Anda di halaman 1dari 41

Tugas Makalah Dosen Pengampu

Filsafat Pendidikan Matematika Dr. Nahor Murani Hutapea, M.Pd

HAKEKAT DAN KARAKTERISTIK


ONTOLOGI MATEMATIKA

DI SUSUN OLEH

MAZLAN, S.Pd
NIM. 1910247000

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, karena atas berkat
rahmat-Nya, penyusun dapat menyajikan “Makalah Filsafat Pendidikan
Matematika Tentang Hakekat dan Karakteristik Ontologi Matematika” ini.
Sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan kehadirat Nabi Muhammad
Sholallahu’alaiwasallam, semoga kita semua diberikan safaat hari akhir nanti,
Aamiin.
Mempelajari filsafat pendidikan matematika tentang ontologi matematika.
Matematika merupakan suatu cabang ilmu. Sehingga jika kita berbicara tentang
filsafat matematika, maka hakikatnya kita berbicara tentang matematika secara
spesifik dari unsur ontologi, epistemologi dan aksiologi matematika. Namun, pada
makalah kali ini penulis akan menitik beratkan pembahasan pada salah satu
hakikat filsafat matematika yaitu “Hakekat dan Karakteristik Ontologis
Matematika”.
Pada akhirnya penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dalam
menyusun makalah ini. Namun, sebagai manusia biasa sangat memungkinkan
program kerja ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu,
penyusun meminta kritik dan saran dari berbagai pihak untuk kesempurnaan
makalah ini.

Pekanbaru, 11 Oktober 2019


Penyusun,

MAZLAN, S.Pd
NIM. 1910247000
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ I

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A. Faktor-faktor Pendorong Timbulnya Ontologi Matematika ................... 3

B. Hakikat dan Karakteristik Ontologi Matematika .................................... 5

C. Matematika Marupakan Alat Pemikir ..................................................... 12

D. Matematika Sebagai Bahasa ................................................................... 16

E. Matematika untuk Nature Science dan Social Science ........................... 20

F. Titik, Garis, Bidan dan Lingkaran Matematika ...................................... 23

G. Alam Semesta Merupakan Ruang Tak Terhingga .................................. 26

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 31

A. Simpulan ................................................................................................ 31

B. Saran ....................................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN ........................................................................................................ 36

A. Daftar Pertanyaan (Resume Penulis)

B. Berita Acara Presentasi (Notulen Presentasi-Pertanyaan dan Jawaban) .


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat merupakan hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan
suau kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu
yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Cangkupan filsafat lebih luas dari ilmu, yaitu mencakup empiris dan non empiris.
Menurut Rosenberg, ada tiga aspek pertanyaan mendasar yang dijawab ilmu
filsafat meliputi: (1) Objek apa yang ditelaah?, ini dikenal dengan landasan
ontologis “keapaan” atau “hakikat makna dan wujud”, (2) bagaimana proses yang
memungkinkan ditimbanya pengetahuan. Ini dikenal dengan dengan landasan
epistemologis “aspek kebagaimanaan” atau “metodologis”, (3) untuk apa
pengetahuan yang berupa ilmu itu digunakan?, landasan ini dikenal dengan
landasan aksiologis “aspek keuntukapaan” atau “manfaat”.
Matematika merupakan suatu cabang ilmu. Sehingga jika kita berbicara tentang
filsafat matematika, maka hakikatnya kita berbicara tentang matematika secara
spesifik dari unsur ontologi, epistemologi dan aksiologi matematika. Namun, pada
makalah kali ini penulis akan menitik beratkan pembahasan pada salah satu hakikat
filsafat matematika yaitu “Hakekat dan Karakteristik Ontologis Matematika”

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Apa saja faktor-faktor pendorong timbulnya ontologi matematika?
2. Apa hakikat dan karakteristik ontologi matematika?
3. Bagaimana penjelasan mengenai matematika marupakan alat pemikir
4. Bagaimana penjelasan mengenai matematika sebagai bahasa?
5. Bagaimana penjelasan mengenai matematika untuk nature science dan
social science?
6. Bagaimana penjelasan mengenai titik, garis, bidang dan lingkaran
matematika?

1
7. Bagaimana penjelasan mengenai alam semesta merupakan ruang tak
terhingga

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong timbulnya ontologi
matematika.
2. Untuk mengetahui hakikat dan karakteristik ontologi matematika?
3. Untuk mengetahui penjelasan mengenai matematika marupakan alat
pemikir
4. Untuk mengetahui penjelasan mengenai matematika sebagai bahasa
5. Untuk mengetahui penjelasan mengenai matematika untuk nature
science dan social science
6. Untuk mengetahui penjelasan mengenai titik, garis, bidang dan lingkaran
matematika
7. Bagaimana penjelasan mengenai alam semesta merupakan ruang tak
terhingga.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor Pendorong Timbulnya Ontologi Matematika


Pembahasan tentang filsafat tidak terlepas dari konteks historis filsafat itu
sendiri, di samping sejarah (waktu) kelahirannya, juga faktor-faktor yang menjadi
motif (latar belakang) terbentuknya pemikiran-pemikiran filsafat. Secara umum
terdapat tiga faktor yang mendorong manusia untuk berfilsafat. Menurut Rindjin
(1997), filsafat dan ilmu timbul dan berkembang karena akal budi, thauma, dan
aporia. Karena ontologi matematika merupakan salah satu dari cabang ilmu filsafat
maka faktor-faktor pendorong timbulnya ontologi Matematika juga adalah karena
akal budi, thauma, dan aporia.

1. Manusia merupakan makhluk berakal budi.


Manusia dengan akal budi yang dimilikinya dapat mengubah kemampuan
manusia dalam bersuara berkembang menjadi kemampuan berbahasa dan
berkomunikasi, sehingga manusia disebut sebagai homo loquens dan animal
symbolicum. Manusia dapat berpikir abstrak dan konseptual sehingga dirinya
disebut sebagai homo sapiens (makhluk pemikir). Menurut Aristoteles, manusia
dipandang sebagai animal that reasons yang ditandai dengan sifat selalu ingin tahu
(all men by nature desire to know). Pada diri manusia melekat kehausan intelektual
(intellectual curiosity), yang menjelma menjadi pertanyaan yang beraneka ragam.
Bertanya adalah berpikir dan berpikir dimanifestasikan dalam bentuk pertanyaan.
Adapun bentuk contoh yang menjadikan landasan manusia befikir membutuhkan
matematika menurut Didi Haryono (2015) adalah pada masa lampau menggunakan
matematika sebagai instrument dalam melakukan suatu pekerjaan atau
menyelesaikan masalah dari suatu hal yang biasa sampai pada hal-hal yang luar
biasa, misalkan yang terjadi pada zaman kuno lebih kurang 4000 tahun SM,
berkembanglah peradaban Mesir di lembah sungai Nil dan peradaban Babylon di
sepanjang sungai Tigris. Kedua peradaban itu mengembangkan ilmu hitung, ilmu
ukur dan perbandingan, serta ilmu aljabar. IImu-ilmu tersebut merupakan alat

3
pikiran untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang makin rumit, seperti membuat
istana, tempat ibadah, piramid dan bangunan lainnya.
Pengukuran tersebut dilakukan untuk mengetahui panjang yang sebenarnya,
dengan perkiraan sesuai dengan bentuk matematis yang telah dikemukakan dalam
matematika mulai dari pengukuran yang sangat sederhana sampai pada pengukuran
yang sangat rumit. Pengukuran yang paling sederhana adalah mengukur langsung
objek benda yang ada di sekitar kita, seperti mengukur panjang tongkat, lebar meja,
dan lain sebagainya. Sedangkan pengukuran yang lebih rumit adalah mengukur
benda yang sangat jauh dengan membandingkan bentuknya dengan ilustrasi-
ilustrasi tertentu

2. Manusia memiliki rasa kagum (thauma) pada alam semesta dan isinya
Manusia merupakan makhluk yang memiliki rasa kagum pada apa yang
diciptakan oleh Sang Pencipta, misalnya saja kekaguman pada bulan, matahari,
bumi, tumbuhan, binatang, dirinya sendiri dan lain lain. Kekaguman inilah yang
kemudian mendorong manusia untuk berusaha mengetahui alam semesta itu
sebenarnya apa, bagaimana asal usulnya (masalah kosmologis). Ia juga berusaha
mengetahui dirinya sendiri, mengenai eksistensi, hakikat, dan tujuan hidupnya.
Kekaguman terhadap penciptaan alam semesta membuat manusia mempelajari
ontologi matematika atau lebih tepatnya membutuhkan matemtika. Didi haryono
(2015) mengungkapkan bahwa saat menatap langit di malam yang cerah, hati
merasakan keindahan dan keinginan kuat untuk bisa melihat langit keseluruhan
tanpa ujung. Seolah-olah bintang- bintang dan galaksi-galaksi yang dilihat juga tak
berujung, bahkan kegelapan di antara benda langit dipenuhi dengan cahaya. Jika
kita melihat melalui teleskop langit dipenuhi cahaya yang cukup sensitif. Faktanya,
tentu saja volume ruang yang dapat kita amati dibatasi oleh umur alam semesta dan
kecepatan cahaya. Sehingga kekaguman ini mendorong ilmuan seperti Albert
Einstein terus mempelajarui ontologis matematika dengan teorinya tentang ruang
dan waktu, yaitu relativitas.

4
3. Manusia senantiasa menghadapi masalah
Faktor lain yang juga mendorong timbulnya filsafat dan ilmu adalah masalah
yang dihadapi manusia (aporia). Kehidupan manusia selalu diwarnai dengan
masalah, baik masalah yang bersifat teoritis maupun praktis. Masalah mendorong
manusia untuk berbuat dan mencari jalan keluar yang tidak jarang menghasilkan
temuan yang sangat berharga (necessity is the mother of science).
Jika pada zaman kuno Thales mencoba mengukur tinggi piramida dengan
mengukur panjang bayangan piramida, setelah ja mengukur tinggi badannya sama
dengan panjang bayangan saat matahari pada arah tertentu, ketika arah matahari
yang sama ia mengukur tinggi piramida tersebut.
Kemudian Thales juga mengukur jarak kapal di tengah lautan sementara dia
berada di daratan. Untuk pengukuran tersebut ia mendirikan sebuah menara di tepi
pantai, kemudian di atas menara tersebut ia menyimpan dan menjulurkan sebatang
kayu panjang untuk melihat letak kapal yang berada di tengah lautan.

B. Hakikat dan Karakteristik Ontologi Matematika


Ontologi Matematika terdiri dari dua kata, ontologi dan matematika. Oleh
karena itu, penulis mencoba mengurai definisi ontologi Matematika dengan
memisah makna ontologi dan matematika. Ontologi merupakan salah satu kajian
kefilsafatan yang paling kuno. Menurut bahasa, ontologi berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu On/Ontos=ada, dan Logos=ilmu. Ontologi adalah ilmu tentang yang
ada. Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang
ada, yang merupakan ultimate reality, baik yang berbentuk jasmani/konkret,
maupun rohani/abstrak (Didi Haryono, 2015).
Ontologi menurut Aristoteles abad ke-4 SM, dalam (Didi Haryono, 2015)
mengemukakan bahwa ontologi hampir sama dengan metafisika, yaitu studi
filosofis untuk menentukan sifat asli dari suatu benda untuk menentukan arti,
struktur, dan prinsipnya.
Ontologi merupakan kajian filsafat terhadap hakikat sesuatu yang ada, baik itu
berupa benda konkrit maupun abstrak (Almasdi; 2012: 5).

5
Suriasumantri (2007), menulis ontologi membahas tentang apa yang ingin kita
ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-
pertanyaan (a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah? (b) bagaimana wujud yang
hakiki dari obyek tersebut, dan (c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan
daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang
membuahkan pengetahuan.
Pendapat lain diungkapkan oleh Soetriono dan Hanafie (2007), bahwa ontologi
merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi
obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal dari pengetahuan) serta
penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek ontologi atau obyek
formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang
dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan
keberadaan.
Berdasarkan beberapa pengertian ontologi menurut pendapat ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa Ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah,
ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality, baik yang berbentuk jasmani/konkret, maupun rohani/abstrak.
Selanjutnya, untuk menjawab pertanyaan “apa matematika itu?”, Russeffendi
(1980) mengungkapkan bahwa matematika berasal dari perkataan Latin
“mathematika” yang berarti mempelajari atau “mathenein” yang berarti belajar
atau berfikir atau dapat diartikan pengetahuan yang didapat dengan berpikir
(bernalar).
Russeffendi(1980) juga menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu berfikir
deduktif, karena matematika matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang
tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana
dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum.
James dan James (1976) menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu tentang
logika, tentang bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling
berhubungan. Selanjutnya menurut, Reys - dkk (1984) mengatakan matematika

6
adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu
seni, suatu bahasa dan suatu alat.
James dan James (1976) mengungkapkan bahwa matematika adalah ilmu
tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu
aljabar, analisis dan geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa
matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometris dan
analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika.
Johnson dan Rising (Rusefendi, 1988) menuturkan bahwa Matematika
merupakan pola berfikir, pola mengorganisasikan pembuktian logic, pengetahuan
struktur yang terorganisasi memuat sifat-sifat, teori-teori di buat secara deduktif
berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah
dibuktikan kebenarannya.
Selanjutnya Kline (1973) menegaskan matematika itu bukan pengetahuan
menyendiri, melainkan pengetahuan yang ada untuk membantu manusia
memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam.
Dari beberapa pengertian diatas, matematika dapat diartikan ilmu pengetahuan
yang mempelajari tentang :
1. pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir
2. logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan lainnya.
3. sifat-sifat, teori-teori di buat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak
didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya.
4. struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya.
yang keberadaannya sangat dibutuhkan untuk membantu manusia memahami dan
menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari ontologis
matematika adalah Ontologi Matematika merupakan cabang filsafat yang
berhubungan dengan suatu yang ada termasuk hal-hal metafisik (hal-hal yang non
fisik atau tidak kelihatan) dalam pengetahuan matematika termasuk didalamnya
objek kajian matematika itu sendiri berupa fakta, konsep, operasi dan prinsip.

7
Dalam ontologi matematika banyak hal yang dipersoalkan misalnya cakupan
dari pernyataan matematika yang berkaitan dengan dunia nyata (fakta) atau hanya
dalam pikiran manusia. Dalam ontologi matematika ada banyak hal yang
dipersoalkan misalnya cakupan dari pertanyaan matematika (cakupan dunia nyata
maupun tidak nyata), cakupan tersebut dalam pandangan realisme empirik
menjawab bahwa cakupan tersebut merupakan suatu realitas dan eksistensi dari
entitas-entitas matematika juga menjadi bahan pemikiran filsafat. Misalnya sebagai
bidang geometri sudah lazim diterima bahwa di antara dua titik terdapat suatu garis
lurus. Tetapi jika dicari dalam dunia pengalaman manusia, tidak pernah dijumpai
titik dan garis dalam arti yang seutuhnya. Ontologi matematika merupakan suatu
teori mengenai keberadaan tentang apa yang ada (metafisik). Ontologi matematika
menyelidik sifat dasar dari apa yang yanta secara frudamental dan cara berbeda
dimana entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal
universal) dapat dikatak ada, dalam kerangka tradisional ontologi dianggap sebagai
teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal yang ada, sedangkan dalam hal
pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang
ada.
Dalam ontologi matematika ada banyak hal yang dipersoalkan misalnya
cakupan dari pertanyaan matematika (cakupan dunia nyata maupun tidak nyata),
cakupan tersebut dalam pandangan realisme empirik menjawab bahwa cakupan
tersebut merupakan suatu realitas dan eksistensi dari entitas-entitas matematika
juga menjadi bahan pemikiran filsafat. Misalnya sebagai bidang geometri sudah
lazim diterima bahwa di antara dua titik terdapat suatu garis lurus. Tetapi jika dicari
dalam dunia pengalaman manusia, tidak pernah dijumpai titik dan garis dalam arti
yang seutuhnya. (Haryono, 2014)
Marsigit (2014) mengungkapkan bahwa matematika terdapat bebarapa ciri
atau karakteristik yang secara umum disepakati bersama. Beberapa diantaranya
sebagai berikut:

8
1. Memiliki objek kajian yang abstrak, berupa fakta, operasi (atau relasi), konsep,
dan prinsip.
2. Bertumpu pada kesepakatan atau konvensi, baik berupa simbol-simbol dan
istilah maupun aturan-aturan dasar (aksioma).
3. Berpola pikir deduktif.
4. Konsisten dalam sistemnya.
5. Memiliki simbol yang kosong dari arti.
6. Memperhatikan semesta pembicaraan

Sedangkan aspek ontologi pada ilmu matematika menurut Fathani, dkk. (2008)
diuraikan sebagai berikut : (1) Metodis : matematika merupakan ilmu ilmiah (bukan
fiktif) ; (2) Sistematis : ilmu matematika adalah ilmu telaah pola dan hubungan
artinya kajian-kajian ilmu matematika saling berkaitan antara satu sama lain; (3)
Koheren : konsep, perumusan, definisi dan teorema dalam matematika saling
bertautan dan tidak bertentangan; (4) Rasional : ilmu matematika sesuai dengan
kaidah berpikir yang benar dan logis; (5) Komprehensif : objek dalam matematika
dapat dilihat secara multidimensional (dari barbagai sudaut pandang); (6) Radikal :
dasar ilmu matematika adalah aksioma-aksioma; (7) Universal : ilmu matematika
kebenarannya berlaku secara umum dan di mana saja
Shirley (dalam Marsigit, 2004) menjelaskan bahwa matematika dapat
digolongkan menjadi formal dan informal, terapan dan murni. Berdasarkan
pembagian ini, kita dapat membagi kegiatan matematika menjadi 4 (empat) macam,
di mana masing-masing mempunyai ciri yang berbeda-beda:
1. Matematika formal-murni, termasuk matematika yang dikembangkan pada
Universitas dan matematika yang diajarkan di sekolah;
2. Matematika formal-terapan, yaitu yang dikembangkan dalam pendidikan
maupun di luar, seperti seorang ahli statistik yang bekerja di industri.
3. Matematika informal-murni, yaitu matematika yang dikembangkan di luar
institusi kependidikan; mungkin melekat pada budaya matematika murni.
4. Matematika informal-terapan, yaitu matematika yang digunakan dalam segala
kehidupan sehari-hari, termasuk kerajinan, kerja kantor dan perdagangan.

9
Angka-angka dan rumus-rumus dan berbagai konsep dalam matematika
sesungguhnya tak lebih dari simbol-simbol yang digunakan untuk membahasakan
kuantitas-kuantitas yang ada dalam realitas nyata kita sehari-hari. Pada hakikatnya,
matematika itu sama sekali bukanlah berurusan dengan angka-angka dan
sebagainya, namun berurusan dengan realitas nyata, dalam hal ini segi dimensi
kuantitatifnya. Sehingga tidak menimbulkan mispersepsi yang mana matematika
dapat mengasingkan kita dari dunia nyata. Jadi, secara ontologi, matematika tidak
hanya sebatas angka dan simbol saja, namun sangat berkaitan dengan kehidupan
nyata untuk menyelesaikan persoalan manusia (Nurhayani, 2012).
Ross, DS (2003) menyatakan bahwa ada beberapa pertanyaan ontologis dalam
Filsafat Matematika: Apa hakekat objek matematika? Dengan cara bagaimana
memperoleh objek matematika tersebut? Apakah objek matematika merupakan ide
seperti yang dipikirkan plato? Dapatkah objek matematika ada tanpa adanya objek
lain?. Beberapa aliran pandangan mengenai objek matematika antara lain:

1. Platonisme
Aliran ini berasal dari Plato dan pengikutnya seperti Frege, Russell, Cantor,
Bernays, Hardy, dan Godel. Ernest (1995) mengatakan bahwa aliran
platonisme memandang bahwa objek dan struktur matematika mempunyai
keberadaan yang riil yang tidak bergantung kepada manusia, dan bahwa
mengerjakan matematika adalah suatu proses penemuan tentang hubungan
keberadaan sebelumnya.

2. Logisme
Aliran logisisme dipelopori oleh Bertrand Arthur William Russell dari
Inggris. Dalam 1903 terbitlah buku beliau yang berjudul “The Principles of
Mathematics” yang berpegang pada pendapat bahwa matematika murni
semata-mata terdiri atas deduksi-deduksi dengan prisip-prinsip logika dari
prisip-prinsip logika. Menurutnya logika telah mejadi lebih bersifat
matematis dan matematik sehingga lebih logis. Akibatnya ialah bahwa kini

10
menjadi sepenuhnya tak mungkin untuk menarik suatu garis diantara
keduanya. Sesungguhnya kedua hal itu adalah satu. Mereka berbeda seperti
anak dan orang dewasa. Logika merupakan masa muda dari matematika dan
matematika merupakan masa dewasa dari logika.

3. Formalisme
Aliran formalisme dipelopori oleh ahli matematik besar dari jerman David
Hilbert. Menurut aliran ini sifat alami dari matematik ialah sebagai sistem
lambang yang formal. Matematika berkaitan dengan sifat-sifat struktural
dari simbol-simbol dan proses pengolahan terhadap lambang-lambang itu.
Simbol-simbol dianggap sebagai sasaran yang menjadi objek matematik.
Bilangan-bilangan misalnya dipandang sebagai sifat-sifat struktural yang
paling sederhana dari benda-benda. Dengan simbolisme abstrak yag
dilepaskan dari sesuatu arti tertentu dan hanya menunjukan bentuknya saja.
Aliran formalisme berusaha menyelidiki struktur dari berbagai system.
Berdasarkan landasan pemikiran itu seorang pendukung aliran tersebut
merumuskan matematika merupakan ilmu tentang sistem-sistem formal.

4. Intuisionisme
Menurut Ernest (1995), aliran intusionisme mengakui aktivitas matematika
manusia sebagai dasar dalam penyusunan bukti atau objek-objek
matematika, teori baru, dan juga mengakui bahwa aksioma intuisi dari teori
matematika secara mendasar tidaklah lengkap, dan perlu ditambahkan
sebagai kebenaran matematika yang lain baik secara intuisi maupun secara
informal.

5. Konstruktivisme
Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan matematika diperoleh
melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks,
pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru
dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang. Objek matematika itu

11
dibangun dan pernyataan mengenai benda-benda diperoleh melalui proses
yang konsisten dengan cara lama dari proses yang terbatas (algoritma).
Konstruktivisme memegang pandangan bahwa makna objek matematika
terdiri dari proses yang mereka dibangun. Pengetahuan tentang dunia
dibangunmelalui persepsi dan pengalaman, yang sendiri dimediasi melalui
pengetahuan kita sebelumnya.

6. Konvensionalisme
Menurut Marsigit (2015), aliran konvensionalisme berpandangan bahwa
pengetahuan matematika dan kebenaran berlandaskan kepada kesepakatan
bahasa. Secara khusus kebenaran matematika dan logika adalah bersifat
analitik dan kebenaran ditentukan oleh arti dari istilah yang terkandungnya.
Tokoh moderat dari aliran konvensionalisme menggunakan kaedah bahasa
sebagai landasan kebenaran matematika yang disusunnya. Bentuk ini
kurang lebih seperti penggunaan kaedah “jika-maka”.

7. Empirisme
Ernest (1995) berpendapat bahwa aliran empirisme memandang hakekat
matematika adalah pengambilan kesimpulan berdasarkan atas langkah-
langkah empiris. Marsigit (2015) membedakan dua macam pengambilan
kesimpulan (thesis) dari aliran ini:
• Pemahaman matematika mempunyai landasan secara empiris
• Kebenaran matematika mempunyai pembenaran secara empiris yaitu
diturunkan dari pengamatan terhadap benda-benda konkret

C. Matematika Marupakan Alat Pemikir


One of the principal objects of theoretical research in my department of
knowledge is to find the point of view from which the subject appears in its greatest
simplicity. (Salah satu tujuan utama dari penyelidikan teoritis dalam bidang
pengetahuan saya ialah untuk menemukan sudut pandang yang darinya pokok

12
persoalannya menjadi tampak dalam kesederhanaan yang paling tinggi.(Josiah
Willard Gibbs, dalam Didi Haryono, 2015)
Jika kita perhatikan sejarah maka para ahli filosof dan ahli matematika pada
masa lampau menggunakan matematika sebagai instrument dalam melakukan suatu
pekerjaan atau menyelesaikan masalah dari suatu hal yang biasa sampai pada hal-
hal yang luar biasa, misalkan yang terjadi pada zaman kuno lebih kurang 4000 tahun
SM, berkembanglah peradaban Mesir di lembah sungai Nil dan peradaban Babylon
di sepanjang sungai Tigris. Kedua peradaban itu mengembangkan ilmu hitung, ilmu
ukur dan perbandingan, serta ilmu aljabar. IImu-ilmu tersebut merupakan alat
pikiran untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang makin rumit, seperti membuat
istana, tempat ibadah, piramid dan bangunan lainnya.
Pengukuran tersebut dilakukan untuk mengetahui panjang yang sebenarnya,
dengan perkiraan sesuai dengan bentuk matematis yang telah dikemukakan dalam
matematika mulai dari pengukuran yang sangat sederhana sampai pada pengukuran
yang sangat rumit. Pengukuran yang paling sederhana adalah mengukur langsung
objek benda yang ada di sekitar kita, seperti mengukur panjang tongkat, lebar meja,
dan lain sebagainya. Sedangkan pengukuran yang lebih rumit adalah mengukur
benda yang sangat jauh dengan membandingkan bentuknya dengan ilustrasi-
ilustrasi tertentu.
Jika pada zaman kuno Thales mencoba mengukur tinggi piramida dengan
mengukur panjang bayangan piramida, setelah ja mengukur tinggi badannya sama
dengan panjang bayangan saat matahari pada arah tertentu, ketika arah matahari
yang sama ia mengukur tinggi piramida tersebut.
Kemudian Thales juga mengukur jarak kapal di tengah lautan sementara dia
berada di daratan. Untuk pengukuran tersebut ia mendirikan sebuah menara di tepi
pantai, kemudian di atas menara tersebut ia menyimpan dan menjulurkan sebatang
kayu panjang untuk melihat letak kapal yang berada di tengah lautan. Sehingga
bentuknya jika di ilustrasikan seperti bangun datar yang sebangun dan ditunjukkan
pada Gambar 1 berikut:

13
Gambar 1 Ilustrasi Mengukur Kapal di Tengah Lautan
Jika diperhatikan Gambar 3.1 di atas maka terlihat bahwa ada dua segi tiga yang
sebangun yaitu ∆𝐴𝐵𝐶 dan ∆𝐴𝐷𝐸. Sehingga, garis AB terhadap BC adalah
sebanding dengan garis AD terhadap DE. Oleh karena garis AB, BC, dan AD dapat
diketahui dengan pengukuran yang sebenarnya, maka Jarak DE (jarak pantai
dengan kapal di tengah lautan) dapat diketahui dengan perhitungan.
Pengukuran yang dilakukan Thales tersebut Pada masanya banyak orang yang
mengingkari, akan tetapi pengukuran tersebut dibenarkan dalam penemuan
matematika modern yaitu dalam trigonometri atau ilmu ukur segitiga.
Penemuan matematika modern tentang pengukuran yang dihitung secara
matematis, yaitu mengukur ketinggian awan. Pengukuran ini biasa dilakukan oleh
ilmuwan modern untuk melihat keadaan cuaca. Seorang pilot tidak diijinkan
mengudara jika batas ketinggian awan terlalu rendah. Tinggi rendahnya bervariasi
sesuai dengan kondisi geografis suatu lokasi tertentu. Akan tetapi serendah-
rendahnya dipastikan mencapai 60 m.
Selanjutnya, pengukuran matematika modern lain meteorologi yang berkaitan
dengan keadaan cuaca. Baik pilot maupun petani harus senantiasa memerlukan
informasi yang jelas tentang kondisi cuaca yang sedang terjadi. Pilot harus tahu
ketika menerbangkan pesawatnya, jalur yang akan mereka lewati harus aman dari
petir dan hembusan angin yang kencang. Begitu pula dengan petani, mereka perlu
menentukan waktu tanam yang tepat untuk benih-benihnya agar tidak terkena banjir
saat hujan. Melihat kebutuhan pilot dan petani seperti itu, para ahli meteorologi

14
membantu mereka menemukan arah dan kecepatan angin serta kekuatan petir
dengan menggunakan radar. Radar tersebut akan menginformasikan seberapa jauh
puncak sebuah awan serta kemiringan antena radar yang dinyatakan sebagai
besarnya sudut inklinasi.
Jika diilustrasikan sebuah awan yang dideteksi oleh radar antena parabola
dengan sudut kemiringan 4° dan jarak puncak awan dilihat dari bumi, maka
ketinggian penerbangan yang aman bagi pesawatnya, yaitu dengan menerbangkan
pesawatnya di atas puncak awan tersebut dapat diukur dengan persamaan
𝑡 (ketinggian) = tan 4° × 𝑠 (jarak). Jika jaraknya yang diketahui adalah
60 km, maka 𝑡 (ketinggian) di puncak atas awan adalah tan 4° dikalikan dengan
60 km.
Persoalan lain yang mengindikasikan matematika yang merupakan alat pikiran
yaitu dengan mengkaji apa yang ada dalam kamera. Jika diperhatikan sebagian
besar kamera terdapat sebuah tombol yang mengatur banyaknya cahaya yang
mencapai film. Tombol ini membuka dan menutup diafragma. Diafragma adalah
kumpulan piringan tipis yang bervariasi ukuran aperturnya. Apertur adalah lubang
lensa yang memberi jalan bagi cahaya untuk masuk ke dalam kamera. Hal ini
diibaratkan pupil dalam mata manusia. Suatu bilangan yang digunakan untuk
menggambarkan berapa banyaknya cahaya yang melalui lensa dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
Panjang fokus pada lensa adalah jarak perjalanan cahaya itu setelah melalui
lensa dan sebelum sampai ke suatu titik (panjang fokus ini tidak dapat diubah
kecuali jika lensanya berupa lensa zoom). Sebagian besar kamera mempunyai
hingga 11 pengaturan bilangan f Pengaturan inl disebut f-stop. Kita menggunakan
satu f-stop ke f-stop yang lebih tinggi dengan jumlah cahaya yang masuk ke lensa
sebanyak setengahnya, artinya bahwa luas daerah apertur juga setengahnya.
Persoalan matematika yang merupakan sebagai alat pemikiran, selanjutnya
adalah perbandingan panjang dan lebar suatu layar bioskop. Pertanyaan mendasar
untuk menjelaskan perbandingan ini adalah pernahkah anda melihat panjang dan
lebar beberapa bioskop yang berbeda? Hal ini, mencerminkan usia bioskop tersebut
dan jenis film yang telah diputar. Perbandingan antara tinggi bayangan yang

15
diproyeksikan dengan lebarnya dikenal sebagai rasio setting. Dalam film-film dulu,
rasio tinggi dengan lebarnya itu adalah 3 berbanding 4. Kemudian, rasio ini dikenal
dengan sebutan rasio academic. Sesudah era film-film bisu, rasio setting yang
digunakan 1 berbanding 1, yaitu layar yang menggunakan bentuk persegi. Hal ini
diperlukan untuk menempatkan rekaman suara pada pinggir bawah suatu film.
Akan tetapi, di kemudian hari rasio ini kembali 3 berbanding: 4. Hal tersebut
dilakukan untuk menyusutkan ruang yang diperlukan untuk bayangan pada film.
Sesungguhnya rasio yang dimaksud bukanlah rasio tinggi dan lebar pada layar
televisi. Karena itu, ketika stasiun televisi menayangkan sebuah film bioskop,
mereka meninggalkan bagian luar gambar film itu, atau dengan kata lain
menyusutkan gambarnya. Objek gambar dalam film bioskop yang menyusut seperti
itu tidaklah menampilkan proporsi yang sesungguhnya, misalkan gambar orang
yang terlihat menjadi lebih tinggi atau kecil, inilah salah satu penerapan
perbandingan dalam cinematografi.
Berdasarkan beberapa pengukuran dan perbandingan yang telah dijelaskan di
atas sebagai contoh matematika yang merupakan alat pikiran, kita melihat bahwa
peran matematika dengan perhitungannya membuat para pemikir untuk mencari
dan menemukan sesuatu kebenaran yang membuat mereka penasaran. Mungkin
banyak kalangan menyangka bahwa mengukur kapal di tengah lautan dan
mengukur ketinggian awan adalah Suatu hal yang mustahil, akan tetapi dengan
menggunakan matematika Suatu hal yang mustahil tersebut akan menjadi mungkin
untuk dilakukan dan diketahui. Tentunya harus sesuai dengan cara dan metode yang
telah ditentukan secara matematis.

D. Matematika Sebagai Bahasa


Pandangan objek matemtika sebagai bahasa adalah pandangan menurut aliran
konvensionalisme. Aliran Konvensional berpendapat bahwa pengetahuan
matematika dan kebenaran berlandaskan kepada kesepakatan bahasa. Secara
khusus kebenaran matematika dan logika adalah bersifat analitik dan kebenaran
ditentukan oleh arti dari istilah yang terkandungnya. Tokoh moderat dari aliran
konvensionalisme menggunakan kaedah bahasa sebagai landasan kebenaran

16
matematika yang disusunnya. Bentuk ini kurang lebih seperti penggunaan kaedah
“jika-maka” (Marsigit, 2015).
Matematika dan bahasa memiliki pengertian dan fungsi yang sama, Jika
matematika digunakan sebagai alat yang menyatukan manusia dalam hal berhitung,
maka bahasa pun juga merupakan alat untuk menyatukan manusia dalam
berkomunikasi, namun bahasa bersifat universal yang digunakan oleh negeri
tertentu dengan menggunakan bahasa mereka masing-masing. Sementara
matematika semua negeri menggunakannya, jika negeri yang satu menyatakan
bahwa 2 + 2 = 4 maka di negeri yang lainpun begitu. Sehingga, matematika tidak
terikat oleh negeri tertentu. Oleh karena itu, wajarlah penulis menyatakan bahwa
matematika merupakan bahasa internasional.
Matematika mempunyai kelebihan dibandingkan bahasa. matematika
mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan untuk melakukan
pengukuran secara kuantitatif. Sedangkan dalam bahasa, jika kita membandingkan
dua objek yang berlainan, misalkan gajah dan kerbau, kita hanya bisa menyatakan
bahwa gajah lebih besar dari pada kerbau, atau kerbau lebih kecil dari pada gajah.
Jika ditelusuri lebih lanjut seberapa besar gajah dibandingkan dengan kerbau maka
kita mengalami kesukaran dan membingungkan dalam menentukan ukuran
tersebut. Kemudian jika sekiranya ingin mengetahui secara kuantitatif berapa besar
gajah yang dibandingkan kerbau, maka dengan bahasa tidak dapat diketahui berapa
besar kuantitasnya akan tetapi matematikalah yang digunakan untuk mengetahui
ukuran tersebut.
Amsal Bahtiar mengutip pendapat Burhanuddin Salam dalam bukunya yang
berjudul Logika Materil Filsafat Ilmu Pengetahuan (1997) menyatakan bahwa
matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
serangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika
bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan
kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan-kumpulan
rumus yang mati. Dikatakan matematika sebagai bahasa karena para ilmuwan yang
mengembangkan ilmunya dan menyampaikan hasil-hasilnya dengan menggunakan
matematika. Mereka berpikir bahwa bahasa matematika karena dengan itu bisa

17
menghapus kata-kata yang tidak perlu atau berlebihan yang diungkapkan dalam
bahasa biasa, sehingga dengan matematika bahasa yang panjang bisa dipersingkat
dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu.
Bahasa matematika terdiri dari berbagai huruf-huruf, simbol-simbol, atau
lambang-lambang. Pada dasarnya bahasa bukanlah bahasa yang diucapkan,
melainkan terutama digunakan dalam pemikiran oleh para iimuwan seluruh dunia.
Oleh karena itu, bahasa matematika merupakan bahasa yang bersifat internasional
dan berlaku secara universal, walaupun para ilmuwan masing-masing
menggunakan bahasa nasionalnya sendiri-sendiri. Bahasa matematika dapat
dimengerti secara semesta oleh ilmuwan terlepas dari kebangsaannya masing-
masing karena sebagai makna dari pola dan bentuk yang sama sesuai dengan
kesepakatan, walaupun lambang dan simbol yang digunakan berbeda. Misalkan
semua ahli matematika dan ilmuwan tertentu mengerti dengan pernyataan yang
diungkapkan dalam bahasa matematika, seperti (𝑎 + 𝑏)2 = (𝑎 + 𝑏) (𝑎 − 𝑏).
Agar supaya ilmuwan matematika dapat berhubungan dengan ilmuwan lainnya,
maka perlu diciptakan suatu bahasa matematika yang akan digunakan dalam
hubungan tersebut. Bahasa matematika tersebut adalah lambing-lambang dan
tanda-tanda tertentu. Dengan demikian, bahasa matematika adalah bahasa simbolik,
seperti misalkan 𝜖 (disimbolkan sebagai keanggotaan dari suatu himpunan), ∩
(untuk irisan dalam suatu himpunan), ∪ (untuk gabungan dalam suatu himpunan),
⊥ (untuk tegak lurus), + (untuk penjumlahan), > (untuk menandakan lebih besar
dari pada), < (untuk menandakan lebih kecil dari pada), dan lain sebagainya.
Lambang-lambang dari matematika yang dibuat secara artifisial dan individual
yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang sedang dikaji.
Sebuah objek yang kita telaah dapat kita lambangkan dengan apa saja sesuai dengan
perjanjian dan kesepakatan kita. Umpamanya kita sedang mempelajari “kecepatan
jalan kaki seorang anak”, maka objek “kecepatan jalan kaki seorang anak” tersebut
kita lambangkan dengan 𝑣. Lambang matematika yang lambangnya 𝑣 tersebut
.kiranya mempunyai batasan arti yang jelas, yakni “hanya pada kecepatan jalan kaki
seorang anak”. Disamping itu, lambang 𝑣 tidak bersifat majemuk sebab 𝑣 hanya
melambangkan kecepatan jalan kaki anak dan tidak mempunyai pengertian yang

18
lain. Jika kita hubungkan kecepatan jalan kaki seorang anak dengan objek yang lain,
misalkan “jarak yang ditempuh seorang anak” dan kita lambangkan dengan S, maka
untuk menentukan waktu yang tempuh oleh anak, kita dapat menuliskan
hubungannya menjadi 𝑡 = 𝑠/𝑣, dimana 𝑡 melambangkan “waktu berjalan kaki
seorang anak”. Pernyataan 𝑡 = 𝑠/𝑣 kiranya jelas tidak mempunyai konotasi
emosional. dan hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan antara 𝑠, 𝑡,
dan 𝑣. Dalam hal ini, pernyataan matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik,
dan informatif dengan tidak menimbulkan konotasi yang tidak bersifat emosional.
Dengan penggunaan matematika sebagai bahasa, pemikiran ilmiah dalam suatu
bidang ilmu dapat dilakukan secara lebih jelas, dan lebih ringkas. Hasil-hasil
pemikiran ilmiah yang diungkapkan dalam bahasa matematika menjadi cermat dan
tepat. Dengan matematika sebagai bahasa, seorang ilmuwan dapat mengaitkan ciri-
ciri yang pokok dari suatu gejala dan menelaah berbagai hubungannya dengan
gejala lain. Selanjutnya hasil penelaahannya dapat diungkapkan secara lebih tepat
atau eksak dengan bahasa matematika. Sebagai contoh bahasa matematis yang
paling populer di kalangan ilmuwan eksak adalah yang berkaitan dengan teori
relativitas yang dikemukakan oleh Albert Einstein (1879-1955) dengan bentuk
matematisnya 𝐸 = 𝑚𝑐?, dimana E adalah energi, m adalah massa, dan c adalah
kecepatan cahaya yaitu 300.000 km/detik.
Bahasa matematis inilah mengungkapkan bahwa massa kecil yang bergerak
pada kecepatan cahaya dapat berubah menjadi energi yang dahsyat dan luar biasa.
Inilah salah satu yang menjadi dasar penting, bagi penciptaan tenaga nuklir dan
bom atom.
Berkaitan dengan bahasa matematika yang telah dijelaskan di atas, seorang ahli
matematika Morris Kline (1960) memberikan komentar bahwa:
Mathematical language is precise, so precise that it’s often confusing to people
unaccustomed to it’s forms. If a mathematician should say, ‘I did not see one person
today’, he would mean that he either saw none or saw many. The layman would
mean simply that the saw none.
(Bahasa matematika adalah bahasa yang cermat, demikian cermatnya sehingga
sering membingungkan orang-orang yang tidak memahami bentuk-bentuknya. Jika

19
seorang ahli matematika berkata ‘saya tidak melihat satu orang hari ini’ maksudnya
bahwa ia tidak melihat ada orang atau tidak melihat ada banyak orang. Namun,
anggapan orang lainnya, hanya semata-mata bahwa tidak ada orang yang ia lihat.
Sehingga, pernyataan ini membingungkan bagi orang yang tidak memahami betul
maksudnya, kecuali ia sendiri yang menyatakan bahwa orang yang dia maksud
tersebut bernama Fulan tidak ada saya lihat hari ini)

E. Matematika untuk Nature Science dan Social Science


Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Di
samping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga
memberikan bahasa, proses, dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk dan
kekuasaan. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam perkembangan
berbagai macam ilmu pengetahuan. Perhitungan matematis misalnya menjadi dasar
desain ilmu teknik, metode matematis memberikan inspirasi kepada pemikiran
bidang sosial dan ekonomi bahkan pemikiran matematis dapat memberikan warna
kepada kegiatan arsitektur dan seni lukis.
Sejarah mencatat bahwa perkembangan matematika pada tahun 2000 SM
sampai dengan 300 M, telah muncul ilmu hitung, geometri, dan logika.
Perkembangan selanjutnya pada tahun 300 M sampai 1400 M telah berkembang
teori bilangan, geometri analitik, aljabar, dan trigonometri. Kemudian,
perkembangan matematika sampai pada abad kedua puluh yang melahirkan tentang
logika matematika, geometri no-Euclid dan lain sebagainya. Seorang
matematikawan Benjamin Pierce menyebutkan matematika sebagai ilmu yang
menggambarkan simpulan-simpulan yang penting. Albert Einstein, dipihak lain
menyatakan bahwa sejauh hukum- hukum matematika merujuk kepada kenyataan
yang terjadi, dan abstraksi.
Melalui penggunaan abstraksi dan penalaran logika, matematika
dikembangkan dari pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan pengkajian
sistematik terhadap bentuk dan gerak objek-objek fisika. Pengetahuan dan
penggunaan matematika selalu menjadi sifat yang melekat dan bagian utuh dari
kehidupan individual dan kelompok. Pemurnian gagasan-gagasan matematika

20
dapat diketahui dalam naskah matematika yang bermula di dunia Mesir kuno,
Mesopotamia, India, Cina, Yunani, dan Islam. Argumentasi kaku pertama muncul
pada penemuan matematika Yunap; terutama dalam buku yang ditulis oleh Euclide.
Pengetahuan berlanjut pada masa Renaissance pada abad keenam belas, ketika
pembaharuan matematika berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, mengarah
pada percepatan penelitian yang berkembang terys menerus hingga saat ini.
Perkembangan tersebutlah yang kemudian pada era modern saat ini matematika
digunakan dalam berbagai bidang khususnya matematika untuk ilmu pengetahuan
alam, rekayasa, medis, dan matematika untuk ilmu pengetahuan social, seperti
ekonomi, dan psikologi.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam matematika memberikan
kontribusi yang cukup besar. Kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu
alam, lebih ditandai dengan penggunaan lambang- lambang bilangan untuk
perhitungan dan pengukuran, di samping hal lain, seperti bahasa, metode, dan
lainnya. Hal ini sesuai dengan objek ilmu alam, yaitu gejala-gejala alam yang dapat
diamati dan dilakukan penelaahan yang berulang-ulang. Berbeda dengan ilmu
sosial yang dimiliki objek penelaahan yang kompleks dan sulit dalam melakukan
pengamatan, di samping objek penelahan yang tak berulang maka kontribusi
matematika tidak mengutamakan pada lambang-lambang bilangan.
Adapun ilmu-ilmu sosial dapat ditandai oleh kenyataan bahwa kebanyakan dari
masalah yang dihadapi tidak mempunyai pengukuran yang mempergunakan
bilangan dan pengertian tentang ruang adalah sama sekali tidak relevan. Mari kita
lihat mengapa seorang ilmuwan menggunakan model matematis. Karena bahasa
matematis merupakan suatu cara yang mudah dalam memformalisasikan
hipotesanya dalam bentuk yang persis dan jelas. Juga hal ini akan memaksa dia
menanggalkan perincian yang tidak penting. Sekali model itu diformalisasikan
dalam suatu bentuk yang abstrak, maka dia merupakan cabang dari matematika.!”
Matematika untuk ilmu pengetahuan alam dan social merupaka" terapan dari
pengetahuan matematika. Matematika terapan telah mengilhami dan membuat
penggunaan temuan-temuan matematika baru, dan kadang-kadang mengarah pada
perkembangan disiplin ilmu yang sepenuhnya baru. Matematikawan juga mengkaji

21
matematika murni, atau matematika untuk perkembangan matematika itu sendiri,
tanpa adany4 penerapan di dalam pikiran manusia, meskipun penerapan praktis
yang menjadi latar munculnya matematika murni ternyata sering ditemukan di
kemudian hari.
Secara umum semakin kompleks suatu gejala, semakin kompleks juga alat yang
melalui berbagai perumusan (model matematikanya) diharapkan mampu untuk
mendapatkan atau sekadar mendekati penyelesaian eksak seakurat-akuratnya. Oleh
karena itu, tingkat kesulitan suatu jenis atau cabang matematika bukan disebabkan
oleh jenis atau cabang matematika itu sendiri, melainkan disebabkan oleh sulit dan
kompleksnya gejala-gejala yang penyelesaiannya diusahakan dicari atau didekati
oleh perumusan (model matematika) dengan menggunakan jenis atau cabang
matematika.
John von Neumann (1956) menyatakan bahwa konsep matematika berawal dari
pengalaman empiris namun begitu konsep itu terbentuk terjadi dalam kehidupan
tersendiri yang terpisah dari sumber empirisnya. Sehingga dibagi ke dalam dua
jenis yaitu matematika murni dan matematika terapan. Matematika murni berkaitan
dengan pengkajian yang lebih teliti tentang abstraksi dan keindahan yang lebih
mendalam pada matematika itu sendiri. Sedangkan matematika terapan berkaitan
dengan cara, metode dan fungsi matematika dalam penggunaannya dengan ilmu-
ilmu lain.
Prager (1972) menyatakan bahwa matematika terapan merupakan jembatan
yang menghubungkan antara matematika murni dengan dunia science dan teknologi
beserta ilmu sosial. Matematika terapan juga merupakan suatu proses tentang
penerapan matematika pada disiplin ilmu lain. Berkaitan dengan hal tersebut
ilmuwan matematika terapan adalah ilmuwan matematika yang aktif
berkomunikasi dengan orang-orang yang berada pada disiplin ilmu yang lain,
dengan tujuan menggunakan matematika untuk disiplin ilmu lain, sementara ia
sendiri mempunyai pengetahuan yang memadai tentang disiplin ilmu tersebut.

22
F. Titik, Garis, Bidang dan Lingkaran Matematika
Titik, garis, dan bidang merupakan suatu bentuk yang saling berhubungan
antara satu dengan yang lain. Titik merupakan objek imajinatif yang tidak
mempunyai panjang, lebar dan tinggi, serta tidak mempunyai luas dan volume.
Titik dapat dikatakan sebagai objek tak terdimensi atau berdimensi nol. Titik (point)
digambarkan dengan noktah yang kecil yang dilambangkan dengan (.) dan nama
titiknya biasa disimbolkan dengan huruf besar. Titik juga merupakan perwujudan
benda. benda yang kelihatan kecil jika dipandang dari kejauhan. Gedung-gedung
yang tinggi dipandang dari kejauhan akan terlihat (sesuai dengan jara, Pandang)
kecil sekali bahkan seperti sebuah titik, bumi juga akan berbentuk seperti titik jika
bumi dilihat di luar angkasa, begitu juga planet. planet, bintang-bintang, dan
matahari yang berada di luar angkasa terlihat hanyalah sebuah titik. Titik-titik yang
berkumpul memanjang, membentuk garis dan objek satu dimensi.
Garis (line) merupakan kumpulan atau himpunan titik-titik yang diperpanjang.
Garis tidak memiliki batas ke kanan dan ke kiri, oleh karena itu garis cukup
digambarkan dengan wakilnya saja. Pada dasarnya, dalam dunia nyata tidak
didapatkan garis lurus, karena garis sebenarnya tidak pernah lurus. Jika ditarik garis
lurus antara satu kota dengan kota yang lain,maka yakin dan percaya bahwa garis
yang ditarik tersebut bukanlah garis lurus.
Alasannya karena bumi tempat manusia tinggal berbentuk bulat maka semakin
panjang garis yang ditarik atau diukur maka memungkinkan bahwa yang dimaksud
bukanlah garis lurus, kecuali kita meluruskan pernyataan bahwa yang dimaksud
adalah menentukan jarak terpendek antara satu kota ke kota yang lain. Garis yang
menyapu ke samping membentuk permukaan atau bidang, objek berdimensi dua.
Pythagoras dan Euclid telah membahas persoalan jarak antara dua titik dan garis
lurus 25 abad yang silam. Jarak dua titik merupakan panjang garis lurus yang
menghubungkan kedua titik tersebut.
Sebagaimana kita ketahui bahwa garis tidak selalu lurus, melainkan bengkok
atau lengkung. Garis lengkung tersebut tetap dikatakan sebagai ruang dimensi-1.
Perbedaan antara ruang dimensi-1 yang lurus dan lengkung adalah ruang lurus
selalu terbuka, sedangkan yang lengkung dapat terbuka maupun menuju pada posisi

23
tertutup. Ruang terbuka jika kedua ujungnya tidak bertemu. Sedangkan jika kedua
ujungnya bertemu maka garis tersebut berbentuk lingkaran yang berdimensi satu
(untuk kasus garis tersebut tidak memiliki luas), tetapi jika lingkaran tersebut
memiliki luas maka termasuk ruang berdimensi dua.
Sedangkan bidang, dalam hal ini adalah bidang yang berdimensi dua memiliki
panjang dan lebar. Sebuah bidang memiliki luas yang tidak terbatas. Dalam
geometri, sebuah bidang cukup digambar wakilnya saja yaitu suatu daerah terbatas
yang terletak pada bidang. Sebagai mana ditunjukkan pada Gambar 2 berikut:

Gambar 2 Bentuk titik, garis dan bidang.


Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali contoh-contoh yang berkaitan
dengan bidang yang dua dimensi, misalkan selembar kertas, papan tulis, daratan
permukaan tanah, dan lain sebagainya. Jika kita memperhatikan dataran permukaan
tanah yang terbentang begitu luas, maka kita akan memahami bahwa bidang
memiliki luas yang tidak terbatas. Oleh karena itu, diperlukan batasan yang jelas
untuk menentukan berapa luas dari bidang rata tersebut dengan menentukan
panjang dan lebarnya.
Lingkaran juga merupakan bidang dua dimensi yang memiliki jari- jari dan
diameternya. Dalam kehidupan sehari-hari lingkaran dapat kita jumpai pada ujung
botol, silinder dan lain sebagainya. Berbagai cara yang digunakan untuk
menggambar sebuah lingkaran dengan panjang jari-jari tertentu. Setelah dapat
menggambar dengan baik dan tepat, orang dapat bertanya tentang sifat dan besaran
yang dimiliki oleh lingkaran, Pertanyaan pertama adalah bagaimana hubungan
antara jari-jari (r) dengan panjang keliling lingkaran?.

24
Upaya yang relatif mudah adalah menggelindingkan silinder pada Permukaan
bidang datar, setelah satu putaran penuh titik P di dasar Silinder setelah diputar akan
kembali berada pada posisi semula. Langkah Ini dilakukan untuk melihat keliling
lingkaran, sedangkan untuk Menghitung jari-jarinya adalah setengah dari panjang
diameter lingkaran. Perhatikan Gambar 3 berikut:

Gambar 3 Keliling Lingkaran


Tetapan yang dicari disebut 𝑝ℎ𝑖 (𝜋) yang merupakan perbandingan antara
𝑠 dan diamater lingkaran 2𝑟, 𝜋 = 𝑆/ 2𝑟. Kita dapat membuat tabel panjang 𝑠 dan
diameter 𝑑 = 2𝑟 untuk beberapa jenis lingkaran.
Konsep titik, garis, permukaan atau bidang termasuk lingkaran telah dituliskan
dalam bentuk formal aksiomatik oleh Euclid sekitar abad ke-3 SM. Ahli
matematika dari Aleksandria yang dikenal sebagai bapak geometri, menulisan
gagasan geometrinya dalam the Elements yang terdiri dari 13 jilid. Geometri yang
berasal dari istilah geo berarti bumi, dan metri merupakan ilmu praktis yang
digunakan untuk menentukan dan mengukur aneka bentuk. Pada masa Mesir kuno,
pengetahuan ini digunakan secara praktis untuk membangun piramida.
Rene Descartes memperkenalkan koordinat bagi titik-titik dalay ruang dengan
mengambil satu titik tertentu sebagai acuan. Dengan, koordinat ini, di setiap titik
diidentifikasi dengan bilangan tertentu dan tidak mungkin dua titik yang berbeda
terungkap dengan bilangan yang sama. Para ilmuwan matematika mengembangkan
konsep ruang abstrak berdimensi 𝑛 yang lebih dari tiga. Dalam perspektif ruang
abstrak berdimensi 𝑛, maka garis dapat disebut sebagai ruang dimensi satu, bidang
adalah ruang berdimensi dua.

25
G. Alam Semesta Merupakan Ruang Tak Terhingga
Ada argumen yang menyatakan bahwa alam semesta berluas tak terhingga.
Tetapi, argumen lain menyatakan bahwa boleh jadi ia terhingga, hanya saja
memberikan ilusi ketakterhinggaan. Misalkan, saat menatap langit di malam yang
cerah, hati merasakan keindahan dan keinginan kuat untuk bisa melihat langit
keseluruhan tanpa ujung. Seolah-olah bintang- bintang dan galaksi-galaksi yang
dilihat juga tak berujung, bahkan kegelapan di antara benda langit dipenuhi dengan
cahaya. Jika kita melihat melalui teleskop langit dipenuhi cahaya yang cukup
sensitif. Faktanya, tentu saja volume ruang yang dapat kita amati dibatasi oleh umur
alam semesta dan kecepatan cahaya. Tapi dengan waktu yang cukup tak bisakah
kita melihatnya lebih jauh lagi, terus menerus dalam menemukan galaksi dan
fenomena baru? Mungkin tidak. Seperti ruangan cermin, alam semesta yang terlihat
tak berujung pangkal mungkin sedang memperdaya kita.
Kosmos boleh jadi secara nyata adalah terhingga. Ilusi ketakterhinggaan timbul
sewaktu cahaya membelit ruang sepenuhnya, barangkali lebih dari satu kali
menciptakan banyak citra tiap galaksi. Tak terkecuali galaksi Bima Sakti kita;
anehnya, langit bahkan mungkin mengandung salinan-salinan bumi pada suatu era
terdahulu. Seiring waktu berjalan, astronom mampu menyaksikan galaksi-galaksi
berkembang, dan mereka pun mencari citra-citra baru. Tapi akhirnya tak ada ruang
baru yang terlihat oleh mereka. Jika ada mereka akan telah melihatnya. Pertanyaan
tentang alam semesta terhingga atau tak terhingga merupakan salah satu yang tertua
dalam filsafat. Miskonsepsi umum adalah bahwa ini sudah terjawab, yakni tak
terhingga. Argumentasinya, seringkali diulang-ulang dalam buku teks, menarik
kesimpulan tak berdasar dari teori relativitas umum Einstein.
Menurut relativitas, ruang adalah medium dinamis yang dapat melengkung
dengan salah satu dari tiga cara, tergantung distribusi materi dan energi di
dalamnya. Karena kita tersimpan di ruang kita tak dapat melihat pelenturan tersebut
secara langsung melainkan merasakannya sebagai tarikan gravitasi dan distorsi
geometris. Untuk menentukan mana dari ketiga geometri tersebut yang dimiliki
oleh alam semesta kita, astronom mengukur densitas materi dan energi di kosmos.
Rupanya densitas tersebut terlalu sedikit untuk memaksa ruang melengkung balik

26
ke dirinya sendiri geometri spheris. Oleh sebab itu, ruang pasti memiliki geometri
Euclidean yang familiar seperti bidang datar atau geometri hiperbolik, seperti
pelana sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4. Sekilas, alam semesta semacam
itu membentang tanpa ujung.

Gambar 4 Perbandingan Ruang Euclidean, Spheris dan Hiperpolik

Geometri lokal ruang bisa berbentuk Euclidean, spheris, atau hiperbolik hanya
tiga kemungkinan ini yang konsisten dengan kesimetrian kosmos yang teramati
pada skala besar. Pada bidang Euclidean, sudut-sudut sebuah segitiga berjumlah
persis 180 dena aby PaMsperiukeaan spheris, sudutnya berjumlah lebih dari 180
derajat, dan’ pada permukaan hiperbolik (atau pelana), berjumlah kurang dari 180
derajat. Geometri lokal menentukan cara objek bergerak. Tapi itu tidak
mendeskripsikan bagaimana masing-masing volume di ruang terhubung ani
memperileth bentuk global kepada alam semesta. Satu persoalan terkait kesimpulan
ini adalah bahwa alam semesta boleh jadi spheris namun begitu besar sehingga
bagian-bagian yang teramati tampak berbentuk Euclidean, persis seperti petak kecil
permukaan bumi yang tampak flat. Namun isu yang lebih luas adalah, relativitas
merupakan teori lokal murni. Ia memprediksi keleng- kungan setiap volume. kecil
ruang geometrinya berdasarkan materi dan energi yang dikandungnya. Relativitas
ataupun observasi kosmologis Standar tidak mengatakan apa-apa tentang
bagaimana volume-volume itu saling bercocokan untuk memberi bentuk
keseluruhan kepada alam semesta.
Ketiga geometri kosmik yang masuk akal tadi konsisten dengan berbagai
topologi. Contoh, relativitas mendeskripsikan torus (bentuk mirip donat) dan
bidang datar dengan persamaan yang sama, padahal torus berluas terhingga

27
sedangkan bidang datar berluas tak terhingga. Penetapan topologi memerlukan
suatu pemahaman fisikal di luar teori relativitas. Asumsi lumrahnya adalah bahwa
alam semesta itu, seperti bidang datar, “simply connected” (terhubung sederhana),
artinya hanya ada satu jalur langsung bagi cahaya untuk berjalan dari sumber ke
pengamat.
Alam semesta Euclidean simply connected ataupun alam semesta hiperbolik
memang akan berluas tak terhingga. Tapi alam semesta mungkin justru “multiply
connected” (terhubung berlipatganda), seperti torus di mana akan ada banyak jalur
berlainan. Seorang pengamat akan melihat berbagai citra setiap galaksi dan bisa
dengan mudah menafsirkannya sebagai galaksi berlainan di ruang tak berujung
pangkal, persis seperti pengunjung ruangan cermin merasakan ilusi melihat
kerumunan orang.
Banyak kosmolog menyangka alam semesta itu berluas terhingga. Sebagian
alasannya memang sederhana: akal manusia lebih siap meliputi hal terhingga
daripada hal tak terhingga. Tapi ada pula dua garis argumen ilmiah yang menyukai
keterhinggaan, Yang pertama melibatkan eksperimen pikiran yang dirancang oleh
Isaac Newton dan ditinjau kembali oleh George Berkeley dan Ernest Mach. Newton
membayangkan ada dua ember yang terisi air setengah. Ember pertama permukaan
airnya datar. Ember kedua diputar cepat, dan permukaan airnya cekung. Mengapa?
Jawaban naifnya adalah gaya sentrifugal. Tapi bagaimana ember kedua tahu bahwa
dirinya sedang berputar? Rincinya, apa yang menjadi kerangka referensi lembam
yang terhadapnya ember kedua berputar secara relatif, sedangkan ember pertama
tidak?. Jawaban Berkeley dan Mach adalah bahwa semua materi di alam semesta
secara kolektif menjadi kerangka referensi. Ember pertama adalah diam secara
relatif terhadap galaksi-galaksi jauh, sehingga permukaan airnya tetap datar. Ember
kedua berputar secara relatif terhadap galaksi-galaksi itu, sehingga permukaan
airnya cekung.
Seandainya tak ada galaksi jauh, takkan ada alasan untuk memilih satu
kerangka referensi dibanding kerangka lainnya. Permukaan kedua ember akan tetap
datar, dan karenanya air tak memerlukan gaya sentripetal untuk membuatnya terus
berputar. Singkatnya, ia tak memiliki kelembaman. Mach berkesimpulan. bahwa

28
jumlah kelembaman yang dialami sebuah benda berbanding dengan jumlah total
materi di alam semesta. Alam semesta berluas tak terhingga akan menyebabkan
kelembaman tak terhingga. Tak ada yang dapat bergerak. Selain argumen Mach,
terdapat karya pendahuluan dalam kosmologi quantum, yang berupaya
mendeskripsikan bagaimana alam semesta muncul secara spontan’ dari kehampaan.
Beberapa teori demikian memprediksi bahwa alam semesta bervolume rendah jauh
lebih mungkin daripada alam semesta bervolume tinggi. Alam semesta berluas tak
terhingga memiliki probabilitas nol untuk eksis.11° Secara longgar bisa dikatakan
energinya tak terhingga, dan tak ada fluktuasi quantum yang bisa mengerahkan
energi sebanyak itu. Aristoteles berargumen bahwa alam semesta adalah berluas
terhingga dengan alasan bahwa perbatasan diperlukan untuk menetapkan kerangka
referensi absolute, kerangka ini penting dalam pandangan keduniaannya. Tapi para
pengkritiknya bertanya-tanya apa yang ada tepi atau batasan alam semesta tersebut?
Jika setiap tepi memiliki sisi lain. Lantas mengapa tidak menetapkan ulang alam
semesta agar mencakup dan Memiliki sisi lain sebagai negasi dari batasan tersebut?
Matematikawan Jerman Georg F.B. Riemann memecahkan teka-teki ini di
pertengahan abad 19. Untuk model. kosmos, dia mengajukan hiperbola, permukaan
tiga-dimensi sebuah bola empat-dimensi, sebagaimana bola biasa merupakan
permukaan dua-dimensi sebuah bola tiga-dimensi. Itu adalah contoh ruang pertama
yang perilas terhingga tapi tak memiliki persoalan perbatasan. Kita mungkin masih
bertanya apa yang ada di sisi luar alam semesta. Tapi pertanyaan ini berasumsi
bahwa realitas fisik pasti berupa ruang Euclidean berdimensi tertentu. Dengan kata
lain, pertanyaan ini beranggapan bahwa jika ruang adalah hiperbola, maka
hiperbola tersebut pasti terletak di ruang Euclidean empat-dimensj, memungkinkan
kita memandangnya dari sisi luar. Namun alam tidak harus patuh pada gagasan ini.
Bisa diterima sepenuhnya bahwa alam semesta adalah hiperbola dan tidak
tersimpan di ruang dimensi tinggi. Objek semacam ini memang sulit
divisualisasikan, sebab kita terbiasa memandang bentuk dari sisi luar. Padahal tidak
harus ada “sisi luar’”.
Dalam Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam memberikan sebuah gambaran
dimensi baru terhadap istilah ruang, sebuah dimensi yang sama sekali tidak

29
diketahui sebelumnya oleh pandangan dunia manapun. Al-Qur'an memandang
bahwa ruang dan alam semesta tersebut merupakan realitas: yang terus menerus
berekspansi yakni gagasan tentang alam semesta yang terus berkembang. Dengan
demikian, pandangan hidup dan pemikiran seorang muslim terus tumbuh dan
berkembang berdasarkan konsep dinamis tentang alam semesta. Begitu pula halnya
dalam ruang (space) dalam geometri akan terus mengalami perkembangan baik
bentuk maupun ukurannya.
Al-Qur’an juga memberikan sejumlah indikasi tentang sumber lain ilmu
pengetahuan manusia dengan merujuk pada waktu Tuhan dalam perbandingannya
dengan waktu manusia dalam penelitian sejarah dan menekankan bahwa manusia
hendaknya menuangkan dan mengambil hikmah dari eksperimen atau pengalaman
sebelumnya maupun pengalaman masa modern. Berkaitan dengan waktu (relatif)
Al-Qur’an memberikan gambaran secara deskriptif bahwa setiap benda, makhluk
atau objek yang hidup dalam ruang tiga dimensi (alam semesta) memiliki batasnya
masing-masing yang menunjukkan relativitasnya waktu yang dirasakan oleh
manusia.
Tiap-tiap ummat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang
waktunya, mereka tidak dapat mengundurkan barang sesaatpun dan tidak dapat
(pula) memajukannya. (QS. Al-A’raf [71: 34)

30
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahawa:
• Faktor-faktor pendorong timbulnya ontologi matematika Menurut Rinjin,
filsafat dan ilmu timbul dan berkembang karena akal budi, thauma, dan
aporia. Karena matematika juga bagian dari sebuah ilmu.
• Hakikat dan karakteristik ontologi matematika
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
ontologis matematika adalah Ontologi Matematika merupakan cabang
filsafat yang berhubungan dengan suatu yang ada termasuk hal-hal
metafisik (hal-hal yang non fisik atau tidak kelihatan) dalam pengetahuan
matematika termasuk didalamnya objek kajian matematika itu sendiri
berupa fakta, konsep, operasi dan prinsip.
Beberapa aliran pandangan berkaitan objek matematika :
Platonisme, Logisme, Formalisme, Intuisionisme, Konstruktivisme,
Konvensionalisme dan Empirisme
• Matematika marupakan alat pemikir, matematika sudah ada sejak pada
zaman kuno lebih kurang 4000 tahun SM, berkembanglah peradaban Mesir
di lembah sungai Nil dan peradaban Babylon di sepanjang sungai Tigris.
Kedua peradaban itu mengembangkan ilmu hitung, ilmu ukur dan
perbandingan, serta ilmu aljabar. IImu-ilmu tersebut merupakan alat pikiran
untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang makin rumit, seperti membuat
istana, tempat ibadah, piramid dan bangunan lainnya
• Matematika sebagai bahasa adalah pandangan menurut aliran
konvensionalisme. Aliran Konvensional berpendapat bahwa pengetahuan
matematika dan kebenaran berlandaskan kepada kesepakatan bahasa.
Secara khusus kebenaran matematika dan logika adalah bersifat analitik dan
kebenaran ditentukan oleh arti dari istilah yang terkandungnya.

31
• Matematika untuk nature science dan social science.
Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Di
samping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga
memberikan bahasa, proses, dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk
dan kekuasaan. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam
perkembangan berbagai macam ilmu pengetahuan. Perhitungan matematis
misalnya menjadi dasar desain ilmu teknik, metode matematis memberikan
inspirasi kepada pemikiran bidang sosial dan ekonomi bahkan pemikiran
matematis dapat memberikan warna kepada kegiatan arsitektur dan seni
lukis.
• Penjelasan mengenai titik, garis, bidang dan lingkaran matematika.
Titik, garis, dan bidang merupakan suatu bentuk yang saling berhubungan
antara satu dengan yang lain. Titik merupakan objek imajinatif yang tidak
mempunyai panjang, lebar dan tinggi, serta tidak mempunyai luas dan
volume. Titik dapat dikatakan sebagai objek tak terdimensi atau berdimensi
nol.
• Penjelasan mengenai alam semesta merupakan ruang tak terhingga,
sebagaiman di sampaikan Aristoteles dalam (Didi Haryono, 2015) bahwa
alam semesta adalah berluas terhingga dengan alasan bahwa perbatasan
diperlukan untuk menetapkan kerangka referensi absolute. Tapi para
pengkritiknya bertanya-tanya apa yang ada tepi atau batasan alam semesta
tersebut? Jika setiap tepi memiliki sisi lain. Lantas mengapa tidak
menetapkan ulang alam semesta agar mencakup dan Memiliki sisi lain
sebagai negasi dari batasan tersebut? Matematikawan Jerman Georg F.B.
Riemann memecahkan teka-teki ini di pertengahan abad 19. Untuk model.
kosmos, dia mengajukan hiperbola, permukaan tiga-dimensi sebuah bola
empat-dimensi, sebagaimana bola biasa merupakan permukaan dua-
dimensi sebuah bola tiga-dimensi. Itu adalah contoh ruang pertama yang
perilas terhingga tapi tak memiliki persoalan perbatasan.

32
B. Saran
Setelah melakukan pembahasan ini, sebenarnya masih banyak yang perlu
diketahui oleh seoarang guru terutama ontologi matematika. Dengan mendalami
ontologi matematika akan mengetahui hakikat matematika itu sendiri sehingga
dapat mengajarkan matematika dengan begitu bermakna.

33
DAFTAR PUSTAKA

Almasdi Syahza. 2012. Filsafat Ilmu. Diakses dari www.almasdi.unri.ac.id.


Ernest, Paul. 1995. The Philosophy of Mathematics, Value and Keralese
Mathematics. Journal TMME.
Fathani, Abdul H. 2008. Matematika Hakikat & Logika. Malang: Ar-Ruzz Media
Haryono Didi. 2015. Filsafat Matematika. Bandung: Alfabeta
James and James, Van. 1976. Mathematic Dictionary. Nostrand Rienhold
Marsigit. 2004. Mengembangkan Nilai-Nilai Filosofis Matematika Dalam
Pembelajaran Matematika Menuju Era Global. Dipresentasikan pada Stadium
Generale UIN
Marsigit, dkk. 2011. Pengembangan Nilai-nilai Matematika dan Pendidikan
Matematika sebagai Pilar Pembangunan Karakter Bangsa. Makalah Seminar
Nasional. Universitas Negeri Semarang
______ 2015. Filsafat Matematika. Yogyakarta: UNY Press
Nasution, A. H. 1980. Landasan Matematika. Jakarta : Bharata Aksara
Nurhayani (2012) Konstruksi Pemikiran Filsafat Matematika The Liang Gie dalam
Dunia Pendidikan. Diakses 10 Oktober 2019: https://idr.uin-
antasari.ac.id/3452/)
Rindjin, Ketut. (1997). Pengantar Filsafat Ilmu dan Ilmu Sosial Dasar. Bandung :
CV Kayumas.
Ross, D.S. 2003. Foundation Study Guide. http://www.ideas/philosophy.asp
Rusefendi, E. T. 1988. Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini Untuk Guru
dan SPG. Bandung : Tarsito.
Soetriono & Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
Andi Offset.
Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya dalam
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPPTK Matematika
_______. 2004. Karakteristik Matematika dan ImplikasinyaTerhadap
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas Pusat Pengembangan
Penataran Guru Matematika

34
Sumarna, Cecep. 2008. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: CV.
Mulia Press
Suriasumantri , Jujun S. 1978. Pengantar Ilmu dalam Perspektif. Jakarta : Gramedia
_______. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:Pustaka Sinar
Harapan.

35
LAMPIRAN
Daftar Pertanyaan (Resume Penulis)

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Ontologi Matematika dan berilah


contohnya.
Jawab :
Aristoteles abad ke-4 SM, mengemukakan bahwa ontologi hampir sama dengan
metafisika, yaitu studi filosofis untuk menentukan sifat asli dari suatu benda untuk
menentukan arti, struktur, dan prinsipnya . Ontologi merupakan kajian filsafat
terhadap hakikat sesuatu yang ada, baik itu berupa benda konkrit maupun abstrak
(Almasdi; 2012). Berdasarkan pengertian tersebut, maka menurut Marsigit (2013),
ontologi matematika adalah pemahaman paling mendalam mengenai kenyataan
matematika yang paling dalam yang termuat pada kenyataan diri maupun
pengalaman konkritnya. Pemahaman ini bergerak pada dua kutub, yaitu matematika
yang ada (konkrit) dan matematika yang mengada (abstrak).
Contoh: Pengalaman matematika yang diperoleh dari praktik jual beli (dari yang
konkrit).

2. Jelaskan berbagai pandangan aliran tentang objek matematika ?


Berbagai pandangan aliran tentang objek matematika antara lain.:
1. Platonisme
Aliran ini berasal dari Plato dan pengikutnya seperti Frege, Russell, Cantor,
Bernays, Hardy, dan Godel. Ernest (1995) mengatakan bahwa aliran
platonisme memandang bahwa objek dan struktur matematika mempunyai
keberadaan yang riil yang tidak bergantung kepada manusia, dan bahwa
mengerjakan matematika adalah suatu proses penemuan tentang hubungan
keberadaan sebelumnya.

2. Logisme
Aliran logisisme dipelopori oleh Bertrand Arthur William Russell dari
Inggris. Dalam 1903 terbitlah buku beliau yang berjudul “The Principles of

36
Mathematics” yang berpegang pada pendapat bahwa matematik muri
semata-mata terdiri atas deduksi-deduksi dengan prisip-prinsip logika dari
prisip-prinsip logika. Menurutnya logika telah mejadi lebih bersifat
matematis dan matematik sehingga lebih logis. Akibatnya ialah bahwa kini
menjadi sepenuhnya tak mungkin untuk menarik suatu garis diantara
keduanya. Sesungguhnya kedua hal itu adalah satu. Mereka berbeda seperti
anak dan orang dewasa. Logika merupakan masa muda dari matematika dan
matematika merupakan masa dewasa dari logika.

3. Formalisme
Aliran formalisme dipelopori oleh ahli matematik besar dari jerman David
Hilbert. Menurut aliran ini sifat alami dari matematik ialah sebagai sistem
lambang yang formal. Matematik bersangkut paut dengan sifat-sifat
struktural dari simbol-simbol dan proses pengolahan terhadap lambang-
lambang itu. Smbol-simbol dianggap sebagai sasaran yang menjadi objek
matematik. Bilangan- bilangan misalnya dipandang sebagai sifat-sifat
struktural yang paling sederhana dari benda-benda. Dengan simbolisme
abstrak yag dilepaskan dari sesuatu arti tertentu dan hanya menunjukan
bentuknya saja. Aliran formalism berusaha menyelidiki struktur dari
berbagai system. Berdasarkan landasan pemikiran itu seorang pendukung
aliran tersebut merumuskan matematik ilmu tentang sistem-sistem formal.

4. Intuisionisme
Menurut Ernest (1995), aliran intusionisme mengakui aktivitas matematika
manusia sebagai dasar dalam penyusunan bukti atau objek-objek
matematika, teori baru, dan juga mengakui bahwa aksioma intuisi dari teori
matematika secara mendasar tidaklah lengkap, dan perlu ditambahkan
sebagai kebenaran matematika yang lain baik secara intuisi maupun secara
informal.

37
5. Konstruktivisme
Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan matematika diperoleh
melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks,
pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru
dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang. Objek matematika itu
dibangun dan pernyataan mengenai benda-benda diperoleh melalui proses
yang konsisten dengan cara lama dari proses yang terbatas (algoritma).
Konstruktivisme memegang pandangan bahwa makna objek matematika
terdiri dari proses yang mereka dibangun. Pengetahuan tentang dunia
dibangunmelalui persepsi dan pengalaman, yang sendiri dimediasi melalui
pengetahuan kita sebelumnya.

6. Konvensionalisme
Menurut Marsigit (2015), aliran konvensionalisme berpandangan bahwa
pengetahuan matematika dan kebenaran berlandaskan kepada kesepakatan
bahasa. Secara khusus kebenaran matematika dan logika adalah bersifat
analitik dan kebenaran ditentukan oleh arti dari istilah yang terkandungnya.
Tokoh moderat dari aliran konvensionalisme menggunakan kaedah bahasa
sebagai landasan kebenaran matematika yang disusunnya. Bentuk ini
kurang lebih seperti penggunaan kaedah “jika-maka”.

7. Empirisme
Ernest (1995) berpendapat bahwa aliran empirisme memandang hakekat
matematika adalah pengambilan kesimpulan berdasarkan atas langkah-
langkah empiris. Marsigit (2015) membedakan dua macam theses dari
aliran ini:
• Pemahaman matematika mempunyai landasan secara empiris
• Kebenaran matematika mempunyai pembenaran secara empiris yaitu
diturunkan dari pengamatan terhadap benda-benda konkret

38

Anda mungkin juga menyukai