BERFIKIR REFLEKTIF
TUGAS MATA KULIAH KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTIK
KEBIDANAN
PRODI S1 KEBIDANAN
Disusun oleh:
1. Dinitri Kusuma Dewi : 2010302002
2. Liling Aini Zarqo : 2010302007
3. Nawang Puspitasari : 2010302008
4. Rizky Amelia : 2010302013
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Komunikasi Efektif
Dalam Praktik Kebidanan tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada
Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Penulisan makalah mata kuliah Komunikasi Efektif Dalam Praktik Kebidanan ” dapat
diselesaikan dengan baik. Saya berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan serta
dapat menjadi referensi dalam membaca. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca
mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian isi.
Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................5
A. Latar Belakang........................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................6
C. Tujuan......................................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................7
A. Tinjauan Tentang Berpikir Reflektif.....................................................................................7
1. Pengertian Berpikir.............................................................................................................7
2. Pengertian Berpikir Reflektif.............................................................................................7
3. Karakteristik Berpikir Reflektif.........................................................................................8
B. Teori Reflective Learning Gibbs............................................................................................9
1. Pengertin Reflektif...............................................................................................................9
2. Peran & Tujuan Refleksi dalam Belajar..........................................................................10
3. Model Refleksi graham Gibss...........................................................................................11
C. Perkembangan Psikososial....................................................................................................13
1. Pengertian Perkembangan Psikososial.............................................................................13
2. Teori Perkembangan Psikososial......................................................................................13
D. Pelayanan kebidanan.............................................................................................................15
1. Pengambilan Keputusan...................................................................................................15
2. Teori-Teori Pengambilan Keputusan...............................................................................16
3. Bentuk pengambilan keputusan :.....................................................................................16
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan.....................................17
5. Dasar Pengambilan keputusan :.......................................................................................17
6. Pengambilan keputusan yang etis.....................................................................................17
7. Tips pengambilan keputusan dalam keadaan kritis:......................................................17
E. Model bantuan menurut Herons..........................................................................................17
1. Cara Menggunakan Model...............................................................................................17
F. Konseling Berpusat Pribadi..................................................................................................18
1. Tokoh Teori Konseling Berpusat Individu......................................................................18
2. Sejarah Perkembangan Teori Konseling Berpusat Pribadi...........................................18
3. Hakikat Manusia Menurut Teori Konseling Berpusat Pribadi......................................18
4. Perkembangan Perilaku Menurut Teori Konseling Berpusat Pribadi..........................20
5. Hakikat Konseling Menurut Teori Konseling Berpusat Pribadi...................................20
6. Kondisi Pengubahan..........................................................................................................21
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................22
A. Kesimpulan............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sifat dari berpikir adalah goal directed yaitu berpikir tentang
sesuatu, untuk memperoleh pemecahan masalah atau untuk mendapatkan sesuatu
yang baru. Berpikir juga dipandang sebagai pemrosesan informasi dari stimulus yang
ada (starting position), sampai pemecahan masalah (finishing position) atau goal state.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan proses kognitif
yang berlangsung antara stimulus dan respon.
Tujuan dari berpikir merupakan suatu proses yang penting dalam pendidikan,
belajar, dan pembelajaran. Proses berpikir pada siswa merupakan wujud
keseriusannya dalam belajar. Berpikir membantu siswa untuk menghadapi persoalan
atau masalah dalam proses pembelajaran, ujian, dan kegiatan pendidikan lain seperti
eksperimen, observasi, dan praktik lapangan lainnya. Proses berpikir dalam
pelaksanaan belajar mengajar para siswa bertujuan untuk membangun dan
membentuk kebiasaan siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
dengan baik, benar, efektif dan efisien. Tujuan akhirnya adalah berharap siswa akan
menggunakan keterampilan-keterampilan berpikirnya untuk memecahkan masalah
yang dihadapi dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Menurut Dewey, definisi mengenai berpikir reflektif adalah: “active,
persistent, and careful consideration of any belief or supposed from of knowledge in
the light of the grounds that support it and the conclusion to which it tends”. Jadi,
berpikir reflektif adalah aktif, terus menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan
seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya atau format tentang
pengetahuan dengan alasan yang mendukungnya dan menuju pada suatu kesimpulan.
Sezer menyatakan bahwa berpikir reflektif merupakan kesadaran tentang apa
yang diketahui dan apa yang dibutuhkan. Dalam hal ini diperlukan untuk
menjembatani kesenjangan situasi belajar. Sedangkan menurut Gurol definisi dari
berpikir reflektif adalah proses terarah dan tepat dimana individu menganalisis,
mengevaluasi, memotivasi, mendapatkan makna mendalam, menggunakan strategi
pembelajaran yang tepat.
Dalam menyusun rencana untuk merefleksikan diri, mahasiswa perlu berusaha
mencari bukti eksternal seperti umpan balik dari teman atau pembimbing, maupun
referensi yang sesuai untuk mendukung keakuratan untuk identifikasi lessons
learned/learning issues. Selain itu mahasiswa juga perlu menghubungkan pengalaman
yang sedang direfleksikan ini dengan pengalaman lain yang relevan.
Istilah pertumbuhan sering kali dikaitkan dengan istilah perkembangan,
mengapa? Keduanya memiliki keterikatan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Istilah pertumbuhan yaitu proses perubahan yang terjadi secara kuantitatif, mencakup
pertambahan struktur, organ, sel-sel maupun pertambahan berat badan, dan lain
sebagainya. Sedangkan perkembangan merupakan konsep yang memiliki perubahan
yang bersifat kuantitatif dan kualitatif yang mencakup aspek mental/psikologis.
Perkembangan juga dapat diartikan menunjuk pada suatu proses kearah yang
lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk
pada perubahan yang berifat tetap dan tidak dapat diputar kembali (Werner,
1969).26Perkembangan adalah perubahan yang teratur, sistematis dan terorganisir
yang mempunyai tujuan tertentu. Perkembangan memiliki beberapa ciri, yaitu:
berkesinambungan, komulatif, bergerak kearah yang lebih kompleks dan holistik.
Perkembangan psikososial berarti perkembangan sosial seseorang ditinjau dari sudut
pandang psikologi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu reflektif, kritikal reflektif, reflektif terhadap kasus yang telah dan sedang
terjadi (reflection in and on action)
2. Apa yang dimaksud siklus reflektif menurut Kolb’s dan Gibbs, analisis kritis
terhadap kejadian (critical, incident analysis), konseling berpusat pada individu
(pearson-centered councelling), model bantuan menurut Herons
3. Apa itu konsep Psikososial yang relevan sebagai bentuk kasih sayang dan empati
serta aplikasinya
C. Tujuan
1. Agar dapat memahami apa itu reflektif, kritikal reflektif, reflektif terhadap kasus
yang telah dan sedang terjadi (reflection in and on action)
2. Mengetahui siklus reflektif menurut Kolb’s dan Gibbs, analisis kritis terhadap
kejadian (critical, incident analysis), konseling berpusat pada individu (pearson-
centered councelling), model bantuan menurut Herons
3. Dapat mengerti konsep Psikososial yang relevan sebagai bentuk kasih sayang dan
empati serta aplikasinya
BAB II
PEMBAHASAN
C. Perkembangan Psikososial
1. Pengertian Perkembangan Psikososial
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek
psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis atau
faktor psikis atau sosial, yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
Psikososial sendiri berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada aspek
psikologis dari individu (pikiran, perasaan dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada
hubungan eksternal individu dengan orang-orang disekitarnya (Pusat Krisis Fakultas
Psikologi UI). Istilah psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup
faktor-faktor psikis (Chaplin, 2011).
2. Teori Perkembangan Psikososial
Erik Erikson sangat dikenal dengan tulisan-tulisannya di bidang psikologi anak.
Berangkat dari teori tahap-tahap perkembangan psikoseksual Freud yang lebih
menekankan pada dorongan-dorongan seksual, erikson mengembangkan teori tersebut
dengan menekankan pada aspek-aspek perkembangan sosial. Dia mengembangkan teori
yang disebut theory of psychosocial Develoment (teori perkembangan psikososial) di
mana ia membagi tahap-tahap perkembangan manusia menjadi delapan tahapan.
a. Empati
1. Pengertian Empati
Menurut Zoll dan Enz (2012) empati dapat diartikan sebagai
kemampuan dankecenderungan seseorang (“observer”) untuk memahami apa
yang orang lain (“target”) pikirkan dan rasakan pada situasi tertentu. Empati
pertama kali diperkenalkan olehTitchener (1909) sebagai terjemahan bahasa
Inggris dari kata bahasa German“Einfühlung” (Vischer, 1873; Lipps, 1903)
dimana aslinya digunakan dalam pelajaranestetika untuk menggambarkan
hubungan antara seseorang dengan sebuah benda seni.Selama abad 20 an
istilah ini lebih diterapkan pada hubungan antar manusia, dengan kurang
lebih dua penekanan yang timbul, salah satunya mengacu pada komponen
afektif empati, dan lainnya mengacu pada komponen kognitif empati. Empati
merupakan salah satu bentuk emosi kesadaran diri, selain rasa malu,rasa
cemburu, rasa bangga dan rasa bersalah. Menurut Darwin, emosi-emosi
tersebutberawal dari perkembangan kesadaran diri dan melibatkan
penguasaan peraturan dan standar (LaFreniere, 2000)
2. Bentuk Empati
Salah satu hal yang penting adalah membedakan respons empati itu
sendiri. Eisenberg (2000) memandang respons empati dapat diwujudkan
dengan dua cara, yaitusimpati dan tekanan pribadi. Lebih lanjut Eisenberg
(2000) mendefinisikan simpatisebagai respon afektif yang terdiri dari
perasaan menderita atau perhatian untuk orangyang menderita dan yang
memerlukan bantuan. Mengapa perhatian hanya untuk orang yang menderita?
Manusia tercipta baik adanya. Mereka diyakini mempunyai kemampuan
untuk memperhatikan orang lain, terlebih lagi ketika orang lain dalam
keadaan yang kurang menguntungkan. Keadaan yang menyenangkan pun
menarik orang lain untuk merasakannya, namun keadaan yang kurang
menguntungkan lebih membuat orang untuk ikut merasakannya. Hal ini dapat
dijelaskan dengan fenomena bahwa dalam keadaan yang menyedihkan,
manusia lebih mudah tersentuh. Penjelasan lain yang berbeda sudut pandang
dapat dilihat dalam pernyataan Snyder dan Lopez (2007) yang menyatakan
bahwa selama ini manusia memperhatikan hal-hal negatif dalam psikologi,
sebelum akhirnya mereka bergerak menuju ke arah psikologi positif. Simpati
diyakini melibatkan orientasi orang lain, motivasi altruistik (Batson
dalambEisenberg, 2000). Simpati bermula dari empati, tetapi juga merupakan
hasil proses kognitif.
3. Aspek Empati
Menurut Zoll dan Enz (2012) aspek empati terdiri dari:
a. Empati kognitif
Memahami perbedaan proses kognitif didalam observer
mulai dari proses asosiatif yang relatif sederhana pada mekanisme
pembelajaran sampai titik mengambil alih perspektif orang lain
dengan tegas. Untuk mencapai ini, observer harus fokus perhatian
pada targetnya, membaca sinyal ekspesif dan juga sinyal keadaan
yang berubah, dan mencoba untuk memahami reaksi yang mengalir
dari target. Proses ini berjalan berdasarkan pada apa yang dia ketahui
tentang ekspresi emosional secara umum, makna dari situasi secara
umum, dan reaksi target sebelumnya. Selain itu, prasyarat motivasi,
serta diperlukan juga akurasi persepsi. Sementara pengalaman
pribadi menjadi dasar semua pemahaman empati (bertindak sebagai
dasar pengetahuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi reaksi-
reaksi internal terhadap rangsangan eksternal), kemampuan kognitif
untuk membedakan antara diri sendiri dan orang lain menjadi penting
sekali dalam empati (Bischof-köhler, 1989). Empati kognitif dalam
pengertian ini sangat berhubungan erat pada konsep teori pikiran.
Teori pikiran artinya (1) Kemampuan untuk mengembangkan sebuah
pemahaman keadaan mental pada orang lain, dimana tidak dapat
dilihat secara langsung (e.g. mengenali bahwa orang dapat
mengungkapkan emosi tertentu ketika merasakan hal yang berbeda)
dan (2) menarik kesimpulan sehubungan dengan reaksi dan tingkah
laku orang lain. Untuk membuat prediksi-prediksi ini diasumsikan
bahwa observer memiliki “teori pikiran” atas orang lain (Premack &
Woodruff, 1978).
b. Empati Affektif
Berhubungan dengan proses dimana emosi observer muncul
karena adanya (sadar atau tidak sadar) persepsi keadaan internal
target (baik emosi ataupun pikiran dan sikap). Empati afektif dengan
demikian dapat menjadi hasil dari empati kognitif, tetapi dapat juga
timbul dari persepsi perilaku ekspresif yang segera memindahkan
keadaan emosi dari satu orang ke orang lain (penularan emosi).
Dalam kasus ini, keadaan afektif observer timbul sama tingginya
dengan target. Sebagai hasil dari sebuah hubungan langsung atau
pemindahan keadaan emosi antara perorangan melalui verbal (kata-
kata), pra-verbal, dan isyarat non verbal. Hubungan ini menjadi
fungsi biologi dalam membina identitas sosial dan adaptasi dalam
kelompok, misalnya, ketika sangat penting bagi kawanan hewan
untuk bereaksi dengan cepat dari pemangsa yang hanya terdeteksi
oleh satu atau beberapa anggota dalam sebuah kelompok. Dalam hal
empati afektif reaktif muncul karena proses kognitif (empatik),
sebuah percampuran yang lebih rumit dari keadaan afektif (seperti
sombong) berakibat bertentangan dengan keadaan emosional yang
sangat mirip yang dihasilkan dari penularan emosi.
D. Pelayanan kebidanan
Standar pelayanan kebidanan adalah tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna dalam pelaksanaan praktik kebidanan yang dipergunakan sebagai batas
penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat
diterima oleh masyarakat.
1. Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam
praktik suatu profesi dan keberadaanya sangat penting karena akan menentukan
tindakan selanjutnya. Menurut George R. Terry, pengambilan keputusan adalah
memilih alternatif yang ada. Ada 5 (lima) hal pokok dalam pengambilan
keputusan:
Intuisi berdasarkan perasaan, lebih subyektif dan mudah terpengaruh
Pengalaman mewarnai pengetahuan praktis, seringnya terpapar suatu
kasus meningkatkan kemampuan mengambil keputusan terhadap suatu
kasus
Fakta, keputusan lebih riel, valit dan baik.
Wewenang lebih bersifat rutinitas
Rasional, keputusan bersifat obyektif, trasparan, konsisten
Keterlibatan bidan dalam proses pengambilan keputusan sangat penting karena
dipengaruhi oleh 3 hal
Pelayanan "one to one" : Bidan dan klien yang be rsifat sangat pribadi
dan bidan bisa memenuhi kebutuhan.
Meningkatkan sensitivitas terhadap klien bidan berusaha keras untuk
memenuhi kebutuhan
Perawatan berfokus pada ibu(women centered care) dan asuhan total
total care)
Tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia pada umumnya
disebabkan oleh 3 keterlambatan yaitu
Terlambat mengenali tanda tanda bahaya kehamilan sehingga terlambat
untuk memulai pertolongan
Terlambat tiba di fasilitas pelayanan keschatan
Terlambat mendapat pelayanan setelah tiba di tempat pelayanan
2. Teori-Teori Pengambilan Keputusan
Teori Utilitarisme:
Ketika keputusan diambil, memaksimalkan kesenangan, meminimalkan
ketidaksenangan
Teori Deontology
Menurut Immanuel Kant: sesuatu dikatakan baik bila bertindak baik.
Contoh bila berjanji ditepati, bila pinjam hrus dikembalikan
Teori Hedonisme:
Menurut Aristippos sesui kodratnya, setiap manusia mencari kesenangan
dan menghindari ketidaksenangan.
Teori Eudemonisme:
Menurut Filsuf Yunani Aristoteles, bahwa dalam setiap kegiatannya
manusia mengejar suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi
kita
c. Self (Diri)
Self merupakan suatu konsep kepribadian yang paling pokok
dalam teori Rogers.
2) Pribadi Sehat dan Bermasalah
a. Pribadi Sehat
Rogers menyebut pribadi sehat dengan istilah "fully functioning person"
yaitu pribadi yang berfungsi secara sempuma atau penuh, untuk
menunjukkan bahwa pribadi sehat itu tidak statis melainkan berada dalam
proses yang terus menerus berkembang. Pribadi ideal ini dapat dikenali
dari karakteristiknya, yaitu:
Keserasian (Congruence)
Keterbukaan terhadap pengalaman
Penyesuaian diri secara psikologis.
Ekstensionalitas.
Matang, kematangan (mature, maturity)
5. Hakikat Konseling Menurut Teori Konseling Berpusat Pribadi
Pada hakikatnya, pendekatan client centered adalah cabang khusus dari terapi
humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia
subjektif dan fenomenalnya. Konseling ini berfungsi terutama sebagai penunjang
pertumbuhan pribadi konseli dengan jalan membantu konseli dalam menemukan
kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah.
6. Kondisi Pengubahan
Tujuan utama pendekatan person centered adalah pencapaian kemandirian dan
integrasi diri. Dalam pandangan Rogers (1997) tujuan konseling bukan semata-
semata menyelesaikan masalah tetapi membantu konseli dalam proses
pertumbuhannya sehingga konseli dapat mengatasi masalah yang dialaminya
sekarang dengan lebih baik dapat mengatasi masalahnya sendiri dimasa yang akan
datang (Corey, 1986.p. 103).
Tujuan dasar pendekatan person-centered dapat terlihat dari pendapat Rogers
(1961) tentang individu yang dapat mengaktualisasi diri. Individu yang dapat
mengaktualisasi diri dapat terlihat dari karakteristik yaitu:
Memiliki keterbukaan terhadap pengalaman (openness to experience).
Kepercayaan pada diri sendiri (self-trust)
Sumber internal evaluasi internal source of evaluation)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan dari berpikir merupakan suatu proses yang penting dalam pendidikan,
belajar, dan pembelajaran. Proses berpikir pada siswa merupakan wujud
keseriusannya dalam belajar. Berpikir membantu siswa untuk menghadapi persoalan
atau masalah dalam proses pembelajaran, ujian, dan kegiatan pendidikan lain seperti
eksperimen, observasi, dan praktik lapangan lainnya.
Menurut Dewey, definisi mengenai berpikir reflektif adalah: “active,
persistent, and careful consideration of any belief or supposed from of knowledge in
the light of the grounds that support it and the conclusion to which it tends”. Jadi,
berpikir reflektif adalah aktif, terus menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan
seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya atau format tentang
pengetahuan dengan alasan yang mendukungnya dan menuju pada suatu kesimpulan.
Istilah pertumbuhan sering kali dikaitkan dengan istilah perkembangan,
mengapa? Keduanya memiliki keterikatan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Istilah pertumbuhan yaitu proses perubahan yang terjadi secara kuantitatif, mencakup
pertambahan struktur, organ, sel-sel maupun pertambahan berat badan, dan lain
sebagainya. Sedangkan perkembangan merupakan konsep yang memiliki perubahan
yang bersifat kuantitatif dan kualitatif yang mencakup aspek mental/psikologis.
Perkembangan dapat diartikan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih
sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk pada
perubahan yang berifat tetap dan tidak dapat diputar kembali (Werner, 1969).
DAFTAR PUSTAKA
Gibbs, G. 1988. Learning by doing: A guide to teaching and learning methods, Oxford:
Oxford Further Education Unit.
Kim, H,S. 1999. "Critical reflective inguiry for knowledge development of nursing practice".
Journal of Advanced Nursing, 29, 5, 1205-1213
Maria Laksmi Anantasari, 2012. Model Reflektif Graham Gibbs untuk mengembangkan
Religiusitas. Vol 1. No. 2
Marnita, M, (2017). Model pembelajaran Reflektif Learning Untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Sains Dan Penguasaan Konsep Siswa Pokok Bahasan Kalor Dan
Perpindahannya Di Kelas VII MTSN. Jurnal Almuslim, 5(1).