Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH SEJARAH MATEMATIKA

SISTEM NUMERASI

Dosen Pengampu Mata Kuliah Sejarah Matematika :


Dr. Yuyu Yuhana, M.Si.

Disusun oleh:
1. Regal Galiansyah 2225210093
2. Sri Malisa 2225210011
3. Siti Mashurul Aini 2225210083

KELAS B
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada
kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem Numerasi”.
Kami juga menyampaikan banyak terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah
sejarah matematika atas kepercayaannya kepada kelompok kami, juga terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.
Kami juga berharap supaya makalah ini mampu berguna serta bermanfaat dalam
meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait sejarah sistem numerasi, serta
perkembangan sistem numerasi.
Selain itu, kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan banyak
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami benar-benar menanti kritik dan
saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami tulis di masa yang selanjutnya. Di akhir, kami
berharap makalah sederhana ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang membaca. Kami pun
memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah ini terdapat perkataan yang
tidak berkenan di hati.

Serang, 9 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................1
1.2 Tujuan....................................................................................................................................1
1.3 Manfaat..................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................................3
2.1 Sistem Numerasi....................................................................................................................3
2.1.1 Konsep-Konsep Sistem Numerasi...................................................................................4
2.2 Sistem Numerasi Ijir (Tally)....................................................................................................4
2.3 Sistem Numerasi Babilonia....................................................................................................5
2.4 Sistem Numerasi Mesir..........................................................................................................6
2.5 Sistem Numerasi Yunani........................................................................................................8
2.6 Sistem Numerasi Maya..........................................................................................................9
2.7 Sistem Numerasi Cina-Jepang..............................................................................................11
2.8 Sistem Numerasi Romawi....................................................................................................13
2.9 Sistem Numerasi Hindu-Arab...............................................................................................16
BAB III KESIMPULAN .....................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika adalah bahasa alam semesta. Sejak keberadaan kita sebagai makhluk hidup
di dunia, matematika telah berhasil menarik perhatian orang untuk penelitian. Tidak heran jika
matematika sering disebut sebagai disiplin ilmu yang terus berkembang secara mandiri dari
waktu ke waktu.

Salah satu cabang matematika adalah teori bilangan. Teori bilangan berisi beberapa
pertanyaan terbuka dalam kehidupan, sehingga mudah dipahami oleh orang awam. Menurut
catatan sejarah, asal muasal penggunaan teori bilangan tidak pasti, karena konsep ini sudah
dikemukakan sebelum catatan sejarah. Dengan kata lain, pada peradaban primitif, angka hanya
digunakan untuk mengingat angka, tetapi dalam proses perkembangannya, mereka mulai
menggunakan gambar dan huruf tertentu untuk melambangkan angka. Rangkaian simbol ini
disebut sistem penomoran.

Pengembangan kapasitas dalam teori bilangan bervariasi dari satu negara ke negara
lain. Terkadang, konsep digital suatu bangsa merupakan hasil adopsi dan adaptasi, sehingga
perkembangannya bergantung pada kemajuan peradaban bangsa dan interaksinya dengan
bangsa lain. Selanjutnya saya akan memaparkan perkembangan teori bilangan dari peradaban
Babilonia, Mesir, Cina kuno, Maya, Yunani, Romawi, Hindu- Arab (Kusaeri, 2017: 1736).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini sebagai berikut.

a. Menjelaskan pengertian, sejarah, dan perkembangan sistem numerasi Ijir/Tally


b. Menjelaskan pengertian, sejarah, dan perkembangan sistem numerasi Babilonia
c. Menjelaskan pengertian, sejarah, dan perkembangan sistem numerasi Mesir kuno
d. Menjelaskan pengertian, sejarah, dan perkembangan sistem numerasi Yunani
e. Menjelaskan pengertian, sejarah, dan perkembangan sistem numerasi Maya
f. Menjelaskan pengertian, sejarah, dan perkembangan sistem numerasi Cina kuno
g. Menjelaskan pengertian, sejarah, dan perkembangan sistem numerasi Romawi
h. Menjelaskan pengertian, sejarah, dan perkembangan sistem numerasi Hindu-Arab

1
2

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dalam pembuatan makalah ini sebagai berikut.

a. Bagi Penyusun
Hasil pembahasan makalah ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu dan
pengetahuan baru mengenai sejarah sistem numerasi diberbagai negara.
b. Bagi Pembaca
Dapat mengetahui pengertian, sejarah, dan perkembangan sistem numerasi di berbagai
negara.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Numerasi

Menurut cerita, ketika orang mulai mengenal kata atau zaman sejarah dan melakukan
kegiatan berhitung dan mencacah, mereka bingung bagaimana memberi tanda angka, sehingga
mereka membuat sistem numerasi, yaitu sistem yang terdiri dari numerial (angka /tanda angka)
dan number (bilangan/penomoran). Sistem numerasi adalah seperangkat simbol dan aturan
pohon untuk menulis angka. Meskipun bilangan itu sendiri adalah konsep yang absurd dan
tidak terdefinisi.

Setiap Bilangan mempunyai banyak lambang bilangan. Satu lambang bilangan


menggambarkan satu bilangan. Setiap bilangan mempunyai banyak nama. Misalnya bilangan
237 mempunyai nama bilangan seratus dua puluh lima. Bilangan 125 terdiri dari lambang
bilangan 2, 3, dan 7.

Sistem penulisan bilangan yang dideskripsikan dengan lambang bilangan (angka) yang
didasarkan pada basis (b) atau dasar tertentu. Jika penulisan bilangan melebihi dari basis maka
penulisannya akan menggunakan gabungan dari simbol ‖.

Menurut beberapa cacatan sejarah, sejak dahulu penulisan bilangan menggunakan


bilangan basis (dasar), dari kebanyakan peradaban, basis 10 banyak digunakan dalam sistem
penulisan bilangan ini (hal ini mungkin terilhami oleh jari manusia yang berjumlah sepuluh).
Akan tetapi, ada juga beberapa peradaban yang menggunakan selain basis 10 seperti bangsa
Babylonia yang menggunaka basis 60 dan Suku Maya yang menggunaka basis 20.

Ada beberapa ciri yang umum dari basis 10 diantaranya:

a. Hanya punya sepuluh simbol,


b. Tidak ada satu simbol yang mewakili bilangan sepuluh, dan
c. Sepuluh itu gabungan 1 dan 0, jadi 10.

4
5

Contoh 1.1

Pada “1.876” merupakan suatu bilangan yang terdapat tiga angka, yaitu angka 1, angka
8, angka 7 dan angka 6. 1 menempati nilai ribuan sehingga sama artinya dengan seribu atau
1.000, 8 menempati angka ratusan sehingga sama artinya dengan delapan ratus atau 800, 7
menempati angka puluhan sehingga sama artinya dengan tujuh puluh atau 70, dan 6
menempati angka satuan sehingga sama artinya dengan enam satuan atau 6.

2.1.1 Konsep-Konsep Sistem Numerasi

Adapun beberapa konsep yang digunakan dalam system numerasi sebagai berikut:

a. Aturan Aditif
Aturan ini tidak menggunakan aturan penempatan, jadi simbol dan nilainya sama
dimanapun dia berada. Nilai suatu lambang diperoleh dengan menjumlahkan nilai
lambang utama. Aturan ini disebut juga aturan penjumlahan.
b. Aturan Pengelompokan Sederhana
Jika simbol yang digunakan memiliki nilai dan memiliki aturan tambahan, gunakan
aturan ini.
c. Aturan Tempat
Aturan posisi Jika simbolnya sama tetapi posisinya berbeda, mereka memiliki nilai
yang berbeda.
d. Hukum Multiplikatif
Hukum Multiplikatif juga dikenal sebagai hukum perkalian.

2.2 Sistem Numerasi Ijir (Tally)

Sistem penghitungan ini merupakan perhitungan sederhana dengan korespondensi


satu-satu. Disebut ijir atau sistem berhitung karena metodenya menggunakan coretan atau
tongkat pada suatu benda yang akan dihitung.
6

Proses perhitungannya sudah dikenal sejak zaman prasejarah, meski masih sangat
sederhana. Prinsip yang mereka gunakan adalah menggunakan sistem pencocokan l-l. Misalnya,
ketika menghitung sapi mereka, mereka menggunakan jejak (garis) sebagai ekor. Mereka
biasanya menggunakan jari tangan atau kaki, karena jumlah jarinya terbatas, jadi untuk jari
yang lebih banyak, mereka akan menggunakan batu, kerikil atau balok kayu, mengikis dinding
atau mengikat simpul dengan tali.

Contoh 1.2

a. Ani memiliki 3 ekor kucing, maka ani akan menyusun tongkat (goresan) sebanyak 3
buah, yaitu I I I.
b. Dalam pencarian kayu bakar Susi memperoleh 2 kayu bakar, Ahmad memperoleh 3
kayu bakar, dan Roni memperoleh 4 kayu bakar. Jika kayu bakar mereka disatukan
maka ada berapa kayu bakar yang mereka miliki: I I + I I I + I I I I = I I I I I I I I I .

Jika setiap lima goresan maka dikelompokan menjadi satu kelompok, yang ditulis
dengan I I i i dan disebut satu ikat. Jadi dalam contoh diatas adalah: Kayu bakar Susi
+ kayu bakar Ahmad + kayu bakar Roni = I I I I I I I I I = I I i i I I i I
c. Untuk menghitung buku, jika buku sebanyak 4, maka menyusun goresan sebanyak 4
(IIII) atau ingin menghitung 2 pensil dan 5 bolpoint maka menyusun goresan 2 (II)
dan menyusun goresan lagi 5 (IIIII) sehingga banyaknya goresan menjadi 7 (IIIIIII).

2.3 Sistem Numerasi Babilonia

Bangsa Babilonia merupakan bangsa pertama yang menggunakan simbolisasi bilangan.


Simbolisasi yang digunakan oleh bangsa Babilonia adalah sistem bilangan basis 60 atau sistem
bilangan sexagesimal yang dicampur dengan basis 10.
7

Di masa sekarang Sexagesimal ini sering kita jumpai dalam bentuk derajat, detik, dan
menit di dalam trigonometri dan pengaturan waktu yang merupakan warisan budaya
Babylonia. Dan dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik dalam satu menit, 60
menit dalam satu jam, dan 360 derajat dalam putaran lingkaran penuh.

Sistem bilangan ini sudah mengenal tempat dan sudah mulai dipakai sekitar tahun 2000
SM (Sebelum Masehi), tetapi masih belum mengenal angka nol. Lantas sekitar abad ke-2 SM
bangsa Babilonia baru mulai mengenal angka nol yang dilambangkan dengan spasi.
Ciri-ciri dan sistem Babilonia :
a. Menggunakan bilangan dasar (basis) 60.
b. Menggunakan nilai tempat (setiap posisi dipisahkan oleh sebuah jarak)
c. Simbol-simbol yang digunakan adalah V dan < (lihat gambar 1.1)
d. Tidak mengenal simbol 0 (nol).

Gambar 1.1

Pada masa itu orang menulis angka-angka dengan sepotong kayu pada tablet yang
terbuat dan tanah hat (clay tablets). Simbol baji “V” digunakan untuk menyatakan 1 dan simbol
“<” untuk 10. Kedua simbol tersebut digunakan untuk menyatakan bilangan-bilangan 1 - 59,
yaitu dengan cara menuliskan kedua simbol itu secara berulang.
8

Gambar 1.2

Contoh 1.3
<<<VVVVV berarti 35

Selanjutnya untuk menyatakan 60 dan 1 ditulis dengan symbol yang sama, yaitu “V”.
Beda antara 60 dan 1 ditunjukkan dengan adanya jarak yang agak jauh di antara simbol-simbol
itu.
Contoh 1.4
V <V berarti 1.60+11 = 71
VV VV berarti 2.60+2 = 122
V< <<V berarti 11.60+21 = 681

2.4 Sistem Numerasi Mesir

Sistem numerasi ini merupakan salah satu pelopor dan sistem penjumlahan yang
tercatat dalam sejarah yakni ± 3000 S.M (Glenn, John and Litter, Graham dalam A Dictionary of
Mathematics, 1984, p.58). Tulisan pada zaman Mesir (± 650 S.M) ditulis pada papyrus (dari kata
papu, yaitu semacam tanaman) atau pada perkamen (kulit kambing).
9

Gambar 1.3

Simbol-simbol pada system numerasi Mesir dapat diletakkan dengan urutan sembarang,
sehingga untuk menyatakan suatu bilangan yang sama bisa ditulis dengan beberapa cara.
Dengan kata lain, sistem Mesir tidak mengenal nilai tempat (sedangkan dalam sistem yang kita
gunakan, 43 nilainya berbeda dengan 34).

Contoh 1.54

43 dapat ditulis sebagai berikut.

Aturan-aturan penulisan sistem numerasi Mesir Kuno sebagai berikut.

a. Belum mengenal lambang nol.


b. Belum menggunakan sistem nilai tempat (untuk penulisannya bebas).
10

c. Menggunakan sistem aditif, yaitu nilai dari bilangan sama dengan jumlah nilai dari
setiap lambang yang digunakan dan nilai dari lambang yang sama adalah sama
meskipun letaknya berbeda.
d. Menggunakan sistem pengelompokkan sederhana, yaitu jika lambang-lambang yang
digunakan mempunyai nilai-nilai 1,n,n2 ,n3 ,….dan bersifat aditif. Sistem Mesir Kuno
mempunyai nilai-nilai 1,10,102 ,103 ,..dan bersifat aditif.

2.5 Sistem Numerasi Yunani


Matematika Yunani dipercaya dimulakan oleh Thales dari Miletus (sekitar 624 sampai 546
SM) dan Pythagoras dari Samos (kira-kira 582 sampai 507 SM). Meskipun perluasan pengaruh
mereka terkontroversi, mereka mungkin diberi petunjuk oleh Matematika Mesir dan Babilonia.
Yunani mengembangkan sistem numerasinya sendiri. Sistem Yunani kuno pada mulanya
disebut dengan sistem attic, muncul sekitar tahun 600 SM, yakni dilambangkan sederhana,
dimana angka satu sampai empat dilambangkan dengan lambang tongkat, misal: 2 → ll,
kemudian berkembang menjadi sistem ionia (alfabetis) Yunani.

1. Sistem Attic (Yunani Kuno)


Sistem numerasi ini berkembang sekitar tahun 600 SM. Tulisan ini ditemukan di
daerah reruntuhan Yunani yang bernama Attic.
Lambang-lambang dasar dari sistem ini adalah :

Desimal Simbol Yunani angka

1 Ι -

5 Π πέντε

10 Δ δέκα

100 Η ἑκατόν

1000 Χ χίλιοι / χιλιάς


11

10000 Μ μύριον

Dari lambang-lambang di atas terlihat jelas bahwa bilangan dasarnya adalah 10.
Sedangkan untuk lambang untuk bilangan nol belum ada. Selain lambang-lambang di
atas terdapat juga lambang lain yang dipergunakan sebagai “penyingkat”, yaitu “Π” yang
berarti lima. Lambang ini dapat juga digabung dengan lambang-lambang diatas. Dengan
demikian, nilainya akan sama dengan lima kali nilai lambang dasar yang tertulis.

2. Sistem Ionia (Alfabetis)


Sekitar tahun 450 SM bangsa Ionia dari Yunani telah mengembangkan
suatu sistem angka, yaitu alphabet Yunani sendiri yang terdiri atas 27 huruf. Huruf-huruf
tersebut mempunyai nilai sebagai berikut:

Gambar 1.4

Contoh 1.5

Untuk menyatakan ribuan diatas sembilan angka dasar pertama (dari α sampai θ) dibubuhi
tanda aksen (‘), sebagai contoh α’ = 1000, ε’ = 5000. Sedangkan kelipatan 10000 dinyatakan
dengan menaruh angka yang bersangkutan diatas tanda М.
12

2.6 Sistem Numerasi Maya

Suku Indiana Maya dan Inca di Amerika Selatan zaman dahulu kala telah terkenal memiliki
peradaban yang tinggi, antara lain mereka telah mempunyai sistem angka atau numerasi.
Keistimewaan sistem ini dibandingkan dengan sistem-sistem lain adalah telah adanya lambang
nol. Tulisan angka yang dikembangkan oleh bangsa Maya bentuknya sangat aneh, yaitu berupa
bulatan lingkaran kecil dan garis-garis. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh alat tulis yang
dipakainya, yaitu tongkat yang potongannya lindris (bulat), sehingga dengan cara
menelusupkan tongkat ke tanah liat maka akan berbekas lingkaran atau dengan meletakkan
tingkat mereka sehingga berbekas garis. Penulisan bilangan Maya ini ditemukan oleh Francisco
de Cordoba pada tahun 1517 M di kota peninggalan mereka di Mexico, tepatnya di Jazirah
Jucatan.

Lambang-lambang dari sistem numerasi ini adalah campuran antara garis dan noktah.
Untuk bilangan-bilangan yang lebih besar dari 19 dipakai bilangan dasar 20. Untuk bilangan-
bilangan yang lebih besar lagi, dipakai bilangan dasar 18.20, 18.20² , 18.20³ , ... 18.20 .

Sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang Indian Mayan dari Guatemala dan
Honduras mempunyai peradaban yang tinggi. Meskipun sampai sekarang tulisan glifos (tulisan
bangsa Maya) belum bisa diketahui arti atau maksudnya sepenuhnya. Namun, satu hal yang
pasti bahwasanya bangsa Maya ialah bangsa yang ahli dalam menghitung waktu. Walaupun
mereka tidak memiliki jam (sampai sekarang belum diketahui apakah mereka memiliki jam),
namun kemajuan mereka dalam perhitungan matematika dan ilmu astronomi membuat
mereka mampu –sejak ribuan abad yang lalu– membuat kalender yang hampir sempurna. Ahli
arkeologi mengklaim bahwa kalender Maya mulai menghitung waktu mulai dari tahun 3114
SM. Itu disebut sebagai tahun nol dan disamakan dengan tanggal 1 Januari.

Sistem numerasi mareka sangat tinggi, dimana mereka mengubah lambang gambar dengan
―titik (dot) dan ―garis mendatar serta simbol kerang-kerangan untuk mewakilkan nol yang
sudah cukup untuk menyatakan angka apa saja. Teori semacam ini digunakan ke dalam sistem
biner-nya kalkulator sekarang ini. Dan diprediksi sebagai bangsa pertama yang menggunakan
sistem nilai tempat juga angka nol.
13

Sistem ini menggunakan basis 20, tetapi bilangan kelompok kedua adalah (18)(20) sebagai
ganti dari (20)2, bilangan kelompok ketiga adalah (18)(20)2 sebagai ganti dari (20), dan
seterusnya (18)(2O)n . Bilangan-bilangan yang di bawah basis 20 akan ditulis secara sangat
sederhana dengan titik (kerikil) untuk satu dan tangkai (“__“) untuk lima.
θ ° ͟

0 1 5

Gambar 1.5

Ciri-ciri sistem numerasi Maya:


a) Menggunakan basis 20
b) Mengenal simbol 0 yaitu (8)
c) Ditulis secara tegak atau vertikal.

Contoh 1.6

Bagaimana cara menulis angka 258.458? Menulis 258.458 dalam bilangan Maya sebagai
berikut:

1(20)4 = 160.000
14

12(20)3= 96.000

6(20)2 = 2.400

2(20)1 = 40

18(20)0 = 18 +
258.458

2.7 Sistem Numerasi Cina-Jepang

Sistem Penomoran China-Jepang (200 SM) Sistem penomoran ini sudah ada sejak 200 SM.
Orang Cina menggunakan alat tulis seperti pena atau yang dinamakan untuk menulis angka.
Karakter muncul dalam bentuk gambar atau hieroglif dengan nilai seni tinggi. Sistem
penomoran Cina, yang disebut sistem " batang ‖", memiliki nilai tempat dan dikembangkan
sekitar tahun 213 SM. Orang Cina menggunakan tiga sistem penomoran, sistem India-Arab, dan
dua lainnya menggunakan nomor lokal (disebut Daxie) yang membedakan antara tujuan
komersial dan keuangan untuk menghindari pemalsuan.

Adapun Jepang, meskipun pengucapannya berbeda, tetapi juga menggunakan sistem


angka Cina. Setelah Kekaisaran Jepang mulai dipengaruhi oleh Eropa, mulai menggunakan
sistem angka Arab. Dalam sistem angka Jepang, angka dibagi menjadi kelompok 4 digit. Jadi
angka seperti 10.000.000 (sepuluh juta) sebenarnya dibaca 100.0000 (sepuluh ribu sepuluh
juta). Namun, karena pengaruh dunia Barat, angka selalu ditulis dalam kelompok tiga digit gaya
Barat. Sistem bilangan Cina-Jepang adalah perkalian, yaitu sistem dengan b sebagai basis (b =
10). Simbol 1, 2, 3, ..., b1, dan simbol lainnya dipilih untuk mewakili b, b², b³, ..., dan tidak ada
tanda nol, serta memiliki nilai Posisi dan tulisan dalam posisi vertikal.

Angka-angka memposisikan diri. Lambang bilangan lengkap ditulis pada dua garis untuk
menunjukkan nilai, urutan besaran, dan satuan ukuran.
15

Bila ditulis mendatar (kiri ke kanan, atas ke bawah):

Bila ditulis tegak (atas ke bawah, kanan ke kiri):


〤〇〢二

拾元 拾〤

元〇

Baris pertama berisi nilai numerik. Dalam contoh ini, " 〤〇〢 " mewakili "4022". Baris kedua
berisi karakter Cina yang mewakili besaran dan satuan ukuran angka pertama dalam
representasi digital. Dalam hal ini, "Sepuluh Yuan" berarti "Sepuluh Yuan". Bersama-sama, itu
adalah "40,22 yuan".
Karakter yang mungkin untuk menunjukkan orde besaran di antaranya:

qiān (千) untuk ribuan

bái (百) untuk ratusan

shí (拾) untuk puluhan

kosong untuk satuan

Karakter yang mungkin lainnya untuk menunjukkan satuan pengukuran di antaranya:

yuán (元) untuk dollar

máo (毫) atau (毛) untuk 10 sen

xiān (仙) untuk 1 sen

lǐ (里) untuk mil Cina

lainnya Satuan pengukuran Cina


16

Gambar 1.6

Contoh 1.7

Karena itu, penulisan ini diartikan sebagai berikut:

5625 = 5 (1000) + 6 (100) + 2 (10) + 5

2.8 Sistem Numerasi Romawi


Sistem angka Romawi dikembangkan pada awal 100 Masehi. Terdapat beberapa simbol
dasar yaitu l, V, X, L, C, D, dan M yang mewakili angka masing-masing 1, 5, 10, 50, 100, 500, dan
1000. Adaptasi angka Trurian. Penggunaan angka Romawi berlanjut sampai runtuhnya
Kekaisaran Romawi sekitar abad ke-14, dan kemudian sebagian besar digantikan oleh sistem
angka Indo-Arab.
Simbol X terdiri dari dua V atau diwakili oleh sepuluh jari, atau dapat diturunkan dari
metode umum menghitung dalam kelompok puluhan dengan tongkat vertikal. Ada bukti bahwa
simbol 50, 100, dan 1000 mungkin terinspirasi oleh huruf Yunani X (chi), (theta), dan (phi). "Qi"
kuno digunakan sebagai 50 simbol dalam inspirasi awal. Simbol yang dikembangkan kemudian
17

mirip dengan C, karena C adalah huruf pertama dari kata Latin centum (seratus).
Simbol 1000 menjadi M karena m adalah huruf pertama dari kata Latin Mille (seribu).
Kemudian D. lamambang mengumumkan 500, yang merupakan bagian dari 1000. Pada akhir
tahun 1715, 1000 dan 500 ditemukan. Sistem angka Romawi tidak memiliki nilai tempat. Ketika
beberapa simbol digabungkan, mereka dapat ditulis bagian demi bagian.

Gambar 1.7

Ketika suatu angka memuat dua lambang dasar, satu bilangan yang lebih kecil dari yang
lain, maka berlaku:

a. Penjumlahan, jika lambang pada bagian kanan menyatakan bilangan yang lebih kecil.
b. Pengurangan, jika lambang pada bagian kiri menyatakan bilangan yang lebih kecil.

Ketika dua atau lebih lambang merupakan bilangan yang sama yang ditulis bersama-sama,
maka semua lambang menyatakan jumlah.

Contoh 1.8

CX = 100+10 = 110 (dari kiri ke kanan nilainya menurun,jadi dijumlahkan)

XC = 100-10 = 90 (dari kiri ke kanan nilainya naik,jadi dikurangkan)


18

Adapun aturan resmi penggunaan huruf yang lain adalah sebagai berikut:

a. Huruf pengurangan hanyalah pangkat sepuluh, seperti l, X, dan C.


b. Kurangkan hanya satu huruf dari sebuah angka tunggal.
c. Jangan mengurangkan huruf dari huruf yang besarnya lebih dari sepuluh kali.
d. Aturan yang berlaku di Mesir, empay ditulis IV dan bukan IIII
e. Selama tahun pertengahan, angka Romawi N digunakan sebagai lambang ―nullae yang
menyatakan nol.

Jika mereka perlu menuliskan banyak bilangan besar, orang Romawi sering menggunakan
garis atau tanda tertentu di atas sebuah angka. Garis atas berarti perkalian seribu. Misalnya
ditulis untuk menyatakan bilangan 6000.

Dalam  menulis  bilangan  Romawi  ada  beberapa  sistem yang  dipakai , yaitu sistem 
pengulangan, penjumlahan, pengurangan dan  gabungan.

Angka  Romawi  memiliki  kukurangan dan kerentanan penomoran, yaitu:

a. Tidak  mengetahui  angka  nol  ( 0 )


b. Terlalu  lama  untuk  memanggil  bilangan  tertentu
c. Tidak  mengenal  sistem  nilai  tempat

Adapun cara penulisan dan perhitungan bilangan Romawi

a. Pengulangan
Penulisan lambang bilangan Romawi dengan sistem pengulangan ialah lambang
bilangan dasar yang ditulis berjajar  maksimum 3  kali untuk  lambang  bilangan   I,  X, 
C,  dan lambang bilangan  M bisa ditulis sampai 4 kali. Sedangkan lambang  bilangan
Romawi  seperti  V,  L  dan  D  tidak  boleh  diulang.
19

Contoh 1.9

I =1 C = 100

II = 2 CC = 200

III = 3 CCC = 300

X = 10 M = 1000

XX = 20 MM = 2000

XXX = 30 MMM = 3000

b. Penjumlahan
Penjumlahan  dilakukan  apabila  bilangan ditulis  dengan  dua  angka atau lebih,
sedangkan angka yang  disebelah kanannya mewakili bilangan yang sama  atau  lebih.  
Contoh 2.1 CXXXVII   =  C  +  X  +  X  +  X  +  V  +  I  +  I
                        = 100 + 10 + 10 + 10 + 5 + 1 + 1 = 137

Dalam sistem penulisan bilangan Romawi, semakin ke kanan  nilainya maka akan


semakin kecil  dan  tidak ada  lambang  bilangan dasar  yang  berjajar  lebih  dari  tiga.
Sehingga, dalam membaca bilangan Romawi dalam aturan ini adalah  jika  lambang
yang  menyatakan  angka  lebih kecil terletak di kanan, maka lambang-lambang 
Romawi  tersebut  dijumlahkan.

c. Pengurangan
Pengurangan dilakukan  apabila  bilangan Romawi  yang  di kiri kurang dari sebelah
kanan. Pengurangan ini hanya bisa dilakukan sekali saja. Sistem pengurangan memiliki
prinsip yakni I hanya bisa dikurangkan dengan V dan X; X hanya bisa dikurangkan
dengan L dan C, sedangkan C hanya bisa dikurangkan dengan D dan M.
Contoh 2.2
20

IV =  5    -  1  =   4 XC =  100  -  10 =   90

d. Gabungan
Selain  sistem  penjumlahan dan pengurangan  ada  juga sistem  gabungan, dimana 
aturan penjumlahan dan pengurangan  akan digabung, sehingga akan lebih jelas  dalam 
membaca lambang  bilangan  Romawi.
Contoh 2.3
CXLIV =  C  +  (L  -  X)  +  (V  -  I)
=  100  + (50  -  10)  +  (5  -  1)
=  144

Angka  Romawi masih  sering  digunakan, antara  lain pada  penulisan angka jam, penulisan
bab  buku, penomoran  sekuel  film dan penomoran seri event olahraga  seperti  Pekan
Olahraga Nasional (PON) ke- XXVI.

2.9 Sistem Numerasi Hindu-Arab


Menurut sejarahnya, sistem ini dimulai di India sekitar 300 SM. C. dan tidak
menggunakan nilai bit atau simbol nol. Mereka mulai menggunakan sistem nilai tempat yang
diperkirakan muncul pada tahun 500 M. Sistem bilangan Indo-Arab menggunakan sistem nilai
tempat berdasarkan 10, yang dipengaruhi oleh jumlah jari, yaitu 10. Berasal dari bahasa Latin
decem, yang artinya sepuluh, sistem bilangan ini umumnya disebut desimal sistematik. Masih
belum jelas kapan dan di mana simbol nol digunakan, dan hanya sedikit dugaan bahwa simbol
nol berasal dari Babel hingga Yunani.
Sekitar tahun 825, seorang matematikawan Persia bernama Al-Khwarizmi menulis
sebuah buku tentang aljabar, yang berisi sistem bilangan Hindu yang lengkap. Kemudian, buku
itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12, dan bukunya memiliki pengaruh di
Eropa. Terjemahan inilah yang memperkenalkan sistem angka Hindu-Arab ke Eropa.

Adapun Ciri-ciri sistem Arab-Hindu sebagai berikut.


21

a. Menggunakan basis 10
b. Menggunakan nilai tempat
c. Menggunakan angka : 1, 2, 3, 4, . . . , 9
d. Mengenal simbol “0” (nol).

Sistem desimal ini menggunakan ide nilai tempat, misalnya 492 :

4 menunjukkan 4 buah himpunan seratusan (400)

9 menunjukkan 9 buah himpunan sepuluhan (90)

2 menunjukkan 2 buah himpunan satuan (2)

Sistem angka Hindu-Arab ini mempunyai sifat:

a. Menggunakan sepuluh lambang dasar yang disebut angka yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6,7, 8, 9


b. Bilangan yang lebih dari sepuluh dinyatakan dalam perpangkatan dari 10
c. Mempunyai nilai tempat
d. Bersifat aditif.

Contoh 2.4

3534 = 3(10)³+ 5(10)²+ 3(10) + 4


22

Perlu diperhatikan bahwa meski pun angka 3 muncul dua kali, tetapi tempatnya berbeda,
maka nilainya juga berbeda. Nilai 3 yang pertama adalah 3000 sedangkan nilai 3 berikutnya 30.
Beberapa pengembangan bilangan yang menggunakan sistem angka Hindu-Arab dikemukakan
sebagai berikut:

a) Sistem angka desimal


Sistem bilangan Hindu-Arab menggunakan 10 simbol dasar. Karena sistem ini
didasarkan pada 10, maka disebut sistem desimal . Kata desimal berasal dari kata latin
decem , yang berarti sepuluh. Simbol dasar yang dipergunakan dalam sistem ini adalah
0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.
Dalam sistem ini, posisi angka dalam urutan menentukan nilainya. Jika titik
desimal adalah koma (,), angka yang lebih besar dari 1 dipisahkan dari angka yang
kurang dari 1 (pecahan). Di sebelah kiri koma, nilai digit pertama adalah angka itu
sendiri, nilai digit berikutnya adalah sepuluh kali, nilai digit berikutnya adalah seratus
kali, dan seterusnya. Digit pertama di sebelah kanan titik desimal adalah sepersepuluh
dari angka itu sendiri, digit berikutnya adalah seperseratus, dan seterusnya.
Saat menulis 10³, angka 3 ialah pangkat dan yang merupakan cara lain untuk
menuliskan 10 10 10 atau 1000. Demikian juga pangkat negatif digunakan untuk
menuliskan pecahan desimal, dimana 10−3 berarti (1/10³) atau 1/1000 atau 0,001.
Dalam sistem pangkat ada pertanyaan tentang arti 100(sepuluh berpangkat nol). Dari
deretan angka, terlihat bahwa 100 ada di antara 101 dan 10−1 atau antara 10 dan 1/10,
dan disetel sama dengan satu. Akhirnya, semua bilangan, kecuali nol, dipastikan sama
dengan satu.

b) Sistem angka non-desimal


Fakta bahwa sistem perhitungan kita saat ini adalah sistem bilangan desimal
mungkin disebabkan oleh fakta bahwa jumlah jari kira-kira sepuluh. Jika manusia
dilengkapi dengan dua belas jari, mereka cenderung menggunakan sistem angka
berdasarkan dua belas. Tetapi tidak sulit untuk membuat sistem penomoran Hindu-Arab
untuk lebih dari satu bilangan bulat. Sebagai contoh, pada suatu sistem septimal,
dengan dasar tujuh yang digunakan, angka 432,516 mempunyai arti yang sama dengan
23

sistem desimal, kecuali bahwa pangkat dari tujuh yang digunakan, bukan pangkat dari
sepuluh.
Angka nondesimal dapat dipahami dengan memperhatikan indeksnya (subscrip).
Sebagai contoh, 3457 adalah suatu angka septimal (basis tujuh).

Gambar 1.8
BAB III
SIMPULAN

Bangsa-bangsa di dunina (Mesir Kuno, Babylonia, Cina, Yunani, Romawi, dan India, dll) telah
memberi kontribusi besar bagi penemuan angka-angka dan bilangan-bilangan. Penemuan itu
terjadi karena kebutuhan masyarakat tersebut yang mendesak untuk suatu sistem bilangan
yang dapat digunakan untuk melakukan segala perhitungan berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari dapat dikatakan bahwa kemudian telah menjadi dasar untuk membuat sistem bilangan
yang dikenal sekarang baik dengan sistem bilangan Arab maupun dengan sistem bilangan Arab
atau latin.

Peradaban dari bangsa-bangsa itu selain memiliki beragam simbol untuk mendefinisikan
suatu angka atau bilangan tertentu juga memiliki beragam cara penulisan bilangan, mulai dari
sistem yang peling sederhana yaitu sistem tally/ijar sampai dengan sistem penulisan modern
dengan sistem posisi yang kita gunakan sekarang ini. Sistem tally/ijar merupakan sistem
penulisan yang paling sederhana yang diketahui saat ini, sistem ini berkembang pada masa
prasejarah di mana mereka hanya menggunakan simbol garis tegak untuk menyimbolkan
bilanganmya.

Kemudian, ada sistem posisi, sistem ini banyak digunakan oleh bilangan bangsa
Babylonia di Mesopotamia, bilangan bangsa Maya di Amerika, dan bilangan Hindu-Arab yang
meupakan bilangan modern yang sedang kita gunakan dan hampir diseluruh dunia. Sistem
posisi ini melambangkan bahwa suatu simbol dapat menempati posisi satuan, puluhan, ribuan,
dan seterusnya. Sistem pengelompokan sederhana merupakan sistem penulisan dengan
mengelompokan simbol-simbol tertentu untuk menyatakan nilai satuan, puluhan, ratusan dan
ribuan. Sistem penulisan seperti ini banyak dipakai oleh bilangan Hieroglyphic di peradaban
Mesir kuno, bilangan Babylonia, bilangan Romawi, dan bilangan Yunani Attikan.

Kemudian, ada sistem pencirian, sistem penulisan ini mencirikan simbol-simbolnya menjadi
nilai satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan, sistem penulisan ini banyak dipakai oleh bangsa
Ionia di Yunani. Lalu, ada sistem perkalian, sistem penulisan seperti ini mengalikan nilai (simbol)
tertentu dengan yang lainnya untuk menyatakan satuan, puluhan, ratusan dan ribuan.
24
25
DAFTAR PUSTAKA

Aritia, Fahni Desy. dkk (Kel.1 Pendidikan Matematika Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin). 2011.

Sejati, Tira Septiani. dkk. 2014. Makalah “Sistem Numerasi”.

Umam, M. K. (2018). Reconstruction of Integrative Islamic Education in The.

Umam, M. K. (2018). STRATEGI ALTERNATIF MEMAJUKAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI


PEDESAAN BERBASIS SEKOLAH EXCELLENT.

Umam, M. K. (2019). Penggunaan Metode Jaritmatika Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar.


Awwaliyah: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,2(1), 45-68.

Umam, M. K. (2019). PERDAGANGAN ETHEREUM DI INDODAX EXCHANGE DALAM PERSFEKTIF


SYARIAH. ISTITHMAR: Journal of Islamic Economic Development, 3(2).

Umam, M. K. (2019). SCHOOL HEAD STRATEGY IN INCREASING THE QUALITY OF EDUCATION IN


SDIT AL-ARIF FROM THE PRASARANA MEANS STANDARD. el-Mubtada: Journal of
Elementary Islamic Education, 1(1).

Umam, M. K. (2019, November). Innovation of Transformative Islamic Education Strategy. In


Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars (Vol. 3, No. 1, pp. 510-521).

Umam, M. K. (2020). KECERDASAN SPIRITUAL DITINJAU DARI NILAI NILAI PROFETIK. SAMAWAT,
3(1). Umam, M. K. (2020). PARADIGMA SIMTOMA JIWA SEBAGAI METODE MEMAHAMI
KOGNISI PESERTA DIDIK. Aṭfᾱl: Scientific Journal of Early Childhood Education, 1(1).

26
Umam, M. K. (2020). PENERAPAN METODE ARTIKULASI EKONOMI (Studi Kasus Di MAN Kota
Blitar). ASSYARIAH, 1(1), 55-66. Wisnu. Sistem Bilangan basis Zakapedia. Sistem
Perkembangan Bilangan.

27

Anda mungkin juga menyukai