Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konsep Dasar Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Fahmi Surya Adikara, S.Pd., M.Pd.
oleh
Nurul Hidayah (B.2019019)
Khikmatul agustina (B.2019018)
I
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................................................. 1
1.2 Batasan Masalah........................................................................................................................... 3
1.3 Rumusan Masalah.................................................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penyusunan................................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................. 5
2.1 Pengertian Kesalahan Berbahasa........................................................................................................................
5
2.2 Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa........................................................................................................................
7
2.3 Ragam Kesalahan Berbahasa...........................................................................................................................
8
2.4 Taksonomi Kesalahan Berbahasa.........................................................................................................................
11
2.5 Tujuan Analisis Kesalahan Berbahasa..........................................................................................................................
13
2.6 Metodologi Analalisis Kesalahan Berbahasa..........................................................................................................................
15
2.7 Model Analisis Kesalahan Berbahasa...........................................................................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................... 22
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
dan akrab seperti di pasar, di warung kopi, di meja makan saat makan bersama,
hendaknya digunakan bahasa Indonesia yang santai, tidak terlalu terikat oleh
aturan-aturan atau kaidah-kaidah kebahasaan. Dalam situasi resmi atau formal,
misalnya: dalam kuliah, seminar, pidato, dan lain-lain hendaknya digunakan bahasa
Indonesia ragam formal, yang selalu memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan.
Hal itu berarti bahasa Indonesia yang baik hendaknya memperhatikan situasi
kebahasaan, di mana, kapan, dan dengan siapa bahasa itu digunakan.
Sementara itu, Arifin (1993:10) mengatakan bahwa bahasa Indonesia yang
benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah
bahasa yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia meliputi kaidah ejaan, pembentukan
kata, penyusunan kalimat, penyusunan paragraf, dan kaidah penalaran. Jika semua
kaidah itu ditaati secara saksama dan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia itu
dikatakan benar. Bila sebaliknya, pemakaian bahasa itu dianggap tidak benar.
Dengan demikian, bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah penggunaan bahasa
Indonesia yang memperhatikan norma-norma kemasyarakatan atau situasi yang
berlaku. Jika situasi formal, bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah
kebahasaan yang berlaku dan bila situasi nonformal cukup digunakan ragam santai
atau ragam nonbaku.
Kesalahan berbahasa merupakan kesalahan yang berhubungan dengan
unsur kebahasaan yang terdapat pada tulisan karena tidak sesuai dengan kaidah tata
bahasa baku. Kesalahan berbahasa diketahui karena adanya suatu langkah atau
prosedur kerja yang dilakukan oleh seorang peneliti yang ahli dalam bidang bahasa
dengan langkah melakukan identifikasi kesalahan yang berhubungan dengan
kebahasaan. Unsur kebahasaan dalam kesalahan ini adalah fonologi, morfologi,
sintaksis, maupun semantik.
Tarigan (1997:47) mengatakan bahwa kesalahan berbahasa berhubungan
erat dengan pengajaran bahasa, baik pengajaran bahasa pertama (B1) maupun
kedua (B2). Di mana ada pengajaran bahasa dapat dipastikan di situ terjadi
kesalahan berbahasa. Hal yang sama terjadi pula dalam pengajaran bahasa
Indonesia, baik sebagai pengajaran bahasa pertama (B1) maupun sebagai
pengajaran bahasa kedua (B2). Para guru bahasa Indonesia tentu ingin mengetahui
apa sumber dan penyebab kesalahan tersebut.
2
Analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu prosedur yang digunakan
oleh peneliti maupun guru yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian
kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut,
pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian
atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu. Jadi, dengan adanya analisis kesalahan
berbahasa ini diharapkan memberikan banyak keuntungan, khususnya yang
berhubungan dengan kegiatan pengajaran bahasa Indonesia (Ellis dalam Tarigan
dan Tarigan, 2011:170).
3
1.4 Tujuan Penyusunan
Suatu kegiatan yang positif tentu memiliki tujuan yang jelas. Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan pengertian kesalahan berbahasa.
2. Menjelaskan pengertian analisis kesalahan berbahasa.
3. Menguraikan ragam kesalahan berbahasa.
4. Menguraikan taksonomi kesalahan berbahasa.
5. Menjelaskan tujuan analisis kesalahan berbahasa.
6. Menguraikan metodologi analisis kesalahan berbahasa.
7. Menguraikan model analisis kesalahan berbahasa.
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Lapses
Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk
menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan
selengkapnya. Dalam kegiatan berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan
5
dengan slip of the tongue, sedangkan dalam kegiatan berbahasa tulis, jenis
kesalahan ini diistilahkan dengan slip of the pen. Kesalahan-kesalahan ini terjadi
akibat ketidaksengajaan serta tanpa disadari oleh penuturnya.
2. Error
Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau
aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah
memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain
sehingga berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur. Hal
tersebut berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan berbahasa
akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah.
3. Mistake
Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam
memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu
kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang diketahui
benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua (B2). Kesalahan terjadi
pada produk tuturan yang tidak benar.
Gambaran perbandingan untuk membedakan karakteristik kesalahan (error)
dan kekeliruan (mistake), disederhanakan oleh Tarigan (1997) dalam bentuk tabel
sebagai berikut.
6
6. Solusi Dibantu oleh guru melalui Diri sendiri (siswa):
latihan pengajar remedial mawas diri, pemusatan
perhatian
7
2.3 Ragam Kesalahan Berbahasa
Rusminto (2011:22) menyatakan bahwa kesalahan berbahasa sangat
beraneka ragam jenisnya dan dapat dikelompokkan dengan berbagai cara sesuai
dengan cara pandang yang berbeda-beda. Artinya, setiap cara pandang tertentu
akan menghasilkan pengelompokan tertentu pula. Sudut pandang yang sering
digunakan para pakar untuk mengelompokkan kesalahan berbahasa, antara lain
ialah sumber penyebabnya, penampakan struktur lahir, tingkat keteraturan
kemunculan, dan pengaruh struktur kesalahan tersebut terhadap maknanya dalam
berkomunikasi.
Richards (dalam Rusminto 2011:22) mengelompokkan kesalahan ke dalam
dua kategori, yaitu (1) kesalahan karena pengaruh unsur bahasa pertama (kesalahan
interlingual) dan (2) kesalahan karena kompleksitas bahasa target sendiri
(kesalahan intralingual). Selanjutnya, Richards membagi kesalahan intralingual ke
dalam empat macam, yaitu (1) overgeneralization, yaitu kesalahan yang disebabkan
oleh generalisasi unsur-unsur bahasa target secara berlebihan; (2) ignore of rule
restrictions, yaitu kesalahan yang disebabkan pembelajar mengabaikan pembatasan
kaidah-kaidah bahasa target; (3) incomplete application of rules, yaitu kesalahan
penerapan kaidah bahasa target yang tidak sempurna; dan (4) false concept, yaitu
kesalahan dalam membuat hipotesis terhadap konsep kaidah bahasa target.
Taylor yang dikutip oleh Huda dkk. (dalam Rusminto, 2011:22-23)
membedakan kesalahan ke dalam lima golongan, yaitu (1) generalisasi yang
berlebihan, yaitu penerapan kaidah bahasa target secara berlebihan; (2) transfer,
yaitu pemindahan unsur-unsur bahasa pertama ke dalam bahasa kedua; (3)
terjemahan, yaitu kesalahan yang menyebabkan berubahnya jawaban yang
dikehendaki; (4) kesalahan yang tidak diketahui penyebabnya, dan (5) kesalahan
yang tidak perlu dipertimbangkan.
Pendapat yang agak berbeda dikemukakan oleh Selinker (dalam Rusminto,
2011) yang membedakan kesalahan berbahasa ke dalam lima klasifikasi
berdasarkan sumber penyebabnya, yaitu (1) overgeneralization of target rules,
yaitu kesalahan karena adanya generalisasi kaidah bahasa target secara berlebihan;
(2) transfer of training, yaitu kesalahan yang terjadi karena prosedur pembelajaran
yang tidak tepat, (3) strategy of secondlanguage learning, yaitu kesalahan yang
8
terjadi karena pendekatan yang tidak tepat terhadap kaidah bahasa kedua yang
dipelajari pembelajar; (4) strategy of secondlanguage communication, yaitu
kesalahan yang terjadi karena pendekatan yang dilakukan oleh pembelajar dalam
berkomunikasi dengan penutur asli (native speaker) yang tidak tepat; dan (5)
language transfer, yaitu kesalahan yang terjadi karena pemindahan unsur-unsur
bahasa pertama yang telah memfosil ke dalam bahasa kedua.
Sementara itu, Corder (dalam Rusminto, 2011:23) secara garis besar
membedakan penyebab kesalahan berbahasa menjadi tiga klasifikasi, yaitu (1)
transfer, yaitu kesalahan karena pengaruh struktur bahasa pertama; (2) analogical
or overgeneralization errors, yaitu kesalahan yang terjadi karena penerapan kaidah
bahasa target pada konteks yang tidak tepat; dan (3) teaching-induced errors, yakni
kesalahan yang terjadi karena kurang efisiennya proses pembelajaran bahasa target,
baik yang menyangkut materi maupun teknik atau metodologi pembelajarannya.
Di lain pihak, Dulay & Burt; Richards (dalam Tarigan dan Tarigan
2011:128) menyatakan bahwa ada empat kategorisasi kesalahan berbahasa
berdasarkan struktur lahirnya yang diistilahkan dengan “goof”. Keempat kategori
kesalahan (goof) tersebut adalah: (1) Interference-like goof, ialah kesalahan yang
mencerminkan atau merefleksikan struktur bahasa ibu atau bahasa asli (native
language) dan yang tidak terdapat pada data pemerolehan bahasa pertama yang
bersasal dari bahasa target atau bahasa sasaran; (2) L1 developmental goof, yaitu
kesalahan yang tidak mencerminkan atau merefleksikan struktur bahasa ibu, tetapi
terdapat pada data pemerolehan bahasa pertama bahasa target atau bahasa sasaran;
(3) Ambiguous goof, yaitu kesalahan yang struktur lahirnya dapat dikategorikan
sebagai interference-like goofs maupun sebagai L1 developmental goofs; (4)
Unique goof, yaitu kesalahan yang tidak mencerminkan atau merefleksikan struktur
bahasa pertama (B1) dan struktur bahasa tersebut tidak dapat dijumpai pada data
pemerolehan bahasa target atau bahasa sasaran.
Berdasarkan keteraturan kemunculannya, Corder (dalam Pateda,1989)
mengklasifikasikan kesalahan berbahasa ke dalam tiga klasifikasi, yaitu (1)
kesalahan prasistematis (prasystematic errors), ialah kesalahan yang muncul
karena tingkat penguasaan bahasa target masih sangat rendah dan ketidaktahuan
perbedaan sistem bahasa pertama dan bahasa target; (2) kesalahan sistematis
9
(systematic errors), yaitu kesalahan yang timbul karena pembelajar belum mampu
menggunakan kaidah bahasa target yang dipelajari secara tepat; dan (3) kesalahan
pascasistematis (postsystematic errors), yaitu kesalahan yang terjadi karena
penggunaan kaidah yang tidak konsisten, kecerobohan, dan kelalaian menggunakan
kaidah bahasa target.
Burt dan Kiparsky (dalam Rusminto, 2011:25) mengklasifikasikan
kesalahan berbahasa berdasarkan pengaruhnya terhadap keseluruhan makna
komunikasi. Menurutnya, ada dua klasifikasi kesalahan, yaitu (1) kesalahan lokal,
yaitu kesalahan yang struktur lahirnya menyimpang dari kaidah tertentu, tetapi
kesalahan tersebut tidak memengaruhi maksud secara keseluruhan terhadap
komunikasi; dan (2) kesalahan global, yaitu kesalahan yang struktur lahirnya
menyimpang dari kaidah baku dan mengakibatkan ketidakjelasan maksud kalimat
secara keseluruhan.
Chomsky (dalam Tarigan dan Tarigan, 2011:127) mengategorikan
kesalahan berbahasa ke dalam dua jenis kesalahan, yaitu (1) kesalahan yang
disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan kurangnya perhatian.
Chomsky menyebutnya sebagai “faktor performansi”, yaitu kesalahan penampilan,
yang dalam istilah asingnya dikenal sebagai “mistakes”, dan (2) kesalahan yang
diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa.
Chomsky menyebutnya sebagai “faktor kompetensi”, yaitu kesalahan yang
disebabkan oleh penyimpangan-penyimpangan yang sistematis yang disebabkan
oleh pengetahuan pembelajar yang sedang berkembang mengenai bahasa
keduanya (B2). Dalam istilah asingnya, kesalahan seperti ini disebut sebagai
“errors”.
10
1. Taksonomi Kategori Linguistik
Taksonomi kategori linguistik adalah pembagian kesalahan berbahasa
berdasarkan kesalahan-kesalahan yang berhubungan dengan faktor linguistik.
Taksonomi tersebut mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan berbahasa
berdasarkan komponen linguistik atau unsur linguistik tertentu yang dipengaruhi
oleh kesalahan, ataupun berdasarkan keduanya. Ada beberapa keuntungan
menggunakan taksonomi kategori linguistik dalam pengklasifikasian kesalahan
berbahasa, yaitu (1) bagi para pengembang kurikulum, untuk menyusun pelajaran-
pelajaran bahasa dalam buku pelajaran bahasa, dan buku kerja siswa; (2) bagi para
peneliti, taksonomi kategori linguistik bermanfaat dalam mengorganisasikan
kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan di dalam membuat laporan penelitian;
dan (3) bagi para guru dan siswa, untuk merasakan bahwa mereka telah mencakup
aspek-aspek bahasa tertentu di dalam kelas mereka.
3. Taksonomi Komparatif
Rusminto (2011:26) mengatakan bahwa Taksonomi Komparatif
(Comparative Taxonomy) didasarkan pada kesalahan bahasa kedua dan tipe-tipe
konstruksi lainnya. Sebagai contoh, jika seorang peneliti ingin mengklasifikasikan
kesalahan-kesalahan pembelajar bahasa Indonesia yang berbahasa pertamanya
11
bahasa Jawa, peneliti dapat membandingkan struktur kesalahan pembelajar tersebut
dengan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pembelajar bahasa Indonesia yang
berbahasa pertama bahasa Indonesia. Berdasarkan Taksonomi Komparatif ini,
kesalahan berbahasa dapat diklasifikasikan ke dalam empat klasifikasi, yaitu: (1)
kesalahan perkembangan, (2) kesalahan interlingual atau kesalahan interferensi, (3)
kesalahan taksa (ambiguous errors), dan (4) kesalahan-kesalahan lainnya
(kesalahan unik/unique errors).
12
urutan penyajian hal-hal yang diajarkan dalam kelas dan buku teks, misalnya urutan
mudah-sulit; (2) menentukan urutan jenjang relatif penekanan, penjelasan, dan
latihan berbagai hal bahan yang diajarkan; (3) merencanakan latihan dan
pengajaran remedial; (4) memilih hal-hal bagi pengujian kemahiran siswa.
Khusus untuk guru, analisis kesalahan dapat digunakan untuk (1)
menentukan urutan sajian, (2) menentukan penekanan-penekanan dalam penjelasan
dan latihan, (3) memperbaiki pengajaran remedial, (4) memilih butir-butir yang
tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa siswa (Pateda, 1989:36).
Sementara itu, Corder (dalam Baradja, 1990:12) mengatakan bahwa analisis
kesalahan itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis.
Tujuan yang bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional,
sedangkan tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses
belajar bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu
kemudian menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses
belajar-mengajar yang dilakukan.
Dengan memperhatikan paparan di atas, seorang guru yang akan
menerapkan analisis kesalahan tentu harus memiliki pengetahuan kebahasaan yang
memadai. Dia harus paham benar tata bahasa yang baku dan berlaku, misalnya
tentang kebakuan pelafalan, tulisan (ejaan), bentukan kata, dan tata kalimatnya.
Dalam hal ini, guru dihadapkan pada dua persoalan, yaitu apa yang salah dan
bagaimana memperbaikinya. Pengetahuan yang cukup memadai sangat diperlukan
oleh seorang guru. Lebih-lebih pengetahuan dan pemahaman tata bahasa.
Kekhilafan adalah suatu hal yang wajar dan selalu dialami oleh anak (siswa)
dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua. Hal itu merupakan
implikasi logis dari proses pembentukan kreatif siswa (anak). Menurut Corder dan
Richards (dalam Indihadi, 2012:3), bila mempelajari kekhilafan, minimal ada tiga
informasi yang akan diperoleh guru (pengajar) bahasa, yakni:
1. Kekhilafan berguna untuk umpan balik (feedback), yakni tentang seberapa jauh
jarak yang harus ditempuh oleh anak untuk sampai kepada tujuan serta hal apa
(materi) yang masih harus dipelajari oleh anak (siswa).
2. Kekhilafan berguna sebagai data/fakta empiris untuk peneliti atau penelitian
tentang bagaimana seseorang memperoleh dan mempelajari bahasa.
13
3. Kekhilafan berguna sebagai masukan (input), bahwa kekhilafan adalah hal
yang tidak terhindarkan dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa, dan
merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh anak untuk pemerolehan
bahasanya.
Dari beberapa rumusan di atas, dapat dikatakan bahwa analisis kesalahan
dapat membantu guru untuk mengetahui jenis kesalahan yang dibuat, daerah
kesalahan, sifat kesalahan, sumber kesalahan, serta penyebab kesalahan. Bila guru
telah menemukan kesalahan-kesalahan, guru dapat mengubah metode dan teknik
mengajar yang digunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas,
dapat menyusun rencana pengajaran remedial, dan dapat menyusun program
pengajaran bahasa itu sendiri. Dengan demikian jelas bahwa antara analisis
kesalahan dengan bidang kajian yang lain, misalnya pengelolaan kelas, interaksi
belajar-mengajar, perencanaan pengajaran, pengajaran remedial, penyusunan ujian
bahasa, dan bahkan pemberian pekerjaan rumah ada hubungan timbal balik.
14
Kesalahan ucapan ialah kesalahan mengucapkan kata sehingga menyimpan
dari ucapan baku, bahkan dapat menimbulkan perbedaan makna. Berikut ini
dikemukakan beberapa contoh kesalahan berbahasa dalam bidang fonologi.
(1) Fonem /e/(pepet) diucapkan menjadi /é/ taling
Contoh: émpat – empat, énam – enam.
(2) Fonem /é/ (taling) diucapkan menjadi /e/ (pepet)
Contoh: lecet-lécét (berair, luka, terkelupas kulit), teras-téras (lantai pada
bagian depan rumah).
(3) Fonem /i/ diucapkan menjadi /é/(taling)
Contoh: éndonesia-indonesia, kaédah-kaidah.
(4) Fonem /é/ (taling) diucapkan menjadi /i/
Contoh: difinisi-définisi, difinitif-définitif (sudah pasti, bukan untuk
sementara)
(5) Fonem diftong /au/ diucapkan menjadi /o/
Contoh: oditorium-auditorium, otopsi-autopsi (pembedahan tubuh mayat)
(6) Fonem /c/ diucapkan menjadi /sé/
Contoh: wese-wecé (WC) water closet, ase-acé (AC) air conditioning
(7) Fonem /v/ diucapkan menjadi /p/
Contoh: perba-verba (kata kerja)
(8) Fonem /u/diucapkan menjadi /w/
Contoh: kwalitas-kualitas (tingkat baik buruknya sesuatu)
(9) Fonem /f/ diucapkan menjadi /p/
Contoh: paedah-faedah (guna, manfaat), pajar-fajar (cahaya kemerah-merahan
waktu matahari akan terbit).
b. Kesalahan Ejaan
Kesalahan ejaan ialah kesalahan menuliskan kata dan kesalahan
menggunakan tanda baca.
(1) Kesalahan penulisan kata
Contoh:
Salah Benar
tanggungjawab tanggung jawab
15
meski pun meskipun
bagaimana pun bagaimanapun
rumah mu rumahmu
mengenengahkan mengetengahkan (membawa ke tengah)
16
menggunakan kalimat yang tidak efektif, dan menghilangkan bagian kalimat
tertentu Pateda (1989:58) menyatakan bahwa kesalahan pada daerah sintaksis
berhubungan erat dengan kesalahan pada morfologi karena kalimat berunsurkan
kata-kata. Itu sebabnya, daerah kesalahan sintaksis berhubungan dengan kalimat
yang berstruktur tidak baku, kalimat ambigu, kalimat yang tidak jelas, diksi yang
tidak tepat yang membentuk kalimat, kalimat mubazir, kata serapan yang
digunakan di dalam kalimat, dan logika kalimat.
b. Pleonasme
Contoh:
(1) Penggunaan dua kata yang bersinonim dalam satu kelompok kata.
Contoh:
17
Zaman dahulu (benar)
Dahulu kala (benar)
Zaman dahulu kala (pleonasme)
(2) Bentuk jamak yang dinyatakan dua kali.
Contoh:
Ibu-ibu (benar)
Para ibu (benar)
Para ibu-ibu (pleonasme)
(3) Penggunaan kata tugas (keterangan) yang tidak diperlukan karena
pernyataannya sudah jelas.
Contoh:
Maju (benar)
Maju ke depan (pleonasme)
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
Berdasarkan pemahaman pada uraian di atas, saran yang dapat kami ajukan
adalah sebagai berikut.
1. Bagi guru
19
a. Seyogianya menguasai ilmu kebahasaan/bahasa Indonesia dan hal-hal yang
bersangkut-paut dengannya serta memberi teladan dalam menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
b. Hendaknya memberikan pengetahuan yang memadai tentang jenis, sebab, dan
contoh kesalahan berbahasa. Para guru juga sebaiknya melakukan analisis
kesalahan berbahasa para siswanya. Dengan upaya tersebut, diharapkan tujuan
analisis kesalahan berbahasa dapat dicapai secara optimal dan pengajaran
bahasa dapat memprediksi kesulitan dan kesalahan siswa dalam berbahasa.
c. Hendaknya tidak membiarkan bila menemukan kesalahan berbahasa yang
dilakukan oleh siswa, tetapi harus segera ditangani dengan melakukan tindakan
pembetulan yang bijak dan tepat.
2. Bagi peneliti sebaiknya secara berkesinambungan melakukan kegiatan
penelitian mengenai kesalahan berbahasa untuk mengetahui kemungkinan
bentuk-bentuk baru kesalahan berbahasa. Hal ini karena bahasa itu selalu
mengalami perkembangan yang diikuti pula dengan kesalahan dalam
berbahasa seiring dengan perkembangan masyarakat pengguna bahasa itu
sendiri.
3. Bagi rekan-rekan mahasiswa hendaknya lebih intensif melakukan diskusi yang
membahas masalah kesalahan berbahasa dan hal-hal yang bersangkut-paut
dengannya agar lebih paham dan dapat meminimalisasi terjadinya kesalahan
berbahasa tersebut.
4. Bagi pemerintah/pemangku kebijakan hendaknya memberi teladan saat
berkomunikasi dalam forum resmi/rapat/wawancara dengan media dan/atau
berdialog di televisi dengan senantiasa berupaya untuk menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Selain itu, seyogianya pemerintah juga dapat
melindungi dan menjunjung tinggi bahasa Indonesia dengan menjadikannya
bahasa yang paling utama di negaranya sendiri. Sebagai contoh kecil: papan
nama kantor, instansi, perusahaan, hotel, toko, pusat perbelanjaan, rambu lalu
lintas, plakat, poster, spanduk, iklan, dll. harus menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
20
DAFTAR PUSTAKA
Dulay, H., Burt, M., dan Krashen, S. (1982). Language Two. New York: Oxford
University Press.
Effendi, S. (1995). Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta:
Pustaka Jaya.
Moeliono, A. (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sudiana, I. Ny. (1990). “Analisis Kekhilafan dalam Belajar Bahasa Kedua” dalam
Noerhadi dan Roekhan (eds.), Dimensi-Dimensi dalam Belajar Bahasa
Kedua. Malang: Sinar Baru.
21