Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................1
BAB II........................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN..........................................................................................................2
2.1 Sejarah Perkembangan dan Tokoh Teori Peluru...............................................2
2.2 Cerita singkat “The invasion from mars”..........................................................6
2.3 Keterkaitan teori..............................................................................................7
2.4 Asumsi Teori Peluru.........................................................................................9
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Teori Peluru........................................................11
2.6 Penelitian Yang menggunakan teori Peluru Berikut Penelitian-penelitian yang
menggunakan teori peluru:.......................................................................................12
BAB III........................................................................................................................ 15
KESIMPULAN............................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................16
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Teori ini berasumsi bahwa media massa secara langsung, cepat, dan mempunyai
efek yang kuat atas mass audience. Juga media massa digambarkan lebih pintar dan
lebih segalanya dari khalayak. Karena media massa seperti jarum suntik raksasa yang
menyuntikan ide-ide atau informasi ke aliran darah khalayak. Model dari teori ini
adalah aliran satu tahap, yaitu dari media langsung kepada khalayak. Dimana orang-
orang dianggap sebagai sekumpulan orang yang homogen dan pasif sehingga apapun
yang diberikan media dapat diterima begitu saja oleh mereka dan bahkan bisa menjadi
kebudayaan baru dalam kehidupan mereka.
Pada iklan air mineral yang bermerek Aqua. Dimana pada saat produk air
mineral ini dipublikasikan, secara langsung bisa mempengaruhi asumsi khalayak bahwa
air mineral dalam kemasan itu adalah aqua. Sehingga sampai saat ini aqua sudah
terdoktrin di ingatan khalayak. Walaupun sudah banyak merek-merek air mineral dalam
kemasan yang bermunculan.
Pada tahun 1930-an dan 1940-an, umumnya apa yang disajikan media massa
secara langsung atau kuat memberi rangsangan atau berdampak kuat pada diri audience.
Audience, anggota dari masyarakat dianggap punya ciri khusus yang seragam dan
dimotivasi oleh faktor biologis dan lingkungan dan mereka mempunyai sedikit kontrol.
Tidak ada campur tangan di antara pesan dan penerima. Artinya, pesan yang sangat
jelas dan sederhana akan jelas dan sederhana pula respon. Jadi, antara penerima dengan
pesan yang disebarkan oleh pengirim tidak ada perantara alias langsung diterima. Dalam
literatur komunikasi massa ini sering disebut dengan istilah teori jarum hipodermik atau
teori peluru (Nurudin, 2004:155).
2
Gagasan bahwa komunikasi massa memiliki kekuatan besar dapat dianggap
sebagai salah satu teori umum pertama tentang efek komunikasi massa. Kadang teori ini
dikenal dengan “teori peluru” (Schramm, 1971), teori “jarum suntik”(Berlo, 1960), atau
teori “stimulus-respons” (DeFleur dan Ball-Rokeach, 1980). Teori ini mengatakan
bahwa rakyat benar-benar rentan terhadap pesan-pesan komunikasi massa. Ia
menyebutkan bahwa apabila pesan tepat sasaran, ia akan mendapatkan efek yang
diinginkan (Severin dan Tankard, 2008:146).
Teori Peluru ini merupakan konsep awal efek komunikasi massa yang oleh para
pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula Hypodermic Needle Theory (Teori
Jarum Hipodermik) atau Bullet Theory ( teori peluru) . Teori ini ditampilkan tahun
1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleidoskop stasiun radio siaran CBS di Amerika
berjudul The Invansion from Mars (Effendy, 1993:264) dalam (Ardianto, 2004:59).
Teori ini mengasumsi bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa, dan
komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori ini mengasumsi bahwa
seorang komunikator dapat menambahkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada
khalayak yang tidak berdaya (pasif). Pengaruh media sebagai hypodermic injection
(jarum suntik) didukung oleh munculnya kekuatan propaganda perang Dunia I (1914-
1918) dan perang Dunia II (1939-1945).
Teori peluru yang dikemukakan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1950-an ini
kemudian dicabut kembali pada tahun 1970-an, dengan meminta kepada para
pendukungnya untuk menganggap teori ini tidak ada, sebab khalayak yang menjadi
sasaran media massa itu ternyata tidak pasif. Pernyataan Schramm ini didukung oleh
Paul Lazarsfeld dan Raymond Bauer. Lazarsfeld mengatakan bahwa jika khalayak
diterpa peluru komunikasi, mereka tidak jatuh terjerembab, karena kadang-kadang
peluru itu tidak menembus. Adakalanya pula efek yang timbul berlainan dengan tujuan
si penembak. Sering kali pula khalayak yang dijadikan sasaran senang untuk di tembak.
Sedangkan Bauer menyatakan bahwa khalayak sasaran tidak pasif. Mereka secara aktif
mencari yang diinginkannya dari media massa. Jika menemukannya, mereka melakukan
interpretasi sesuai dengan presdisposisi dan kebutuhan mereka (Ardianto, 2004:60).
Ruang lingkup teori peluru ( Bullet Theory ).
3
1. Media Massa
Media massa dalam sejarahnya pernah memiliki kemampuan yang luar biasa dalam
mempengaruhi seseorang, mulai dari proses kognitif hingga menuntun perilaku. Tapi
hal ini terjadi pada jaman perang, dimana penguasa menjadikan media massa sebagai
alat propaganda untuk menakuti musuh dan menciptakan loyalitas rakyat untuk
mendukung kebijakan penguasa. Model komunikasi massa yang berlaku pada saat itu
adalah model linear, yaitu komunikator menyebarluaskan pesan melalui media massa,
kepada khalayak.
Sebenarnya, model komunikasi massa seperti ini masih ada hingga saat ini. Hanya
berbeda pada konsep karakteristik khalayak. Pada waktu itu, khalayak dianggap hanya
sekumpulan orang yang homogen dan ‘tidak berdaya’. Sehingga, pesan-pesan yang
disampaikan pada mereka akan selalu diterima bulat-bulat, apa adanya. Fenomena ini
kemudian melahirkan teori yang dalam ilmu komunikasi dikenal dengan teori jarum
suntik. Inilah teori yang menganggap media massa memiliki kemampuan powerful
dalam mempengaruhi perilaku seseorang.
Seiring dengan berakhirnya perang, pandangan atau teori jarum suntik mulai
ditinggalkan. Paradigma media massa seperti ini hanya bertahan di beberapa negara
otoriter. Di Amerika Serikat dan negara-negara penganut liberalisme dan kapitalisme,
teori jarum suntik sudah sangat lama ditinggalkan karena dalam kenyataannya, khalayak
ternyata tidak homogen dan terdiri atas individu-individu yang bebas. Oleh karena itu,
4
model hubungan media massa dengan khalayak yang berkembang kemudian adalah
model display – attention (pameran – perhatian). Di Indonesia, trend per-kembangan
media massa sedang dalam masa transisi ke arah ini.
Pada sisi lain masyarakat membutuhkan informasi dari media massa, termasuk juga
informasi komersial. Terjadilah lingkaran simbiosis mutualis-me. Pada fase ini, media
massa bukan lagi barang langka. Dalam satu negara, bisa terdapat puluhan bahkan
ratusan media massa. Dan ini berarti, masyarakat sebagai khalayak mendapatkan
banyak sekali pilihan dan sumber informasi. Dalam keadaan seperti ini, media massa
tidak lagi powerful dalam mempengaruhi seseorang. Media massa hanya
menyampaikan infor-masi yang kira-kira (menurut hasil penelitian mereka) dibutuhkan
oleh khalayak, sekadar memamerkan. Sebut saja seperti etalase informasi. Khalayaklah
yang ‘berkuasa’ dan akan memilih informasi dari media massa sesuai dengan
kebutuhannya.
5
sendiri seperti, tingkat pendidikan dan wawasan, jenis kelamin, tingkat usia, dan
kelompok sosial lainnya.
Pada malam tanggal 30 Oktober 1938, ribuan orang Amerika panik karena
siaran radio yang menggambarkan serangan mahluk Mars yang mengancam seluruh
peradaban manusia. Barangkali tidak pernah terjadi sebelumnya, begitu banyak orang
dari berbagai lapisan dan berbagai tempat di Amerika secara begitu mendadak dan
begitu tegang tergoncangkan oleh apa yang terjadi pada waktu itu. Begitulah Hadley
Cantril memulai tulisannya tentang The Invasion of Mars.
6
2.3 Keterkaitan teori
Peristiwa “The invasion from mars” itu menarik perhatian beberapa orang
peneliti sosial yang menurutnya suatu peristiwa langka telah terjadi. Peristiwa ini juga
menarik karena menggambarkan keperkasaan media massa dalam mempengaruhi
khalayaknya. Sekarang orang memandang media massa dengan perasaan ngeri.
Sementara itu, pada dasawarsa yang sama, jutaan pemilik radio juga dipukau dan
digerakkan oleh propagandis agama Father Coughlin ( Teknik-teknik propaganda
Coughlin dianalisa oleh Institute for Propaganda Analysis ).
Di Jerman, orang melihat bagaimana sebuah bangsa beradab diseret pada
kegilaan massa yang mengerikan. Jerman Nazi menggunakan media massa secara
maksimal. Media massa dikontrol dengan ketat oleh Kementerian Propaganda. Menulis
atau berbicara yang bertentangan dengan penguasa Nazi dapat membawa orang pada
kamp-kamp konsentrasi. Oposisi dibungkam. Hanya informasi yang dirancang oleh
penguasa yang boleh disebarkan. Radio diperbanyak untuk menambah efektivitas mesin
propaganda. Disamping Hitler, Mussolini di italia juga memanfaatkan media massa
untuk kepentingan fasisme. Sebelumnya, di Rusia juga Lenin berhasil merebut
kekuasaan dengan menggunakan media massa pula.
Tetapi benarkah media massa perkasa ? Menurut Noelle - Neumann, penelitian
efek media massa selama empat puluh tahun mengungkapkan kenyataan bahwa efek
media massa tidak perlu diperhatikan, Efeknya tidak begitu berarti, ini diperkokoh oleh
psikolog sosial William McGuire yang menulis bahwa dampak media massa hasil
pengukuran dalam hubungannya dengan daya persuasif tampaknya kecil saja. Sejumlah
besar penelitian telah dilaksanakan untuk menguji efektivitas media massa, hasilnya
sangat memalukan bagi pendukung media massa karena ternyata sedikit sekali adanya
bukti perubahan sikap, apalagi perubahan perilaku nyata. Agak mengherankan,
memang. Pada satu sisi, kita melihat kejadian-kejadian yang menunjukkan pengaruh
media massa. Pada sisi lain, peneliti sosial menunjukkan tidak ada pengaruh yang cukup
berarti. Manakah yang betul ? Perkasakah media massa atau tidak ?
7
dan kembali lagi pada media massa yang perkasa. Hingga tahun 1940, pada pasca
Perang Dunia I, kekuatan terhadap propaganda telah mendramatisasikan efek media
massa. Harold Lasswell membuat disertasinya tentang teknik-teknik propaganda pada
Perang Dunia I. The Institute for Propaganda Analysis menganalisa teknik-teknik
propaganda yang dipergunakan oleh pendeta radio Father Coughlin. Pada saat yang
sama, behaviorisme dan psikologi instink sedang populer di kalangan ilmuwan. Dalam
hubungan dengan media massa, keduanya melahirkan apa yang disebut Melvin DeFleur
( 1975 ) sebagai "instinctive S-R theory". Menurut teori ini, media menyajikan stimuli
perkasa yang secara seragam diperhatikan oleh massa. Stimuli ini membangkitkan
desakan, emosi, atau proses lain yang hampir tidak terkontrol oleh individu. Setiap
anggota massa memberikan respons yang sama pada stimuli yang datang dari media
massa.[4] Karena teori ini mengasumsikan massa yang tidak berdaya ditembaki oleh
stimuli media massa. Teori ini disebut juga teori peluru ( bullet theory ) atau model
jarum hipodermis (Rakhmat, 1984), yang menganalogikan pesan komunikasi seperti
obat yang disuntikkan dengan jarum ke bawah kulit pasian. Elisabeth Noelle - Neumann
( 1973 ) menyebut teori ini " The concept of powerful mass media ".
Apa yang ditemukan Paul Lazarsfeld ? Mengejutkan. Media massa hampir tidak
berpengaruh sama sekali. Alih-alih sebagai " Agent of conversion " ( Media untuk
mengubah perilaku ), media massa lebih berfungsi untuk memperteguh keyakinan yang
ada. Pengaruh media massa juga disaring oleh pemuka pendapat. Pengaruh
8
interpersonal ternyata lebih dominan daripada media massa. Khalayak juga bukan lagi
tubuh pasif yang menerima apa saja yang disuntikkan ke dalamnya. Khalayak
menyaring informasi melalui proses yang disebut terpaan selektif (selective exposure)
dan persepsi selektif (selective perception).
Pada saat yang sama, Leon Festinger dari kubu Psikologi kognitif datang dengan
" theory of cognitive dissonance" (teori disonansi kognitif). Teori ini menyatakan bahwa
individu berusaha menghindari perasaan tidak senang dan ketidakpastian dengan
memilih informasi yang cenderung memperkokoh keyakinannya, sembari menolak
informasi yang bertentangan dengan kepercayaan yang diyakininya. Berbagai penelitian
1940 dan 1950-an makin membuktikan keterbatasan pengaruh media massa. Ahli
sosiologi menyimpulkan penelitian pada periode itu dengan ucapan yang sering dikutip
karena ketepatan dan kelucuannya. Pada tahun 1960, Joseph Klapper menerbitkan buku
The Effects of Mass Communication. Dari rangkuman hasil-hasil penelitian, Klapper
antara lain menyimpulkan bahwa efek komunikasi massa terjadi lewat serangkaian
faktor-faktor perantara. Faktor-faktor perantara itu termasuk proses selektif ( persepsi
selektif, terpaan selektif, ingatan selektif, proses kelompok, norma kelompok, dan
kepemimpinan opini ) (Romli, 2016:23).
9
Asumsi teori ini berpendapat bahwa media memiliki efek terhadap khalayak
massa yang bersifat langsung, segera, dan sangat kuat. Studi mengenai efek media
massa yang berkembang selama rentang tahun 1920an dan 1930an menunjukkan bahwa
teori jarum hipodermik merupakan salah satu teori yang menggambarkan efek media
massa yang sangat kuat. Pesan-pesan media massa berperan sebagai peluru atau jarum,
yang menembak secara langsung ke dalam pikiran setiap individu dan memiliki
konsekuensi mengubah perilaku khalayak massa.
Teori ini selain mempunyai pengaruh yang sangat kuat, juga mengasumsi
bahwa:
1. Para pengelola media dianggap sebagai orang yang lebih pintar dari audience.
2. Audience bisa dikelabui sedemikian rupa dari apa yang disiarkan.
3. Media beranggapan bahwa audience bisa ditundukkan sedemikian rupa atau
bahkan bisa dibentuk dengan cara apapun yang dikehendaki media (Nurudin,
2004:156).
10
nama teori jarum suntik karna dampaknya yang mampu menyuntikkan informasi kepada
khalayak.
11
2.6 Penelitian Yang menggunakan teori Peluru Berikut Penelitian-penelitian
yang menggunakan teori peluru:
1. Pengaruh Iklan Three Versi “Telepon Keluar Negeri Lebih Murah” Di Televisi
Terhadap Keputusan Membeli ( Studi Regresi Logistik Intensitas Menonton
Iklan Pada Masyarakat Kota Yogyakarta)
Tujuan Penelitian:
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh atau tidak antara intensitas menonton
iklan Three versi “telepon keluar negeri lebih murah” ditelevisi terhadap sikap
masyarakat kota Yogyakarta dalam mengambil keputusan membeli
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh iklan kartu seluler Three versi
“telepon keluar negeri lebih murah” di televisi terhadap sikap masyarakat kota
Yogyakarta d alam mengambil keputusan membeli.
Hasil Penelitian:
Keputusan membeli Kartu Three yang dilakukan oleh masyarakat kota Yogyakarta
setelah melihat iklan Three versi “Telepon keluar negeri (Inggris) lebih murah”
dipengaruhi oleh sikap yang behavior mempunyai kekuatan yang paling besar dalam
mempengaruhi masyarakat kota Yogyaka rta dalam mengambil keputusan membeli
12
Tujuan Penelitian :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terpaan pemberitaan
kecelakaan di media terhadap citra bis sumber kencono di matamasyarakat
Hasil Penelitian :
1. Citra Bis Sumber Kencono dinilai negatif oleh responden yang mengkonsumsi
berita dari media massa yaitu masyarakat desa Ngale Kabupaten Ngawi.
2. Terpaan media berpengaruh signifikan terhadap pembentukan citra.
Tujuan Penelitian :
1. Menganalisa pemberitaan kampanye Pilpres Amerika Serikat 2008 di media
massa hubungannya dengan popularitas Obama
2. Mengetahui efek eksploitasi pemberitaan Obama di media massa terhadap
pembentukkan opini publik di kalangan aktivis mahasiswa Makassar.
Fokus Penelitian:
Penelitian ini berfokus pada pemberitaan media massa terhadap pilpres Amerika Serikat
2008 terhadap popularitas Obama sebagai salah satu kandidat.Sehingga menimbulkan
perhatian, minat, ingin tahu dan akhirnya membangun opini publik dikalangan
khalayak. dalam hal ini adalah aktivis mahasiswa di Makassar.
Hasil Penelitian :
13
keyakinan, ras, indonesia, dan pandangan politik beliau. Hasil dari analisis hasil
wawancara, peneliti menemukan Besarnya pengaruh media massa atau yang
lebih dikenal dengan efek komunikasi massa dalam tiga medium utama yang
kini cenderung dimanfaatkan oleh para mahasiswa atau kaum muda pada
umumnya, yakni: 1. Televisi, 2. Internet, 3. Surat kabar.
2. Sekecil apapun media massa tetap memberikan efek terutama dalam
pembentukkan opini individu. Apalagi jika dikaitkan dengan kenyataan dan
kondisi sosial dan budaya masyarakat indonesia yang masih terbatas dalam
bidang pendidikan dan masih kuat budaya patemalistiknya. Kenyataan ini
diperkuat dimana pemerintah belum melakukan perannya secara sempuma
sehingga media massa sebagai the fourth estate akan mendapat tempat tersendiri.
Sebagaimana kita ketahui, di era global ini nampaknya keberadaan media massa
dalam masyarakat merupakan suatu kebutuhan yang bertimbal balik, masyarakat
membutuhkan media massa untuk memenuhi kebutuhannya dan media massa
sebagai entitas bisnis juga membutuhkan masyarakat yang menjadi
konsumennya untuk menjaga eksistensinya.
14
BAB III
KESIMPULAN
Teori Jarum Hipodermik merupakan teori komunikasi massa pertama yang ada,
yang berkembang tahun 1930-1940an. Teori ini menyatakan dn berasumsi bahwa media
massa memiliki kekuatan penuh atas khalayak. Dan khalayak dianggap hanya
sekumpulan orang yang homogen dan pasif atau tidak berdaya. Karena apa yang
diberikan media massa, baik itu berupa informasi, gaya hidup dan yang lainnya selalu
dengan mudah khalayak terima. Serta teori ini berkenaan dengan perubahan perilaku
seseorang, dimana khalayak dapat berperilaku terhadap apa yang diberikan media
massa. Seperti peristiwa penyiaran di Radio CBS tentang Invasi dari Mars di Amerika
Serikat pada tahun 1950, padahal sebenarnya itu semua tidak terjadi.
Namun media massa dengan konsep yang kuat dapat meyakinkan orang-orang di
AS bahwa Invasi dari Mars memang sedang terjadi, sehingga sekitar 1 juta orang
penduduk di AS percaya akan berita tersebut dan kondisi pada saat itupun menjadi
sangat genting dan penuh kekacauan
15
DAFTAR PUSTAKA
16