupakan jumlah dari pembagi-pembagi sejatinya, seperti yang
berbentuk 2k-1(2k-1) di mana 2k-1 adalah bilangan prima. Selanjutnya Al-Haytam
membuktikan bahwa bila p adalah bilangan prima, 1+(p-1) habis dibagi oleh p.
Fermat menuliskan bahwa “I have discovered a truly remarkable proof which this
margin is to small to contain”. Fermat juga hampir selalu menulis catatan kecil
sejak tahun 1603, manakala ia pertama kali mempelajari Arithmetica karya
Diophantus.
5
Ada kemungkinan Fermat menyadari bahwa apa yang ia sebut sebagai
remarkable proof ternyata salah, karena semua teorema yang dia nyatakan biasanya
dalam bentuk tantangan yang Fermat ajukan terhadap matematika lain. Meskipun
kasus khusus untuk n = 3 dan n = 4 ia ajukan sebagai tantangan (dan Fermat
mengetahui bukti untuk kasus ini) namun teorema umumnya tidak pernah ia sebut
lagi. Pada kenyataannya karya matematika yang ditinggalkan oleh Fermat hanya
satu buah pembuktian. Fermat membuktikan bahwa luas daerah segitiga siku- siku
dengan sisi bilangan bulat tidak pernah merupakan bilangan kuadrat. Jelas hal ini
mengatakan bahwa tidak ada segitiga siku-siku dengan sisi rasional yang
mempunyai luas yang sama dengan suatu bujursangkar dengan sisi rasional.
Dalam simbol, tidak terdapat bilangan bulat x, y, z dengan sehingga bilangan
kuadrat. Dari sini mudah untuk mendeduksi kasus n = 4, Teorema Fermat. Penting
untuk diamati bahwa dalam tahap ini yang tersisa dari pembuktian Fermat Last
Theorem adalah membuktikan untuk kasus n bilangan prima ganjil. Jika terdapat
bilangan bulat x, y, z dengan maka jika n = pq.
Di dalam Babylonian tablet Plimton 322, yang diperkirakan berasal dari tahun
1700 S M, tercatat Babylonia Triples tersebut ketenarannya terkalahkan oleh
ketenaran nama Pythagorean Triples. Sebenarnya, diantara keduanya terdapat
perbedaan. Pada Babylonia Triples disyaratkan bahwa u dan v sebagai generator
2uv, u2 – v2 dan u2 + v2 yang merupakan ukuran sisi-sisi segitiga siku-siku, harus
relatif prima dan tidak mempunyai faktor prima selain 2, 3 atau 5. Sebagai contoh,
tiga angka seperti (56, 90, 106) adalah Babylonia Triples hal ini dimungkinkan
karena jika u = 9 dan v = 5 dan disubstitusikan pada generatornya akan
6
menghasilkan bilangan 56, 90, 106, tetapi untuk ketiga bilangan (28, 45, 53) adalah
bilangan Pythagorian Triples tetapi bukan Babylonia Triple, karena untuk u = 7, u
memiliki faktor prima 7 bukan 2 atau 3 atau 5.
Bilangan Prima dalam Rumusan Bilangan Sempurna, sesuai karya Euclid dalam
buku IX Elements (300 SM) diberikan bukti dari sebuah proposisi, yaitu :
Jika 2n – 1 adalah prima maka 2n – 1.(2n – 1) adalah bilangan sempurna (perfect
number). Bukti preposisi tersebut adalah sebagai berikut : Karena 2m - 1 adalah
prima maka 2m-1 = p dengan p prima sehingga untuk n = 2m-1.
(2m-1) dan n = 2m-1. p, dengan pembagi-pembagi : 1, 2, 22,…, 2m-1, p, 2p,…,
2m-1. p Jumlah pembagi-pembaginya : 1+2+22+…+p+2p+…+2m-1.p S(n) =
(1+2+22+…+2m-1).(1+p) = ( 2m-1).(1+p) = p . (1+p), dengan p = 2 m-1 dan p+1
= 2m- 1+1=2m = p . 2m, sementara n = 2m-1. p maka 2n = 2.2m-1 . p = 2m . p = p.
2m.
Pada masa itu bangsa Yunani telah menemukan 4 bilangan sempurna yaitu 6,
28, 496 dan 8128 (Kart : 458). Berkenaan dengan bilangan sempurna ini, sekitar
2000 tahun kemudian seorang matematika Euler pada tahun 1947 telah mampu
menunjukkan bahwa semua bilangan sempurna yang didapat dari rumusan di atas
adalah genap. Tidak diketahui sampai hari ini apakah ada bilangan sempurna yang
ganjil.
Teorema ke-20 dari buku IX The Elements Euclide menyatakan bahwa “Tidak
ada bilangan prima yang terakhir (There is no last Prime)”. Pernyataan ini
menunjukan kata terhinggaan bilangan prima (Infinitude of Prime) yang dibuktikan
Euclid dengan menggunakan cara pembuktian kontradiksi. Untuk hal tersebut
perhatikanlah definisi bahwa suatu bilangan p prima jika p ¹1 dan pembagi-
pembaginya hanya 1 dan p dengan demikian hanya p½p dan 1½p. Misalkan p1, p2,
p3, …, pn adalah n prima berbeda maka bilangan prima dapat dinyatakan dengan:
a = p1. p2. p3.….pn 1, maka p1 ½a , karena p1 ½ p1. p2. p3.….pn dan andaikan
p1½a maka p1 ½(a-p1. p2. p3.….pn) atau p1 ½1, tentu hal ini tidak mungkin terjadi
karena hanya 1½1, sementara p1 prima (p1¹ 1), terjadi kontradiksi, sehingga yang
benar: p1½a dan p2½a, p3½a,…, pn½a. Dengan demikian ada suatu bilangan a
7
yang tidak terbagi oleh bilangan prima manapun dengan pengambilan suatu n.
Dalam hal ini a adalah bilangan prima yang besarnya ditentukan oleh n. Nilai n
dapat membesar sampai tak hingga.
A. Penemuan Angka
Penulisan symbol matematika pertama muncul di zaman Babylonia (sekitar
3300 sebelum masehi). Mereka menulis atau menggambar bentuk paku untuk
8
mewakili satu, sedangkan bentuk V mewakili sepuluh. Sembilan paku dan satu V
berarti sembilan belas. Zaman berkembang dan melahirkan berbagai peradaban
yang juga menggunakan sistem bilangan yang sama dengan bangsa Babylonia.
Bangsa Maya misalnya menggunakan garis sebagai representasi dari angka lima
dan titik yang mewakili angka satu. Mereka menuliskan 19 dengan tiga garis dan
empat titik. Bangsa Mesir kuno menggunakan garis untuk mewakili satuan, bentuk
pegangan keranjang untuk puluhan, bentuk gulungan tali untuk ratusan, dan bentuk
bunga lotus untuk mewakili ribuan. Sistem bilangan tersebut adalah contoh sistem
bilangan penjumlahan, karena nilai dari suatu angka sama dengan jumlah nilai dari
simbol yang mewakilinya. Bangsa Romawi yang menemukan sistem biilangan
Romawi juga dianggap sebagai sistem bilangan penjumlahan. Misalnya XI berarti
10 + 1 = 11. Keunggulan dari sistem bilangan romawi ini yakni, apabila
menempatkan angka yang lebih kecil di depan sebelum bilangan yang lebih besar
maka akan menandakan pengurangan misalnya IX berarti 10 – 1 = 9.
9
matematika modern. Pada abad ke-9, seorang matematika Persia, Muhammad Ibn
Musa al-Khwarismi menulis suatu buku yang berjudul “Buku Penjumlahan dan
Pengurangan dengan Cara Bangsa India” melahirkan ide baru. Buku tersebut
menjadi terkenal di Eropa dan selanjutnya diterjemahkan ke bahasa Latin pada abad
ke-12 yang melahirkan kolom aritmetika, yakni menggunakan sistem simpan dan
pinjam pada metode perhitungan.
Dari waktu ke waktu kolom aritmetika dikenal sebagai algorism-nama latin
dari al-Khwarismi. Dan sekarang ini, kita menggunakan istilah algoritma.
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan
oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan
peradaban helenistik. Dinamai “Matematika Babilonia” karena peran utama
kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik,
Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk
membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam,
Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian
Matematika Islam. Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika
Mesir, pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400
lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis dalam tulisan
paku ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau dijemur di
bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya rumahan. Bukti terdini
matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban
kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun
3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel
perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri
dan soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada
periode ini. Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari
tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan
kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan
prima kembar. Lempengan itu juga meliputi tabel perkalian dan metode
penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat.
10
Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang akurat
sampai lima tempat desimal. Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem
bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan
60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk
satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang
melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan
Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana angka-
angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti
di dalam sistem decimal.
11
· Bilangan irasional adalah bilangan yang tidak dapat dinyatakan sebagai
pembagian dua bilangan bulat.
Misal: π, √3 , log 7 dan sebagainya.
· Bilangan riil adalah bilangan yang merupakan penggabungan dari bilangan
rasional dan bilangan irasional
Misal: 1/2 √(2 ),1/3 √5,1/4 π,2/3 log2 dan sebagainya.
· Bilangan imajiner (bilangan khayal) adalah bilangan yang ditandai dengan i,
bilangan imajiner i dinyatakan sebagai √(-1). Jadi, jika i = √(-1) maka i2= -1
12
kawanannya atau anggota keluarga yang tinggal bersamanya. Inilah dasar
pemahaman tentang konsep bilangan. Ketika seseorang berfikir bilangan dua, maka
dalam benaknya telah tertanam pengertian terdapat benda sebanyak dua buah.
Misalnya, dalam gambar 1.3 terdapat dua buah katak dan dua buah kepiting dan
selanjutnya kata “dua” dilambangkan dengan “2”. Perkembangan selanjutnya
menyatakan bilangan dengan menggunakan contoh benda tersebut di atas dirasakan
tidak cukup praktis, maka orang mulai berfikir untuk menggambarkan bilangan itu
dalam suatu lambang. Lambang (simbol) untuk menulis suatu bilangan disebut
angka.
Tetapi jika hewan peliharaan yang dihitung lebih dari 10, mungkin mereka
menggunakan kerikil untuk membantu.
10 jari = 1 kerikil
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jika dilihat dari pembahasan di atas, maka pada sejarah telah membuktikan
bahwa matematika, khususnya sistem bilangan pada awalnya tidak seragam,
berbeda di tiap suku bangsa. Jadi matematika dalam kasus ini sistem bilangan,
sangat mirip dengan bahasa, yakni berbeda di tiap suku bangsa, tapi pada prinsipnya
bisa diterjemahkan satu sama lain.
Dan sebagaimana bahasa inggris mendominasi bahasa yang digunakan di dunia,
maka sistem bilangan basis 10 adalah yang paling banyak disepakati suku bangsa
dan menjadi sistem bilangan internasional. Tapi seperti bahasa juga, sistem
bilangan ini juga mengalami asimilasi, jadi walaupun menggunakan sistem
bilangan basis 10 (desimal), 1 tahun tetap 12 bulan dan 1 jam tetap 60 menit.
3.2 Saran
1. Harus bisa memahami matematika beserta sistemnya, karena semua
permasalahan hidup sebenarnya bisa diselesaikan jika kita bisa memahami
konsep matematika.
2. Meningkatkan intelektual setiap manusia agar bisa menyelesaikan masalah
secara efektif dan efesien.
3. Mengubah pola pikir dan paradigma manusia dalam menjalani kehidupan.
14
DAFTAR PUSTAKA
15