Anda di halaman 1dari 15

SISTEM ETIKA DALAM AGAMA – AGAMA BUKAN /

NON KRISTEN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK 3:
1. Juliana Sinaga NPM : 2201040004
2. Cinta Yulistra Tindaon NPM : 2201030078
3. Theodora Lumban Raja NPM : 2201030079
4. Devany Chairani NPM : 2201030093
5. Dwi Angeli Pardede NPM : 2201030066

DOSEN PENGAMPU:
Pdt.Ester Sitorus,S.TH,M.TH.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
PEMATANG SIANTAR
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,atas nikmat dan hidayahnya kepada
kami,sehingga kami mampu mengerjakan Tugas Makalah ini, dan pada akhirnya kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Serta tidak lupa pula kami ucapkan Terima kasih kepada
Dosen Pembimbing yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai salah satu cara
mengembangkan pengetahuan kami dengan judul “ Sistem Etika Dalam Agama – Agama Bukan / Non
Kristen .
Kami berharap semoga dengan Tugas Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Meskipun kami mengetahui bahwa dalam Tugas Makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan, karena pengalaman yang kami miliki masih sangat kurang. Maka dari itu kami berharap
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan dalam Tugas Makalah selanjutnya. Akhirnya, hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa kami
bersyukur atas selesainya Tugas Makalah ini semoga. Tuhan Yang Maha Esa memberikan petunjuk
kepada kita semuanya.
Pematangsiantar, 11 April 2023
Penulis

Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………….……………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………….……………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG……………………….………………………………………..
B.RUMUSAN MASALAH……………………..……………………………………….
C.TUJUAN…………………………………………..…………………………….……….
BAB II PEMBAHASAN
2.1 .ETIKA DALAM AGAMA ISLAM ………………………………………………………
2.2. ETIKA DALAM AGAMA BUDHA ……………………………………………………
2.3. ETIKA DALAM AGAMA HINDU……………………………………………………..
2.4. ETIKA DALAM AGAMA KONGHUCU………………………………………………
2.5. TUJUAN ETIKA ………………………………………………………………………..
2.6 .METODE ETIKA…………………………………………………………………………
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………….
KESIMPULAN……………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Etika merupakan aturan yang sangat penting dalam tatanan kehidupan manusia. Tanpa Etika
atau molaritas, manusia akan meninggalkan hati nuraninya. Manusia tidak dapat membedakan mana
yang baik dan mana yang tidak baik. Ilmu pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu manusia.
Untuk menentukan bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai atau tidak, diperlukan sekurang-
kurangnya tiga faktor sebagai indikator.Pertama, ilmu tersebut harus bebas dari pengandaian dan
pengaruh faktor eksternal seperti politik, ideologi, agama, budaya, dan lainnya. Kedua, perlunya
kebebasan usaha ilmiah demi terjaminnya otonomi ilmu pengetahuan. Ketiga, penelitian ilmiah tidak
luput dari pertimbangan etis yang selalu dituding menghambat kemajuan ilmu pengetahuan. Indikator
pertama dan kedua menunjukkan upaya ilmuwan menjaga objektivitas ilmiah ilmu pengetahuan,
sedangkan indikator ketiga menunjukkan adanya faktor lain yang tidak dapat dihindarkan dari
perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu pertimbangan etis.

Telaah terhadap etika dapat dilakukan dari berbagai perspektif dan sejarahnya. Hal ini perlu
dipahami karena tumbuh kembang nalar dan pewacanaan etika dari berbagai latar belakang
sejarah,pemikiran, dan sosialnya. Ada wacana etika ketimuran seperti etika Hinduisme dan Taoisme,
ada etika Barat, seperti etika Kristen dan etika modern, dan ada pula etika Islam. Dalam makalah kali
ini, kami akan membahas mengenai sistem agama-agama bukan / non Kristen, yaitu Etika menurut
pandangan agama Islam,Hindu, Budha dan Konghucu.
B.RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Sistem Etika dalam agama Islam, Budha, Hindu, dan Konghucu ?
2. .Apa Tujuan dan Fungsi dari Etika?
3. .Apa Metode ETIKA?

C.TUJUAN
1.Mengetahui tentang system etika dari agama Islam, Budha, Hindu dan Konghucu
2.Mengetahui Tujuan dan Fungsi dari Etika
3. Mengetahui tujuan ,defenisi,fungsi etika
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ETIKA DALAM AGAMA ISLAM
Dalam bahasa Arab, "Adab dan Akhlak Islamiyah" adalah etika dan moral yang dianjurkan di
dalam ajaran Islam yang tercantum di dalam Al-Quran dan Sunnah, dengan mengikuti contoh dari
teladan Nabi Muhammad, yang di dalam akidah Islamiyah dinyatakan sebagai manusia yang paling
sempurna akhlaknya.
Dalam pandangan Islam:
1. Akhlak memiliki makna yang sama dengan Adab, dan terbagi menjadi dua yaitu akhlak yang
terpuji (akhlaq mahmudah) dan akhlak yang tercela ("akhlaq madzmumah").
2. Akhlak secara bahasa maknanya adalah perangai atau tabiat, yaitu gambaran batin yang
dijadikan tabiat bagi manusia.
3. Menurut Iman Al-Qurthubi: "Akhlaq adalah sifat-sifat seseorang, sehingga dia dapat
berhubungan dengan orang lain. Akhlak ada yang terpuji dan ada yang tercela. Secara umum
makna akhlak yang terpuji adalah berhias dengan aklak terpuji ketika berhubungan dengan
sesama, dimana engkau bersikap adil dengan sifat-sifat terpuji dan tidak lalim karenanya.
Secara rinci ditampakkan dengan memaafkan, berlapang dada, dermawan, sabar,
menahan penderitaan, berkasih sayang, memenuhi kebutuhan hidup orang lain, mencintai,
bersikap lemah lembut dan sejenis itu. Sedangkan Akhlak yang tercela adalah sifat-sifat
yang berlawanan dengan itu” . Sedangkan pengertian Adab (Akhlak) yang adalah
kebalikannya.
Berikut ini beberapa contoh bagaimana beradab dan berakhlak mulia di dalam bermasyarakat:
1. Cintailah saudaramu sebagaimana mencintai diri sendiri
“Tidak beriman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia
mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Muliakan tamu dan tetanggamu
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan
tetangganya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia
memuliakan tamunya” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Berbuat baiklah kepada temanmu


“Sebaik-baik teman di sisi Allah Ta’ala adalah yang paling berbuat baik kepada temannya”
(HR. Tirmidzi, shahih)
4. Tolonglah saudaramu yang kesulitan
“Barang siapa yang membantu seorang muslim dan menghilangkan kesulitan yang ada pada
dirinya dari kesuliatan- kesulitan dunia, maka Allah akan hilangkan baginya kesuliatan dari
kesulitan-kesulitan pada hari kiamat kelak” (HR. Muslim)
5. Balaslah kejelekan orang lain dengan kebaikan
“Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya
dari Allah” (QS. Asy Syura : 40)
6. Berterimakasihlah atas kebaikan orang lain
“Tidaklah bersyukur kepada Allah seseorang yang tidak berterima kasih kepada manusia”
(HR. Bukharidalam Al Adabul Mufrad)
7. Tebarkanlah salam
“Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan
saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian” (HR. Tirmidzi, shahih)

8. Hormati yang tua, sayangi yang muda


“Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menghormati yang lebih tua, dan tidak
menyayangi yang lebih muda…” (HR. Ahmad, hasan)

Arti Kata Kafir dalam Agama Islam


Kafir, berasal dari kata dasar yang terdiri dari huruf kaf, fa' dan ra'. Arti dasarnya adalah
"tertutup" atau "terhalang". Secara istilah, kafir berarti "terhalang dari petunjuk Allah". Orang kafir
adalah orang yang tidak mengikuti pentunjuk Allah SWT karena petunjuk tsb terhalang darinya. Kafir
adalah lawan dari iman.

Berikut adalah beberapa potongan ayat AL quran yang membahas arti dari kafir.

1. Surat Al Baqarah ayat 6-7, yang artinya sebagai berikut:

"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri
peringatan, mereka tidak akan beriman. 7 Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan
penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat." (QS. Al Baqarah ayat 6-7)

2 Surat Al Maidah ayat 17, yang artinya sebagai berikut:

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera
Maryam". Katakanlah: 'Maka siapakah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia
hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang
berada di bumi kesemuanya?' Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
(QS. Al-Maidah ayat 17)

3. Surat Al-Maidah ayat 73, yang artinya sebagai berikut:

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang
tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari
apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang
pedih." (QS. Al-Maidah ayat 73)

2.2 ETIKA DALAM AGAMA HINDU


Pengertian Etika dalam agma Hindu Etika adalah ilmu yang mempelajari tata nilai, tentang
baik buruknya perbuatan manusia; apa yang harus dikerjakan, dan apa yang harus ditinggalkan,
supaya tercipta kehidupan yang rukun dan damai antar manusia.
Etika dalam agama Hindu merupakan ilmu yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan
buruknya suatu perbuatan manusia, mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus
ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun dan damai dalam
kehidupan manusia. Etika merupakan rasa cinta kasih sayang, dimana seseorang melaksanakan etika
karena ia mencintai dirinya sendiri juga menghargai orang lain.
Dalam Hindu, etika sebagai ajaran perilaku atau perbuatan yang bersifat sistematis tentang
perilaku (karma). Ajaran susila harus diterapkan dalam kehidupan di dunia ini, sebagai tempat
berkarma. Pembenahan diri sendiri adalah prioritas utama, selain pembenahan diri dalam
hubungannya dengan orang lain. Kelahiran adalah tangga untuk naik ke surga. Karena itu,
kesempatan ini kita abdikan untuk meningkatkan diri dalam kebajikan agar tidak jatuh ke neraka.
Untuk dapat meningkatkan diri, manusia harus mampu meningkatkan sifat-sifat baik dan mulia yang
ada pada dirinya.
Ajaran tingkah laku yang baik dan mulia terdiri dari :

TRI KAYA PARISUDHA


Tri Kaya Parisudha adalah tiga jenis perbuatan yang merupakan landasan ajaran Etika Agama
Hindu yang dipedomani oleh setiap individu guna mencapai kesempurnaan dan kesucian hidupnya,
meliputi:
1. Berpikir yang benar: Pengendalian diri berdasarkan pikiran(Manacika), contohnya :
 Tidak sekali- kali mengingini sesuatu yang bukan haknya.
 Tidak berpikir buruk terhadap orang/ makhluk lain.
 Tidak mengingkari hukum Karmaphala
2. Berkata yang benar: Pengendalian diri yang berdasarkan perkataan(Wacika). contohnya :
 Tan wak parusnya/ Tan ujar ala artinya tidak suka mencaci maki
 Tan ujar mageleng/ Tan ujar aprigas artinya tidak suka berkata kasar
 Tan raja pisuna/ Tan ujar pisuna artinya tidak suka memfitnah
 Tan mitya macana/ Tan ujar mitya artinya tidak ingkar padajanji
3. Berbuat yang benar: Pengendalian diri yang berdasarkan perbuatan(Kayika). contohnya :
 Ahimsa karma artinya Tidak menyiksa
 Astenya artinya Tidak melakukan kecurangan terhadap milik orang lain

CATUR PARAMITHA
Pada hakekatnya, hanya dari pikiran yang benar yang menimbulkan perkataan yang benar dan
mewujudkan perbuatan yang benar. Catur Paramitha menuntut adanya kesatuan pikiran (satya
hrdaya), satunya perkataan (satya wacana), dan satunya perbuatan (satya laksana) sebagai
tuntunan susila yang membawa manusia kearah kemuliaan.

Catur Paramita adalah empat bentuk budi luhur, yaitu


1. Maitri yang artinya lemah lembut, yang merupakan bagian budi luhur yang berusaha untuk
kebahagiaan segala makhluk.
2. Karuna adalah belas kasian atau kasih sayang, yang merupakan bagian dari budi luhur,
yang menghendaki terhapusnya pendertiaan segala makhluk.
3. Mudita artinya sifat dan sikap menyenangkan orang lain.
4. Upeksa artinya sifat dan sikap suka menghargai orang lain.

2.3 ETIKA DALAM AGAMA BUDHA


Dalam agama Buddha, moral dan etika sangat ditekankan.Penegakkan moral adalah perwujudan dari
kebutuhan pengembangan diri dari manusia yang selalu berproses. Lebih dari sekedar melakukan
upacara, Buddha menekankan untuk menegakan moral atau menjalankan sila, hidup bersusila: “Saya
tak akan menaruh kayu, Brahmana, untuk umpan api di altar. Hanya didalam diri, api saya nyalakan.
Dengan api yang tidk putus-putus membakar ini, dan dengan diri yang selalu dikendalikan, saya jalani
kehidupan mulia dan luhur. “ (Samyuttta Nikaya, 2320).
Dalam agama Buddha prilaku moral mengandung dua aspek, yaitu :

1. Aspek Negatif: Hindarilah atau jangan berbuat kejahatan (papasanakaranam)


2. Aspek Positif : Kembangkanlah kebaikan (kusalaupasampada).
Keduanya merupakan pasangan terhadap satu sama lain. Didalam setiap kebaktian, umat
Buddha setelah mengungkapkan keyakinan terhadap Triratna; Buddha, Dharma dan Sangha,
melanjutkan dengan membacakan paritha Pancasila, Lima Sila paling dasar dari kebajikan moral yang
wajib dilaksanakan oleh umat Buddha, yaitu : jangan makan minuman yang memabukan dan yang
melemahkan kesadaran.

Bersusila yang mandiri


Terhadap kehidupan bersusila, Sang Buddha menekankan agar kita hendaknya agar kita
hendaknya dapat bersikap mandiri, otonom, sebagaimana yang diungkapkannya dengan istilah
“Jadilah pulau bagi dirimu sendiri”. Moralitas atau hidup yang bersusila yang mandiri ini adalah
dimana kita sendirilah yang dapat memutuskan secara kritis mana yang baik dan mana yang benar,
yang dapat kita lakukan melalui kesadaran yang terdapat didalam diri kita.
“Kesadaran adalah jalan menuju kekekalan. Ketidaksadaran adalah jalan menuju kematian,
mereka yang sadar tidak akan mati. Orang yang tidak sadar seolah-olah telah mati”
(Dhammapada 21)
“Diri sendirilah yang membuat diri jadi jahat. Diri sendirilah yang membuat diri jadi ternoda.
Diri sendirilah yang membuat kejahatan terjadi. Namun diri menjadi suci dari noda”.
(Dhammapada 165).
Perbuatan manusia dalam agama Buddha juga diatur didalam hokum karma atau sebab-sebab
akibat perbuatan. Dinyatakan bahwa perbuatan baik (kusala kamma) akan mendatangkan
kebahagiaan dan perbuatan buruk (akusala kamma) akan menghasilkan penderitaan. Perbuatan
(kamma) tersbut dapat melalui pikiran (man), ucapan (vacci) maupun tindakan jasmani (kaya), dan
berdaya akibat biladisertai dengan niat atau akibat (cetana).
Perilaku (karma) seseorang juga ditentukan oleh factor-faktor seperti: rangsangan luar,
misalnya: situasi; motif yang disadari, misalnya keserakahan, kebencian; dan motif yang tidak
disadari, misalnya keinginan untuk hidup langgeng (jivitukama), keinginan untuk menghindari dari
kematian (maritukama), keingianan untuk menikmati kesenangan (sukhama), dan penghindaran dari
kesakitan (dukkhapatikkula).
“Tidak diangkasa, ditengah lautan ataupun didalam gua-gua gunung; tidak dimanapun
seseorang dapat menyembunyikan dirinya dari akibat perbuatan-perbuatan jahatnya.”
(Dhammapada 127).
Terhadap perbuatan-perbuatan yang akan kita lakukan, dan bekerjanya hukum karma ini, Sang
Buddha juga menganjurkan kita untuk memiliki Hiri dan Otapa atau memiliki rasa malu melakukan
perbuatan buruk/ salah dan rasa takut akibat dari perbuatan buruk/ salah. Disamping berupaya
menyadari dan waspada terhadap kecenderungan laten yang mendadari prilaku misalnya melalui
hening meditasi.
Sikap Peduli Bodhisattva.
Dalam perkembangan sejarahnya, agama Buddha terpecah menjadi dua mashab besar.
Diperkirakan sejak awal abad pertama masehi perpecahan itu memunculkan dua mashab besar:
Theravada dan Mahayana. Meski bersumber kepada Buddha Dharma, kedua mashab dengan ciri-
ciri masing-masing ajaran ini turut memberikan corak yang khas bagi perilaku penganutnya maupun
perwujudannya dalam dunia sosial dan budaya.
Theravada lebih bersifat ortodoks, bertujuan mencapai cita-cita Arahat (menjadi orang suci)
dengan berupaya melenyapkan sifat-sifat negatif yang merupakan belenggu (samyojanna) yang
terdapat didalam diri seperti seperti: kepercayaan terhadapku, keraguan, keyakinan bahwa upacara
dapat membebaskan, keinginan akan kesenangan indria, kemarahan, keinginan kelangsungan,
keinginanpemusnahan, kesombongan, ketidak seimbangan, dan kegelapan batin.
Prinsip negasi-negasionis (melenyapkan yang negatif) ini menjadikankaum Thjeravedin begitu patuh
terhadap prinsip moral dalam sila, serta melakukan meditasi perbersihan batin.
Mahayana lebih bersifat liberal-prograsif, dengan mengembangkan cita-cita Boddhisattva:
bertujuan menolong semua makhluk yang menderita
2.4 ETIKA DALAM AGAMA KONGHUCU
Etika dalam ajaran Konghucu dikenal dengan kata Li yang bermakna peraturan atau adat istiadat.
Dalam ajaran Konghucu, yi dan Li adalah istilah yang terkait erat. Yi dapat diterjemahkan sebagai
kebenaran, meskipun mungkin hanya berarti apa yang etis sebaiknya dilakukan dalam konteks
tertentu. Istilah ini kontras dengan tindakan yang dilakukan tampa adanya kepentingan diri sendiri.
Jika seseorang mengejar sesuatu hanya untuk kepentingan diri sendiri akibatnya ia tidak akan
memperoleh hasil yang baik, tetapi yang akan menjadi lebih baik, yaitu apabila seseorang yang benar
dalam kehidupannya hanya didasarkan dengan mengikuti jalan yang dirancang untuk ke arah
kebaikan, yaitu hasil dari Yi. Maksudnya adalah dengan melakukan hal-hal yang benar untuk setiap
perkara yang sesuai pada tepatnya.
Etika yang diajar oleh Kong Hu Cu ini mengajar tentang kedudukan manusia dan tertib alam,
bahwa manusia asalnya baik, sama dan bersaudara, karena manusia mempunyai sifat azali.
Hendaklah setiap manusia yang hidup ini menepati kedudukan sesuai dengan keahliannya, demi
ketertiban alam dan keharmonian sejagat.
Terdapat lima prinsip yang menjadi kunci ajaran utama yang ditekankan dalam ajaran
Konghucu yaitu Jen, Chun-Tzu. Li, Te dan Wen. Kesemua istilah ini memiliki arti yang sering
diterjemahkan sebagai kebaikan, kesopanan, hormat, pemerintahan yang bijak, ritual atau standar
perilaku yang ideal. Ini adalah apa yang diyakini Konghucu standar ideal, moral, dan sosial dalam
melaksanakan tuntutan ajaran terutama dalam pelaksanaan etika. Adapun lima kunci ajaran etika yang
diterapkan oleh Kong Hu Cu.

1.Jen
Konsep pertama adalah prinsip Jen. Secara etimologis terbentuk dari dua huruf Cina
untuk menggambarkan “manusia” dan “dua”, untuk menamakan hubungan ideal yang
seharusnya terjadi di antara manusia. Kata ini diterjemahkan dalam banyak erti, seperti
kebaikan, dari manusia ke manusia, pemurah hati, ataupun cinta, namun barangkali paling
baik diterjemahkan sebagai berhati manusiawi. Dalam pandangan Kong Hu Cu tentang
kehidupan, adalah kebajikan dari segala kebajikan. Hal ini diungkapkan melalui pengakuan
terhadap nilai dan kepedulian terhadap orang lain, tidak peduli pangkat atau kelas dan Jen
membuatnya menjadi suatu sistem moral.
Jen sekaligus mencakup suatu perasaan manusiawi terhadap orang lain dan
penghormatan terhadap diri sendiri, suatu perasaan mengenai keagungan martabat
manusia di mana pun juga. Selanjutnya akan muncul secara otomatis sikap-sikap, seperti
kemurahan hati, percaya, dan dermawan. Dalam bimbingan jen terletak kesempurnaan segala
hal yang membedakan manusia dari hewan dan menyebabkan menjadi manusia secara
sungguh-sungguh. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia jen rajin tampa mengenal lelah.
Dalam kehidupan peribadinya ia bersikap hormat, tidak mementingkan diri sendiri, dan
dikaruniai kemampuan merasakan perasaan orang lain yaitu dengan mengukur perasaan orang
lain dengan perasaan diri sendiri.
2.Chun-tzu

Konsep penting yang kedua adalah Chun-Tzu, ide tentang pria sejati. Ini adalah orang
yang hidup sesuai dengan standar etika tertinggi. Istilah ini telah diterjemahkan dengan
Kemanusiaan yang Benar, Manusia Sempurna, dan kemanusiaan yang Terbaik. Chun-tzu
adalah kebalikan dari seorang yang berjiwa kecil, orang yang kasar, dan orang yang picik. Ini
semua karena merasa berkecukupan, ia bersikap tenang, dan terhadap kehidupan secara
keseluruhan ia mempunyai sikap bagaikan seorang pria yang memahami lingkungannya
sedemikian rupa sehingga benar-benar bersikap tentram. Dalam keadaan demikian ia dapat
mengerahkan seluruh perhatiannya untuk menentramkan orang lain. Karena ia tidak
memerlukan apa pun juga, maka segala yang lain dibuang.
Dengan merasa kecukupan seorang pria yang sejati, timbullah suatu suasana yang
menyenangkan dan sikap sopan. Tenang, percaya kepada diri sendiri, dan mampu
melaksanakan tanggungjawab. Gerakannya bebas dari segala kekasaran dan kekerasan,
ekspresi wajahnya wajahnya terus terang dan perkataannya tidak mengandung nafsu yang
kebiadaban.
3.Li

Konsep ketiga adalah Li yang bermaksud kesopanan, yaitu cara bagaimana seharusnya
segala sesuatu harus dilakukan. Ajaran Konghucu amat menekankan kesopanan dalam
mewujudkan lima hubungan yang merupakan unsur kehidupan sosial yaitu hubungan antara
ayah dan anak, kakak dan adik, suami dan isteri, sahabat tua dan sahabat muda, dan penguasa
dan rakyatnya. Oleh karena itu demi kebaikan masyarakat hubungan-hubungan ini perlu
sekali ditata secara tepat. Seorang atah harus bersifat kasih dan seorang anak harus bersifat
patuh, seorang kakak lembut dan seorang adik hormat, seorang suami baik dan seorang isteri
setia, seorang sahabat tua penuh dengan pertimbangan dan seorang sahabat muda hormat,
seorang penguasa murah hati dan rakyatnya yang setia.8
Dalam pola kesopanan ajaran Konghucu yang cermat itu, yang merupakan bagian dari
Li, terhadap penghormatan terhadap usia. Usia memberikan nilai, martabat, dan keutamaan
kepada semua hal, baik hal itu merupakan suatu obyek, lembaga maupun kehidupan pribadi.
Sebagai akibatnya, penghormatan harus selalu mengarah ke atas, terhadap seseorang yang
telah maju dan berdiri lebih depan dari yang lain.
4.Te

Konsep yang keempat adalah Te yang secara harfiah kata ini berarti kekuatan,
khususnya kekuatan untuk memerintah manusia. Bagi ajaran Konghucu kekuatan yang yang
dimaksudkan adalah kemampuan bagi seseorang pemimpin yang mengabdikan secara jujur
kepada kepentingan bersama, dan memiliki watak yang mendorong timbulnya penghormatan.
Oleh karena itu, Te sesungguhnya terletak dalam kekuatan yang terkandung dalam teladan
moral yang merupakan persyaratan untuk kehidupan masyarakat terhadap kewibawaan
seorang pemimpin. Kekuasaan negara harus berdasarkan pada penerimaan yang luas di
kalangan rakyat terhadap kehendak Negara, yang selanjutnya menghendaki adanya suatu
himpunan kepercayaan yang positif terhadapkeseluruhan watak Negara itu.
Kong Hu Cu mengajarkan bahwa kebaikan yang tertanam dalam masyarakat bukan
melalui kekuatan fisik dan bukan melalui paksaan hukum, melaikan melalui kesan akan
kepribadian yang luhur. Segala sesuatu bergantung kepada watak dari orang yang menjadi
pemimpin. Jika ia seorang yang licik atau berwatak buruk, maka tidak ada harapan akan
adanya ketertiban dalam masyarakat.9
5.Wen

Konsep terakhir dari pandangan hidup Kong Hu Cu adalah Wen. Ini berhubungan dengan
“seni perdamaian” yang berlawanan dengan “seni perang”. Wen berkaitan dengan music, seni
lukis, puisi, rangkaian budaya dalam bentuknya yang estetis. Walaupun begitu ajaran
Konghucu tentang Wen bukan kepada seni semata-mata tetapi mengenai sesebuah negara
yang memperoleh kemajuan terletak pada negara yang mengembangkan Wen yang paling
tinggi, peradaban yang paling mulia, yaitu negara yang mempunyai kesenian yang paling
halus, filsafat yang paling mulia, syair yang paling hebat, dan membuktikan lewat
perealisasian bahwa “watak moral dari suatu lingkungan itulah yang memberikan kemulian
kepadanya”.
“Titahkan anak anda menjadi pemimpin Musik, dan didiklah anak-anak itu sehingga
mereka menjadi insan yang lurus tetapi ramah, luas hati tapi berwibawa, kuat tapi
tidak sewenang-wenang, tangkas tapi tidak sombong” Su King II.I.XXIV

Apabila masyarakat mencintai akan kesenian bermakna masyarakat akan mencintai


akan kedamaian, ini karena kedamaian adalah terlahir dari sifat kelembutan seni itu sendiri.
Tidak mungkin bagi seseorang yang membenci akan kedamaian mempunyai sikap yang
lembut seumpama halus dan lembutnya akan kesenian itu sendiri. Di sinilah matlamat Kong
Hu Cu mengajar akan konsep Wen yang menjadi pegangan dan konsep terakhir dalam
prinsipnya.
Dalam memajukan diri, seseorang harus mengikuti etika yang ditetapkan dalam
ajaran-ajaran Konghucu berdasarkan lima prinsip utama yang telah diterapkan oleh ajaran
Konghucu.
2.5 TUJUAN DAN FUNGSI ETIKA
Tujuan etika adalah memberitahu orang tentang bagaimana menjadi pribadi yang
lebih baik. mengarahkan masyarakat ke kehidupan yang lebih tertib, dan damai. Etika
berfungsi mengatur sikap seseorang kepada orang lain, sehingga tercipta keadaan lingkungan
yang harmonis. Individu yang beretika secara tidak langsung sedang menunjukkan
intelektualitasnya.

2.6 METODE ETIKA


Metode yang dipergunakan dalam etika adalah metode pendekatan kritis. Etika pada
hakekatnya mengamati realitas sifat, sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia secara kritis.
Etika tidak memberikan ajaran ataupun ideology, melainkan memeriksa, merefleksi,
mengevaluasi, dan menganalisa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan
pandangan-pandangan moral secara kritis.
Etika menuntut agar ajaran-ajaran moral tersebut dapat dipelajari dan dihayati oleh
setiap manusia, kemudian dapat dilaksanakan dalam kehidupannya secara nyata, dan
dipertanggungjawabkan di hadapan dirinya, orang lain, alam semesta, dan Tuhan Yang Maha
Esa. Selain itu, etika dengan motode pendekatan kritisnya, berusaha untuk menjernihkan
persoalan-persoalan moral secara benar dan porposional.
Karena itu, metodologi yang benar dalam mengupas persoalan-persoalan etika
haruslah sesuai dengan semangat nilai-nilai kebenaran; yang menyatakan bahwa adanya
peralihan dari dasar-dasar keyakinan menuju kaidah-kaidah perbuatan, dan yang menyatakan
bahwa agama (keimanan) menentukan perilaku. Karena itulah, pembicaraan keyakinan selalu
mendahului pikiran dan perbuatan.
Kewajiban moral tidak mungkin muncul dari pemikiran saja, tapi ia harus diberikan
keleluasan pada kehendak dalam pembentukan etika. Etika sendiri pada dimensi prakteknya,
bukanlah kumpulan kebijaksanaan, kata-kata mutiara, dan anjuran-anjuran belaka. Kehendak
berbuat tak terlepas dari persoalan yang membutuhkan adanya intervensi rasional, sehingga
keinginan baik tidak beralih menjadi keburukan.
Persoalan moral tidak cukup hanya berpedoman pada prinsip-prinsip keyakinan
(metafisika), ada juga masalah perbuatan yang harus dimasukan dalam kajian ini. Dengan
demikian metode kajian etika menjadi sempurna selama kajian tersebut mencakup dimensi
teoritis dan praktis di antara keyakinan dan prilaku.
BAB III
PENUTUP
Etika sopan santun hendaknya dijadikan kebiasaan sehari-hari. Hormatlah pada yang lebih
tua, gunakan kata-kata lembut jika berbicara, serta hindari menyela ucapan orang lain.
Bahkan sebenarnya sopan santun bisa menjadi bentuk cinta kasih pada sesama. Berlaku
sopan santun juga bisa berdampak pada penilaian dari orang lain. Orang yang sopan jadi
lebih dihormati dan dianggap bersahaja, jadi sudah sewajarnya perilaku tersebut dilakukan
oleh seluruh umat manusia di dunia. Semua agama mengajarkan berperilaku baik, begitu juga
dalam agama Kristen ini. Berdasarkan Alkitab terdapat hal yang menjelaskan untuk
menanamkan diri sopan santun.
sebagai seorang mahasiswa kristen, perlu disadari bahwa perilaku dan segala tindak tindak
tidak terlepas dari pengamatan orang lain. untuk itu, mahasiswa kristen harus dapat
memberikan contoh yang baik atau panutan. Mahasiswa diharapkan dapat menjadii =garam>
atau =pelita> bagi masyarakat disekitarnya.Menjadi garam artinya seorang mahasiswa dapat
membuat kehidupan sosial masyarakat menjadi damai dan sejahtera atau dengan kata lain
dapat memberikan cita rasa yang lebih baik. Menjadi pelita artinya sebagai seorang
mahasiswa dapat memberikan contoh atau menjadi terang sehingga dapat menjadi panutan
bagi orang lain agar tidak tersandung dalam permasalahan- permasalahan yang akan
merugikan diri sendiri atau orang lain.Menjadi terang ataupun garam tersebut perlu didasari
oleh ajaran kristen, yaitu melakukan perbuatan untuk menjadi contoh yang baik bagi orang
lain dengan didasarkan pada kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama.

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau re!erensi yang ada hubungannya dengan judul
makalahini.Penulis banyak berharap para pembaca memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Stekom.ac.id<artikel>etik<,norma>,moral.
htt://kristenly.com>ayat-alkitab.
1 korintus 13:4-5
Filipi 2:5
Roma 14:13
1 petrus 1:14

Anda mungkin juga menyukai