Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu: Yuli Nur
Khasanah
Disusun Oleh:
1. Angki Azhari Janati (1601016048)
2. Laila Shoimatu Nur Rohmah (1601016061)
3. Elok Qomariyah (1601016071)
A. Latar Belakang
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai.
Sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum,
norma sosial, maupun norma kenegaraan lainnya. Sebagai suatu nilai, Pancasila
memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia, baik
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Manakala nilai-nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat
praksis atau kehidupan yang nyata dalam masyarakat, bangsa, maupun negara maka
nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas
sehingga menjadi suatu pedoman. Norma-norma tersebut meliputi: norma moral dan
norma hukum.
Jadi sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman
yang langsung bersifat normtif atau praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-
nilai etika yang merupakan sumber norma baik meliputi norma moral maupun norma
hukum, yang pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika,
moral, maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari etika politik?
2. Apa pengertian nilai?
3. Apa saja nilai-nilai etika dalam Pancasila?
4. Apa saja nilai-nilai Pancasila sebagai sumber etika politik?
BAB II
PEMBAHASA
N
1
M. Nur Hasan, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, (Semarang: Unissula Press, 2016), hlm. 75
B. Pengertian Nilai
Nilai atau value (bahasa Inggris) termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-
persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat
nilai (Axiology, Theory of Value). Dalam Dictionary of Sosciology and Related
Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada
suatu benda untuk memuasakan manusia. Nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau
kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu
mengandung nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. 2
Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan, dan
keharusan. Berbicara tentang nilai sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal,
tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan, dambaan, dan keharusan. Macam-
macam nilai dibagi menjadi 3, yaitu: nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis.3
1. Nilai Dasar
Walaupun nilai memiliki sifat abstrak, namun dalam realisasinya nilai berkaitan
dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata
(praksis), namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar, yaitu merupakan
hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai
dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala
sesuatu. Misalnya hakikat Tuhan, manusia, atau segala sesuatu laninya.
2. Nilai Instrumental
Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar
tersebut harus memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai
instrumental inilah yang merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat
diarahkan.
3. Niali Praksis
Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai
instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata. Sehingga nilai praksis ini
merupakan perwujudan dan nilai instrumental itu. Dapat juga dimungkinkan
berbeda-beda wujudnya, namun tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak dapat
bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis
2
Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2014) hlm. 80
3
Ibid, hlm. 83-84
merupakan suatu sistem yang perwujudannya tidak boleh menyimpang dari sistem
tersebut.
4
Ari Tri Soegito dkk, Pendidikan Pancasila, (Semarang: Ummes Press, 2016) hlm. 101
Maha Esa” lebih berkaitan dengan legitimasi moral. Secara moral kehidupan negara
harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan. Terutama hukum serta moral
kehidupan negara. Sila II juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam
kehidupan masyarakat. Negara pada prinsipnya merupakan persekutuan hidup
manusia sebagai makhluk yang memiliki Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia
sebagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah
dengan suatu cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama (sila
III). Manusia merupakan asas fundamental dalam kehidupan bernegara dan
merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Maka
dari itu, asas-asas kemanusiaan bersifat mutlak dalam kehidupan negara dan hukum.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan bernegara, etika politik menuntut
agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan: (1) asas legalitas (2) disahkan
dan dijalankan secara demokratis (3) dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral.
Selain itu dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara harus berdasarkan legitimasi
hukum yaitu prinsip legalitas. Negara Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena
itu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial) sebagaimana terkandung pada sila
V, merupakan tujuan dalam kehidupan negara.
Negara berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat rakyat (sila IV). Rakyat merupakan asal mula
kekuasaan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat
sebagai pendukung pokok kenegaraan.
Etika politik ini juga harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut
terlibat secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat
eksekutif, anggota legislatif maupun yudikatif, para pejabat negara, anggota DPR
maupun MPR, aparat pelaksana dan penegak hukum, harus menyadari bahwa selain
legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasar pada legitimasi
moral. 5
5
Kaelan, Op. Cit, hlm. 95
BAB III
KESIMPULAN
Etika adalah sebuah ilmu yaitu sebagai salah satu cabang Ilmu Filsafat. Politik
berasal dari kata politics yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam
suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari
sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Jadi, etika politik adalah
suatu tata kelakuan atau hal yang sewajarnya dilakukan dalam bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan
kenegaraan. Sedangkan etika politik berdasarkan Pancasila adalah etika berpolitik
sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Nilai pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek,
bukan objek itu sendiri. Nilai dibagi menjadi 3 macam, yaitu: nilai dasar, nilai
instrumental, dan nilai praksis.
Nilai-nilai etika yang terkandung dalam Pancasila tertuang di berbagai tatanan,
yaitu: tatanan bermasyarakat, tatanan bernegara, tatanan kerja sama antarnegara atau
tatanan luar negeri, tatanan Pemerintah Daerah, tatanan hidup beragama, tatanan bela
negara, tatanan pendidikan, tatanan berserikat, tatanan hukum dan keikutsertaan
dalam pemerintahan dengan nilai-nilai dasar kesamaan bagi setiap warga negara dan
kewajiban menjunjung pemerintahan tanpa kecuali, dan tatanan kesejahteraan sosial
dengan nilai dasar kemakmuran masyarakat yang diutamakan dan bukan kemakmuran
perseorangan.
Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” lebih berkaitan dengan legitimasi moral.
Sila II juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan masyarakat.
Bangsa Indonesia sebagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama dalam
suatu wilayah dengan suatu cita-cita serta prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan
bersama (sila III). Negara berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan
yang dilakukan senantiasa untuk rakyat (sila IV). Oleh karena itu rakyat merupakan
asal mula kekuasaan negara. Keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial)
sebagaimana terkandung pada sila V, merupakan tujuan dalam kehidupan negara.
BAB IV
PENUTUP
Demikian makalah sederhana ini kami susun. Terimakasih kepada pembaca yang
telah berkenan untuk membaca, menelaah, dan mengimplementasikan makalah ini. Kritik dan
saran dari pembaca sangat diharapkan oleh kami sebagai bahan perbaikan untuk ke depannya.
Sekian dan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Nur. 2016. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Semarang: Unissula Press
Kaelan. 2016. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Soegito, Ari Tri, Suprayogi, Maman Rahman, dkk. Pendidikan Pancasila. Semarang: Unnes
Press