Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH SEJARAH DAN FILSAFAT MATEMATIKA

LAMBANG BILANGAN DAN BERHITUNG


(Lambang Bilangan Yunani Kuno dan Romawi, Berhitung Pada Zaman
Kebangkitan Ilmu Pengetahuan)
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah dan Filsafat Matematika
yang di ampu oleh:
Mukhsin, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh:

KELOMPOK 3
Antung Ira Hermawati 2016.11.0849
Munawaroh 2016.11.0858
Nita 2016.11.0860

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PARIS BARANTAI
KOTABARU
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Lambang Bilangan Yunani Kuno dan Romawi, Berhitung Pada Zaman
Kebangkitan Ilmu Pengetahuan” ini tepat waktu. Dan juga kami berterima kasih
pada Bapak Mukhsin, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Sejarah
dan Filsafat Matematika yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Serta kami berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat


kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Kotabaru, 24 September 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ................................................................................................ i


KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ........................................................................ 2

D. Manfaat Penulisan ...................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4

A. Lambang Bilangan Yunani Kuno dan Romawi .......................... 4

1. Pengertian Lambang Bilangan ............................................ 4

2. Lambang Bilangan Yunani Kuno ........................................ 5

3. Lambang Bilangan Romawi ................................................ 11

B. Berhitung pada Zaman Kebangkitan Ilmu Pengetahuan ............ 15

1. Pengertian Berhitung ........................................................... 15

2. Berhitung pada Zaman Kebangkitan Ilmu Pengetahuan ..... 16

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 28

A. Kesimpulan ................................................................................. 28

B. Saran ........................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsep bilangan pada awalnya hanyalah untuk kepentingan
menghitung dan mengingat jumlah. Lambat laun, setelah para ahli
matematika menambah perbendaharaan simbol dan kata yang tepat untuk
mendefinisikan bilangan, bahasa matematika ini menjadi sesuatu yang
penting dalam setiap perubahan kehidupan. Tak pelak lagi, bilangan
senantiasa hadir dan dibutuhkan dalam sains, teknologi dan ekonomi bahkan
dalam dunia musik, filosofi dan hiburan.
Berdasarkan fakta sejarah peradaban manusia, dahulu kala ketika
orang primitif hidup di Gua-gua dengan mengandalkan makanannya dari
tanaman dan pepohonan disekitar gua atau berburu untuk sekali makan,
kehadiran bilangan, hitung menghitung atau matematika tidaklah terlalu
dibutuhkan. Tetapi, tatkala mereka mulai hidup untuk persediaan makanan,
mereka harus menghitung berapa banyak ternak miliknya dan milik
tetangganya atau berapa banyak persediaan makanan saat ini, mulailah
mereka membutuhkan dan menggunakan hitung menghitung.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan matematika sangat
diperlukan dan telah menyatu dalam kehidupan manusia dan merupakan
kebutuhan dasar dari setiap lapisan masyarakat, dalam pergaulan hidup
sehari-hari. Mereka membutuhkan matematika untuk perhitungan sederhana.
Untuk keperluan tersebut diperlukan bilangan-bilangan. Keperluan bilangan
mula-mula sederhana tetapi makin lama makin meningkat, sehingga manusia
perlu mengembangkan sistem numerasi. Sistem numerasi pun berkembang
selama berabad-abad dari masa ke masa hingga saat ini.
Dalam kehidupan sehari-hari kita akan selalu bertemu yang namanya
bilangan karena bilangan selalu dibutuhkan baik dalam teknologi, sains,
ekonomi ataupun dalam dunia musik, filosofi, dan hiburan serta aspek

1
kehidupan lainnya. Adanya bilangan membantu manusia untuk melakukan
banyak perhitungan, mulai dari perhitungan sederhana tentang keperluan
belanja di dapur, untuk keperluan mengendalikan banjir, mengeringkan rawa-
rawa, membuat irigasi, penghitungan hasil pertanian dan peternakan sampai
perhitungan yang rumit tentang cara menilai kegiatan perdagangan, keuangan
dan pemungutan pajak dan keperluan peluncuran pesawat ruang angkasa dll
yang mana masing-masing bangsa memiliki cara tersendiri untuk
menggambarkan bilangan dalam bentuk simbol.
Maka dari itu penyusun akan menjabarkan sedikit tentang sejarah
lambang bilangan yang dulu digunakan seperti lambang bilangan yunani kuno
dan romawi serta tentang cara berhitung pada zaman kebangkitan ilmu
pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu Lambang Bilangan?
2. Bagaimanakah Lambang Bilangan Yunani Kuno dan Romawi?
3. Apa itu Berhitung?
4. Bagaimanakah Berhitung pada Zaman Kebangkitan Ilmu Pengetahuan?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami apa yang dimaksud dengan Lambang Bilangan.
2. Mengetahui serta mampu memahami tentang Lambang Bilangan Yunani
Kuno dan Romawi.
3. Memahami tentang maksud dari berhitung.
4. Mengetahui serta mampu memahami tentang Berhitung pada Zaman
Kebangkitan Ilmu Pengetahuan.

2
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini bermanfaat sebagai acuan pembelajaran agar kita dapat
memahami dan menambah pengetahuan kita, serta mampu menjelaskan dan
mendapatkan gambaran tentang Lambang Bilangan Yunani Kuno dan
Romawi, Berhitung Pada Zaman Kebangkitan Ilmu Pengetahuan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lambang Bilangan Yunani Kuno dan Romawi


1. Pengertian Lambang Bilangan
Mula-mula, manusia menggunakan benda-benda seperti kerikil,
sampul pada tali, jari jemari, atau ranting pohon untuk menyatakan
banyaknya hewan dan kawanannya atau anggota keluarga yang tinggal
bersamanya. Inilah dasar pemahaman tentang konsep bilangan. Ketika
seseorang berfikir bilangan dua, maka dalam benaknya telah tertanam
pengertian terdapat benda sebanyak dua buah.
Perkembangan selanjutnya menyatakan bilangan dengan
menggunakan contoh benda tersebut di atas dirasakan tidak cukup praktis,
maka orang mulai berfikir untuk menggambarkan bilangan itu dalam suatu
lambang. Lambang (simbol) untuk menulis suatu bilangan disebut angka.
Berdasarkan gambaran diatas sehingga dapat disimpulkan bahwa
Bilangan adalah suatu konsep dalam matematika yang dipergunakan untuk
melakukan pencacahan dan pengukuran. Simbol atau lambang yang dipakai
untuk mewakili sebuah bilangan dinamakan sebagai angka atau lambang
bilangan.
Lambang bilangan dan Nama bilangan:
1 → Satu
2 → Dua
3 → Tiga
4 → Empat
5 → Lima
6 → Enam
7 → Tujuh

4
8 → Delapan
9 → Sembilan
10 → Sepuluh
Membaca Lambang Bilangan
Contoh:
156 dibaca → Seratus Lima Puluh Enam
1.432 dibaca → Seribu Empat Ratus Tiga Puluh Dua
10.500 dibaca → Sepuluh Ribu Lima Ratus
153.450 dibaca → Seratus Lima Puluh Tiga Ribu Empat Ratus Lima Puluh
Menulis Lambang Bilangan
Contoh:
Tiga Ratus Lima Puluh Lima → ditulis = 355
Empat Ribu Tujuh Ratus Sembilan Puluh Dua → ditulis = 4.792
Lima Belas Ribu Delapan Ratus Tujuh Puluh Empat → ditulis = 15.874
Delapan Ratus Lima Puluh Ribu Empat Ratus → ditulis = 850.400
Nilai Tempat Bilangan
53.456 = 50.000 + 3.000 + 400 + 50 + 6
= 5 puluh ribuan + 3 ribuan + 4 ratusan + 5 puluhan + 6 satuan

2. Lambang Bilangan Yunani Kuno


Zaman keemasan bangsa Yunani Kuno diperkirakan terjadi pada
tahun 600 SM. sampai dengan 300 SM. Pada zaman itu banyak bermunculan
ahli-ahli matematika dari Yunani beserta temuan teorinya, seperti Euclides,
Archimides, Appollonius. Matematika Yunani merujuk pada matematika
yang ditulis di dalam bahasa Yunani antara tahun 600 SM sampai 300 M.
Matematikawan Yunani tinggal di kota-kota sepanjang Mediterania bagian
timur, dari Italia hingga ke Afrika Utara, tetapi mereka dibersatukan oleh
budaya dan bahasa yang sama. Matematikawan Yunani pada periode setelah
Iskandar Agung kadang-kadang disebut Matematika Helenistik.

5
Matematika Yunani lebih berbobot daripada matematika yang
dikembangkan oleh kebudayaan-kebudayaan pendahulunya. Semua naskah
matematika pra-Yunani yang masih terpelihara menunjukkan penggunaan
penalaran induktif, yakni pengamatan yang berulang-ulang yang digunakan
untuk mendirikan aturan praktis. Sebaliknya, matematikawan Yunani
menggunakan penalaran deduktif. Bangsa Yunani menggunakan logika
untuk menurunkan simpulan dari definisi dan aksioma, dan menggunakan
kekakuan matematika untuk membuktikannya.
Matematika Yunani diyakini dimulakan oleh Thales dari Miletus
(kira-kira 624 sampai 546 SM) dan Pythagoras dari Samos (kira-kira 582
sampai 507 SM). Meskipun perluasan pengaruh mereka dipersengketakan,
mereka mungkin diilhami oleh Matematika Mesir dan Babilonia. Menurut
legenda, Pythagoras bersafari ke Mesir untuk mempelajari matematika,
geometri, dan astronomi dari pendeta Mesir.
Thales menggunakan geometri untuk menyelesaikan soal-soal
perhitungan ketinggian piramida dan jarak perahu dari garis pantai. Dia
dihargai sebagai orang pertama yang menggunakan penalaran deduktif untuk
diterapkan pada geometri, dengan menurunkan empat akibat wajar dari
teorema Thales. Hasilnya, dia dianggap sebagai matematikawan sejati
pertama dan pribadi pertama yang menghasilkan temuan matematika.
Pythagoras mendirikan Mazhab Pythagoras, yang mendakwakan bahwa
matematikalah yang menguasai semesta dan semboyannya adalah "semua
adalah bilangan". Mazhab Pythagoraslah yang menggulirkan istilah
"matematika", dan merekalah yang memulakan pengkajian matematika.
Mazhab Pythagoras dihargai sebagai penemu bukti pertama teorema
Pythagoras, meskipun diketahui bahwa teorema itu memiliki sejarah yang
panjang, bahkan dengan bukti keujudan bilangan irasional.

6
Eudoxus (kira-kira 408 SM sampai 355 SM) mengembangkan
metoda kelelahan, sebuah rintisan dari Integral modern. Aristoteles (kira-kira
384 SM sampai 322 SM) mulai menulis hukum logika. Euklides (kira-kira
300 SM) adalah contoh terdini dari format yang masih digunakan oleh
matematika saat ini, yaitu definisi, aksioma, teorema, dan bukti. Dia juga
mengkaji kerucut. Bukunya, Elemen, dikenal di segenap masyarakat terdidik
di Barat hingga pertengahan abad ke-20. Selain teorema geometri yang
terkenal, seperti teorem Pythagoras, Elemen menyertakan bukti bahwa akar
kuadrat dari dua adalah irasional dan terdapat tak- hingga banyaknya
bilangan prima. Saringan Eratosthenes (kira-kira 230 SM) digunakan untuk
menemukan bilangan prima.
Archimedes (kira-kira 287 SM sampai 212 SM) dari Syracuse
menggunakan metoda kelelahan untuk menghitung luas di bawah busur
paraboladengan penjumlahan barisan tak hingga, dan memberikan hampiran
yang cukup akurat terhadap Pi. Dia juga mengkaji spiral yang
mengharumkan namanya, rumus-rumus volume benda putar, dan sistem
rintisan untuk menyatakan bilangan yang sangat besar.
Sistem angka Yunani kuno, yang dikenal sebagai angka Attic atau
Herodianic, sepenuhnya dikembangkan oleh sekitar 450 SM, dan dalam
penggunaan rutin mungkin sebagai awal Abad ke-7 SM. Bangsa Yunani
mengenal huruf dan angka pada tahun 600 SM yang ditandai dengan tulisan-
tulisan bangsa Yunani pada kulit kayu atau logam sehingga bentuk
tulisannya pun terlihat kaku dan kuat. Lambang bilangan yunani Kuno
diambil dari huruf awal dari penyebutan bilangan tersebut.
Ada 2 macam sistem numerasi yang digunakan pada masa yunani
kuno, yaitu:
Sistem Numerasi Yunani Kuno Attik
Sistem numerasi ini berkembang sekitar abad 300 S.M dan dikenal
sebagai angka acrophonic karena simbol berasal dari huruf pertama dari

7
kata-kata yang mewakili simbol: lima, puluhan, ratusan, ribuan dan puluh
ribuan. Tulisan ini ditemukan di daerah reruntuhan Yunani yang bernama
Attika. Sistem numerasi attik dilambangkan sederhana, dimana angka satu
sampai empat dilambangkan dengan lambang tongkat.
Angka Lambang Cara Membaca
1 I
10 ∆ Deka
100 H Hekaton
1000 X Khilioi/khilias
10000 M Myrion
Lambang lain yang digunakan sebagai penyingkat yaitu “┌” yang
berarti lima. Jika digabung dengan lambang lain, maka nilainya lima kali
lambang dasar yang tertulis. Misalnya angka 500 maka disimbolkan
dengan H .
Dalam sistem numerasi ini, lambang nol belum ada. Sistem numerasi
ini adalah sistem numerasi aditif dan multiplikatif. Multiplikatif terlihat pada
penggunaan lambang dimana setiap lambang dasar yang sama dapat
disingkat dengan menggunakan lambang tersebut. Sifat aditif dan
multiplikatif yaitu:
2897 = 2000 + 500 + 300 + 50 + 20 + 5 + 4 = 2 x 1000 + 500 +
3x100 + 50 + 2 x 10 +5 + 4x1.

Contoh penulisan :
25 = ∆∆┌ 555 = H ∆
37 = ∆∆∆ΙΙΙΙΙΙΙ 1115 = XH∆┌
Sistem Numerasi Yunani Kuno Alfabetik
Sejarah perkembangan alfabetik merupakan tulisan tertua dari
masyarakat purba yang telah melahirkan dua jalur proses perkembangan
sistem penulisan. Jalur penulisan Phonetis yang pada akhirnya menjadi

8
tulisan alphabetis adalah pilihan bagi sistem menulis yang dikembangkan
oleh dua pusat peradaban tertua di kawasan Asia Barat (timur Tengah),
yakni Mesir dan Mesopotania. Sedangkan bangsa Tionghoa di kawasan
Timur Jauh tetap mempertahankan sistem perlambangan gambar
(pictografis-ideografis) dalam penulisan mereka, bahkan sampai saat ini.
Kira-kira tahun 450 SM bangsa Ionia dari Yunani telah mengembangkan
suatu sistem angka, yaitu alphabet Yunani sendiri yang terdiri dari 27
huruf. Bilangan dasar yang mereka pergunakan adalah 10. Digunakan
setelah sistem numerasi Yunani kuno attic.
Angka Lambang Cara Membaca
1 𝛼 Alpha
2 𝛽 Beta
3 γ Gamma
4 δ Delta
5 ε Epsilon
6 ς Stigma
7 ζ Zeta
8 η Eta
9 θ Theta
10 ι Iola
20 κ Kappa
30 λ Lambda
40 μ Mu
50 ν Nu
60 ξ Xi
70 ο Omicron
80 π Pi

9
Angka Lambang Cara Membaca
90 ϟ Koppa
100 ρ Rho
200 σ Sigma
300 τ Taw
400 υ Upsilon
500 φ Phi
600 χ Chi
700 ψ Psi
800 ω Omega
900 ϡ Sampi
Sistem Penulisan Yunani Kuno Alfabetik memiliki beberapa aturan
yaitu :
Ø Bilangan yang terdiri dari 2 (dua) digit caranya dengan menjumlahkan
angka puluhan dengan angka satuan.
Contoh:
19 = 10 + 9 = 
23 = 20 + 3 = κ
78 = 70 + 8 = 
Ø Bilangan yang terdiri dari 3 (tiga) digit caranya dengan menjumlahkan
angka ratusan dengan angka puluhan dengan angka satuan.
Contoh:
174 = 100+70+4 = 
448 = 400+40+8 = 
789 = 700+80+9 = 
Ø Bilangan yang terdiri dari 4 (empat) digit atau ribuan, dengan cara
membubuhi tanda aksen (‘).
Contoh:

10
1000 = ’
1287 = ’
Ø Bilangan yang terdiri dari 5 (lima) digit atau lebih, dengan menaruh
angka yang bersangkutan di atas tanda M.
Contoh:
23734 = β M’
231578 = κ M’
3. Lambang Bilangan Romawi
Sistem numerasi Romawi berkembang sekitar permulaan tahun 100
SM. Sampai saat ini, lambang bilangan Romawi masih banyak digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Lambang bilangan yang digunakan dalam
sistem Romawi sebagai berikut (Abdussakir, 2009:50-51).

Angka Romawi
Peradaban Matematika Romawi merupakan kebalikan dari Peradaban
matematika di Yunani artinya masa bergoyangnya Yunani (Sway)
merupakan masa berbunganya matematika namun masa Romawi Merupakan
masa kerdilnya matematika. Sebagai akibat, tidak hanya geometri
tinggi Archimides dan Appolonius, tetapi juga elemen euclid, diabaikan.
Dapat disimpulkan Notasi romawi ,dipinjam dari sumber-sumber luar.

11
Peradaban Romawi lebih mengedepankan ilmu praksis khususnya
tentang Aritmatika. Dalam Hal ini ilmu matematika yang menjadi peradaban
adalah matematika langsung dalam artian dalam bentuk hasil karya atau
penerapan matematika itu sendiri. Sebagai contoh, Penyelesaiaan
matematika dalam hal pembayaran bunga dan soal-soal bunga (rente),
penyelesaian pembagian harta waris, pembentukan kalender, dll. Geometri
terapan sebagai contoh Telah dimilikinya rumus menghitung segitiga,
terutama segitiga sama sisi yang rumus aproksimasinya adalah ½ 3/5 a
kuadrat.
Untuk menghitung bangsa Romawi kuno menggunakan sabak. Sabak
dipakai dengan menggunakan kerikil yang berada diatas dan dibawah garis
pemisah ditandai dengan angka Romawi menurut kolom-kolomnya. Setiap
kerikildibawah garis dikolom paling kanan dihitung sebagai satuan , dan
setiap kerikil di atas garis bernilai lima. Jika hitungannya bernilai 10 ,
sebuah kerikil dibawa ke sebelah kiri . Tabel dibawah memperlihatkan
hitungan sebesar 256.317 domba.
Sistem numerisasi Romawi yang sekarang ini merupakan
modernisasi sistem adisi dari sistemnya yang lama. Sistem ini bukan sistem
yang mempunyai nilai tempat, kecuali pada hal-hal tertentu yang sangat
terbatas. Sistem ini juga tidak mempunyai nol. Sistem Romawi sudah ada
sejak 260 tahun SM. Tetapi sistem Romawi yang seperti sekarang ini belum
lama dikembangkannya.
Misalnya lambang bilangan untuk empat adalah “IV” yang sebelumnya
adalah “IIII”. Lambang untuk 50 = L pernah bentuknya ^, û, dan ¯.
Lambang 100 = C.

Pada zaman dahulu kala orang romawi kuno menggunakan


penomoran tersendiri yang sangat berbeda dengan sistem penomeran pada
jaman seperti sekarang. Angka romawi hanya terdiri dari 7 nomor dengan

12
simbol huruf tertentu di mana setiap huruf melangbangkan memiliki arti
angka tertentu, yaitu :

Bila lambang sebuah bilangan ditulis dengan dua angka sedangkan


angka yang disebelah kanannya mewakili bilangan yang lebih kecil dari
angka yang berada di sebelah kirinya, maka arti penulisan lambang bilangan
itu adalah jumlahnya. Misalnya angka 4 dalam Romawi IV, I mewakili
bilangan yang lebih kecil dari bilangan yang diwakili oleh V. Sedangkan
angka I ditulis disebelah kiri dari V, maka arti IV ialah 5 – 1 yang sama
dengan 4.
Pada prinsip pengurangan ini, I hanya dapat dikurangkan dari V dan
X. X hanya dapat dikurangkan dari L dan C, dan C hanya dapat dikurangkan
dari D dan M. Misalnya bilangan “99”, tidak dituliskan sebagai 100 – 1 yaitu
dalam Romawi IC, namun dituliskan sebagai 90 + 9 = (100 – 10) + (10 – 1)
yaitu XCIX. Sistem numerasi Romawi ini menggunakan dasar sepuluh. Jadi
tidak ada tulisan VV untuk melambangkan 10, tetapi harus X.
Beberapa kekurangan atau kelemahan sistem angka romawi, yakni :

1. Tidak ada angka nol (0)

2. Terlalu panjang untuk menyebut bilangan tertentu

3. Terbatas untuk bilangan-bilangan kecil saja

13
Untuk menutupi kekurangan angka romawi pada keterbatasan angka
kecil, maka dibuat pengali seribu dari nilai biasa dengan simbol garis strip di
atas simbol angka Romawi, (kecuali I).

Dua buah coretan diatas V, X, C atau yang lainnya menunjukkan perkalian


dengan sejuta.

Persamaannya dengan sistem numerasi hindu arab adalah sama-sama


menggunakan basis sepuluh. Perbedaan dengan sistem numerasi hindu arab
adalah:

1. Sistem numerasi hindu arab menggunakan sistem nilai tempat

2. Sistem numerasi romawi tidak menggunakan sistem nilai tempat 4


prinsip yang digunakan.

14
Cara penulisan bilangan romawi dari 1 hingga 1 milyar

B. Berhitung pada Zaman Kebangkitan Ilmu Pengetahuan


1. Pengertian Berhitung
Berhitung merupakan bagian dari matematika, diperlukan untuk
menumbuh kembangkan keterampilan berhitung yang sangat diperlukan

15
dalam kehidupan sehari-hari, terutama konsep bilangan yang merupakan
juga dasar bagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan
untuk mengikuti pendidikan dasar.
Menurut Piaget anak usia 4-6 tahun pada fase perkembangan
praoperasional menuju kekongkritan. Anak pada fase tersebut belajar terbaik
dengan menggunakan benda-benda. Berbagai benda yang ada disekitar kita
dapat digunakan untuk melatih anak berhitung, berpikir logis dan matematis.
Menghitung merupakan cara belajar mengenai nama angka, kemudian
menggunakan nama angka tersebut untuk megidentifikasi jumlah benda.
Menghitung merupakan kemampuan akal untuk menjumlahkan.
Berhitung adalah salah satu cabang dari matematika yang mempelajari
operasi penjumlahan, operasi pengurangan, operasi perkalian, dan operasi
pembagian.
Dari beberapa pengertian berhitung yang dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa berhitung adalah bagian dari matematika terutama pada
konsep bilangan dengan benda-benda, terutama menyangkut penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian yang sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari yang merupakan dasar bagi pengembangan
kemampuan matematika serta kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar.
2. Berhitung pada Zaman Kebangkitan Ilmu Pengetahuan
Abad ketujuh belas merupakan awal dari zaman kebangkitan ilmu
pengetahuan di Eropa. Semenjak saat itu kecepatan kemajuan ilmu
pengetahuan dan matematika terus meningkat sehingga mencapai kecepatan
yang kita alami sekarang.
Dalam hal ini Bernal menyatakan bahwa pada masa itu terjadilah
perubahan di Eropa dari penyerasian manusia dengan alam apa adanya
melalui pengetahuan akan hukum-hukum alam yang bersifat abadi. Keadaan
masyarakat pada zaman itu banyak membantu pengembangan ilmu
pengetahuan. Hal ini turut meluaskan penyebaran pusat-pusat pengetahuan

16
dari Eropa selatan ke Eropa utara, tengah dan timur. Bahkan pusat utama
pengetahuan Eropa bergeser ke Perancis, Inggris dan kemudian ke Jerman,
melalui merekalah pengetahuan itu menyebar ke seluruh dunia.
Selanjutnya pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh melalui
percobaan mulai menggantikan pengetahuan yang semata-mata berdasarkan
hasil pemikiran belaka. Pengamatan demikian memerlukan perhitungan
berdasarkan data kuantitatif sehingga pengetahuan berhitung makin
diperlukan pada percobaan-percobaan itu.
Sehubungan dengan jalinan antara matematika dengan ilmu
pengetahuan itu kita temukan juga pernyataan Kepler yang mengatakan
bahwa seperti halnya telinga dibuat untuk suara, mata untuk warna, maka
otak manusia dimaksudkan untuk memikirkan kuantitas dan otak itu akan
berkelana di dalam kegelapan bila ia meninggalkan alam pikiran kuantitatif.
Galileo juga mengatakan bahwa buku alam semesta ditulis dalam
bahasa matematika dan abjadnya terdiri atas segitiga, lingkaran, dan bentuk-
bentuk ilmu ukur. Decartes juga mengemukakan pandangan bahwa ilmu
pengetahuan menyangkut susunan dan ukuran-apakah ukuran itu berkenaan
dengan bilangan, bentuk, rautan, suara atau obyek lain—berhubungan
dengan matematika. ‘Harus ada ilmu pengetahuan berwujud umum—yakni
matematika”, kata Decartes, yang menjelaskan semua yang dapat
ditunjukkan mengenai susunan dan ukuran, ditinjau secara terpisah untuk
setiap penerapan ke pokok-pokok tertentun, dan sehubungan dengan itu
Newton menyatakan bahwa yang perlu ditemukan adalah asas-asas dalam
bentuk matematika untuk digunakan.
Demikianlah pada abad ketujuh belas itu telah muncul paham-paham
yang menumbangkan paham-paham kuno dari Aristoteles dan Ptolemaeus
tentang hukum alam, telah muncul cara-cara penemuan asas ilmu
pengetahuan melalui percobaan-percobaan, dan telah muncul perpaduan
antara ilmu pengetahuan dengan matematika. Butterfield selanjutnya

17
menyatakan bahwa pada awal abad ketujuh belas pelajaran kuno tentang
alam semesta --- kerangka dari keperiadaan ilmu, pengetahuan – telah
berantakan, dan mulailah muncul apa yagn pada zaman itu dikenal sebagai
revolusi ilmu pengetahuan dan menjadi awal dari ilmu pengetahuan masa
kini.
Penemuan kesimpulan dengan cara kuno dari zaman Yunani Kuno
dikenal dengan nama deduksi, dan penemuan kesimpulan yang baru pun
yaitu induksi, dikembangkan dan dirintis Franci Bacon, dikenal dengan cara
induksi. Kedua cara tersebut dipergunakan bersama-sama dengan berbagai
proses yang mempertinggi ketelitian kesimpulan.
Dalam pengetahuan alam yang banyak menerapkan matematika cara
deduksi induksi ini telah melahirkan suatu gambaran alam semesta berwujud
mekanika. Dengan pengertian mekanika gerak benda langit, gerak dan
interaksi benda di bumi, dan berbagai alat dan pertukangan dapat dijelaskan.
Bersama pandangan mekanika itu lahirlah berbagai satuan dan hukum
berbentuk matematika terapan.
Berbagai tafsiran tentang peranan abad ketujuh belas dalam sejarah
ilmu pengetahuan yaitu sebagai berikut :
a. Lancelot Law Whyte mempunyai gagasan tentang “unitary man”
menamakan zaman ini (abad ketujuh belas) sebagai zaman asas
heuristic umum pertama, karena ia melihat zaman itu sebagai zaman
pencetusan pandangan-pandangan yang serba maju.
b. Alfred North Whitehead menamakan zaman ini (abad ketujuh belas)
sebagai zamansintesis fisik pertama, karena melihat munculnya
berbagai sintesi pengetahuan.
c. Jean Lindsay menamakan zaman ketujuh belas sebagai
zaman kulminasi dari revolusi ilmu pengetahuan.
Pada abad ketujuh belas, muncul beberapa akademi atau pusat ilmu
pengetahuan, antara lain : Akademi di Napoli pada tahun 1560, Accademia

18
dei Lincei di Roma pada tahun 1603, Accademia del Cimenti di Florence
pada tahun 1657, Royal Society di London pada tahun 1662, Akademi
Perancis di Paris pada tahun 1666 dan Akademi Ilmu Pengetahuan di Berlin
pada tahun 1700.
Majalah pertama terbit pada tahun 1665 dan sebelum tahun 1700
baru ada 17 majalah yang mencantumkan tentang matematika, pada abad ke
delapan belas meningkat menjadi 210, pada abad kesembilan belas mencapai
950. Majalah tertua yang masih ada sampai sekarang adalah Journal de
l’Ecole Polytechnique yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1794.
Pada masa awalnya kebangkitan matematika pada zaman
kebangkitan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari matematika terapan yang
sangat diperlukan padda abad ketujuh belas.
Secara garis besar perkembangan matematika sejak zaman
kebangkitan ilmu pengetahuan terdiri dari beberapa tahap.
Tahap pertama, berlangsung dari awal abad ketujuh belas sampai
awal abad kedelapan belas berupa penemuan-penemuan baru dalam bidang
matematika yang memiliki kegunaan luas pada bidang pengetahuan lainnya.
Tahap kedua, berlangsung pada awal kedelapan belas berupa
perluasan dan penggunaan matematika yang ditemukan pada tahap pertama
serta berupa penyusunan dasar-dasar analisis. Pada tahap ini muncul
kejanggalan-kejanggalan dalam matematika karena ketidaktelitian dalam
penampilannya.
Tahap ketiga, berlangsung dari abad kedelapan belas sampai akhir
abad kesembilan belas berupa usaha pengetatan dasar matematika yang telah
ditemukan sebelumnya. Pada tahap ini muncul pula matematika sintetik
yang makin memisahkan berbagai cabang matematika dari berhitung.
Tahap keempat, berlangsung dari akhir abad kesembilan belas
sampai sekarang berupa generalisasi dan abstraksi mendalam masalah dasar

19
matematika termasuk filsafat matematika. Pada tahap ini lahir matematika
baru berdasarkan teori gugus atau teori himpunan.
Kedua, Thomas Harriot (1560-1621) menemukan teori persamaan,
berhitung, konformalitas, pembujursangkaran lingkaran, spiral logaritma,
deret pangkat, interpolasi, segitiga bola, dan antara lain Harriot menulis Artis
analyticate praxis pada tahun 1631. William Oughtred (1574-1660)
mengembangkan berhitung, aljabar, mistar hitung bundar, dan
menerbitkan Clavis mathematicae (1631), The Circles of
Proportion (1632), Trigonometrie (1657). Galileo Galilei (1564-1642)
terkenal dengan percobaannya tentang benda jatuh, menerbitkan Discorsi e
dimonstrazioni mathematiche intorno a due nuove scienze (1638). Johannes
Kepler terkenal dengan hukum-hukum pergerakan planet, Kepler
menggunakan kata “focus” dalam ilmu ukur dan irisan kerucut,
mengemukakan asas keserbaterusan, membahas logaritma, dan menentukan
isi dari 93 bentuk ruang, Kepler juga menulis Stereometria doliorum
vinorum (1615) dan Chilias logarithmorum (1624). Evangelista Torricelli
(1608-1647), membahas luas di bawah lngkungan serta panjang lengkungan
pada spiral logaritma; Vincenzo Viviani (1622-1703) yang membahas titik
khusus dalam segitiga serta tentang garis singgung; dan masih banyak lagi.
Ketiga, pada tahap ini terdapat pengembangan ilmu ukur deskriptif
yang berwujud ilmu ukur proyeksi.
Keempat, pada tahap ini, terjadi penggabungan antara aljabar dan
ilmu ukur dalam bentuk ilmu ukur analitik.
Kelima, pada tahap ini awal dari teori kemungkinan dan probabilitas
yang ditemukan oleh Blaise Pascal (1623-1662) dan Fermat.
Keenam, terdapat pengembangan deret tak hingga.
Ketujuh, penciptaan hitungan diferensial dan integral atau kalkulus.

20
Demikianlah pada akhir tahap pertama kalkulus bersama ilmu ukur
analitik telah menjadi alat yang kuat untuk memecahkan soal-soal yang tak
dapat dipecahkan pada zaman sebelumnya.
Pada tahap kedua terjadi pengembangan dan penerapa matematika ke
bidang pengetahuan lain terutama bagian matematika yang telah dirintis
dalam tahap pertama.
Pertama, perkembangan probabilitas. Pada tahun 1713 secara
anumerta diterbitkan buku Jakob Bernoulli berjudul Ars
conjunctandi tentang probabilitas. Buku tersebut menguraikan hasil
pengundian dengan syarat tertentu, yang dikenal dengan penyebaran
probabilitas. Dalam buku Ars conjunctandi Jakob Bernoulli mengemukakan
perhitungan pada permainan berpeluang yang dibahas Huygens dan juga
membahas permutasi dan kombinasi.
Probabilitas selanjutnya dibahas oleh Nicolaus Bernoulli (1695-
1726) yang mengemukakan satu soal probabilitas dari St. Petersburg yang
beupa paradoks, dan dikenal sebagai paradoks St. Petersburg. Paradoks
St. Petersburg ini diselidiki oleh Daniel Bernoulli, yang mengemukakan
gagasan harapan moral dalam probabilitas. Pada tahun 1716 DeMoivre
mengemukakan “Doktrin Peluang (Chance)”. Pada tahun 1733 DeMoivre
mengemukakan fungsi normal dan integral probabilitas yang dipergunakan
dalam statistika. Pada tahun 1708 Pierre-Rémond de Montmort juga
membahas probabilitas melalui tulisannya Essai d’analyse sur les jeux de
hazard.Pada tahun 1777 George Louis, Comte de Buffon (1707-1788)
mengemukakan probabilitas ilmu ukur melalui hasil lemparan jarum di atas
alas yang mengandung garis-garis. Probabilitas kemudian banyak dibahas
oleh Pierre Simon, Marquis de Laplace (1749-1812).
Kedua, perkembangan kalkulus. Johann Bernoulli (1667-1748)
menulisLectiones mathematicae de method integrallium
(1742), mengembangkan kalkulus variasi serta menjadikan ilmu ukur

21
segitiga sebagai suatu cabang dari analisis. Daniel Bernoulli (1700-1782)
mengembangkan persamaan diferensial parsial. Pada tahun 1738
mengembangkan hidrodinamika dan daripadanya kita mengenal hukum
Bernoulli. James Stirling (1692-1770) menggunakan cara diferensial dalam
deret tak hingga yang dituangkannya dalam tulisan Methodus differentialis
sive tractatus de summation et interpolation serierium infinitorum (1730),
dari tulisan inilah ditemukan rumus Stirling berupa pendekatan hitungan
factorial. Pada tahap kedua ini, salah satu ahli matematika yang paling
produktif adalah Leonhard Euler (1707-1783). Ia menulis tentang diferensial
dan integral serta teori persamaan diferensial yang tercantum
dalamInstitutiones calculi diferentialis (1755) dan dalam tiga
jilid Institutiones calculi integralis, dan dalam bidang kalkulus variasi Euler
menulis Methodus inveniendi lineas curvas maximi minimive proprietate
gaundentes (1744) yang di dalamnya terdapat “persamaan Euler”.
Pada tahun 1754 Jean-le-Ron D’Alembert (1717-1783) mencoba
suatu pendekatan melalui pengertian limit sehingga kalkulus atau analisis
dapat berdiri di atas dasar yang kuat. D’Alembert menulis delapan jilid buku
tentang kalkulus dengan judul Opuscules mathématiques (1761-1768) dan
D’Alembert juga menjadi tokoh penulisan tentang matematika
dalam Encyclopédie (28 jilid) yang disusun oleh Dennis Diderot antara tahun
1751-1772. D’Alembert dan Bernoulli menjadi perintis dalam persamaan
diferensial.
Ketiga, pengembangan deret pada tahap kedua ini berpadu dengan
kalkulus dan juga dengan bilangan kompleks. Brook Taylor (1685-1731)
dalam tulisannya Methodus incrementorum directa et inverta (1715)
menguuraikan fungsi ke dalam deret pangkat dan deret ini dikenal sebagai
deret Taylor. Colin Maclaurin (1698-1746) mengambil fungsi nol dari deret
Taylor dan deret demikian dikenal sebagai deret Maclaurin. Deret-deret ini
kemudian dipergunakan Euler dlaam hitungan diferensial (1755) dan

22
dipergunakan Lagrange sebagai dasar dari teori fungsinya. Taylor sendiri
menggunakan deretya untuk mengintegrasi persamaan diferensial. Dalam hal
deret DeMoivre menulis Miscellanea analytica, de seriebus qudraturis (1730)
yang membahas deret berulang dan ilmu ukur segitiga analitik, sehingga
ditemukan rumus Pada tahun 1807, Joseph Fourier (1768-1830)
mengemukakan bahwa setiap fungsi periodic dapat dinyatakan sebagai
jumlah dari deret fungsi ilmu ukur segitiga. Pada tahun 1812 Gauss
mengemukakan deret hipergeometrik serta masalah konvergensi pada deret.
Keempat, pengembangan dalam pengertian bilangan meluas, antara
lain kemajuan dalam pengertian bilangan negative dan bilangan kompleks.
Pada abad kedelapan belas penerimaan bilangan negatif sebagai bilangan
menyebar lebih luas. Demikian pula dengan penerimaan akar bilangan
negative melalui satuan bilangan khayal, system bilangan menjadi lebih luas
serta mengenal campuran antara bilangan nyata dan bilangan khayal.
Campuran bilangan demikian dikenal sebagai bilangan kompleks. Setelah
Gauss menempatkan bilangan kompleks sebagai titik dalam bidang menurut
diagram Agrand, maka pengertian bilangan kompleks lebih dapat dihayati
orang.
Lagrange mengemukakan dalil bahwa bilangan bulat positif terdiri
atas tidak lebih dari jumlah empat bilangan kuadrat, dan bersama Galois,
Lagrange menyusun teori himpunan. Pada tahun 1801 melalui Disquisitiones
arithmaticae Gauss pertama kali memberi bukti ketat pada dalil dasar aljabar,
ia menunjukkan bahwa setiap persamaan aljabar dengan koefisien nyata
paling sedikit mempunyai satu akar. Pada tahun 1795, Gauss mengemukakan
hukum kebalikan kuadratik dalam teori bilangan.
Kelima, perkembangan ilmu ukur berlangsung melalui dua bidang
yakni ilmu ukur analitik dan ilmu ukur projektif. Dalam bidang ilmu ukur
analitik Claude Alexis Clairaut (1713-1765) menyelidiki ilmu ukur analitik
dan ilmu ukur diferensial dari lengkungan ruang seperti tercantum dalam

23
tulisannya Récherces sur les courbes á double courbure. Gaspard Monge
(1746-1818) juga membahas ilmu ukur diferensial melalui
tulisannya Application de l’analyse á la géométrie (1809). Jean Hackette
(1769-1834) dan Jean Baptiste Biost (1774-1862) juga mengembangkan
ilmu ukur analitik, bahkan tulisan Biot Essai de géométrie analytique (1802)
telah memberikan bentuk kepada ilmu uku analitik sekarang. Charles Dupin
(1784-1873) membahas teori permukaan serta mengemukakan pengertian
asimptot dan garis konjugasi. Desargues, Monge dan Victor Poncelet (1788-
1867) merupakan perintis ilmu ukur proyektif.
Demikianlah perkembangan matematika pada tahap kedua, telah kita
temukan pengembangan dalam ilmu ukur segitiga, ilmu ukur analitik,
kalkulus, teori bilangan, teori persamaan, deret, dan persamaan diferensial.
Perkembangan matematika pada tahap ketiga merupakan
pengembangan dari kalkulus, deret, dan fungsi; pengembangan ilmu ukur;
pengembangan alajabar dan teori group; teori bilangan; dan dasar
matematika baru.
Pertama, pengembangan kalkulus, deret, dan fungsi pada tahap ini
meliputi pengertian limit, konvergensi, divergensi, keserbaterusan,
terdefirensiasi, dan fungsi eliptik. Berdasarkan gagasan limit D’Alembert,
Cauchy dalam tulisannya Cours d’analyse (1821) dan Résumé des leçons
données á l’école royale polytechnique I (1823) menggunakan bilangan
variable yang mempunyai limit nol yang disebut olehnya sebagai “variable
infiniment petit”, dia mengemukakan tentan turunan fungsi.
Dalam bidang diferensial parsial, fungsi eliptik, dan determinan
terdapat Carl Gustav Jacob Jacobi. Dalam bidang kalkulus variasi dan
persamaan diferensial, William Rowan Hamilton (1805-1865), Peter G.
Lejeune Dirichlet (1805-1857). Dalam bidang fungsi kompleks dan deret,
Bernhard Riemann (1826-1866), fungsi eliptik juga dibahas oleh Karl
Weierstrass (1815-1897) dan Leopold Kronecker (1823-1891).

24
Kedua, perkembangan ilmu ukur pada tahap ketiga berlangsung pada
beberapa cabang, yakni ilmu ukur tanpa bilangan dirintis oleh Jakob Steiner
(1796-1863), yang dikenal sebagai ilmu ukur sinteteik atau ilmu ukur murni;
ilmu ukur aljabar yang dibahas oleh August Ferdinand Mӧbius (1793-1868),
Julius Plücker (1801-1868), Michel Chasles (1793-1880), Herman Schubert
(1848-1911), Hieronymus Georg Zeuthen (1839-1920), dan Arthur Cayley
(1821-1895); ilmu ukur non-Euclides dirintis oleh Nicolai Ivanovitch
Lobachevsky (1793-1856) pada tahun 1829, Janos Bolyai (1802-1860) pada
tahun 1832, dan Bernhard Riemann (1826-1866); Ilmu ukur di atas tiga
dimensi atau n dimensi dibahas oleh Hermann Grassmann (1809-1877) dan
Cayley.
Ketiga, perkembangan aljabar dan teori group mencakup
aljabar nonkomutatif dan nonasosiatif. Niels Henrik Abel (1802-1829)
membuktikan bahwa persamaan tingkat lima tidak dapat dipecahkan dengan
cara aljabar, Abel juga meluaskan dalil binomial sampai ke bentuk umum.
Pada tahun 1844 Joseph Liouville (1809-1882) dan Charles Hermit (1822-
1901) menunjukkan bahwa e dan bukanlah bilangan aljabar sehingga e
adalah bilangan transendental. Hamilton kemudian menyusun “quaternion”
yang nonkomutatif sehingga lahirlah aljabar nonkomutatif, “biquaternion”
dari William Kingdon Clifford (1845-1879), “Ausdehnunglehre” (1844) dari
Grassmann, “dyadic” dari John Willard Gibbs (1839-1903), dan dari aljabar-
aljabar tersebut ditemukan teori vector dan tensor.
Perkembangan group bilangan dari Evariste Galois (1811-1832) dari
Abbel dan Cauchy. Aljabar logika dari George Boole (1815-1864) dan
aljabar nonasosiatif dari Camille Jordan (1838-1922) dan Sophus Lie (1842-
1899). Di antara aljabar-aljabar tersebut, aljabar Boole dan
teori group kemudian mengaami penerapan luas dalam bidang matematika
ataupun diluarnya. Teori group dikemukakan oleh Galois, Abel dan banyak
ahli lainnya.

25
Keempat, teori bilangan pada tahap ketiga berkembang bersama
pengetatan dasar matematika atau pemberhitungan matematika. Sebagai
lanjutan dari usaha pengetatan dasar matematika oleh D’Alembert, Gauss,
Cauchy dan lain-lainnya pengetatan itu dijadikan pokok dalam matematika
oleh Weierstrass. Pengetatan juga dilakukan oleh Kronecker, Ernst Eduard
Kummer (1810-1893), Georg Frobenius (1849-1917), Richard Dedkind
(1831-1916), Wilhelm Weber (1804-1891), dan George Cantor (1845-1918),
dan kelompok ini dikenal sebagai Perguruan Berlin.
Kelima, pengertian bilangan dari teori group kemudian diterapkan
sebagai cabang matematika.
Tahap ketiga ditutup dengan pernyataan David Hilbert (1862-1943)
pada Kongres Matematika Internasional di Paris pada tahun 1900 yang
mengemukakan dua puluh tiga proyek penelitian matematika sebagai akibat
hasil penelitian matematika beberapa puluh tahun sebelumnya. Proyek itu
mencakup berbagai hal itu dari teori bilangan sampai topologi.
Perkembangan matematika tahap keempat dimulai pada abad
kesembilan belas yang merupakan awal matematika baru dan mencakup
pendalaman cabang matematika serta penelitian dalam filsafat matematika.
Pada tahap ini ditemukan antara lain dasar aksioma matematika.
Gottlob Frege (1848-1925) memberikan logika pada teori bilangan
transfinite dari Cantor. Pada tahun 1889 Giuseppe Peano (1858-1932)
memberikan dasar logika pada asas ilmu ukur serta bersama Hilbert
menyusun suatu system aksioma pada matematika. Bertrand Russel (1872-
1970) dan Alfred North Whitehead (1861-1947) memperbaiki gagasan Frege
serta menyusun dasar logika dalam matematika dan menuangkannya
dalam Principia Mathematica (1910-1913). Henry Poincaré (1854-1912)
membahas hampir seluruh cabang matematika, Norbert Wiener (1894-1964)
menyusun matematika dalam cabang komunikasi yang berarah ke
sibernetika, John von Neumann (1903-1957) menggunakan matematika

26
untuk menyusun “game theory”, dan Claud Elwood Shannon menyusun teori
matematika informasi.

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Orang Yunani menggunakan metode Bangsa Mesk dalam penulisan
bilangan-bilangan kemudian diubah dengan menggunakan huruf-huruf abjad
dengan menambah beberapa notasi yang diambil dari Bangsa-bangsa Samyia.
Huruf-huruf yang digunakan Bangsa Yunani dalam penulisan bilangan-bilangan
adalah huruf pertama dari nama masing-masing bilangan. Jumlah huruf Latin
kuno yang digunakan Bangsa Yunani sebagai bilangan-bilangan adalah dua
puluh tujuh huruf. Sistem bilangan ini terdiri dari tiga macam digit yaitu satuan,
puluhan dan ratusan. Dalam penulisan bilangan Yunani ada dua sistem numerasi
yang digunakan yaitu sistem numerasi Yunani attik (300 SM) dan sistem
numerasi alfabetik (450 SM). Selai itu, bilangan Yunani juga dapat diaplikasikan
kedalam operasi perhitungan Matematika seperti penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian.
Sistem numerisasi Romawi yang sekarang ini merupakan modernisasi
sistem adisi dari sistemnya yang lama. Sistem ini bukan sistem yang mempunyai
nilai tempat, kecuali pada hal-hal tertentu yang sangat terbatas. Sistem ini juga
tidak mempunyai nol. Sistem Romawi sudah ada sejak 260 tahun SM. Tetapi
sistem Romawi yang seperti sekarang ini belum lama dikembangkannya.
Serta Abad ketujuh belas merupakan awal dari zaman kebangkitan ilmu
pengetahuan di Eropa. Semenjak saat itu kecepatan kemajuan ilmu pengetahuan
dan matematika terus meningkat sehingga mencapai kecepatan yang kita alami
sekarang.

28
B. Saran
Penulis menyadari tentang penyusunan makalah, tentu masih banyak
kesalahan dan kekurangannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis
banyak berharap para pembaca kiranya memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi penyempurnaan makalah ini dan penulisan
makalah di kemudian hari. Semoga makalah ini berguna bagi penulis dan
khususnya juga para pembaca.

29
DAFTAR PUSTAKA

Fadlansyah, Arief. 2013. Sistem Numerasi Yunani Kuno 60-SM. [online].


(http://arieffadlansyah.blogspot.com/2013/06/sistem-numerasi-yunani-
kuno-600-sm.html, diakses tanggal 22 September 2018).
Fadlansyah. Arief. 2013. Sistem Numerasi Romawi 100-SM Sejarah. [online].
(http://arieffadlansyah.blogspot.com/2013/06/sistem-numerasi-romawi-
100-sm-sejarah.html, diakses tanggal 22 September 2018).
Kodir, 2011. Lambang Bilangan Dan Perkembangannya. [online].
(http://ensiklopediamath.blogspot.com/2011/09/lambang-bilangan-dan-
perkembangannnya.html, diakses tanggal 22 September 2018).
Lestari, Indriani. 2015. Makalah Sejarah Bilangan Yunani Makalah. [online].
(http://indriyanilestari05.blogspot.com/2015/04/makalah-sejarahbilangan-
yunani-makalah.html, diakses tanggal 22 September 2018).
Nazmudinnur, Herry. ______. Sejarah Matematika Sistem Penulisan Bilangan.
[DOCX]. (https://www.academia.edu/12146096/Sejarah_Matematika_
Sistem_Penulisan_Bilangan, diakses tanggal 22 September 2018).
Nurul, Intan. ______. Contoh Makalh Matematika Program Linear. [DOC].
(http://www.academia.edu/6953601/Contoh_Makalah_Program_Linear,
diakses tanggal 10 Juli 2018).
Rismayani, Mega. 2012. Lambang Bilangan dan Nama Bilangan. [online].
(http://ibumega.blogspot.com/2012/03/lambang-bilangan-dan-nama-
bilangan.html, diakses tanggal 22 September 2018).
S, Nurlaila. 2012. BAB II. [PDF]. (eprints.ums.ac.id/17842/5/BAB_II.pdf, diakses
tanggal 22 September 2018).
_______. 2016. Berhitung Pada Zaman Kebangkitan Ilmu Pengetahuan. [online].
(https://docslide.net/documents/berhitung-pada-zaman-kebangkitan-ilmu-
pengetahuan.html, diakses tanggal 22 September 2018).

30

Anda mungkin juga menyukai