Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha


Pengasih lagi Maha Penyayang karena dengan Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan Tugas Mata Komunikasi Massa ini mengenai Perkembangan Bullet
Theori.
Penulis menyadari Makalah pembelajaran ini masih jauh dari sempurna, masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh sebab itu saya sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini.

Medan, April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................1
BAB II........................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN..........................................................................................................2
2.1 Sejarah Perkembangan dan Tokoh Teori Peluru...............................................2
2.2 Cerita singkat “The invasion from mars”..........................................................6
2.3 Keterkaitan teori..............................................................................................7
2.4 Asumsi Teori Peluru.........................................................................................9
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Teori Peluru........................................................11
2.6 Penelitian Yang menggunakan teori Peluru Berikut Penelitian-penelitian yang
menggunakan teori peluru:.......................................................................................12
BAB III........................................................................................................................ 15
KESIMPULAN............................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................16

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Komunikasi massa terjadi dalam bentuk lisan dan tertulis. Dalam proses
komunikasi dibutuhkan adanya satu unsur yang penting dalam penyampaian pesan
unsur tersebut adalah media. Media disini berguna untuk menjadi sarana komunikasi
agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik sehingga terciptanya
persamaan pemahaman (mutual understanding). Media merupakan saluran penyampaian
pesan dalam komunikasi antarmanusia. Media sebagai salah satu alat informasi yang
tugasnya menyalurkan dan menyebarkan informasi kepada khalayak. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan teori yang dimiliki oleh komunikasi massa yaitu model Jarum
Hipodermik. Melalui model Jarum Hipodermik peneliti ingin melihat efek dari
newsletter sebagai media internal terhadap pengetahuan karyawan. Secara umum, media
internal dan media massa memiliki persamaan dan perbedaan.
Pada umumnya khalayak dianggap hanya sekumpulan orang yang homogen dan
mudah dipengaruhi. Sehingga, pesan-pesan yang disampaikan pada mereka akan selalu
diterima. Fenomena tersebut melahirkan teori ilmu komunikasi yang dikenal dengan
teori peluru (Bullet Theory). Teori ini menganggap media massa memiliki kemampuan
penuh dalam mempengaruhi seseorang.
Teori peluru ini merupakan konsep awal sebagai effek komunikasi massa yang
oleh para teoritis komunikasipada tahun 1970-an. Teori ini ditampilkan pada tahun 1950
an setelah peristiwa penyiaran kaleidoskop sta-siun radio CBS di Amerika berjudul
“The Invasion From Mars”. Wilbur Schramm pada tahun 1950 an itu mengatakan
bahwa seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib
kepada khalayak yang pasif tidak berdaya. Tetapi pada tahun 1970-an Scrhamm
meminta pada khalayak peminatnya agar teori peluru komunikasi itu tidak ada, sebab
khalayak yang men-jadi sasaran media massa itu ternyata tidak pasif.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan dan Tokoh Teori Peluru


Teori jarum hipodermik ini sebagai konsep awal efek komunikasi massa yang
berkembang pada tahun 1930-1940an dan merupakan teori media massa pertama yang
ada. Definisinya yaitu teori media massa yang dapat menimbulkan efek yang kuat,
langsung, terarah, dan segera.

Teori ini berasumsi bahwa media massa secara langsung, cepat, dan mempunyai
efek yang kuat atas mass audience. Juga media massa digambarkan lebih pintar dan
lebih segalanya dari khalayak. Karena media massa seperti jarum suntik raksasa yang
menyuntikan ide-ide atau informasi ke aliran darah khalayak. Model dari teori ini
adalah aliran satu tahap, yaitu dari media langsung kepada khalayak. Dimana orang-
orang dianggap sebagai sekumpulan orang yang homogen dan pasif sehingga apapun
yang diberikan media dapat diterima begitu saja oleh mereka dan bahkan bisa menjadi
kebudayaan baru dalam kehidupan mereka.

Pada iklan air mineral yang bermerek Aqua. Dimana pada saat produk air
mineral ini dipublikasikan, secara langsung bisa mempengaruhi asumsi khalayak bahwa
air mineral dalam kemasan itu adalah aqua. Sehingga sampai saat ini aqua sudah
terdoktrin di ingatan khalayak. Walaupun sudah banyak merek-merek air mineral dalam
kemasan yang bermunculan.

Pada tahun 1930-an dan 1940-an, umumnya apa yang disajikan media massa
secara langsung atau kuat memberi rangsangan atau berdampak kuat pada diri audience.
Audience, anggota dari masyarakat dianggap punya ciri khusus yang seragam dan
dimotivasi oleh faktor biologis dan lingkungan dan mereka mempunyai sedikit kontrol.
Tidak ada campur tangan di antara pesan dan penerima. Artinya, pesan yang sangat
jelas dan sederhana akan jelas dan sederhana pula respon. Jadi, antara penerima dengan
pesan yang disebarkan oleh pengirim tidak ada perantara alias langsung diterima. Dalam
literatur komunikasi massa ini sering disebut dengan istilah teori jarum hipodermik atau
teori peluru (Nurudin, 2004:155).

2
Gagasan bahwa komunikasi massa memiliki kekuatan besar dapat dianggap
sebagai salah satu teori umum pertama tentang efek komunikasi massa. Kadang teori ini
dikenal dengan “teori peluru” (Schramm, 1971), teori “jarum suntik”(Berlo, 1960), atau
teori “stimulus-respons” (DeFleur dan Ball-Rokeach, 1980). Teori ini mengatakan
bahwa rakyat benar-benar rentan terhadap pesan-pesan komunikasi massa. Ia
menyebutkan bahwa apabila pesan tepat sasaran, ia akan mendapatkan efek yang
diinginkan (Severin dan Tankard, 2008:146).
Teori Peluru ini merupakan konsep awal efek komunikasi massa yang oleh para
pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula Hypodermic Needle Theory (Teori
Jarum Hipodermik) atau Bullet Theory ( teori peluru) . Teori ini ditampilkan tahun
1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleidoskop stasiun radio siaran CBS di Amerika
berjudul The Invansion from Mars (Effendy, 1993:264) dalam (Ardianto, 2004:59).
Teori ini mengasumsi bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa, dan
komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori ini mengasumsi bahwa
seorang komunikator dapat menambahkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada
khalayak yang tidak berdaya (pasif). Pengaruh media sebagai hypodermic injection
(jarum suntik) didukung oleh munculnya kekuatan propaganda perang Dunia I (1914-
1918) dan perang Dunia II (1939-1945).
Teori peluru yang dikemukakan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1950-an ini
kemudian dicabut kembali pada tahun 1970-an, dengan meminta kepada para
pendukungnya untuk menganggap teori ini tidak ada, sebab khalayak yang menjadi
sasaran media massa itu ternyata tidak pasif. Pernyataan Schramm ini didukung oleh
Paul Lazarsfeld dan Raymond Bauer. Lazarsfeld mengatakan bahwa jika khalayak
diterpa peluru komunikasi, mereka tidak jatuh terjerembab, karena kadang-kadang
peluru itu tidak menembus. Adakalanya pula efek yang timbul berlainan dengan tujuan
si penembak. Sering kali pula khalayak yang dijadikan sasaran senang untuk di tembak.
Sedangkan Bauer menyatakan bahwa khalayak sasaran tidak pasif. Mereka secara aktif
mencari yang diinginkannya dari media massa. Jika menemukannya, mereka melakukan
interpretasi sesuai dengan presdisposisi dan kebutuhan mereka (Ardianto, 2004:60).
Ruang lingkup teori peluru ( Bullet Theory ).

3
1. Media Massa

Media massa dalam sejarahnya pernah memiliki kemampuan yang luar biasa dalam
mempengaruhi seseorang, mulai dari proses kognitif hingga menuntun perilaku. Tapi
hal ini terjadi pada jaman perang, dimana penguasa menjadikan media massa sebagai
alat propaganda untuk menakuti musuh dan menciptakan loyalitas rakyat untuk
mendukung kebijakan penguasa. Model komunikasi massa yang berlaku pada saat itu
adalah model linear, yaitu komunikator menyebarluaskan pesan melalui media massa,
kepada khalayak.

Sebenarnya, model komunikasi massa seperti ini masih ada hingga saat ini. Hanya
berbeda pada konsep karakteristik khalayak. Pada waktu itu, khalayak dianggap hanya
sekumpulan orang yang homogen dan ‘tidak berdaya’. Sehingga, pesan-pesan yang
disampaikan pada mereka akan selalu diterima bulat-bulat, apa adanya. Fenomena ini
kemudian melahirkan teori yang dalam ilmu komunikasi dikenal dengan teori jarum
suntik. Inilah teori yang menganggap media massa memiliki kemampuan powerful
dalam mempengaruhi perilaku seseorang.

Ketidakberdayaan khalayak memang disengaja. Kolaborasi penguasa dengan


media massa mendesain pesan sedemikian rupa — dikenal dengan teori agenda setting
— sebelum disampaikan pada masyarakat. Hanya informasi yang menguntungkan
pemerintah saja yang bisa disiarkan lewat media. Informasi yang bertentangan dengan
kepentingan penguasa, walaupun benar, akan dibuang. Masyarakat juga tidak
mendapatkan alternatif sumber informasi, karena pada waktu itu media massa yang
hidup hanya media yang bisa berkolaborasi dengan pemerintah atau yang diciptakan
oleh pemerintah (dan segala konsekuensi biayanya ditanggung pemerintah).

Seiring dengan berakhirnya perang, pandangan atau teori jarum suntik mulai
ditinggalkan. Paradigma media massa seperti ini hanya bertahan di beberapa negara
otoriter. Di Amerika Serikat dan negara-negara penganut liberalisme dan kapitalisme,
teori jarum suntik sudah sangat lama ditinggalkan karena dalam kenyataannya, khalayak
ternyata tidak homogen dan terdiri atas individu-individu yang bebas. Oleh karena itu,

4
model hubungan media massa dengan khalayak yang berkembang kemudian adalah
model display – attention (pameran – perhatian). Di Indonesia, trend per-kembangan
media massa sedang dalam masa transisi ke arah ini.

Model pameran – perhatian, sebenarnya merupakan implikasi perubahan paradigma


media massa dari ‘fungsi pelayanan’ menjadi industri dalam arti sepenuhnya. Media
massa saat ini sudah berubah menjadi entitas bisnis yang dimiliki oleh satu atau
beberapa investor dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Media mendapatkan keuntungan dari para pe-masang iklan melalui pesan-pesan
komersial yang disiarkannya. Para pe-masang iklan bersedia membayar mahal karena
iklan-iklan mereka terbukti efektif meningkatkan penjualan.

Pada sisi lain masyarakat membutuhkan informasi dari media massa, termasuk juga
informasi komersial. Terjadilah lingkaran simbiosis mutualis-me. Pada fase ini, media
massa bukan lagi barang langka. Dalam satu negara, bisa terdapat puluhan bahkan
ratusan media massa. Dan ini berarti, masyarakat sebagai khalayak mendapatkan
banyak sekali pilihan dan sumber informasi. Dalam keadaan seperti ini, media massa
tidak lagi powerful dalam mempengaruhi seseorang. Media massa hanya
menyampaikan infor-masi yang kira-kira (menurut hasil penelitian mereka) dibutuhkan
oleh khalayak, sekadar memamerkan. Sebut saja seperti etalase informasi. Khalayaklah
yang ‘berkuasa’ dan akan memilih informasi dari media massa sesuai dengan
kebutuhannya.

Khalayak bisa ‘menghukum’ media jika informasi yang disampaikan tidak


sesuai dengan kebutuhan khalayak. Caranya dengan beralih ke media yang lain. Inilah
fase, dimana media massa dan khalayak berada pada level yang sama. Walaupun
demikian, dalam interkasi media dan khalayak saat ini, model linear sebenarnya tetap
berlangsung, sehingga media massa tetap bisa berpengaruh terhadap kognitif hingga
perilaku seseorang. Tapi untuk mengkaji pengaruh pesan pada khalayak, diperlukan
lebih banyak fariabel, antara lain jenis informasi yang diikuti dari media, frekuensi dan
intensitas mengikuti informasi tersebut, dan juga variabel-variabel internal kahalayak

5
sendiri seperti, tingkat pendidikan dan wawasan, jenis kelamin, tingkat usia, dan
kelompok sosial lainnya.

2.2 Cerita singkat “The invasion from mars”

Pada malam tanggal 30 Oktober 1938, ribuan orang Amerika panik karena
siaran radio yang menggambarkan serangan mahluk Mars yang mengancam seluruh
peradaban manusia. Barangkali tidak pernah terjadi sebelumnya, begitu banyak orang
dari berbagai lapisan dan berbagai tempat di Amerika secara begitu mendadak dan
begitu tegang tergoncangkan oleh apa yang terjadi pada waktu itu. Begitulah Hadley
Cantril memulai tulisannya tentang The Invasion of Mars.

Sebuah pemancar radio menyiarkan sandiwara Orson-Welles. Sandiwara ini


begitu hidup sehingga orang menduga bahwa yang terjadi adalah laporan pandangan
mata. Dalam cerita itu dihadirkan tokoh-tokoh fiktif seperti para profesor dari beberapa
observatorium dan perguruan tinggi yang terkenal, dan Jenderal Montgommrey Smith,
panglima angkatan bersenjata. Pendengar menganggapnya peristiwa sebenarnya.
"Sebelum siaran itu berakhir", begitu dilaporkan Cuntril, "di seluruh Amerika Serikat
orang berdoa, menangis, melarikan diri secara panik untuk menghindarkan kematian
karena mahluk Mars”.

Ada yang lari menyelamatkan kekasihnya, ada yang menelpon menyampaikan


ucapan perpisahan atau peringatan, ada yang segera memberitahu tetangga, mencari
informasi dari surat kabar atau pemancar radio, memanggil ambulance dan mobil polisi.
Sekurang-kurangnnya satu juta manusia ketakutan mendengar siaran itu. Sekurang-
kurangnya satu juta manusia ketakutan atau tergoncangkan (Romli, 2016:22).

6
2.3 Keterkaitan teori

Peristiwa “The invasion from mars” itu menarik perhatian beberapa orang
peneliti sosial yang menurutnya suatu peristiwa langka telah terjadi. Peristiwa ini juga
menarik karena menggambarkan keperkasaan media massa dalam mempengaruhi
khalayaknya. Sekarang orang memandang media massa dengan perasaan ngeri.
Sementara itu, pada dasawarsa yang sama, jutaan pemilik radio juga dipukau dan
digerakkan oleh propagandis agama Father Coughlin ( Teknik-teknik propaganda
Coughlin dianalisa oleh Institute for Propaganda Analysis ).
Di Jerman, orang melihat bagaimana sebuah bangsa beradab diseret pada
kegilaan massa yang mengerikan. Jerman Nazi menggunakan media massa secara
maksimal. Media massa dikontrol dengan ketat oleh Kementerian Propaganda. Menulis
atau berbicara yang bertentangan dengan penguasa Nazi dapat membawa orang pada
kamp-kamp konsentrasi. Oposisi dibungkam. Hanya informasi yang dirancang oleh
penguasa yang boleh disebarkan. Radio diperbanyak untuk menambah efektivitas mesin
propaganda. Disamping Hitler, Mussolini di italia juga memanfaatkan media massa
untuk kepentingan fasisme. Sebelumnya, di Rusia juga Lenin berhasil merebut
kekuasaan dengan menggunakan media massa pula.
Tetapi benarkah media massa perkasa ? Menurut Noelle - Neumann, penelitian
efek media massa selama empat puluh tahun mengungkapkan kenyataan bahwa efek
media massa tidak perlu diperhatikan, Efeknya tidak begitu berarti, ini diperkokoh oleh
psikolog sosial William McGuire yang menulis bahwa dampak media massa hasil
pengukuran dalam hubungannya dengan daya persuasif tampaknya kecil saja. Sejumlah
besar penelitian telah dilaksanakan untuk menguji efektivitas media massa, hasilnya
sangat memalukan bagi pendukung media massa karena ternyata sedikit sekali adanya
bukti perubahan sikap, apalagi perubahan perilaku nyata. Agak mengherankan,
memang. Pada satu sisi, kita melihat kejadian-kejadian yang menunjukkan pengaruh
media massa. Pada sisi lain, peneliti sosial menunjukkan tidak ada pengaruh yang cukup
berarti. Manakah yang betul ? Perkasakah media massa atau tidak ?

Penelitian efek komunikasi mengungkapkan pasang surut kekuatan media


massa. Dari media massa yang perkasa, kepada media massa yang berpengaruh terbatas,

7
dan kembali lagi pada media massa yang perkasa. Hingga tahun 1940, pada pasca
Perang Dunia I, kekuatan terhadap propaganda telah mendramatisasikan efek media
massa. Harold Lasswell membuat disertasinya tentang teknik-teknik propaganda pada
Perang Dunia I. The Institute for Propaganda Analysis menganalisa teknik-teknik
propaganda yang dipergunakan oleh pendeta radio Father Coughlin. Pada saat yang
sama, behaviorisme dan psikologi instink sedang populer di kalangan ilmuwan. Dalam
hubungan dengan media massa, keduanya melahirkan apa yang disebut Melvin DeFleur
( 1975 ) sebagai "instinctive S-R theory". Menurut teori ini, media menyajikan stimuli
perkasa yang secara seragam diperhatikan oleh massa. Stimuli ini membangkitkan
desakan, emosi, atau proses lain yang hampir tidak terkontrol oleh individu. Setiap
anggota massa memberikan respons yang sama pada stimuli yang datang dari media
massa.[4] Karena teori ini mengasumsikan massa yang tidak berdaya ditembaki oleh
stimuli media massa. Teori ini disebut juga teori peluru ( bullet theory ) atau model
jarum hipodermis (Rakhmat, 1984), yang menganalogikan pesan komunikasi seperti
obat yang disuntikkan dengan jarum ke bawah kulit pasian. Elisabeth Noelle - Neumann
( 1973 ) menyebut teori ini " The concept of powerful mass media ".

Pada tahun 1960-an, Carl I. Hovland melakukan beberapa penelitian


eksperimental untuk menguji efek film terhadap tentara. Ia dan kawan-kawannya
menemukan bahwa film hanya efektif dalam menyampaikan informasi, tetapi tidak
dalam mengubah sikap. Cooper dan Jahooda meneliti pengaruh film " Mr. Bigott " yang
ditujukan untuk menghilangkan rasial. Mereka menemukan bahwa persepsi selektif
mengurangi efektivitas pesan. Serangan terbesar pada model peluru adalah penelitian
Paul Lazarsfeld dan kawan-kawan dari Columbia University pada pemilu 1940. Mereka
ingin mengetahui pengaruh media massa dalam kampanye pemilu pada perilaku
pemilih. Daerah sampel yang dipilih adalah Erie County, di New York. Karena itu,
penelitian mereka lazim dikenal dengan sebutan Erie County Study.

Apa yang ditemukan Paul Lazarsfeld ? Mengejutkan. Media massa hampir tidak
berpengaruh sama sekali. Alih-alih sebagai " Agent of conversion " ( Media untuk
mengubah perilaku ), media massa lebih berfungsi untuk memperteguh keyakinan yang
ada. Pengaruh media massa juga disaring oleh pemuka pendapat. Pengaruh

8
interpersonal ternyata lebih dominan daripada media massa. Khalayak juga bukan lagi
tubuh pasif yang menerima apa saja yang disuntikkan ke dalamnya. Khalayak
menyaring informasi melalui proses yang disebut terpaan selektif (selective exposure)
dan persepsi selektif (selective perception).

Pada saat yang sama, Leon Festinger dari kubu Psikologi kognitif datang dengan
" theory of cognitive dissonance" (teori disonansi kognitif). Teori ini menyatakan bahwa
individu berusaha menghindari perasaan tidak senang dan ketidakpastian dengan
memilih informasi yang cenderung memperkokoh keyakinannya, sembari menolak
informasi yang bertentangan dengan kepercayaan yang diyakininya. Berbagai penelitian
1940 dan 1950-an makin membuktikan keterbatasan pengaruh media massa. Ahli
sosiologi menyimpulkan penelitian pada periode itu dengan ucapan yang sering dikutip
karena ketepatan dan kelucuannya. Pada tahun 1960, Joseph Klapper menerbitkan buku
The Effects of Mass Communication. Dari rangkuman hasil-hasil penelitian, Klapper
antara lain menyimpulkan bahwa efek komunikasi massa terjadi lewat serangkaian
faktor-faktor perantara. Faktor-faktor perantara itu termasuk proses selektif ( persepsi
selektif, terpaan selektif, ingatan selektif, proses kelompok, norma kelompok, dan
kepemimpinan opini ) (Romli, 2016:23).

2.4 Asumsi Teori Peluru


Harold Lasswell mencoba untuk meneliti efek media massa dan apa yang
dipikirkan oleh khalayak massa yang hidup pada masa itu. Menurut pengamatan
Lasswell, pada kisaran tahun 1920an dan 1930an, media memiliki efek yang sangat
kuat, bersifat langsung dan segera terhadap khalayak massa. Ia percaya bahwa khalayak
bersifat pasif dan rapuh. Dengan menggunakan metafora sebagai sebuah referensi,
Lasswell menjelaskan beberapa asumsi dengan membandingkan media dengan sebuah
peluru. Ia menyatakan bahwa pesan media massa seperti peluru yang ditembakkan dari
sebuah senjata, begitu pula dengan pesan media yang ditembakkan ke dalam pikiran
khalayak massa, menghantam secara langsung pikiran khalayak massa dengan
menggunakan pesan-pesan media massa.

9
Asumsi teori ini berpendapat bahwa media memiliki efek terhadap khalayak
massa yang bersifat langsung, segera, dan sangat kuat. Studi mengenai efek media
massa yang berkembang selama rentang tahun 1920an dan 1930an menunjukkan bahwa
teori jarum hipodermik merupakan salah satu teori yang menggambarkan efek media
massa yang sangat kuat. Pesan-pesan media massa berperan sebagai peluru atau jarum,
yang menembak secara langsung ke dalam pikiran setiap individu dan memiliki
konsekuensi mengubah perilaku khalayak massa.

Teori ini selain mempunyai pengaruh yang sangat kuat, juga mengasumsi
bahwa:
1. Para pengelola media dianggap sebagai orang yang lebih pintar dari audience.
2. Audience bisa dikelabui sedemikian rupa dari apa yang disiarkan.
3. Media beranggapan bahwa audience bisa ditundukkan sedemikian rupa atau
bahkan bisa dibentuk dengan cara apapun yang dikehendaki media (Nurudin,
2004:156).

Asumsi menurut Elihu Katz, antara lain:


1. Media massa sangat ampuh dan mampu memasukkan informasi ke benak
komunikan yang tak berbudaya.
2. Khalayak yang tersebar diikat oleh media massa, namun antar khalayak tidak
saling berhubungan.
Dahulu teori ini akurat, namun sekarang sudah tidak bekerja dengan baik. Awal
tahun 1970an Schramm menulis sebuah tulisan yang isinya meminta agar teori itu
dianggap tidak ada, karan ternyata khalayak tidak sepasif yang dinyatakan Schramm
sebelumnya. Pencabutan Schramm tentang teorinya itu didukung oleh Paul Lazarsfeld
dan Raymond Bauer. Lazarsfeld menyatakan ada kalanya khalayak yang ditembak tidak
jatuh semua, bisa saja peluru tersebut menembus dan kadang-kadang tidak menembus.
Ada kemungkinan khalayak suka ditembak, dan ada juga kemungkinan khalayak
menghasilkan efek lain dari tujuan si penembak. Bauer menyatakan bahwa khalayak
tidak pasif. Ada kalanya mereka aktif dengan cara mencari hal-hal yang diinginkan dari
media massa lalu menafsirkan apa yang mereka dapat dari hasil pencariannya tersebut.
Lama dikenal sebagai teori peluru, pada tahun 1970an teori peluru lebih dikenal dengan

10
nama teori jarum suntik karna dampaknya yang mampu menyuntikkan informasi kepada
khalayak.

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Teori Peluru


Pada dasarnya setiap teori mempunyai kekuatan dan juga kelemahan. Dan
tentunya beberapa teori tersebut hanya bisa berkembang di masanya dan juga
mengalami penyempurnaan seperti teori ini yang terus mengalami perkembangan.
Kekuatan teori peluru:
1. media memiliki peranan yang kuat dan dapat mempengaruhi afektif, kognisi dan
behaviour dari audiencenya.
2. Pemerintah dalam hal ini penguasa dapat memanfaatkan media untuk
kepentingan birokrasi (negara otoriter)
3. Audience dapat lebih mudah dipengaruhi.
4. Pesanya lebih mudah dipahami.
5. Sedikit kontrol karena masyarakat masih dalam kondisi homogen.

Kelemahan teori peluru :


1. Keberadaan masyarakat yang tak lagi homogen dapat mengikis teori ini, dan
tingkat pendidikan masyarakat yang semakin meningkat.
2. Meningkatnya jumlah media massa sehingga masyarakat menentukan pilihan
yang menarik bagi dirinya.
3. Adanya peran kelompok yang juga menjadi dasar audience untuk menerima
pesan dari media tersebut (Romli, 2016:30).

11
2.6 Penelitian Yang menggunakan teori Peluru Berikut Penelitian-penelitian
yang menggunakan teori peluru:
1. Pengaruh Iklan Three Versi “Telepon Keluar Negeri Lebih Murah” Di Televisi
Terhadap Keputusan Membeli ( Studi Regresi Logistik Intensitas Menonton
Iklan Pada Masyarakat Kota Yogyakarta)

Peneliti : Resa Eka Putri Agustina


Institusi : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tujuan Penelitian:
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh atau tidak antara intensitas menonton
iklan Three versi “telepon keluar negeri lebih murah” ditelevisi terhadap sikap
masyarakat kota Yogyakarta dalam mengambil keputusan membeli
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh iklan kartu seluler Three versi
“telepon keluar negeri lebih murah” di televisi terhadap sikap masyarakat kota
Yogyakarta d alam mengambil keputusan membeli.

Hasil Penelitian:
Keputusan membeli Kartu Three yang dilakukan oleh masyarakat kota Yogyakarta
setelah melihat iklan Three versi “Telepon keluar negeri (Inggris) lebih murah”
dipengaruhi oleh sikap yang behavior mempunyai kekuatan yang paling besar dalam
mempengaruhi masyarakat kota Yogyaka rta dalam mengambil keputusan membeli

2. Pengaruh Terpaan Pemberitaan Kecelakaan Lalu Lintas Bis Sumber Kencono Di


Media Terhadap Citra Bis Sumber Kencono Di Mata Masyarakat Desa Ngale
Kabupaten Ngawi Tahun 2013

Peneliti : Bayu Aji Bismoko


Institusi : Universitas Muhammadiyah Surakarta

12
Tujuan Penelitian :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terpaan pemberitaan
kecelakaan di media terhadap citra bis sumber kencono di matamasyarakat

Hasil Penelitian :
1. Citra Bis Sumber Kencono dinilai negatif oleh responden yang mengkonsumsi
berita dari media massa yaitu masyarakat desa Ngale Kabupaten Ngawi.
2. Terpaan media berpengaruh signifikan terhadap pembentukan citra.

3. Efek Eksploitasi Media Massa terhadap popularitas Presiden Barrack Obama di


Kalangan Aktivis Mahasiswa Kota Makassar
Peneliti : Arifuddin & Nanda Sukmawati Kartika
Institusi : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan
Informatika (BBPPKI) Makassar

Tujuan Penelitian :
1. Menganalisa pemberitaan kampanye Pilpres Amerika Serikat 2008 di media
massa hubungannya dengan popularitas Obama
2. Mengetahui efek eksploitasi pemberitaan Obama di media massa terhadap
pembentukkan opini publik di kalangan aktivis mahasiswa Makassar.

Fokus Penelitian:
Penelitian ini berfokus pada pemberitaan media massa terhadap pilpres Amerika Serikat
2008 terhadap popularitas Obama sebagai salah satu kandidat.Sehingga menimbulkan
perhatian, minat, ingin tahu dan akhirnya membangun opini publik dikalangan
khalayak. dalam hal ini adalah aktivis mahasiswa di Makassar.

Hasil Penelitian :

1. Pemberitaan seputar obama di media massa indonesia berlangsung sejak


pertengahan tahun 2008. Kecenderungan isu-isu yang diangkat adalah seputar
keluarga dan latar belakang beliau yang kemudian dikaitkan dengan isu

13
keyakinan, ras, indonesia, dan pandangan politik beliau. Hasil dari analisis hasil
wawancara, peneliti menemukan Besarnya pengaruh media massa atau yang
lebih dikenal dengan efek komunikasi massa dalam tiga medium utama yang
kini cenderung dimanfaatkan oleh para mahasiswa atau kaum muda pada
umumnya, yakni: 1. Televisi, 2. Internet, 3. Surat kabar.
2. Sekecil apapun media massa tetap memberikan efek terutama dalam
pembentukkan opini individu. Apalagi jika dikaitkan dengan kenyataan dan
kondisi sosial dan budaya masyarakat indonesia yang masih terbatas dalam
bidang pendidikan dan masih kuat budaya patemalistiknya. Kenyataan ini
diperkuat dimana pemerintah belum melakukan perannya secara sempuma
sehingga media massa sebagai the fourth estate akan mendapat tempat tersendiri.
Sebagaimana kita ketahui, di era global ini nampaknya keberadaan media massa
dalam masyarakat merupakan suatu kebutuhan yang bertimbal balik, masyarakat
membutuhkan media massa untuk memenuhi kebutuhannya dan media massa
sebagai entitas bisnis juga membutuhkan masyarakat yang menjadi
konsumennya untuk menjaga eksistensinya.

14
BAB III
KESIMPULAN

Teori Jarum Hipodermik merupakan teori komunikasi massa pertama yang ada,
yang berkembang tahun 1930-1940an. Teori ini menyatakan dn berasumsi bahwa media
massa memiliki kekuatan penuh atas khalayak. Dan khalayak dianggap hanya
sekumpulan orang yang homogen dan pasif atau tidak berdaya. Karena apa yang
diberikan media massa, baik itu berupa informasi, gaya hidup dan yang lainnya selalu
dengan mudah khalayak terima. Serta teori ini berkenaan dengan perubahan perilaku
seseorang, dimana khalayak dapat berperilaku terhadap apa yang diberikan media
massa. Seperti peristiwa penyiaran di Radio CBS tentang Invasi dari Mars di Amerika
Serikat pada tahun 1950, padahal sebenarnya itu semua tidak terjadi.

Namun media massa dengan konsep yang kuat dapat meyakinkan orang-orang di
AS bahwa Invasi dari Mars memang sedang terjadi, sehingga sekitar 1 juta orang
penduduk di AS percaya akan berita tersebut dan kondisi pada saat itupun menjadi
sangat genting dan penuh kekacauan

15
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro. (2004). Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa


Rekatama Media.
Nurudin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Romli, Khomsahrial. (2017). Komunikasi Massa. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Severin, Werner J dan Tankard, James W. (2005). Teori Komunikasi: Sejarah, Metode,
& Terapan di Dalam Media Massa. Ed. 5. Jakarta: Kencana.

16

Anda mungkin juga menyukai