Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

SEJARAH GEOMETRI
1. Pengertian Geometri
Geometri (Greek; geo= bumi, metria= ukuran) adalah bagian dari matematika yang
mengambil persoalan mengenai ukuran, bentuk, dan kedudukan serta sifat ruang. Geometri
adalah salah satu dari ilmu yang tertua. Awal mulanya sebuah lembaga pengetahuan praktikal
yang mempelajari berat dan jarak, luas dan volume, tetapi pada abad ke-3 geometri mengalami
perkembangan yaitu tentang bentuk-bentuk aksiomatik oleh Euclid, hasilnya berpengaruh untuk
beberapa abad berikutnya.
Geometri merupakan salah satu cabang matematika. Ilmu Geometri secara harfiah berarti
pengukuran tentang bumi, yakni ilmu yang mempelajari hubungan di dalam ruang. Sebenarnya,
geometri sudah dipelajari sejak peradaban orang Mesir Kuno, masyarakat Lembah Sungai Indus
dan Babilonia.
Peradaban-peradaban kuno ini diketahui memiliki keahlian dalam drainase rawa, irigasi,
pengendalian banjir dan pendirian bangunan-bagunan besar. Kebanyakan geometri Mesir kuno
dan Babilonia terbatas hanya pada perhitungan panjang segmen-segmen garis, luas, dan volume.
2. Sejarah Singkat Geometri
Paling tidak ada enam wilayah yang dapat dipandang sebagai sumber penyumbang
pengetahuan geometri, yaitu: Babilonia (4000 SM - 500 SM), Yunani (600 SM 400 SM),
Mesir (5000 SM - 500 SM), Jasirah Arab (600 - 1500 M), India (1500 SM - 200 SM), dan Cina
(100 SM 1400 M). Tentu masih ada negara-negara penyumbang pengetahuan geometri yang
lain, namun, kurang signifikan atau belum terekam dalam tradisi tulisan.
Bangsa Babilonia menempati daerah subur yang membentang antara sungai Eufrat dan
Tigris di wilayah Timur Tengah. Pada mulanya, daerah ini ditempati oleh bangsa Sumeria. Pada
saat itu, 3500 SM, atau sekitar 5000 tahun yang lalu telah memiliki kehidupan sangat maju.
Banyak gedung dibangun seperti kota saat kini. Sistem irigasi dan sawah pertanian juga telah
berkembang. Geometri dipikirkan oleh para insinyur untuk keperluan pembangunan.
Geometri yang lahir dan berkembang di Babilonia merupakan sebuah hasil dari keinginan
dan harapan para pemimpin pemerintahan dan agama pada masa itu. Hal ini dimaksudkan untuk
1

bisa mendirikan berbagai bangunan yang kokoh dan besar. Juga harapan bagi para raja agar
dapat menguasai tanah untuk kepentingan pendapatan dari pajak. Teknik-teknik geometri yang
berkembang saat itu pada umumnya masih kasar dan bersifat intuitif. Akan tetapi, cukup akurat
dan dapat memenuhi kebutuhan perhitungan berbagai fakta tentang teknik-teknik geometri saat
itu, termuat dalam Ahmes Papirus yang ditulis lebih kurang tahun 1650 SM dan ditemukan pada
abad ke-9. Peninggalan berupa tulisan ini merupakan bagian dari barang-barang yang tersimpan
oleh museum di London dan New York. Dalam Papirus ini terdapat formula tentang perhitungan
luas daerah suatu persegi panjang, segitiga siku-siku, trapesium yang mempunyai kaki tegak
lurus dengan alasnya, serta formula tentang pendekatan perhitungan luas daerah lingkaran.
Orang-orang Mesir rupanya telah mengembangkan rumus-rumus ini dalam kehidupan mereka
untuk menghitung luas tanah garapannya.
Selain mengembangkan geometri, mereka juga mengembangkan sistem bilangan yang
kini kita kenal dengan sexagesimal yaitu bilangan dengan basis 60. Kita masih menikmati (dan
menggunakan) sistem ini ketika berbicara tentang waktu.
Mereka membagi hari ke dalam 24 jam. Satu jam dibagi menjadi 60 menit. Satu menit
dibagi menjadi 60 detik. Kita mengatakan, misalnya, saat ini adalah pukul 9, 25 menit, 30 detik.
Kalau dituliskan akan berbentuk pukul 9 25' 30", dan dalam sexagesimal dapat dituliskan sebagai
9

25

/60 30/3600. Sistem ini telah menggunakan nilai tempat seperti yang kita gunakan dewasa ini

(dalam basis 10 bukan dalam basis 60).


Bangsa Babilonia mengembangkan cara menghitung luas dan volume. Di antaranya
menghitung panjang keliling lingkaran yang sama dengan tiga kali panjang garis tengahnya. Kita
mengenal harga tiga ini mendekati harga . Rumus Pythagoras juga sudah dikenal pada masa
itu.
Bangsa Mesir mendiami wilayah yang sangat subur di sepanjang sungai Nil. Pertanian
berkembang pesat. Pemerintah memerlukan cara untuk membagi petak-petak sawah dengan adil.
Maka, geometri maju karena menyajikan berbagai bentuk polygon yang di sesuaikan dengan
keadaan walayah di sepanjang sungai Nil itu.
Di Yunani, geometri mengalami masa emasnya. Sekitar 2000 tahun yang lalu,
ditemukan teori yang kita kenal dewasa ini dengan nama teori aksiomatis. Teori berpikir yang
mendasarkan diri pada sesuatu yang paling dasar yang kebenarannya kita terima begitu saja.
Kebenaran semacam ini kita sebut kebenaran aksioma. Dari sebuah aksioma diturunkan berbagai
2

dalil baik dalil dasar maupun dalil turunan. Dari era ini, kita juga memperoleh warisan buku
geometri yang hingga kini belum terbantahkan, yaitu geometri Euclide. Geometri yang kita
ajarkan secara formal di sekolah merupakan kopi-an dari geometri Euclide ini.
Di awal perkembangan Islam, para pemimpin Islam menganjurkan agar menimba ilmu
sebanyak mungkin. Kita kenal belajaralah hingga ke negeri Cina. Dalam era itu, Islam menyebar
di Timur Tengah, Afrika Utara, Spanyol, Portugal, dan Persia. Para matematikawan Islam
menyumbang pada pengembangan aljabar, asronomi, dan trigonometri. Trigonometri merupakan
salah satu pendekatan untuk menyelesaian masalah geometri secara aljabar. Kita mengenalnya
menjadi geometri analitik. Mereka juga mengembangkan polinomial.
Di wilayah timur, India dan Cina dikenal penyumbang pengetahuan matematika yang
handal. Di India, para matematikawan memiliki tugas untuk membuat berbagai bangunan
pembakaran untuk korban di altar. Salah satu syaratnya adalah bentuk boleh ( bahkan harus)
berbeda tetapi luasnya harus sama. Misalnya, membuat bangunan pembakaran yang terdiri atas
lima tingkat dan setiap tingkat terdiri 200 bata. Di antara dua tingkat urutannya tidak boleh ada
susunan bata yang sama persis. Saat itulah muncul ahli geometri di India. Tentu, bangunan itu
juga dilengkapi dengan atap. Atap juga merupakan bagian tugas matematikawan India. Di sinilah
berkembang teori-teori geometri.
Seperti cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain, matematika (termasuk geometri) juga
dikembangkan oleh para ilmuwan Cina sejak 2000 tahun sebelum Masehi (atau sekitar 4000
tahun yang lalu). Kalau di Eropa terdapat buku Unsur-unsur, geometri Euclides yang mampu
menembus waktu 2000 tahun tanpa tertandingi, di timur, Cina terdapat buku Sembilan bab
tentang matematika yang dibuat sekitar tahun 179 oleh Liu Hui. Buku ini memuat banyak
masalah geometri. Di antaranya menghitung luas dan volume. Dalam buku itu juga mengupas
hukum Pythagoras. Juga banyak dibicarakan tentang polygon.
Pada Zaman Pertengan, Ahli matematik Muslim banyak menyumbangkan mengenai
perkembangan geometri, terutama geometri aljabar. Al- Mahani (1.853) mendapat idea
menguraikan masalah geometri seperti menyalin kubus kepada masalah dalam bentuk aljabar.
Thabit ibn Qurra (dikenal sebagi Thebit dalam Latin) (836 901) banyak menyumbangkan
pengembangan geomeri analitik. Omar Khayyam (1048 -1131) menemukan penyelasaian
geometri kepada persamaan kubik, dan penyelidikan selanjutnya yang terbesar adalah kepada
pengembangan geometri non Euclid.
3

Pada awal abad ke-17, terdapat dua perkembangan penting dalam geometri. Yang
pertama, dan yang terpenting, adalah penciptaan geometri analitik, atau geometri dengan
koordinat dan persamaan, oleh Rene Descartes (1596-1650) dan Pierre de Fermat (1601-1665).
Ini adalah awal dari perkembangan kalkulus.

Perkembangan geometrik kedua adalah

penyelidikan secara sistematik tenteng geometri proyektif oleh Girard Desargues (1591-1661).
Geometri proyektif adalah penyelidikan geometri tanpa ukuran, hanya dengan menyelidiki
bagaimana hubungan antara satu sama lain.
Dua perkembangan dalam geometri pada abad ke-19, mengubah cara mempelajari geoetri
tidak seperti sebelumnya. Ini merupakan penemuan Geometri bukan Euclid oleh Lobachevsky,
Bolyai dan Gauss. Dua ahli geometri ladi pada masa itu ialah Bernhard Riemann, bekerja secara
analisis matematika, dan Henri Poincar, sebagai penggagas topologi algebraik dan teori
geometrik dari sistem dinamikal.
3. Tokoh-Tokoh Geometri
Thales (640 546 SM)
Pada mulanya geometri lahir semata-mata didasarkan oleh pengalaman. Namun
matematikawan yang pertama kali merasa tidak puas terhadap metode yang didasari semata-mata
pada pengalaman adalah Thales (640-546 SM). Masyarakat matematika sekarang menghargai
Thales sebagai orang yang selalu berkarta buktikan itu dan bahkan ia selalu melakukan itu.
Dari sekian banyak teoremanya adalah:
-

Sudut-sudut alas dari suatu segitiga samakaki adalah kongruen,

Sudut-sudut siku-siku adalah kongruen,

Sebuah sudut yang dinyatakan dalam sebuah setengah lingkaran adalah sudut siku-siku.
Hasil kerja dan prinsip Thales jelas telah manandai awal dari sebuah era kemajuan

matematika yang mengembangkan pembuktian deduktif sebagai alasan logis yang dapat
diterima. Pembuktian deduktif diperlukan untuk menurunkan teorema dari postulat-postulat.
Selanjutnya disusun suatu pernyataan baru yang logis.
Pythagoras (582-507 SM)
Sepeninggal Thales muncullah Pythagoras (582-507 SM) berikut para pengikutnya yang
dikenal dengan sebutan Pythagorean melanjutkan langkah Thales. Para Pythagorean
4

menggunakan metode pembuktian tidak hanya untuk mengembangkan Teorema Pythagoras,


tetapi juga terhadap teorema-teorema jumlah sudut dalam suatu poligon, sifat-sifat dari garisgaris yang sejajar, teorama tentang jumlah-jumlah yang tidak dapat diperbandingkan, serta
teorema tentang lima bangun padat beraturan.
Euclid (300 SM)
Tidak banyak orang yang beruntung memperoleh kemasyhuran yang abadi seperti Euclid,
ahli ilmu ukur Yunani yang besar. Meskipun semasa hidupnya tokoh-tokoh seperti Napoleon,
Martin Luther, Alexander yang Agung, jauh lebih terkenal ketimbang Euclid tetapi dalam jangka
panjang ketenarannya mungkin mengungguli semua mereka yang disebut itu.
Selain kemasyhurannya, hampir tak ada keterangan yang terperinci mengenai kehidupan
Euclid yang bisa diketahui. Misalnya, kita tahu dia pernah aktif sebagai guru di Iskandariah,
Mesir, di sekitar tahun 300 SM, tetapi kapan dia lahir dan kapan dia wafat betul-betul gelap.
Bahkan, kita tidak tahu di benua mana dan di kota mana dia dilahirkan. Meski dia menulis
beberapa buku dan diantaranya masih ada yang tersisa, kedudukannya dalam sejarah terutama
terletak pada bukunya yang hebat mengenai ilmu ukur yang bernama The Elements.
Dalam The Elements, Euclid menggabungkan pekerjaan disekolah yang telah ia ketahui
dengan semua pengetahuan matematika yang ia ketahui dalam suatu perbandingan yang
sistematis hingga menjadi sebuah hasil yang menakjubkan. Kebanyakan dari pekerjaannya itu
bersifat original, sebagai metode deduktif ia mendemonstrasikan sebagian besar pengetahuan
yang diperlukan melalui penalaran. Dalam Element Euclid pun menjelaskan aljabar dan teori
bilangan sebaik ia menjelaskan geometri.
Arti penting buku The Elements tidaklah terletak pada pernyataan rumus-rumus pribadi
yang dilontarkannya. Hampir semua teori yang terdapat dalam buku itu sudah pernah ditulis
orang sebelumnya, dan juga sudah dapat dibuktikan kebenarannya. Sumbangan Euclid terletak
pada cara pengaturan dari bahan-bahan dan permasalahan serta formulasinya secara menyeluruh
dalam perencanaan penyusunan buku. Di sini tersangkut, yang paling utama, pemilihan dalildalil serta perhitungan-perhitungannya, misalnya tentang kemungkinan menarik garis lurus
diantara dua titik.
Sesudah itu dengan cermat dan hati-hati dia mengatur dalil sehingga mudah difahami
oleh orang-orang sesudahnya. Bilamana perlu, dia menyediakan petunjuk cara pemecahan hal5

hal yang belum terpecahkan dan mengembangkan percobaan-percobaan terhadap permasalahan


yang terlewatkan. Perlu dicatat bahwa buku The Elements selain terutama merupakan
pengembangan dari bidang geometri yang ketat, juga di samping itu mengandung bagian-bagian
soal aljabar yang luas berikut teori penjumlahan.
Buku The Elements merupakan buku pegangan baku lebih dari 2000 tahun dan
merupakan buku yang paling sukses yang pernah disusun manusia. Begitu hebatnya Euclid
menyusun bukunya sehingga dari bentuknya saja sudah mampu menyingkirkan buku yang
pernah dibuat orang sebelumnya.
Sebagai alat pelatih logika pikiran manusia, buku The Elements jauh lebih berpengaruh
ketimbang semua risalah Aristoteles tentang logika. Buku itu merupakan contoh yang komplit
sekitar struktur deduktif dan sekaligus merupakan buah pikir yang menakjubkan dari semua hasil
kreasi otak manusia.
Adil jika kita mengatakan bahwa buku Euclid merupakan faktor penting bagi
pertumbuhan ilmu pengetahuan modern. Ilmu pengetahuan bukanlah sekedar kumpulan dari
pengamatan-pengamatan yang cermat dan bukan pula sekedar generalisasi yang tajam serta
bijak. Hasil besar yang direnggut ilmu pengetahuan modern berasal dari kombinasi antara kerja
penyelidikan empiris dari percobaan-percobaan di satu pihak, dengan analisa hati-hati dan
kesimpulan yang punya dasar kuat di lain pihak.
Pengaruh Euclid terhadap Sir Isaac Newton sangat terasa sekali, sejak Newton menulis
buku yang terkenal dengan nama The Principia dalam bentuk kegeometrian, mirip dengan The
Elements. Berbagai ilmuwan mencoba menyamakan diri dengan Euclid dengan jalan
memperlihatkan bagaimana semua kesimpulan mereka secara logis berasal mula dari asumsi asli.
Tak kecuali apa yang diperbuat oleh ahli matematika seperti Russel, Whitehead dan filosof
Spinoza.
Kini, para ahli matematika sudah memaklumi bahwa geometri Euclid . bukan satusatunya sistem geometri yang memang jadi pegangan pokok dan teguh serta yang dapat
direncanakan pula, mereka pun maklum bahwa selama 150 tahun terakhir banyak orang yang
merumuskan geometri bukan a la Euclid. Sebenarnya, sejak teori relativitas Einstein diterima
orang, para ilmuwan menyadari bahwa geometri Euclid tidaklah selamanya benar dalam
penerapan masalah cakrawala yang sesungguhnya.

Pada kedekatan sekitar "Lubang hitam" dan bintang neutron --misalnya-- dimana gaya
berat berada dalam derajat tinggi, geometri Euclid tidak memberi gambaran yang teliti tentang
dunia, ataupun tidak menunjukkan penjabaran yang tepat mengenai ruang angkasa secara
keseluruhan. Tetapi, contoh-contoh ini langka, karena dalam banyak hal pekerjaan Euclid
menyediakan kemungkinan perkiraan yang mendekati kenyataan. Kemajuan ilmu pengetahuan
manusia belakangan ini tidak mengurangi baik hasil upaya intelektual Euclid maupun dari arti
penting kedudukannya dalam sejarah.
Saintis-Saintis Muslim
Di era kekhalifahan Islam, para saintis Muslim pun turut mengembangkan geometri.
Bahkan, pada era abad pertengahan, geometri dikuasai para matematikawan Muslim. Tak heran
jika peradaban Islam turut memberi kontribusi penting bagi pengembangan cabang ilmu
matematika modern itu.
Pencapaian peradaban Islam di era keemasan dalam bidang geometri sungguh sangat
menakjubkan. Betapa tidak. Para peneliti di Amerika Serikat (AS) menemukan fakta bahwa di
abad ke-15 M, para cendekiawan Muslim telah menggunakan pola geometris mirip kristal.
Padahal, pakar matematika modern saja baru menemukan pola desain geometri itu pada abad ke20 M.
Menurut studi yang diterbitkan dalam Jurnal Science itu, para matematikawan Muslim di
era keemasan telah memperlihatkan satu terobosan penting dalam bidang matematika dan desain
seni pada abad ke-12 M. "Ini amat mengagumkan," tutur Peter Lu, peneliti dari Harvard, AS
seperti dikutip BBC .
Peter Lu mengungkapkan, para matematikawan dan desainer Muslim di era kekhalifahan
telah mampu membuat desain dinding, lantai dan langit-langit dengan menggunakan tegel yang
mencerminkan pemakaian rumus matematika yang begitu canggih. ''Teori itu baru ditemukan 20
atau 30 tahun lalu," ungkapnya.
Desain dalam seni Islam menggunakan aturan geometri dengan bentuk mirip kristal yang
menggunakan bentuk poligon simetris untuk menciptakan satu pola. Hingga saat ini, pandangan
umum yang beredar adalah pola rumit berbentuk bintang dan poligon dalam desain seni Islam
dicapai dengan menggunakan garis zigzag yang digambar dengan mistar dan kompas.

"Anda bisa melihat perkembangan desain geometis yang canggih ini. Jadi mereka mulai
dengan pola desain yang sederhana, dan lama-lama menjadi lebih kompleks," tambah Peter Lu.
Penemuan Peter Lu itu membuktikan bahwa peradaban Islam telah mampu mencapai kemajuan
yang luar biasa dalam bidang geometri.
Lantas bagaimana matematikawan Islam mengembangkan geometri? Pada abad ke-9 M,
matematikawan Muslim bernama Khawarizmi telah mengembangkan geometri. Awalnya, ilmu
geometri dipelajari sang matematikawan terkemuka dari buku berjudul The Elements

karya

Euclid. Ia pun kemudian mengembangkan geometri dan menemukan beragam hal yang baru
dalam studi tentang hubungan di dalam ruang. Al-Khawarizmi menciptakan istilah secans dan
tangens dalam penyelidikan trigonometri dalam astronomi. Dia juga menemukan Sistem
Bilangan yang sangat penting bagi sistem bilangan modern. Dalam Sistem bilangan itu, alKhawarizmi menggunakan istilah Cosinus, Sinus dan Tangen untuk menyelesaikan persamaan
trigonometri, teorema segitiga sama kaki, perhitungan luas segitiga, segi empat maupun
perhitungan luas lingkaran dalam geometri.
Penelitian al-Khawarizmi dianggap sebagai

sebuah revolusi besar dalam dunia

matematika. Dia menghubungkan konsep-konsep geometri dari matematika Yunani kuno ke


dalam konsep baru. Penelitian-penelitian al-Khawarizmi menghasilkan sebuah teori gabungan
yang memungkinkan bilangan rasional/irasional, besaran-besaran geometri diperlakukan sebagai
objek-objek aljabar.
Penelitian al-Khawarizmi memungkinkan dilakukannya aplikasi sistematis dari aljabar.
Sebagai contoh, aplikasi aritmetika ke aljabar dan sebaliknya, aljabar terhadap trigonometri dan
sebaliknya, aljabar terhadap teori bilangan, aljabar terhadap geometri dan sebaliknya. Penelitianpenelitian ini mendasari terciptanya aljabar polinom, analisis kombinatorik, analisis numerik,
solusi numerik dari persamaan, teori bilangan, dan konstruksi geometri dari persamaan yang
dikenal dengan geometri analitik. Konsep geometri dalam matematika yang diperkenalkan oleh
al-Khawarizmi juga sangat penting dalam bidang astronomi. Pasalnya Astronomi merupakan
ilmu yang mengkaji tentang bintang-bintang termasuk kedudukan, pergerakan, dan penafsiran
yang berkaitan dengan bintang. Guna menghitung kedudukan bintang terhadap bumi
membutuhkan perhitungan geometri.
Ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan geometri adalah Thabit Ibnu
Qurra. Matematikawan Muslim yang dikenal dengan panggilan Thebit itu juga merupakan salah
8

seorang ilmuwan Muslim terkemuka di bidang Geometri. Dia melakukan penemuan penting di
bidang matematika seperti kalkulus integral, trigonometri, geometri analitik, maupun geometri
non-Euclid.
Salah satu karya Thabit yang fenomenal di bidang geometri adalah bukunya yang
berjudul

The composition of Ratios (Komposisi rasio). Dalam buku tersebut, Thabit

mengaplikasikan antara aritmatika dengan rasio kuantitas geometri. Pemikiran ini, jauh
melampaui penemuan ilmuwan Yunani kuno dalam bidang geometri.
Sumbangan Thabit terhadap geometri lainnya yakni, pengembangan geometri terhadap
teori Pitagoras di mana dia mengembangkannya dari segi tiga siku-siku khusus ke seluruh segi
tiga siku-siku. Thabit juga mempelajari geometri untuk mendukung penemuannya terhadap
kurva yang dibutuhkan untuk membentuk bayangan matahari.
Selain itu, ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan geometri adalah Ibnu
al-Haitham. Dalam bidang geometri, Ibnu al-Haitham mengembangkan analitis geometri yang
menghubungkan geometri dengan aljabar. Selain itu, dia juga memperkenalkan konsep gerakan
dan transformasi dalam geometri. Teori Ibnu al-Haitham dalam bidang persegi merupakan teori
yang pertama kali dalam geometri eliptik dan geometri hiperbolis. Teori ini dianggap sebagai
tanda munculnya geometri non- Euclid. Karya-karya Ibn al-Haitham itu mempengaruhi karya
para ahli geometri Persia seperti Nasir al-Din al Tusi dan Omar Khayyam. Namun pengaruh Ibn
al-Haytham tidak hanya terhenti di wilayah Asia saja. Sejumlah ahli geometri Eropa seperti
Gersonides, Witelo, Giovanni Girolamo Saccheri, serta John Wallis pun terpengaruh pemikiran
al-Haitham. Salah satu karyanya yang terkemuka dalam ilmu geometri adalah Kitab al-Tahlil wa
al'Tarkib.
Cendekiawan Muslim lainnya yang berjasa mengembangkan geometri adalah Abu Nasr
Mansur ibnu Ali ibnu Iraq atau biasa disebut Abu Nasr Mansur. Ia merupakana salah satu ahli
geometri yang mendalami spherical geometri (geometri yang berhubungan dengan astronomi).
Spherical geometri ini sangat penting untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit di dalam
astonomi Islam. Umat Islam perlu menentukan waktu yang tepat untuk shalat, Ramadhan, serta
hari raya baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Dengan bantuan spherical geometri, kini umat
Muslim bisa memperkirakan waktu-waktu tersebut dengan mudah. Itulah salah satu warisan ilmu
Abu Nasr Mansur bagi kita saat ini.

10

Anda mungkin juga menyukai