Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN PSIKOTIK GELANDANGAN


(Mata Kuliah Keperawatan Jiwa)

Disusun Oleh:
KELOMPOK V

Merlin E. Intopiana Nikodemus Solsolay


Maria Y. Sojem Lumu Nataboir
Korinus Djawadan Stela Karelau
Kristina Gou Yohanis Gurgurem
Marten Waitau

Program Studi S1 Keperawatan


STIKES PASAPUA AMBON
YAYASAN BANGUN PERSADA
2022

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami Kelompok V dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk menambah pemahaman
kami dan juga pembaca.

Kami menyadari bahwa dalam proses penyusunan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna baik dari segi materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang kami miliki sehingga tugas ini dapat diselesaikan.

Oleh karena itu, kami berharap kepada para pembaca agar dapat
memberikan koreksi atau masukan yang bersifat membangun guna
menyempurnakan makalah yang kami buat ini.

Ambon, 9 Desember 2022

Kelompok V,

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B. Tujuan............................................................................................
C. Manfaat Manfaat Penelitian .........................................................

BAB II TEORI ....................................................................................................


A. Kasus (Masalah (Masalah Utama) .................................................
B. Proses Terjadinya Terjadinya Masalah Masalah ...........................

BAB III PEMBAHASAN .....................................................................................


A. Asuhan Keperawatan ....................................................................
B. Roleplay Roleplay ..........................................................................
C. Evaluasi Evaluasi ...........................................................................

BAB IV PENUTUP ..............................................................................................


A. Kesimpulan ....................................................................................
B. Saran .............................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kesehatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan yang harus
dimiliki oleh seseorang. Sebagai individu, manusia memiliki dua komponen
kesehatan yang harus dipenuhi kebutuhannya, yaitu kesehatan fisik dan
psikis.
Pengobatan bagi orang dengan gangguan fisik akan lebih mudah
dibanding dengan gangguan psikis, karena para penderita gangguan fisik
sadar bahwa dirinya mengalami sakit yang pastinya memerlukan
pengobatan. Hal itu tidak terjadi pada penderita gangguan psikis, psikis,
mereka merasa bahwa dirinya sehat. Mereka tidak memerlukan bantuan
untuk menyembuhkan penyakitnya, karena merasa sehat, tidak memiliki
gangguan apapun.
Semua keputusan terkait pengobatan bagi penderita gangguan psikis
ada di tangan keluarga maupun orang-orang dekat di sekitar penderita.
Menurut, Hartanto (2003). Kualitas lingkungan dan interaksi sosial
penderita, sangat erat berhubungan dengan risiko deteriorasi dan kronisitas
dari gangguan tersebut. Penderita gangguan psikis tidak kompeten untuk
bisa memahami tindakan yang dilakukan. Namun kiranya perlu diperhatikan,
bahwa inkompetensi pada penderita gangguan jiwa memiliki ciri-ciri yang
berbeda dengan penderita gangguan fisik. Selain pada persepsi bahwa
penderita gangguan  psikis adalah manusia inkompetensi, gambaran-
gambaran yang lebih menyakitkan lagi seperti manusia buas, tidak berguna,
berbahaya, selalu bergantung, dan pengganggu juga sering dilontarkan oleh
orang-orang disekitarnya.
Sebagai pihak terdekat dari si penderita, keluarga memang memegang
penuh hak atas pilihan metode penyembuhan yang akan dikenakan oleh si
penderita. Mereka masih dapat lebih tertangani, namun jika mereka adalah
para penyandang gangguan psikis yang telah “memutuskan” untuk
meninggalakan zona aman -keluarga-, pihak yang berhak atas mereka
tidaklah akan jelas lagi.
Penyandang gangguan psikis dapat dikategorikan sebagai kelompok
lemah secara khusus. Masalah yang dihadapi para penyandang gangguan
psikis ini tidak dapat dikatakan sebagai masalah kesehatan saja. Mereka
memilik masalah yang lebih kompleks lagi. Penyandang gangguan psikis,
yaitu orang-orang yang mengalami gangguan jiwa, merupakan
permasalahan yang spesifik. Pada umumnya mereka tidak dapat
disembuhkan seratus persen (100%).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui bentuk rehabilitasi gelandangan psikotik di LKS ODK
Ekspsikotik Aulia Rahma.
2. Untuk mengetahui tahapan rehabilitasi gelandangan psikotik di LKS ODK
Ekspsikotik Aulia Rahma.

C. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis Penemuan penelitian ini bermanfaat untuk
pengembangan sosiologi kesehatan yang di dalamnya mengkaji topik:
praktisi perawatan kesehatan dan hubungan antara praktisi kesehatan
dengan pasien, serta sistem perawatan kesehatan.
2. Secara Praktis Memberikan masukan bagi seluruh stake holder yang
berperan dalam menyusun program serta mengimplementasikan
pemberian pelayanan dan rehabilitasi terhadap gelandangan psikotik di
Provinsi Lampung. Stake holder 9 yang dimaksud yaitu dinas sosial dan
dinas kesehatan dari tingkat provinsi hingga kabupaten serta lembaga
swadaya bentukan masyarakat.

BAB II
TE OR I

A. Kasus (Masalah Utama)


Psikotik (sakit jiwa) adalah bentuk disorder mental atau kegalauan jiwa
yang dicirikan dengan adanya disintegrasi kepribadian dan terputusnya
hubungan jiwa dengan realitas (Kartono, 1981: 115).
Gelandangan Psikotik adalah seseorang yang hidup dalam keadaan
tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat,
mempunyai tingkah laku aneh/menyimpang dari norma-norma yang ada
atau seseorang bekas penderita penyakit  jiwa, yang telah mendapat
pelayanan medis dan telah mendapat Surat Keterangan Sembuh dan tidak
mempunyai keluarga/kurang mampu serta perlu mendapat bantuan untuk
hidup. (Permensos RI No. 8 tahun 2012)
Gelandangan psikotik adalah mereka yang hidup di jalan karena suatu
sebab mengalami gangguan kejiwaan yakni mental dan sosial, sehingga
mereka hidup mengembara, berkeliaran, atau menggelandang di jalanan.
Gelandangan psikotik ini mereka sudah tidak memiliki pola pikir yang jelas
dan mereka sudah tidak lagi mementingkan mengenai norma dan kebiasaan
yang ada dalam masyarakat, selain itu juga mereka sudah tidak memiliki rasa
malu dan memiliki amarah yang tidak bisa dikontrol jika sedang marah.

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Faktor Predisposisi
a. Genetik: faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam
perkembangan suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki
anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara
kandung, sanak saudara lain).
b. Neurobiologis: penurunan volume otak dan perubahan sistem
neurotransmitter.
c. Virus dan Infeksi

2. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi yang menyebabkan terjadinya suatu masalah terdiri
dari:
a. Biologis
b. Sosial cultural
c. Psikologis

3. Kriteria
a. Psikotik organic
Psikotik yang penyebabnya adalah gangguan pada susunan syaraf
pusat dan psikotik yang disebabkan oleh kondisi fisik, gangguan
metabolisme dan intoksikasi obat.
b. Psikotik Fungsional
Psikotik yang disebabkan oleh gangguan pada kepribadian seseorang
yang bersifat psikogenetik yaitu skizofrenia (perpecahan kepribadian)
seperti psikotik paranoid dan curiga.
c. Tahap-Tahap Kekambuhan
1) Tahap 1: kewalahan berlebih (mengeluh kewalahan, gejala
anxietas yang intensif).
2) Tahap 2: pembatasan kesadaran (gejala anxietas sebelumnya
bergabung dengan gejala depresi).
3) Tahap 3: rasa malu (biasanya hipomania dan halusinasi dan klien
tidak bisa mengendalikan).
4) Tahap 4: disorganisasi Psikotik (tahap ini gejala gangguan jiwa
jelas terjadi, halusinasi, waham).
5) Tahap 5: resolusi Psikotik (tahap ini di rumah sakit dan terjadi
penyembuhan  psikotik).

4. Rentang Respon Neurobiologis


Respon Adaptif Respon Maldaptif

Respon Adaptif Respon Mal Adaptif


Berfikir logis Pemikiran sesekali Gangguan pemikiran
terdistorsi waham/ halusinasi
Persepsi akurat Ilusi Kesulitan pengolahan
emosi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi Perilaku kacau dan
pengalaman berlebih isolasi
Perilaku sesuai Dan tidak bereaksi
Berhubungan sosial Perilaku aneh dan
penarikan tidak
biasa

5. Mekanisme Koping
a. Regresi (b.d masalah dalam proses informasi dan pengeluaran
sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas).
b. Proyeksi (upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan
dengan menetapkan tanggung jawab kepada orang lain).
c. Menarik diri.
d. Pengingkaran.

6. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


a. GSP: halusinasi
b. Isolasi social
c. Harga diri rendah
d. Resiko perilaku kekerasan/perilaku kekerasan
e. Gangguan proses pikir: waham
f. Resiko bunuh diri
g. Defisit perawatan diri

7. Diagnosa Keperawatan
a. GSp: halusinasi
b. Isolasi social
c. Harga diri rendah
d. Resiko perilaku kekerasan/perilaku kekerasan
e. Gangguan proses piker: waham
f. Resiko bunuh diri
g. Defisit perawatan diri

8. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Membina hubungan saling percaya
b. Membantu orientasi realita
c. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
d. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
e. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

BAB III
PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan
Laporan Pendahuluan
Gangguan Sensori Persepsi; Halusinasi

1. Kasus (masalah utama)


Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan
pada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia.
Seluruh klien dengan skizofrenia di antaranya mengalami halusinasi.
Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi
adalah gangguan maniak depresif dan delirium. Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar (Maramis, 1998).
Istilah halusinasi berasal dari bahasa latin hallucination yang
bermakna secara mental mengembara atau menjadi linglung. Jardri,
dkk. (2013) menegaskan “the term hallucination comes from the latin
“hallucination”: to wonder mentally or to be absent-minded”.
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2005).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensai palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.
Pasien seakan stimulus stimulus yang tidak ada (Keliat, 2009).

2. Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Halusinas
Halusinasi merupakan salah satu gejala dalam menentukan diagnosis
klien yang mengalami psikotik, khususnya schizophrenia. Halusinasi
dipengaruhi oleh faktor (stuart dan laraia, 2005) di bawah ini antara
lain:
1) Faktor Predisposisi
Halusinasi juga dipengaruhi oleh faktor perkembangan, jika
dalam masa perkembangan seseorang terganggu seperti cita-
cita/keinginan tak tercapai/kegagalan, kehilangan orang yang
dicintai, kehilangan pekerjaan, pola asuh otoriter dan mendapat
tindakan kekerasan dapat memicu terjadinya stress dan cemas
sehingga mengakibatkan halusinasi. Factor lainnya yaitu faktor
biologi, dimana dengan adanaya stres berlebihan seperti
mengalami keputusasaan dapat merasa depresi karena suatu
keadaan tertentu, yang jika lama-kelamaan tanpa pengobatan
dan penanganan tertentu dapat memicu munculnya halusinasi.
2) Faktor Presipitasi
Yaitu stimulasi yang dipersiapkan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk koping. terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik. Disamping itu juga oleh karena
proses penghambatan dalam proses transduksi dari suatu impuls
yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dalam proses
interpretasi dan interkoneksi.

b. Jenis-Jenis Halusinasi
Table Karakteristik Halusinasi (Stuart dan Laraira, 2005).
Jenis
Karakteristik
Halusinasi
Pendengaran Mendengar Mendengar suara-suara suara-suara atau
kebisingan, kebisingan, paling sering suara orang, suara
berbentuk kebisingan yang kurang keras sampai kata-
kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang atau lebih. Pikiran
yang didengar klien dimana 9 pasien pasien disuruh
disuruh untuk melakukan melakukan sesuatu sesuatu
yang kadang- kadangkadang membahayakan.
Penglihatan Stimulus Stimulus visual dalam bentuk kilatan kilatan
cahaya, cahaya, gambaran gambaran geometris
gambaran kartun, bayangan yang rumit dan kompleks.
Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti
melihat monster.
Penghidu Membaui Membaui bau-bauan bau-bauan tertentu
tertentu seperti seperti bau darah, urin atau feces,
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang
atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap mengecap rasa seperti seperti darah,
urin atau feces.
Perabaan Mengalami Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan
ketidaknyamanan tanpa stimulus stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.
Cenesthetic Merasakan Merasakan fungsi tubuh seperti seperti
aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan
atau pembentukan urine.
Kinesthetic Merasakan Merasakan pergerakan pergerakan saat
berdiri berdiri tanpa bergerak.

c. Mekanisme Kopping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi
(Stuart, Laraia, 2005) meliputi:
1) Regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
2) Proyeksi: mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu
benda.
3) Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal.

d. Fase-Fas Halusinasi
Table Fase-Fase Halusinasi (Stuart dan Laraia, 2005)
Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Perilaku Klien
Fase.I Comforting Klien mengalami perasaan 1. Tersenyum atau
Ansietas sedang yang mendalam seperti tertawa yang tidak
Halusinasi ansietas, kesepian, rasa sesuai.
menyenangkan bersalah, takut sehingga 2. Menggerakan bibir
mencoba untuk berfokus tanpa suara.
pada pikiran 3. Pergerakan mata
menyenangkan untuk yang cepat.
meredakan ansietas. 4. Respon verbal yang
Individu mengenali bahwa lambat jika sedang
pikiran-pikiran dan asyik.
pengalaman sensori 5. Diam dan asyik
berada dalam kendali sendiri.
kesaadaran  jika ansietas
dapat ditangani
NONPSIKOTIK
Fase. II 1. Pengalaman sensori 1. Meningkatnya
Condeming yang menjijikan dan tanda-tanda sistem
Ansietas berat menakutkan. syaraf otonom
Halusinasi 2. Klien mulai lepas akibat ansietas
menjadi kendali dan mungkin seperti peningkatan
menjijikan mencoba untuk denyut jantung,
mengambil  jarak pernapasan, dan
dirinya dengan sumber tekanan darah.
yang dipresepsikan. 2. Rentang perhatian
3. Klien mungkin menyempit.
mengalami 3. Asyik dengan
dipermalukan oleh pengalaman sensori
pengalaman  sensori dan kehilangan
dan menarik diri dari kemampuan
orang lain. membedakan
4. Mulai merasa halusinasi dan
kehilangan control. realita.
5. Tingkat kecemasan 4. Menyalahkan.
berat,  secara umum 5. Menarik diri dari
halusinasi orang lain.
menyebabkan perasaan 6. Konsentrasi
antipasti terhadap
pengalaman sensori
kerja.
Fase.III Controling 1. Klien berhenti 1. Kemauan yang
Ansietas berat melakukan perlawanan dikendalikan
Pengalaman terhadap halusinasi dan halusinasi akan lebih
sensori jadi menyerah pada diikuti.
berkuasa halusinasi tersebut. 2. Kesukaran
2. Isi halusinasi menjadi berhubungan dengan
menarik. orang lain.
3. Klien mungkin 3. Rentang perhatian
mengalami kesepian jika hanya beberapa detik
sensori halusinasi atau menit.
berhenti. 4. Adanya tanda-tanda
fisik ansietas berat:
berkeringat, tremor,
dan tidak mampu
mematuhi perintah.
5. Isi halusinasi menjadi
atraktif.
6. Perintah halusinasi
ditaati.
7. Tidak mampu
mengikuti perintah
dari perawat, tremor
dan berkeringat.
Fase.IV 1. Pengalaman sensori 1. Perilaku error akibat
Conquering Panic menjadi panic.
Umumnya mengancam jika klien 2. Potensi kuat suicide
menjadi melebur mengikuti perintah atau homicide.
dalam halusinasinya. 3. Aktifitas fisik
halusinasinya. 2. Halusinasi berakhir dari merefleksikan isi
beberapa jam atau hari halusinasi seperti
jika tidak ada intervensi perilaku kekerasan,
therapeutic. agitasi, menarik diri
atau katatonik.
4. Tidak mampu
merespon perintah
yang kompleks.
5. Tidak mampu
merespon lebih dari
satu orang.
6. Agitasi atau kataton.
e. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maldaptif
1. Pikiran logis 1. Distorsi 1. Gangguan
2. Persepsi pikiran ilusi pikir/delusi
akurat 2. Reaksi emosi 2. Halusinasi
3. Emosi berlebihan 3. Sulit
konsisten 3. Perilaku aneh merespon
dengan atau tidak emosi
pengalaman biasa 4. Perilaku
4. Perilaku 4. Menarik diri disorganisasi
sesuai 5. Isolasi social
5. Berhubungan
sosial

3. Diagnosis Keperawat
a. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

Isolasi social

b. Masalah Keperawata dan Data yang perlu dikaji


 Halusinasi
DS: Klien mengatakan mendengar suara aneh
Klien mengatakan takut
Klien mengatakan cemas
DO: Klien tampak menyendiri
Klien tampak ketakutan
Klien tampak selalu menunduk

4. Diagnosa Keperawat
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

5. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa
SP Pasien SP Keluarga
Keperawatan
Gangguan SP I p SP I k
Sensori Persepsi: 1. Membina hubungan saling 1. Mendiskusikan masalah yang
Halusinasi percaya dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi isi marawat pasien
halusinasi 2. Menjelaskan pengertian,
3. Mengidentifikasi waktu tanda dan gejala defisit
terjadinya halusinasi perawatan diri dan jenis
4. Mengidentifikasi frekuensi defisit perawatan diri yang
halusinasi dialami pasien beserta proses
5. Mengidentifikasi situasi yg terjadinya
menimbulkan halusinasi 3. Menjelaskan cara-cara
6. Mengidentifikasi respons merawat pasien defisit defisit
pasien thd halusinasi perawatan diri
7. Mengajarkan pasien
menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien
memasukkan cara
menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan
harian

SP II p SP II k
1. Mengevaluasi jadwal 1. Melatih keluarga
kegiatan harian pasien mempraktekkan cara
2. Melatih pasien merawat pasien dengan 
mengendalikan halusinasi defisit perawatan diri
dengan cara bercakap- 2. Melatih keluarga melakukan
cakap dengan orang lain cara merawat langsung
3. Menganjurkan pasien pasien defisit perawatan diri
memasukan dalam jadwal
kegiatan harian

SP III p SP III k
1. Mengevaluasi jadwal 1. Membantu keluarga
kegiatan harian  pasien membuat jadwal aktifitas di
2. Melatih pasien rumah termasuk minum obat
mengendalikan halusinasi (discharge planning)
dengan melakukan kegiatan 2. Menjelaskan follow up pasien
dan diawali dengan setelah pulang
menyusun jadwal
3. Menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian

SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
penggunaan obat secara
teratur
3. Menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Setiap Hari


1. Proses Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
b. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
c. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
(*dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), jika menemukan klien yang
sedang halusinasi.
d. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
e. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi
perasaan tersebut.
f. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien
menikmati halusinasinya.
g. Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dll).
h. Diskusikan cara yang digunakan klien.
i. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi.
j. Bantu klien memilih cara yang sudah diajurkan dan latih untuk
mencobanya.
k. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih.
l. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri
pujian.
m. Anjurkan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi.
n. Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat
dan topic)
o. Diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga
kunjungan rumah).
p. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak
minum obat, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping
penggunaan obat.
q. Pantau klien saat penggunaan obat.
r. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
s. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter.
t. Ajurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan
2. Kondisi Klien
DS: Klien mengatakan mendengar suara aneh
Klien mengatakan takut
Klien mengatakan cemas
DO: Klien tampak menyendiri
Klien tampak ketakutan
Klien tampak selalu menunduk

3. Diagnosa Keperawat
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

Proses Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan


A. Orientasi
1. Salam Terapeutik
“Syalom ibu, selamat pagiii, saya perawat yang akan merawat
ibu. Nama saya SS, senang dipanggil S. nama ibu siapa? nama
ibu siapa? Senang dipanggil apa?”
2. Evaluasi/validasi
“bagaimana perasaan ibu hari ini? Apa semalam tidurnya
nyenyak? Keluhan ibu hari ini apa?”
3. Kontrak:
Topik
“ibu kita ngobrol-ngobrol yuk, biar saling mengenal”
Waktu
“kita mau ngobrol berapa lama?”
Tempat
“kita mau ngobrol di mana?”
Tujuan Interaksi
“kita ngoobrol tentang suara-suara yang ibu dengar, dan kita
latihan untuk menghardik suara-suara itu”

B. Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan)


Apa yang ibu rasakan? Ada apa kejadian apa saat ibu dibawa
kesini? Suara seperti apa yang ibu dengar? Ibu dengar suaranya
kapan saja dan saat apa saja? Apa yang ibu rasakan saat
mendengar suara itu? Apa yang ibu lakukan saat dengar suara itu?
Kalau seperti itu ibu namanya mengalami kecemasan, ada 4 cara
untuk mencegah suara itu muncul lagi. Pertama ibu bisa
menghardik suara itu, kedua ibu bisa bercakap-cakap, ketiga ibu
bisa melakukan kegiatan, keempat ibu bisa minum obat. Saya
akan ajarkan cara pertama ya bu? Dengan menghardik suara itu
bu. Caranya, ibu tutup telinga ibu dan katakan “Pergi! Pergi! Saya
tidak mau dengar, kamu  palsu!”.

C. Terminasi
1. Evaluasi respons klien berharap tindakkan keperawatan
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Bu gimana perasaannya setelah latihan menghardik? Coba
sebutkan lagi apa saja cara untuk mencegah suara itu
datang lagi?
b. Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement)
Coba perhaktikan lagi cara menghardik seperti yang sudah
saya ajarkan?
2. Rencana tindak lanjut (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai
hasil tindakan yang telah dilakukan) Ibu mau latihan
menghardik berapa kali? Waktunya mau kapan saja bu? Yuk
kita bikin jadwal bu.
3. Kontrak Topik yang akan datang:
Topik: ibu besok kita akan melakukan cara kedua untuk
mencegah suara itu datang lagi.
Waktu: besok kita mau ngobrol jam berapa bu? Bagaimana
setelah makan siang?
Tempat: kita mau ngobrol dimana bu? Bagaimana kalau
diruang tamu?
B. ROLEPLAY
Di suatu pagi, di daerah Ambon Jl. Mardika para Satpol PP sedang bertugas
untuk mengamankan para gelandangan yang berada di lokasi tersebut.
Ditemukan 2 gelandangan yang memiliki gangguan jiwa. Satpol PP tersebut
kemudian mengirimkan 2 gelandangan tesebut ke Panti Sosial
Satpol PP: berikut 2 orang gelandangan yang saya temukan di daerah Jl.
Mardika. Menurut laporan orang sekitar, mereka memiliki gangguan jiwa.
Mohon untuk di tampung di Panti ini. Agar tidak meresahkan warga sekitar.
Petugas Panti: Baik, terimakasih untuk laporan dan bantuannya karna telah
membawa mereka kesini.

====

Petugas Panti: Saya baru saja menerima dua orang gelandangan yang
dibawa oleh Satpol PP. Berdasarkan laporan, 2 orang ini memiliki gangguan
mental. Apa boleh saya langsung melaporkan ke Rumah Sakit Jiwa untuk
segera ditanangi?
Kepala Panti: Boleh, silakan langsung hubungi pihak Rumah Sakit terkait
ruangan dan administrasi.
Petugas Panti: Baik, Bu. Segera saya konfirmasikan.

Petugas Panti kemudian menghubungi pihak Rumah Sakit Jiwa


untuk memberitahukan bahwa akan ada pasien baru dari Panti Sosial.
Setelah dikonfirmasi dari pihak Rumah Sakit, bahwa mereka dapat di
tanangi di sana, pihak Panti Sosial segera mengantarkan kedua
gelandangan tersebut. Setelah diantarkan dan membuat laporan terkait
dua pasien baru tersebut, pasien kemudian ditanangi oleh perawat
ruangan.
====

(Di Rumah Sakit Jiwa)


Perawat 1: Pak, saya mau melapor, ada dua pasien baru. Atas nama Ny.
X, dan  Ny. Y. Kedua pasien tersebut berasal dari Panti Sosial. Setelah
dilakukan pengkajian, keduanya terdiagnosa Halusinasi Pendengaran.
Kepala Ruangan: Terimakasih laporannya, saya memberikan tanggung
jawab kepada kamu dan Perawat 2 untuk menangani kedua pasien
tersebut.

====

Kemudian Perawat 1 dan Perawat 2 menghampiri kedua pasien


tersebut untuk dilakukan terapi dan Strategi Pelaksanaan 1.
Perawat Perawat 2: Selamat Siang Ibu, saya perawat yang akan merawat
ibu. Nama saya SS, senang dipanggil S. nama ibu siapa? Senang dipanggil
apa?
Pasien 2: nama saya XX.
Perawat 2: bagaimana perasaan ibu hari ini? Apa yang Ibu rasakan saat
ini?
Pasien 2: Baik.
Perawat 2: ibu, kita ngobrol-ngobrol yuk, biar saling mengenal. Kita mau
ngobrol  berapa lama?
Pasien: Jangan lama sus.
Perawat 2: 15 menit ya?
Pasien 2: Iyaa.
Perawat 2: kita mau ngobrol di mana?
Pasien 2: Yaudah disini aja sus
Perawat 2: Okee, kita ngoobrol tentang suara-suara yang ibu dengar, dan
kita latihan untuk menghardik suara-suara itu. Apa yang ibu rasakan? Ada
apa, kejadian apa saat ibu dibawa kesini?
Pasien : Saya dibawa pol PP tuh tadi ke Panti gitu. Terus dari Panti saya
dibawa kesini. Gak tau kenapa saya dibawa. Orang saya gak kenapa-
kenapa.
Perawat: Apa Ibu dengar suara-suara yang tidak ada wujudnya?
Pasien : Iya saya suka denger ada yang bisikin saya gitu.
Perawat: Suara seperti apa yang ibu dengar? Ibu dengar suaranya kapan
saja dan saat apa saja?
Pasien: Suara perempuan gitu sus, nyuruh saya ngambil anak saya.
Perawat: Ohh, ibu udah punya anak? Apa yang ibu rasakan saat
mendengar suara itu? Apa yang ibu lakukan saat dengar suara itu?
Pasien: Punya, tapi pas 5 bulan kandungan anak saya gak ada. Ya saya
suka tiba mau ngambil anak kecil yang lewat.
Perawat: Kalau seperti itu ibu namanya mengalami halusinasi, yang
sebenarnya suara itu tidak ada.
Pasien: Tapi saya ngerasa denger banget sus.
Perawat: Bu, saya punya 4 cara untuk mencegah suara itu muncul lagi.
Pertama ibu bisa menghardik suara itu. Cara kedua, ibu bisa bercakap-
cakap. Ketiga, melakukan kegiatan. Dan keempat, patuh minum obat.
Saya akan ajarkan cara pertama ya bu? Dengan menghardik suara itu bu.
Caranya, ibu tutup telinga ibu dan katakan “Pergi! Pergi! Saya tidak mau
dengar, kamu palsu!”.
Pasien: Oooh iyaiya.
Perawat: Coba ibu sambil ikuti saya ya, kita bersama-sama latihan
menghardik.
Pasien: (menirukan perawat)
Perawat: nah bagus iya, seperti itu, Bu gimana perasaannya setelah
latihan menghardik? Coba sebutkan lagi apa saja cara untuk mencegah
halusinasi?
Pasien: Pertama, menghardik, terus ngobrol, terus ngelakuin kegiatan,
terus minum obat.
Perawat: Bagus Ibu pandai. Nah sekarang coba tolong contohkan cara
yang  pertama yaitu menghardik sesuai yang tadi kita peragakan
Pasien: (memperagakan cara menghardik).
Perawat: Bagus. Nah, Ibu mau latihan menghardik berapa kali? Waktunya
mau kapan saja bu? Yuk kita bikin jadwal bu.
Perawat 2: Nah, kita sudah selesai ya, Ibu mau mengobrol dimana dan
jam berapa untuk besok kita melakukan cara yang kedua untuk mencegah
halusinasi?
Pasien: Disini aja. Jam nya kayak sekarang aja sus.
Perawat 2: Baik, besok ya kita bertemu lagi. Nah, sekarang Ibu terapi
hipnotis 5 jari dengan teman saya ya?
Pasien: Iya sus.
Perawat 1: Halo Ibu, kenalin nama saya RR senang dipanggil R, kalau ibu
namanya siapa? senang di panggil apa?
Pasien: nama saya X.
Perawat 1: Baiklah, kita langsung mulai aja ya terapinya. Pertama Ibu
mau duduk atau berdiri?
Pasien: Duduk aja ya sus.
Perawat 1: Boleh. Yuk, mulai ya. Pejamkan mata, tarik nafas, buang
perlahan. Lakukan 3 kali yaa… Gabungkan jempol dengan telunjuk,
bayangkan tubuh anda begitu sehat. Setelah itu, gabungkan jempol
dengan jari tengah, bayangkan ketika ibu mendapatkan hadiah atau
barang yang ibu sukai. Kemudian, gabungkan jempol dan jari manis,
bayangkan ibu berada di tempat manis, bayangkan ibu berada di tempat
yang paling nyaman, tempat yang membuat ibu merasa sangat bahagia.
Gabungkan jempol dengan jari kelingking, bayangkan ketika ibu
mendapat suatu penghargaan.
Tarik nafas, buang perlahan, lakukan lagi selama 3 kali. Boleh sekarang
buka mata.

C. EVALUASI
Implementasi Evaluasi
DS: Klien mengatakan mendengar suara S : Klien mengatakan mampu
aneh. menghardik.
Klien mengatakan takut. Klien mengatakan masih
Klien mengatakan cemas mendengar suara.
DO: Klien tampak menyendiri. Klien mengatakan suara muncul 3
Klien tampak ketakutan. kali.
Klien tampak selalu menunduk. Klien mengatakan suara muncul
Dx: Gangguan Sensori Persepsi: saat malam hari.
Halusinasi Pendengaran. O : Klien tampak mampu menghardik
Tindakan Keperawatan: Klien masih tampak menyendiri
1. Membina hubungan saling percaya. Klien masih tampak berbicara
2. Mengidentifikasi isi halusinasi. sendiri.
3. Mengidentifikasi waktu terjadinya A : Gangguan Sensori Persepsi:
halusinasi. Halusinasi Pendengaran.
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi. P : Lanjutkan untuk memasukkan ke
5. Mengidentifikasi situasi yang dalam  jadwal harian
menimbulkan halusinasi.
6. Mengidentifikasi respon pasien
terhadap halusinasi.
7. Mengajarkan pasien menghardik
halusinasi.
8. Menganjurkan pasien memasukkan
cara menghardik halusinasi dalam
jadwal harian

RTL:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien.
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain.
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
BAB IV
PE NUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan yang harus
dimiliki oleh seseorang. Sebagai individu, manusia memiliki dua komponen
kesehatan yang harus dipenuhi kebutuhannya, yaitu kesehatan fisik dan
psikis. Pengobatan bagi orang dengan gangguan fisik akan lebih mudah
dibanding dengan gangguan psikis, karena para penderita gangguan fisik
sadar bahwa dirinya mengalami sakit yang pastinya memerlukan
pengobatan.
Semua pengobatan. Semua keputusan terkait pengobatan pengobatan
bagi penderita gangguan psikis ada di tangan keluarga maupun orang-orang
dekat di sekitar penderita. Adapula hal yang kita bahas kali ini adalah
Gelandangan Psikotik yang me adalah Gelandangan Psikotik yang menuru
Permensos RI No. 8 tahun 2012 I No. 8 tahun 2012 Gelandangan Psikotik
adalah seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma
kehidupan yang layak dalam masyarakat, mempunyai tingkah laku
aneh/menyimpang dari norma-norma yang ada atau seseorang bekas
penderita penyakit  jiwa, yang telah mendapat pelayanan medis dan telah
mendapat Surat Keterangan Sembuh dan tidak mempunyai keluarga/kurang
mampu serta perlu mendapat bantuan untuk hidup. Proses terjadinya
masalah ini karna adanya faktor predisposisi dan faktor presipitasi.

B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan kami telah berupaya dengan
segala kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki sehingga makalah ini
dapat diselesaikan. Kami juga berharap kepada para pembaca agar dapat
memberikan masukan/saran guna menyempurnakan makalah yang ini.

Anda mungkin juga menyukai