KEPERAWATAN ANAK
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA RETARDASI MENTAL”
Oleh:
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan lancar, serta tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
“Keperawatan Anak Sakit dan terminal” dengan judul “Makalah Asuhan Keperawatan
Pada Retardasi Mental ” Makalah ini telah dibuat berdasarkan dari berbagai sumber
dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan makalah
ini.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa ma banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap pembaca
untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun. Kritik dan saran pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semuanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii
iii
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 30
4.1 Kesimpulan ................................................................................. 30
4.2 Saran............................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
7. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui Pengertian dari retardasi mental
2. Dapat mengetahui penyebab dari retardasi mental
3. Dapat mengetahui klasifikasi dari retardasi mental
4. Bagaimana gejala klinis dari retardasi mental dan penegakkan diagnosis
pada retardasi mental
5. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada retardasi mental
6. Bagaimana prognosis dari retardasi mental
7. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental
2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal
dan postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000
macam penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat
dicegah. Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas
penyebab biologis dan psikososial.
Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
• Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
• Tampak sejak lahir atau usia dini
• Secara fisis tampak berkelainan/aneh
3
• Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun
postnatal
• Tidak berhubungan dengan kelas sosial
Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokulturalmempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
• Biasanya merupakan retardasi mental ringan
• Diketahui pada usia sekolah
• Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium
• Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
• Ada hubungan dengan kelas social
4
bayi yang bertahan, kebanyakan akan memiliki kelainan down
syndrome, atau trisomy 21. Manusia normal memiliki 46 kromosom (23
pasang). Orang dengan kelainan down syndrome memiliki 47
kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada kromosom ke 21).
o Infeksi maternal selama kehamilan
Yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body
disease merupakan penyakit infeksi virus yang paling sering
menyebabkan retardasi mental. Infeksi virus ringan atau subklinik pada
ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin yang bersifat fatal.
Penyakit Rubella congenital juga dapat menyebabkan defisit mental.
o Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil
yang tak terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previadan
solution plasenta serta penggunaan sitostatika selama hamil.
b. Penyebab perinatal
o Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi
menyebabkan meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan lahir
rendah sedangkan bayi-bayi tersebut mempunyai resiko besar untuk
mengalami kerusakan otak, sehingga akan didapatkan lebih banyak
anak dengan retardasi mental.
o Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin
sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
o Kernikterus
5
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan
bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
o Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.
c. Penyebab postnatal
o Infeksi (meningitis, ensefalitis)
o Trauma fisik
o Kejang lama
o Intoksikasi (timah hitam, merkuri)
6
Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan
kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk dilatih
belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar, angka
kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari 1 gangguan organik yang
menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang ketat dan
pelayanan khusus.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20)
Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan
komunikasi yang pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan
sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini memerlukan
latihan yang ekstensi funtuk melakukan“self care” yang sangat mendasar
seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan supervisi total dan
perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-benar
tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
5. F78 Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari tingkat Retardasi Mental
intelektual dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin
dilakukan karena adanya hendaya sensorik atau fisik, seperti buta, bisu tli,
dan penyandang yang perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak
mampu.
7
2.4 Manifestasi Klinis
Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas tes intelegensia saja,
melainkan juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari
sekolah, pemeriksaan fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang. Yang perlu
dinilai tidak hanya intelegensia saja melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari
anamnesis dapat diketahui beberapa faktor risiko terjadinya retardasi mental.
Pemeriksaan fisis pada anak retardasi mental biasanya lebih sulit dibandingkan
pada anak normal, karena anak retardasi mental kurang kooperatif. Selain
pemeriksaan fisis secara umum (adanya tanda-tanda dismorfik dari sindrom-
sindrom tertentu) perlu dilakukan pemeriksaan neurologis, serta penilaian tingkat
perkembangan. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat
ditemukan berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk
kepala: mikrosefali, hidrosefali, dan down syndrome. Wajah pasien dengan
retardasi mental sangat mudah dikenali seperti hipertelorisme, yaitu lidah yang
menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah yang tampak
tumpul.
Pada anak yang berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia. Namun,
tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan
harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan spesifik yang berbeda.
penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia,
termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG) kepala dapat membantu menilai adanya kalsifikasi
serebral, perdarahan intra kranial pada bayi dengan ubun-ubun masih terbuka.
Pemeriksaan laboratorium dilakuka atas indikasi, pemeriksaan ferriklorida dan
asam amino urine dapat dilakukan sebagai screening PKU.
Pemeriksaan analisis kromosom dilakukan bila dicurigai adanya kelainan
kromosom yang mendasari retardasi mental tersebut. Beberapa pemeriksaan
penunjang lain dapat dilakukan untuk membantu seperti pemeriksaan BERA,
CT-Scan, dan MRI. Kesulitan yang dihadapi adalah kalau penderita masih
8
dibawah umur 2-3 tahun, karena kebanyakan tes psikologis ditujukan pada anak
yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai perkembangan motorik halus maupun
kasar, serta perkembangan bicara dan bahasa. Biasanya penderita retardasi
mental juga mengalami keterlambatan motor dan American Psychiatric
Association (APA) pada tahun 1994, mensyaratkan tiga diagnosis
keterbelakangan mental, yaitu:
• Fungsi intelektual secara signifikan dibawah rata-rata: IQ sekitar 70 atau
kurang menurut tes IQ yang diadakan secara individu.
• Ketidakmampuan atau kelemahan yang terjadi bersamaan dengan fungsi
adaptasi saat ini (yakni efektivitas seseorang dalam memenuhi standar yang
diharapkan pada usianya dengan kelompok budayanya) setidaknya dalam
bidang berikut ini: yaitu komunikasi, perhatian diri sendiri, kehidupan rumah
tangga, keterampilan sosial-interpersonal, penggunaan sumber dalam
komunitas, self dierection, keterampilan akademik fungsional, pekerjaan,
waktu luang, kesehatan dan keamanan.
• Terjadi sebelum berusia 18 tahun.
Tingkatan keterbelakangan mental menurut APA, diklasifikasikan menjadi
mild retardation (tingkat IQ 50 atau 55 sampai sekitar 70), moderate mental
retardation (tingkat IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55), severe mental
retardation (tingkat IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), dan profound mental
retardation (tingkat IQ dibawah 20 atau 25).
Dibawah ini sekilas tentang perubahan perilaku terkait usia pada anak
dengan keterbelakangan mental:
1. Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)
• Anak prasekolah (0 – 5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam
berjalan, makan sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu
tidak melihat keterbelakangan ini.
9
• Usia sekolah (6 – 21 tahun): Belajar keterampilan motorik-pemahaman
dan kognisi (membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam
oleh remaja tahap ini, dapat belajar untuk menyesuaikan diri secara
sosial.
• Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan
kejuruan yang diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan bimbingan
dan bantuan ketika berada pada kondisi ekonomi sulit atau stress sosial.
10
• Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan
memperbesar perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan
pengawasan ketat dalam lingkungan yang dapat dikendalikan.
11
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental,yaitu:
a. Kromosom kariotipe
b. EEG (Elektro Ensefalogram)
c. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
d. Titer virus untuk infeksi congenital
e. Serum asam urat (Uric acid serum)
f. Laktat dan piruvat
g. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
h. Serum seng (Zn)
i. Logam berat dalam darah
j. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
k. Serum asam amino atau asam organik
l. Plasma ammonia
m. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsi kulit:
n. Urin mukopolisakarida
12
2.6 Pathway
Gangguan Gangguan
Defisit Gangguan Komunikasi Interaksi
Perawatan Pertumbuhan Verbal Sosial
Risiko
Diri dan
Cedera
perkembangan
13
2.7 Prognosis Retardasi Mental
Mengukur kecerdasan dan perilaku adaptif dapat membantu klasifikasi dari
kecenderungan keterbelakangan dan dapat memprediksikan apakah individu
tersebut dapat hidup secara independen. Individu dengan keterbelakangan mental
menengah (moderate mental retardation) lebih sering ditemukan dapat mencapai
seilf-sufficiency dan mendapatkan hidup yang bahagia. Untuk mencapai
tujuannya, mereka membutuhkan lingkungan yang sesuai dan mendukung seperti
pendidikan, komunitas, lingkungan sosial, keluarga dan keterampilan yang
konsisten. Harapannya lebih kecil untuk individu yang menderita
keterbelakangan mental sangat berat (profound retardation). Individu dengan
profound retardation membutuhkan dukungan yang besar dan biasanya tidak bisa
hidup secara independen atau di rumah secara berkelompok.
Penelitian menemukan bahwa mereka memiliki harapan hidup yang lebih
kecil. Kecenderungan dari keterbelakangan invidu cenderung menetap selama
hidup. Misalkan seorang anak didiagnosa memiliki keterbelakangan mental berat
(severe) pada usia 5 tahun, maka ia akan memiliki diagnosa yang sama pada usia
21 tahun. Hal ini mungkin tidak akan terlalu terlihat oleh keluarga mereka,
dimana anak-anak dengan keterbelakangan memiliki kemampuan yang mirip
dengan rekan-rekan mereka, namun akan nampak bahwa mereka akan semakin
tertinggal dengan sejalannya usia mereka.
14
3) konseling genetik,
4) Tindakan kedokteran, antara lain:
a) perawatan prenatal dengan baik,
b) pertolongan persalinan yang baik, dan
c) pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat
dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan
gangguan lainnya.
15
3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan
berkembang, sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi
berkurang atau bahkan hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih
anak normal antara lain karena perhatian penderita retardasi mental
mudah terinterupsi. Untuk mengikat perhatian mereka tindakan yang
dapat dilakukan adalah dengan merangsang indera.
b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita
retardasi mental, yaitu:
1. Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan
berpakaian sendiri, dst.,
2. latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social,
3. Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin
penderita, dan
4. latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal
yang baik dan buruk secara moral.
16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian terdiri dari evaluasi komprehensif menegnai kekurangan
dan kekuatan yang berhubungan dengan keterampilan adaptif ; komunikasi ,
perawatan diri, interaksi sosial,, penggunaan sarana-sarana di masyarakat,
pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik
fungsional, pembentukan keterampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja.
Adapun yang dapat dikaji adalah:
1. Identitas pasien; nama, jenis kelamin, umur, agama dan lain-lain
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien menunjukkan gangguan kognitif (pola, proses, pikir),
lambatnya keterampilan sekspresi dan represi bahasa, gagal melewati
tahap perkembangan yang utama, lingkar kepala diatas atau dibawah
normal, lambatnya pertumbuhan, tonus otot abnormal,ciri-ciri
dismorfik, dan terlambatnya perkembangan motorik halus dan kasar.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan besar pasien pernah mengalami penyakit kromosom
trisomi 21 (sindrom down), sindrom Fragile X, gangguan sindrom
(distrofiotot Duchene), neurofibromatosis (tipe 1), gangguan
metabolisme sejak lahir, kondisi neunatal termasuk meningitis dan
perdarahan intracranial, cedera kepala, infeksi dan gangguan
degeneratif.
c. Riwayat prenatal
d. Riwayat perinatal
e. Riwayat post natal
17
f. Riwayat kesehatan keluarga
Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit yang
serupa atau penyakit yang dapat memicu terjadinya retardasi mental
terutama dari ibu tersebut.
g. Riwayat sosial
h. Pengkajian Pola fungsional
a) Persepsi dan pola manajemen kesehatan
- status kesehatan anak sejak lahir
- pemeriksaan kesehatan secara rutin (imunisasi)
- penyakit yang menyebabkan anak absen dari sekolah
- Praktek pencegahan kesehatan
- apakah orang tuan merokok? di dekat anak?
- Mainan anak/bayi (aman)?
- Praktek keamanan orang tua (produk rumah tangga, menyimpan
obat-obatan )
b) Nutris-pola metabolik
- Pemberian ASI/PASI, perkiraan jumlah minum, keluatan
menghisap (bagi masih bayi)
- selera makan, makanan yang disukai dan tidak disukai
- masukkan makanan selama 24 jam ? Adakah makanan
tambahan? dan vitamin
- kebiasaan makan
- alat makan yang digunakan
- Berat badan lahir dan berat badan saat ini
- Maslah kulit ada lesi atau rash
- Untuk orang tua: kaji status nutrisi orang tua dan keluarga
adakah yang bermasalah?
c) Pola eliminasi
18
- Pola defekasi gambarkan frekuensi, kesulitan, kebiasaan, ada
darah atau tidak)
- mengganti pakaian dalam/diapers(bagi bayi)
- Pola eliminasi urine (gambarkan perkiraan jumlah, ganti
popok/hari, kekuatan keluarnya urine, bau, warna
- untuk orang tua, apakah pola eliminasi ada yang bermasalah?
d) Aktivitas -pola latihan
- Rutin mandi?(kapan,bagaimana, diimana, menggunakan sabun
atau tidak?)
- Kebersihan rutin (pakaian)
- Aktivitas sehari-hari di rumah , bermain, tipe mainan yang
digunakan, teman bermain, penampilan anak saat bermain
- level aktivitas anak/bayi secara umum
- persepsi anak terhadap kekuatan (kuat atau lemah)
- Kemampuan kemandirian anak (mandi, toileting, berpakaian,
makan, dll)
- Orang Tua: aktivitas pola latihan, pemeliharaan anak,
pemeliharaan rumah
e) Pola istirahat -tidur
- pola istirahat atau tidur anak, perkiraan jam
- perubahan pola istirahat, mimpi buruk, nocturia
- Posisi tidur anak, gerakan tubuh
f) Pola kognitif -persepsi
- Responsive anak secara umum
- Responsive untuk berbicara, suara, objek, sentuhan?
- Apakah anak mengikuti objek dengan matanya? respon untuk
meraih mainan
- vokal suara, pola bicara, mainan
19
- kemampuan anak untuk menagatakan nama, waktu, alamat,
nomor telepon
- kemampuan anak untuk mengatakan kebutuhan: lapar, haus,
nyeri, tidak nyaman
- Orang tua: kesulitan membuat keputusan?
g) persepsi diri -pola konsep diri
- status mood bayi /anak (iritabilitas)
- pemahaman anak terhadap identitas diri, kompetensi , banyak
teman, persepsi diri, kesepian, takut
- Orang tua: persepsi diri sebagai orang tua
h) Pola peran-hubungan
- struktu keluarga
- maslah /stresor keluarga
- interaksi antara keluarga dan anak
- respon bayi atau anak terhadap perpisahan
- anak ketergantungan
- anak: pola bermain
- Anak: terper tantrum? masalah disiplin?
- orang tahu: peran ikatan?kepuasaan?,pekerjaan? hubungan
perkawinan
i) seksualitas
- Anak mengetahui Jenis kelamin
j) Koping -pola toleransi stress
- apa yang menyebabkan stress pada anak? level stress? toleransi?
- pola penanganan masalah, support system
k) Nilai -pola keyakinan
- perkembangan moral anak, pemilihan perilaku, komitmen
- keyakinan akan kesehatan, keyakianan agama
20
- Orang tua: sesuatu yang bernialai dalam hidupnya, semangat
untuk masa depan, keyakinan akan kesembuahan, dampak
penyakit dan tujuan.
i. Pemeriksaan fisik
1) Kepala : mikro atau makrosefali, plagiosepali (bentuk kepala tidak
simetris
2) rambut : pusar ganda, rambut jarang/tidak ada, halus mudah putus
dan cepat berubah
3) mata : mikroftalmia,juling, nistagmus
4) hidung : Jembatan atau punggung hidung mendatar, ukuran kecil,
cuping melengkung keatas
5) mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar
atau melengkung tinggi
6) gigi : odontogenesis yang tidak normal
7) telinga : keduanya letaknya rendah
8) wajah : panjang filtrum yang menambah, hipoplasia
9) leher: pendek, tidak mempunyai gerak yang sempurna
10) tangan: jari pendek, dan tegap atau panajng kecil meruncing, ibu
jari gemuk dan lebar, klinodaktil
11) dada dan abdomen: terdapat beberapa puting dan buncit
12) genitalia : mikropenis, testis tidak turun
13) kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang dan tegap atau
panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar dan gemuk
j. Pengkajian perkembangan anak
Penilaian berdasarkan format DDST/Denver II) bagi anak usia 0-6
tahun diantaranya:
1) Kemandirian dan bergaul
2) Motorik halus
3) Kognitif dan bahasa
21
4) Motorik kasar
Bagi anak diatas 6 tahun , maka dinyatakan tumbuh kembang secara
umum sebagai berikut:
1) Berat badan lahir , 6 bulan, 1 tahun, dan saat ini
2) pertumbuhan gigi (usia tumbuh gigi, jumlah, masalah dengan
pertumbuhan gigi)
3) Usia mulai menegakkan kepala, duduk, berjalan, kata-kata
pertama
4) Perkembangan sekolah, lancar?masalah apa?
5) Interaksi dengan peers dan orang dewasa
6) partisipasi dengan kegiatan organisasi (kesenian, olahraga)
22
23
3.3 Intervensi Keperawatan
24
3. Ajarkan anak tentang teknik asertif
f. Kolaborasi
1. Rujuk untuk konseling, jika perlu
2. Gangguan komunikasi Luaran: Komunikasi verbal Intervensi: promosi komunikasi : defisit bicara
verbal berhubungan Setelah diberikan askep selama 3 Tindakan
x 24 jam diharapkan komunikasi a. Observasi
dengan kelainan palatum
verbal meningkat dengan kriteria 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas
dibuktikan dengan tidak hasil : volume dan diksi bicara
mampu berbicara,atau - kemampuan berbicara 2. Monitor proses kognitif,anatomis, dan
mendengar, menunjukkan meningkat (5) fisiologis yang berkaitan dengan bicara
- Kemampuan mendengar (misal memori, pendengaran)
respon tidak sesuai, afasia,
meningkat (5) 3. Identifikasi perilaku emosional dan fisik
disfasia, disleksia tidak - Kesesuaian ekspresi wajah sebagai bentuk komunikasi
ada kontak mata meningkat (5) b. Terapeutik
- Kontak mata meningkat (5) 1. Gunakan metode komunikasi alternatif
- Afasia menurun (5) (misalnya berkedip, papan komunikasi
- Disfasia menurun (5) dengan gambar dan huruf)
2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan
kebutuhan
3. Berikan dukungan psikologis
4. Gunakan juru bicara kalau perlu
b. Edukasi
25
a. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif
, anatomis, dan fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan bicara
b. Kolaboratif
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
3. Gangguan Interaksi sosial Luaran:Interaksi sosial Intervensi: Terapi Aktivitas
berhubungan dengan Setelah diberikan askep selama 3 Tindakan
x 24 jam diharapkan interaksi a. Observatif
hambatan perkembangan
sosial meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi defisist tingkat aktivitas
atau maturasi dibuktikan hasil: 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi
dengan merasa sulit - Responsif terhadap orang lain dalam aktivitas tertentu
menerima atau meningkat (5) 3. Identifikasi strategi meningkatkan
- Kontak mata meningkat (5) partisipasi dalam aktivitas
mengkomunikasikan
- Kooperatif dalam bermain 4. Monitor respon emosional, fisik, , sosial
perasaannya, kurang dengan teman sebaya meningkat dan spiritual.
responsif atau tertarik (5) b. Terapeutik
pada orang lain, kontak - Perilaku sesuai usia meningkat 1. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan
(5) tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
mata kurang, perilaku
kemampuan fisik, psikologis dan sosial
tidak sesuai dengan usia. 2. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai
usia
3. fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
4. Libatkan keluarga dalam aktivitas
5. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-
hari
26
c. Edukasi
1. Jelaskan metode kativitas fisik sehari-hari
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas kognitif ,
fisik, sosial, spiritual dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
d. Kolaboratif
1. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas jika perlu
4. Defisit perawatan diri Luaran: Perawatan diri Intervensi: Dukungan perawatan diri
berhubungan dengan Setelah diberikan askep selama 3 Tindakan
retadarsi mental x24 jam diharapkan perawatan a. Observasi
dibuktikan dengan tidak diri meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas sesuai usia
mampu mandi, hasil: 2. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
mengenakan - Kemampuan mandi diri , berpakaian, berhias, dan makan
pakaian,makan, ke toilet, meningkat (5) b. Terapeutik
berhiasa secara mandiri, - Kemampuan makan
meningkat (5)
27
minat melakukan - Kemampuan ke toilet (BAK, 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik
perawatan diri kurang BAB) meningkat (5) (misalnya suasana yang hangat, rileks,
- Mempertahankan kebersihan privasi)
mulut meningkat (5) 2. Dampingi perawatan diri sampai mandiri
3. jadwalkan rutinitas perawatan diri
c. Edukasi
1. Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
dalam melakukan perawatan diri secara
konsisten
5 Risiko cedera Luaran:Tingkat cedera Intervensi: Edukasi keamanan anak
berhubungan dengan Setelah diberikan Askep 1 x 24 Tindakan:
jam diharapkan tingkat cedera a. Observasi
perubahan fungsi kognitif
menurun dengan krieria hasil: 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
- kejadian cedera menurun (5) keluarga menerima informasi
- luka atau lecet menurun (5) b. Terapeutik
- Gangguan kognitif menurun 1. jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
(5) kesepakan bersama keluarga
- iritabilitas menurun (5) b. Edukasi
1. Anjurkan keluarga memantau anak saat
anak berada di tempat yang berisiko
2. Anjurkan menutup sumber listrik yang
dapat dijangkau
3. Anjurkan keluarga menyimpan benda-benda
berbahaya
28
4. Anjurkan keluarga memilih mainan yang
sesuai dengan usia anak dan tidak
berbahaya
29
3.4 Implementasi Keperawatan
Menurut Nursalam (2013) adapun sebagai berikut : Implementasi
adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang pesifik.
Tahap Implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan
pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor -faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan.
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping
perencanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika
klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi
keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat melakukan pengumpulan
data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
klien. Semua tindakan keperawatan dicatat kedalam format yang telah
ditetapkan oleh institusi.
30
b. O (Obyektif) : Apa yang dilihat, dicium, diraba dan dapat
diukur oleh perawat.
c. A (Analisa) : Kesimpulan tentang keadaan klien
d. P (Plan of care) : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
diagnosa/ masalah keperawatan klien.
e. I (Intervensi) : Tindakan yang dilakukan perawat untuk
kebutuhan klien
f. E (Evaluasi) : Respon klien terhadap tindakan perawat
g. R (Ressesment) : Mengubah rencana tindakan keperawatan yang
diperlukan.
Tujuan evaluasi ini adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini bias dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan
klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan,
sehingga perawat dapat mengambil keputusan:
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai
tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan)
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (kilen memerlukan waktu
yang lebih lama untuk mencapai tujuan)
BAB IV
31
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Retardasi mental adalah bentuk gangguan atau kekacauan fungsi mental atau
kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme
adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus eksteren dan ketegangan-
ketegangan sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu
bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan mental.
Retardasi mental bisa saja terjadi pada setiap individu / manusia karena
adanya faktor-faktor dari dalam maupun dari luar, gejala yang ditimbulkan pada
penderita retardasi mental umumnya rasa cemas, takut, halusinasi serta delusi
yang besar.
4.2 Saran
Disarankan kepada para ibu agar memperhatikan kesehatan dirinya seperti
memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan mengurangi
kebiasaan buruk seperti: minum-minuman keras dan merokok.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu melakukan langkah
prepentif guna menanggulangi gangguan mental yang dapat membahayakan
kesehatan anak dan remaja caranya yaitu dengan menggalakkan penyuluhan
tentang retardasi mental kepada masyarakat.
32
DAFTAR PUSTAKA
Maramis, W.F. (2005) Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Newman, Dorlan. 2011. Kamus Saku Kedokteran .Dorlan Edisi 2008. Jakarta: EGC.