Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA RETARDASI MENTAL”

Oleh:

KELOMPOK V KELAS B14 A

1. I MADE NGARA YASA (213221235)


2. KOMANG RESMI AYUNINGSIH (213221220)
3. NI WAYAN RESTUWATI (213221212)
4. NI PUTU ARI FEBRIYANTHI (213221230)
5. NI GUSTI AYU YOGISWARI (213221189)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JENJANG


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan lancar, serta tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
“Keperawatan Anak Sakit dan terminal” dengan judul “Makalah Asuhan Keperawatan
Pada Retardasi Mental ” Makalah ini telah dibuat berdasarkan dari berbagai sumber
dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan makalah
ini.

Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa ma banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap pembaca
untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun. Kritik dan saran pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semuanya.

Denpasar, 12 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 1
1.3 Tujuan ......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3


2.1 Definisi ........................................................................................ 3
2.2 Etiologi ........................................................................................ 3
2.3 Klasifikasi ................................................................................... 6
2.4 Manifestasi Klinik .................................................................. ..... 8
2.5 Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 12
2.6 Pathway ....................................................................................... 13
2.7 Prognosis ..................................................................................... 14
2.8 Pencegahan.................................................................................. 14
2.9 Penatalaksanaan .......................................................................... 15

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................... 17


3.1 Pengkajian ................................................................................... 17
3.2 Diagnosa Keperawatan................................................................ 22
3.3 Intervensi Keperawatan............................................................... 23
3.4 Implementasi Keperawatan ......................................................... 28
3.5 Evaluasi....................................................................................... 28

iii
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 30
4.1 Kesimpulan ................................................................................. 30
4.2 Saran............................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup,
diperkirakan lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini.
Oleh karena itu retardasi mental merupakan masalah di bidang kesehatan
masyarakat, kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anak yang mengalami
retardasi mental tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Retardasi mental
merupakan suatu keadaan penyimpangan tumbuh kembang seorang anak
sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri merupakan proses utama,
hakiki, dan khas pada anak serta merupakan sesuatu yang terpenting.
Prevalens retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun di negara
maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5%, di negara berkembang berkisar 4,6%.
Insidens retardasi mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak
dalam 20 tahun terakhir. Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per
1000 kelahiran hidup.1 Banyak penelitian melaporkan angka kejadian retardasi
mental lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.
Berdasarkan uraian diatas kami selaku mahasiswa keperawatan tertarik
untuk membuat makalah mengenai Retardasi Mental.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan retardasi mental?
2. Apa penyebab dari retardasi mental?
3. Bagaimana klasifikasi dari retardasi mental?
4. Bagaimana gejala klinis dari retardasi mental dan penegakkan diagnosis
pada retardasi mental?
5. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada retardasi mental?
6. Bagaimana prognosis dari retardasi mental?

1
7. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui Pengertian dari retardasi mental
2. Dapat mengetahui penyebab dari retardasi mental
3. Dapat mengetahui klasifikasi dari retardasi mental
4. Bagaimana gejala klinis dari retardasi mental dan penegakkan diagnosis
pada retardasi mental
5. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada retardasi mental
6. Bagaimana prognosis dari retardasi mental
7. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental

2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Retardasi Mental


Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi
yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa
anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan,
tetapi gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental
disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna
mental (W.F. Maramis, 2005: 386).
Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki
kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO).
American Association on Mental Deficiency (AAMD)membuat definisi
retardasi mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu
penurunan fungsi intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa
perkembangan dan dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial.

2.2 Etiologi
Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase pranatal, perinatal
dan postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000
macam penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat
dicegah. Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas
penyebab biologis dan psikososial.
Penyebab biologis atau sering disebut retardasi mental tipe klinis
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
• Pada umumnya merupakan retardasi mental sedang sampai sangat berat
• Tampak sejak lahir atau usia dini
• Secara fisis tampak berkelainan/aneh

3
• Mempunyai latar belakang biomedis baik pranatal, perinatal maupun
postnatal
• Tidak berhubungan dengan kelas sosial
Penyebab psikososial atau sering disebut tipe sosiokulturalmempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
• Biasanya merupakan retardasi mental ringan
• Diketahui pada usia sekolah
• Tidak terdapat kelainan fisis maupun laboratorium
• Mempunyai latar belakang kekurangan stimulasi mental (asah)
• Ada hubungan dengan kelas social

Melihat struktur masyarakat Indonesia, golongan sosio ekonomi rendah


masih merupakan bagian yang besar dari penduduk, dapat diperkirakan bahwa
retardasi mental di Indonesia yang terbanyak adalah tipe sosio-kultural.
Penyebab retardasi mental tipe klinis atau biologi kali dapat dibagi dalam
:
a. Penyebab pranatal
o Gangguan metabolisme
Gangguan metabolism asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU),
Maple Syrup Urine Disease, gangguan siklus urea, histidiemia,
homosistinuria, Distrofiaokulorenal Lowe, hiperprolinemia, tirosinosis dan
hiperlisinemia. Gangguan metabolism lemak yaitu degenerasi
serebromakuler dan lekoensefalopatiprogresif. Gangguan metabolism
karbohidrat yaitu galaktosemia dan glycogen storabe disease.
o Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom muncul dibawah 5 persen kehamilan,
kebanyakan kehamilan yang memilki kelainan kromosom berakhri
dengan kasus keguguran hanya setenggah dari satu persen yang lahir
memiliki kelainan kromosom, dan akan meninggal segera setelah lahir.

4
bayi yang bertahan, kebanyakan akan memiliki kelainan down
syndrome, atau trisomy 21. Manusia normal memiliki 46 kromosom (23
pasang). Orang dengan kelainan down syndrome memiliki 47
kromosom (23 pasang + 1 kromosom pada kromosom ke 21).
o Infeksi maternal selama kehamilan
Yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali inclusion body
disease merupakan penyakit infeksi virus yang paling sering
menyebabkan retardasi mental. Infeksi virus ringan atau subklinik pada
ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin yang bersifat fatal.
Penyakit Rubella congenital juga dapat menyebabkan defisit mental.
o Komplikasi kehamilan
Meliputi toksemia gravidarum, Diabetes Mellitus pada ibu hamil
yang tak terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat plasenta previadan
solution plasenta serta penggunaan sitostatika selama hamil.

b. Penyebab perinatal
o Prematuritas
Dengan kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi
menyebabkan meningkatnya keselamatan bayi dengan berat badan lahir
rendah sedangkan bayi-bayi tersebut mempunyai resiko besar untuk
mengalami kerusakan otak, sehingga akan didapatkan lebih banyak
anak dengan retardasi mental.
o Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin
sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.

o Kernikterus

5
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan
bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak.
o Hipoglikemia: menurunnya kadar gula dalam darah.

c. Penyebab postnatal
o Infeksi (meningitis, ensefalitis)
o Trauma fisik
o Kejang lama
o Intoksikasi (timah hitam, merkuri)

2.3 Klasifikasi Retardasi Mental


Berikut ini adalah klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ III:
1. F70 Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69)
Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering tidak naik
kelas, selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau
mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal
yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi. 80 % dari anak RM termasuk pada
golongan ini. Dapat menempuh pendidikan Sekolah Dasar kelas VI hingga
tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban dan membutuhkan bantuan tentang
masalah kehidupannya.
2. F71 Retardasi Mental Sedang (IQ 35-49)
Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan
dalam perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan
fisik lainnya. Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya sendiri,
pada umumnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka
kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM. Anak pada golongan ini
membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan pelayanan.
3. F72 Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34)

6
Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan
kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk dilatih
belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar, angka
kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari 1 gangguan organik yang
menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang ketat dan
pelayanan khusus.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20)
Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan
komunikasi yang pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan
sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini memerlukan
latihan yang ekstensi funtuk melakukan“self care” yang sangat mendasar
seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan supervisi total dan
perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-benar
tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
5. F78 Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari tingkat Retardasi Mental
intelektual dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin
dilakukan karena adanya hendaya sensorik atau fisik, seperti buta, bisu tli,
dan penyandang yang perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak
mampu.

7
2.4 Manifestasi Klinis
Diagnosis retardasi mental tidak hanya didasarkan atas tes intelegensia saja,
melainkan juga dari riwayat penyakit, laporan dari orangtua, laporan dari
sekolah, pemeriksaan fisis, laboratorium, pemeriksaan penunjang. Yang perlu
dinilai tidak hanya intelegensia saja melainkan juga adaptasi sosialnya. Dari
anamnesis dapat diketahui beberapa faktor risiko terjadinya retardasi mental.
Pemeriksaan fisis pada anak retardasi mental biasanya lebih sulit dibandingkan
pada anak normal, karena anak retardasi mental kurang kooperatif. Selain
pemeriksaan fisis secara umum (adanya tanda-tanda dismorfik dari sindrom-
sindrom tertentu) perlu dilakukan pemeriksaan neurologis, serta penilaian tingkat
perkembangan. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat
ditemukan berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk
kepala: mikrosefali, hidrosefali, dan down syndrome. Wajah pasien dengan
retardasi mental sangat mudah dikenali seperti hipertelorisme, yaitu lidah yang
menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah yang tampak
tumpul.
Pada anak yang berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia. Namun,
tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya karakteristik, melainkan
harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan spesifik yang berbeda.
penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia,
termasuk temuan klinis, prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG) kepala dapat membantu menilai adanya kalsifikasi
serebral, perdarahan intra kranial pada bayi dengan ubun-ubun masih terbuka.
Pemeriksaan laboratorium dilakuka atas indikasi, pemeriksaan ferriklorida dan
asam amino urine dapat dilakukan sebagai screening PKU.
Pemeriksaan analisis kromosom dilakukan bila dicurigai adanya kelainan
kromosom yang mendasari retardasi mental tersebut. Beberapa pemeriksaan
penunjang lain dapat dilakukan untuk membantu seperti pemeriksaan BERA,
CT-Scan, dan MRI. Kesulitan yang dihadapi adalah kalau penderita masih

8
dibawah umur 2-3 tahun, karena kebanyakan tes psikologis ditujukan pada anak
yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai perkembangan motorik halus maupun
kasar, serta perkembangan bicara dan bahasa. Biasanya penderita retardasi
mental juga mengalami keterlambatan motor dan American Psychiatric
Association (APA) pada tahun 1994, mensyaratkan tiga diagnosis
keterbelakangan mental, yaitu:
• Fungsi intelektual secara signifikan dibawah rata-rata: IQ sekitar 70 atau
kurang menurut tes IQ yang diadakan secara individu.
• Ketidakmampuan atau kelemahan yang terjadi bersamaan dengan fungsi
adaptasi saat ini (yakni efektivitas seseorang dalam memenuhi standar yang
diharapkan pada usianya dengan kelompok budayanya) setidaknya dalam
bidang berikut ini: yaitu komunikasi, perhatian diri sendiri, kehidupan rumah
tangga, keterampilan sosial-interpersonal, penggunaan sumber dalam
komunitas, self dierection, keterampilan akademik fungsional, pekerjaan,
waktu luang, kesehatan dan keamanan.
• Terjadi sebelum berusia 18 tahun.
Tingkatan keterbelakangan mental menurut APA, diklasifikasikan menjadi
mild retardation (tingkat IQ 50 atau 55 sampai sekitar 70), moderate mental
retardation (tingkat IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55), severe mental
retardation (tingkat IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), dan profound mental
retardation (tingkat IQ dibawah 20 atau 25).

Dibawah ini sekilas tentang perubahan perilaku terkait usia pada anak
dengan keterbelakangan mental:
1. Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)
• Anak prasekolah (0 – 5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam
berjalan, makan sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu
tidak melihat keterbelakangan ini.

9
• Usia sekolah (6 – 21 tahun): Belajar keterampilan motorik-pemahaman
dan kognisi (membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam
oleh remaja tahap ini, dapat belajar untuk menyesuaikan diri secara
sosial.
• Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan
kejuruan yang diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan bimbingan
dan bantuan ketika berada pada kondisi ekonomi sulit atau stress sosial.

2. Keterbelakangan Mental menengah (IQ = 35 – 49)


• Anak prasekolah (0 – 5 tahun): sebagian besar perkembangan kelihatan
dengan jelas terlambat.
• Usia sekolah (6 – 21 tahun): belajar berkomunikasi dan merawat
kesehatan dasar dan kebutuhan keamanan.
• Dewasa (21 tahun keatas): melakukan tugas tanpa keterampilan atau
semi terampil sederhana pada kondisi yang diawasi, berpartisipasi pada
permainan sederhana dan melakukan perjalanan sendiri di tempat yang
dikenal, mampu merawat diri sendiri.

3. Keterbelakangan Mental Berat (IQ = 20 – 34)


• Anak prasekolah (0 – 5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda,
sedikit atau tidak berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan
mengerjakan sendiri (misalnya makan sendiri).
• Usia sekolah (6 – 21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat
ketidakmampuan motorik, dapat memahami dan merespon
pembicaraan, dapat mengambil mamfaat dari pelatihan mengenai
kesehatan dan kebiasaan lain yang dapat diterima.

10
• Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan
memperbesar perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan
pengawasan ketat dalam lingkungan yang dapat dikendalikan.

4. Keterbelakangan Mental Sangat Berat (IQ dibawah 20)


• Anak prasekolah (0 – 5 tahun): keterbelakangan ekstrem disemua
bidang, kemampuan sensorik minimal, membutuhkan bantuan
perawatan diri.
• Usia sekolah (6 – 21 tahun): semua bidang perkembangan tampak jelas
tertunda, respon berupa emosi dasar dan mendapatkan manfaat dari
pelatihan dalam penggunaan anggota badan dan mulut, harus diawasi
dengan ketat.
• Dewasa (21 tahun keatas): barangkali dapat berjalan dan berbicara
dengan cara primitive, mendapatkan mamfaat dari aktivitas fisik
regular, tidak dapat merawat diri sendiri, tetapi membutuhkan bantuan
perawatan diri.

11
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental,yaitu:
a. Kromosom kariotipe
b. EEG (Elektro Ensefalogram)
c. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
d. Titer virus untuk infeksi congenital
e. Serum asam urat (Uric acid serum)
f. Laktat dan piruvat
g. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
h. Serum seng (Zn)
i. Logam berat dalam darah
j. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
k. Serum asam amino atau asam organik
l. Plasma ammonia
m. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsi kulit:
n. Urin mukopolisakarida

12
2.6 Pathway

Gangguan Gangguan
Defisit Gangguan Komunikasi Interaksi
Perawatan Pertumbuhan Verbal Sosial
Risiko
Diri dan
Cedera
perkembangan

13
2.7 Prognosis Retardasi Mental
Mengukur kecerdasan dan perilaku adaptif dapat membantu klasifikasi dari
kecenderungan keterbelakangan dan dapat memprediksikan apakah individu
tersebut dapat hidup secara independen. Individu dengan keterbelakangan mental
menengah (moderate mental retardation) lebih sering ditemukan dapat mencapai
seilf-sufficiency dan mendapatkan hidup yang bahagia. Untuk mencapai
tujuannya, mereka membutuhkan lingkungan yang sesuai dan mendukung seperti
pendidikan, komunitas, lingkungan sosial, keluarga dan keterampilan yang
konsisten. Harapannya lebih kecil untuk individu yang menderita
keterbelakangan mental sangat berat (profound retardation). Individu dengan
profound retardation membutuhkan dukungan yang besar dan biasanya tidak bisa
hidup secara independen atau di rumah secara berkelompok.
Penelitian menemukan bahwa mereka memiliki harapan hidup yang lebih
kecil. Kecenderungan dari keterbelakangan invidu cenderung menetap selama
hidup. Misalkan seorang anak didiagnosa memiliki keterbelakangan mental berat
(severe) pada usia 5 tahun, maka ia akan memiliki diagnosa yang sama pada usia
21 tahun. Hal ini mungkin tidak akan terlalu terlihat oleh keluarga mereka,
dimana anak-anak dengan keterbelakangan memiliki kemampuan yang mirip
dengan rekan-rekan mereka, namun akan nampak bahwa mereka akan semakin
tertinggal dengan sejalannya usia mereka.

2.8 Pencegahan Retardasi Mental


Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental
dapat dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
a. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat
dilakukan dengan:
1) pendidikan kesehatan pada masyarakat,
2) perbaikan keadaan sosial-ekonomi,

14
3) konseling genetik,
4) Tindakan kedokteran, antara lain:
a) perawatan prenatal dengan baik,
b) pertolongan persalinan yang baik, dan
c) pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat
dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan
gangguan lainnya.

2.9 Penatalaksanaan Retardasi Mental


Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada
penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun
orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya
menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat
berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka
mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka
perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan
pragmatis dengan tujuan agar orang tua penderita mampu mengatasi bebab psiko-
sosial pada dirinya terlebih dahulu.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis
dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan
serta perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang
dimiliki dengan sebaik-baiknya.
2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang
salah.

15
3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan
berkembang, sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi
berkurang atau bahkan hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih
anak normal antara lain karena perhatian penderita retardasi mental
mudah terinterupsi. Untuk mengikat perhatian mereka tindakan yang
dapat dilakukan adalah dengan merangsang indera.
b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita
retardasi mental, yaitu:
1. Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan
berpakaian sendiri, dst.,
2. latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social,
3. Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin
penderita, dan
4. latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal
yang baik dan buruk secara moral.

16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian terdiri dari evaluasi komprehensif menegnai kekurangan
dan kekuatan yang berhubungan dengan keterampilan adaptif ; komunikasi ,
perawatan diri, interaksi sosial,, penggunaan sarana-sarana di masyarakat,
pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik
fungsional, pembentukan keterampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja.
Adapun yang dapat dikaji adalah:
1. Identitas pasien; nama, jenis kelamin, umur, agama dan lain-lain
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien menunjukkan gangguan kognitif (pola, proses, pikir),
lambatnya keterampilan sekspresi dan represi bahasa, gagal melewati
tahap perkembangan yang utama, lingkar kepala diatas atau dibawah
normal, lambatnya pertumbuhan, tonus otot abnormal,ciri-ciri
dismorfik, dan terlambatnya perkembangan motorik halus dan kasar.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan besar pasien pernah mengalami penyakit kromosom
trisomi 21 (sindrom down), sindrom Fragile X, gangguan sindrom
(distrofiotot Duchene), neurofibromatosis (tipe 1), gangguan
metabolisme sejak lahir, kondisi neunatal termasuk meningitis dan
perdarahan intracranial, cedera kepala, infeksi dan gangguan
degeneratif.
c. Riwayat prenatal
d. Riwayat perinatal
e. Riwayat post natal

17
f. Riwayat kesehatan keluarga
Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit yang
serupa atau penyakit yang dapat memicu terjadinya retardasi mental
terutama dari ibu tersebut.
g. Riwayat sosial
h. Pengkajian Pola fungsional
a) Persepsi dan pola manajemen kesehatan
- status kesehatan anak sejak lahir
- pemeriksaan kesehatan secara rutin (imunisasi)
- penyakit yang menyebabkan anak absen dari sekolah
- Praktek pencegahan kesehatan
- apakah orang tuan merokok? di dekat anak?
- Mainan anak/bayi (aman)?
- Praktek keamanan orang tua (produk rumah tangga, menyimpan
obat-obatan )
b) Nutris-pola metabolik
- Pemberian ASI/PASI, perkiraan jumlah minum, keluatan
menghisap (bagi masih bayi)
- selera makan, makanan yang disukai dan tidak disukai
- masukkan makanan selama 24 jam ? Adakah makanan
tambahan? dan vitamin
- kebiasaan makan
- alat makan yang digunakan
- Berat badan lahir dan berat badan saat ini
- Maslah kulit ada lesi atau rash
- Untuk orang tua: kaji status nutrisi orang tua dan keluarga
adakah yang bermasalah?
c) Pola eliminasi

18
- Pola defekasi gambarkan frekuensi, kesulitan, kebiasaan, ada
darah atau tidak)
- mengganti pakaian dalam/diapers(bagi bayi)
- Pola eliminasi urine (gambarkan perkiraan jumlah, ganti
popok/hari, kekuatan keluarnya urine, bau, warna
- untuk orang tua, apakah pola eliminasi ada yang bermasalah?
d) Aktivitas -pola latihan
- Rutin mandi?(kapan,bagaimana, diimana, menggunakan sabun
atau tidak?)
- Kebersihan rutin (pakaian)
- Aktivitas sehari-hari di rumah , bermain, tipe mainan yang
digunakan, teman bermain, penampilan anak saat bermain
- level aktivitas anak/bayi secara umum
- persepsi anak terhadap kekuatan (kuat atau lemah)
- Kemampuan kemandirian anak (mandi, toileting, berpakaian,
makan, dll)
- Orang Tua: aktivitas pola latihan, pemeliharaan anak,
pemeliharaan rumah
e) Pola istirahat -tidur
- pola istirahat atau tidur anak, perkiraan jam
- perubahan pola istirahat, mimpi buruk, nocturia
- Posisi tidur anak, gerakan tubuh
f) Pola kognitif -persepsi
- Responsive anak secara umum
- Responsive untuk berbicara, suara, objek, sentuhan?
- Apakah anak mengikuti objek dengan matanya? respon untuk
meraih mainan
- vokal suara, pola bicara, mainan

19
- kemampuan anak untuk menagatakan nama, waktu, alamat,
nomor telepon
- kemampuan anak untuk mengatakan kebutuhan: lapar, haus,
nyeri, tidak nyaman
- Orang tua: kesulitan membuat keputusan?
g) persepsi diri -pola konsep diri
- status mood bayi /anak (iritabilitas)
- pemahaman anak terhadap identitas diri, kompetensi , banyak
teman, persepsi diri, kesepian, takut
- Orang tua: persepsi diri sebagai orang tua
h) Pola peran-hubungan
- struktu keluarga
- maslah /stresor keluarga
- interaksi antara keluarga dan anak
- respon bayi atau anak terhadap perpisahan
- anak ketergantungan
- anak: pola bermain
- Anak: terper tantrum? masalah disiplin?
- orang tahu: peran ikatan?kepuasaan?,pekerjaan? hubungan
perkawinan
i) seksualitas
- Anak mengetahui Jenis kelamin
j) Koping -pola toleransi stress
- apa yang menyebabkan stress pada anak? level stress? toleransi?
- pola penanganan masalah, support system
k) Nilai -pola keyakinan
- perkembangan moral anak, pemilihan perilaku, komitmen
- keyakinan akan kesehatan, keyakianan agama

20
- Orang tua: sesuatu yang bernialai dalam hidupnya, semangat
untuk masa depan, keyakinan akan kesembuahan, dampak
penyakit dan tujuan.
i. Pemeriksaan fisik
1) Kepala : mikro atau makrosefali, plagiosepali (bentuk kepala tidak
simetris
2) rambut : pusar ganda, rambut jarang/tidak ada, halus mudah putus
dan cepat berubah
3) mata : mikroftalmia,juling, nistagmus
4) hidung : Jembatan atau punggung hidung mendatar, ukuran kecil,
cuping melengkung keatas
5) mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar
atau melengkung tinggi
6) gigi : odontogenesis yang tidak normal
7) telinga : keduanya letaknya rendah
8) wajah : panjang filtrum yang menambah, hipoplasia
9) leher: pendek, tidak mempunyai gerak yang sempurna
10) tangan: jari pendek, dan tegap atau panajng kecil meruncing, ibu
jari gemuk dan lebar, klinodaktil
11) dada dan abdomen: terdapat beberapa puting dan buncit
12) genitalia : mikropenis, testis tidak turun
13) kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang dan tegap atau
panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar dan gemuk
j. Pengkajian perkembangan anak
Penilaian berdasarkan format DDST/Denver II) bagi anak usia 0-6
tahun diantaranya:
1) Kemandirian dan bergaul
2) Motorik halus
3) Kognitif dan bahasa

21
4) Motorik kasar
Bagi anak diatas 6 tahun , maka dinyatakan tumbuh kembang secara
umum sebagai berikut:
1) Berat badan lahir , 6 bulan, 1 tahun, dan saat ini
2) pertumbuhan gigi (usia tumbuh gigi, jumlah, masalah dengan
pertumbuhan gigi)
3) Usia mulai menegakkan kepala, duduk, berjalan, kata-kata
pertama
4) Perkembangan sekolah, lancar?masalah apa?
5) Interaksi dengan peers dan orang dewasa
6) partisipasi dengan kegiatan organisasi (kesenian, olahraga)

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan sindrom gagal tumbuh
(faillure to thrive syndrome) dan ketidakmampuan fisik dibuktikan dengan
tidak mampu melaksanakan keterampilan, pertumbuhan fisik terganggu,
tidak mampu melakukan perawatan diri sesuai usia, afek datar, respons
sosial lambat, kontak mata terbatas.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kelainan palatum
dibuktikan dengan tidak mampu berbicara,atau mendengar, menunjukkan
respon tidak sesuai, afasia, disfasia, disleksia tidak ada kontak mata
3. Gangguan Interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan
atau maturasi dibuktikan dengan merasa sulit menerima atau
mengkomunikasikan perasaannya, kurang responsif atau tertarik pada orang
lain, kontak mata kurang, perilaku tidak sesuai dengan usia.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan retadarsi mental dibuktikan
dengan tidak mampu mandi, mengenakan pakaian,makan, ke toilet, berhiasa
secara mandiri, minat melakukan perawatan diri kurang.
5. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif

22
23
3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


.
1. Gangguan tumbuh Luaran: Status perkembangan Intervensi: Perawatan perkembangan
kembang berhubungan Setelah diberikan askep selama 3 Tindakan
x 24 jam diharapkan status c. Observasi
dengan sindrom gagal
perkembangan membaik dengan 1. Identifikasi pencapaian tugas perkembangan
tumbuh (faillure to thrive kriteria hasil: anak
syndrome) dan - keterampilan / perilaku d. Terapeutik
ketidakmampuan fisik sesuai umur meningkat (5) 1. Minimalkan nyeri
- kemampuan melakukan 2. Minimalkan kebisingan
dibuktikan dengan tidak
perawatan diri meningkat 3. Pertahankan lingkungan yang mendukung
mampu melaksanakan (5) perkembangan optimal
keterampilan, - respon sosial meningkat 4. Motivasi anak berinteraksi dengan anak lain
pertumbuhan fisik (5) 5. Dukung anak mengekspresikan diri melalui
- Kontak mata meningkat penghargaan positif
terganggu, tidak mampu
(5)
melakukan perawatan diri - Afek membaik (5) e. Edukasi
sesuai usia, afek datar, 1. Jelaskan orang tua/pengasuh tentang
respons sosial lambat, milestone perkembangan anak dan perilaku
anak
kontak mata terbatas.
2. Anjurkan orang tua menyentuh dan
menggendong bayinya

24
3. Ajarkan anak tentang teknik asertif
f. Kolaborasi
1. Rujuk untuk konseling, jika perlu

2. Gangguan komunikasi Luaran: Komunikasi verbal Intervensi: promosi komunikasi : defisit bicara
verbal berhubungan Setelah diberikan askep selama 3 Tindakan
x 24 jam diharapkan komunikasi a. Observasi
dengan kelainan palatum
verbal meningkat dengan kriteria 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas
dibuktikan dengan tidak hasil : volume dan diksi bicara
mampu berbicara,atau - kemampuan berbicara 2. Monitor proses kognitif,anatomis, dan
mendengar, menunjukkan meningkat (5) fisiologis yang berkaitan dengan bicara
- Kemampuan mendengar (misal memori, pendengaran)
respon tidak sesuai, afasia,
meningkat (5) 3. Identifikasi perilaku emosional dan fisik
disfasia, disleksia tidak - Kesesuaian ekspresi wajah sebagai bentuk komunikasi
ada kontak mata meningkat (5) b. Terapeutik
- Kontak mata meningkat (5) 1. Gunakan metode komunikasi alternatif
- Afasia menurun (5) (misalnya berkedip, papan komunikasi
- Disfasia menurun (5) dengan gambar dan huruf)
2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan
kebutuhan
3. Berikan dukungan psikologis
4. Gunakan juru bicara kalau perlu
b. Edukasi

25
a. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif
, anatomis, dan fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan bicara
b. Kolaboratif
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
3. Gangguan Interaksi sosial Luaran:Interaksi sosial Intervensi: Terapi Aktivitas
berhubungan dengan Setelah diberikan askep selama 3 Tindakan
x 24 jam diharapkan interaksi a. Observatif
hambatan perkembangan
sosial meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi defisist tingkat aktivitas
atau maturasi dibuktikan hasil: 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi
dengan merasa sulit - Responsif terhadap orang lain dalam aktivitas tertentu
menerima atau meningkat (5) 3. Identifikasi strategi meningkatkan
- Kontak mata meningkat (5) partisipasi dalam aktivitas
mengkomunikasikan
- Kooperatif dalam bermain 4. Monitor respon emosional, fisik, , sosial
perasaannya, kurang dengan teman sebaya meningkat dan spiritual.
responsif atau tertarik (5) b. Terapeutik
pada orang lain, kontak - Perilaku sesuai usia meningkat 1. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan
(5) tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
mata kurang, perilaku
kemampuan fisik, psikologis dan sosial
tidak sesuai dengan usia. 2. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai
usia
3. fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
4. Libatkan keluarga dalam aktivitas
5. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-
hari

26
c. Edukasi
1. Jelaskan metode kativitas fisik sehari-hari
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas kognitif ,
fisik, sosial, spiritual dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
d. Kolaboratif
1. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas jika perlu

4. Defisit perawatan diri Luaran: Perawatan diri Intervensi: Dukungan perawatan diri
berhubungan dengan Setelah diberikan askep selama 3 Tindakan
retadarsi mental x24 jam diharapkan perawatan a. Observasi
dibuktikan dengan tidak diri meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas sesuai usia
mampu mandi, hasil: 2. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
mengenakan - Kemampuan mandi diri , berpakaian, berhias, dan makan
pakaian,makan, ke toilet, meningkat (5) b. Terapeutik
berhiasa secara mandiri, - Kemampuan makan
meningkat (5)

27
minat melakukan - Kemampuan ke toilet (BAK, 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik
perawatan diri kurang BAB) meningkat (5) (misalnya suasana yang hangat, rileks,
- Mempertahankan kebersihan privasi)
mulut meningkat (5) 2. Dampingi perawatan diri sampai mandiri
3. jadwalkan rutinitas perawatan diri
c. Edukasi
1. Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
dalam melakukan perawatan diri secara
konsisten
5 Risiko cedera Luaran:Tingkat cedera Intervensi: Edukasi keamanan anak
berhubungan dengan Setelah diberikan Askep 1 x 24 Tindakan:
jam diharapkan tingkat cedera a. Observasi
perubahan fungsi kognitif
menurun dengan krieria hasil: 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
- kejadian cedera menurun (5) keluarga menerima informasi
- luka atau lecet menurun (5) b. Terapeutik
- Gangguan kognitif menurun 1. jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
(5) kesepakan bersama keluarga
- iritabilitas menurun (5) b. Edukasi
1. Anjurkan keluarga memantau anak saat
anak berada di tempat yang berisiko
2. Anjurkan menutup sumber listrik yang
dapat dijangkau
3. Anjurkan keluarga menyimpan benda-benda
berbahaya

28
4. Anjurkan keluarga memilih mainan yang
sesuai dengan usia anak dan tidak
berbahaya

29
3.4 Implementasi Keperawatan
Menurut Nursalam (2013) adapun sebagai berikut : Implementasi
adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang pesifik.
Tahap Implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan
pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor -faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan.
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping
perencanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika
klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi
keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat melakukan pengumpulan
data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
klien. Semua tindakan keperawatan dicatat kedalam format yang telah
ditetapkan oleh institusi.

3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan
perawat untuk memonitor “kealpaan “yang terjadi selama tahap pengkajian,
analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan (Nursalam, 2001)
Adapun komponen tahap evaluasi adalah pertama pencapaian kreteria hasil,
kedua keefektifan tahap-tahap keperawatn, ketiga revisi atau terminasi
keperawatan.
Evaluasi perencanaan kriteria hasil tulis pada catatan perkembangan dalam
bentuk SOAPIER:
a. S (Subyektif) : Keluhan-keluhan klien

30
b. O (Obyektif) : Apa yang dilihat, dicium, diraba dan dapat
diukur oleh perawat.
c. A (Analisa) : Kesimpulan tentang keadaan klien
d. P (Plan of care) : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
diagnosa/ masalah keperawatan klien.
e. I (Intervensi) : Tindakan yang dilakukan perawat untuk
kebutuhan klien
f. E (Evaluasi) : Respon klien terhadap tindakan perawat
g. R (Ressesment) : Mengubah rencana tindakan keperawatan yang
diperlukan.
Tujuan evaluasi ini adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini bias dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan
klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan,
sehingga perawat dapat mengambil keputusan:
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai
tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan)
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (kilen memerlukan waktu
yang lebih lama untuk mencapai tujuan)

BAB IV

31
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Retardasi mental adalah bentuk gangguan atau kekacauan fungsi mental atau
kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme
adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus eksteren dan ketegangan-
ketegangan sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu
bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan mental.
Retardasi mental bisa saja terjadi pada setiap individu / manusia karena
adanya faktor-faktor dari dalam maupun dari luar, gejala yang ditimbulkan pada
penderita retardasi mental umumnya rasa cemas, takut, halusinasi serta delusi
yang besar.

4.2 Saran
Disarankan kepada para ibu agar memperhatikan kesehatan dirinya seperti
memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan mengurangi
kebiasaan buruk seperti: minum-minuman keras dan merokok.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu melakukan langkah
prepentif guna menanggulangi gangguan mental yang dapat membahayakan
kesehatan anak dan remaja caranya yaitu dengan menggalakkan penyuluhan
tentang retardasi mental kepada masyarakat.

32
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, W.F. (2005) Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Newman, Dorlan. 2011. Kamus Saku Kedokteran .Dorlan Edisi 2008. Jakarta: EGC.

Soetjiningsih.1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta:EGC

PPNI (2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil


keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,


Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018) .Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia;Definisi dann Indikator diagnostik,


Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai