Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KELOMPOK 1

BERFIKIR REFLEKTIF
TUGAS MATA KULIAH KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTIK
KEBIDANAN
PRODI S1 KEBIDANAN

Disusun oleh:
1. Dinitri Kusuma Dewi : 2010302002
2. Liling Aini Zarqo : 2010302007
3. Nawang Puspitasari : 2010302008
4. Rizky Amelia : 2010302013

STIKES MUHAMMADIYAH CIREBON


Jl. Kalitanjung No.14 - 18 A, Harjamukti, Kec. Harjamukti, Kota Cirebon,
Jawa Barat 45143
Tahun 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Komunikasi Efektif
Dalam Praktik Kebidanan tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada
Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah mata kuliah Komunikasi Efektif Dalam Praktik Kebidanan ” dapat
diselesaikan dengan baik. Saya berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan serta
dapat menjadi referensi dalam membaca. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca
mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian isi.
Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Cirebon, 21 juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................5
A. Latar Belakang........................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................6
C. Tujuan......................................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................7
A. Tinjauan Tentang Berpikir Reflektif.....................................................................................7
1. Pengertian Berpikir.............................................................................................................7
2. Pengertian Berpikir Reflektif.............................................................................................7
3. Karakteristik Berpikir Reflektif.........................................................................................8
B. Teori Reflective Learning Gibbs............................................................................................9
1. Pengertin Reflektif...............................................................................................................9
2. Peran & Tujuan Refleksi dalam Belajar..........................................................................10
3. Model Refleksi graham Gibss...........................................................................................11
C. Perkembangan Psikososial....................................................................................................13
1. Pengertian Perkembangan Psikososial.............................................................................13
2. Teori Perkembangan Psikososial......................................................................................13
D. Pelayanan kebidanan.............................................................................................................15
1. Pengambilan Keputusan...................................................................................................15
2. Teori-Teori Pengambilan Keputusan...............................................................................16
3. Bentuk pengambilan keputusan :.....................................................................................16
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan.....................................17
5. Dasar Pengambilan keputusan :.......................................................................................17
6. Pengambilan keputusan yang etis.....................................................................................17
7. Tips pengambilan keputusan dalam keadaan kritis:......................................................17
E. Model bantuan menurut Herons..........................................................................................17
1. Cara Menggunakan Model...............................................................................................17
F. Konseling Berpusat Pribadi..................................................................................................18
1. Tokoh Teori Konseling Berpusat Individu......................................................................18
2. Sejarah Perkembangan Teori Konseling Berpusat Pribadi...........................................18
3. Hakikat Manusia Menurut Teori Konseling Berpusat Pribadi......................................18
4. Perkembangan Perilaku Menurut Teori Konseling Berpusat Pribadi..........................20
5. Hakikat Konseling Menurut Teori Konseling Berpusat Pribadi...................................20
6. Kondisi Pengubahan..........................................................................................................21
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................22
A. Kesimpulan............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu sifat dari berpikir adalah goal directed yaitu berpikir tentang
sesuatu, untuk memperoleh pemecahan masalah atau untuk mendapatkan sesuatu
yang baru. Berpikir juga dipandang sebagai pemrosesan informasi dari stimulus yang
ada (starting position), sampai pemecahan masalah (finishing position) atau goal state.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan proses kognitif
yang berlangsung antara stimulus dan respon.
Tujuan dari berpikir merupakan suatu proses yang penting dalam pendidikan,
belajar, dan pembelajaran. Proses berpikir pada siswa merupakan wujud
keseriusannya dalam belajar. Berpikir membantu siswa untuk menghadapi persoalan
atau masalah dalam proses pembelajaran, ujian, dan kegiatan pendidikan lain seperti
eksperimen, observasi, dan praktik lapangan lainnya. Proses berpikir dalam
pelaksanaan belajar mengajar para siswa bertujuan untuk membangun dan
membentuk kebiasaan siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
dengan baik, benar, efektif dan efisien. Tujuan akhirnya adalah berharap siswa akan
menggunakan keterampilan-keterampilan berpikirnya untuk memecahkan masalah
yang dihadapi dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Menurut Dewey, definisi mengenai berpikir reflektif adalah: “active,
persistent, and careful consideration of any belief or supposed from of knowledge in
the light of the grounds that support it and the conclusion to which it tends”. Jadi,
berpikir reflektif adalah aktif, terus menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan
seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya atau format tentang
pengetahuan dengan alasan yang mendukungnya dan menuju pada suatu kesimpulan.
Sezer menyatakan bahwa berpikir reflektif merupakan kesadaran tentang apa
yang diketahui dan apa yang dibutuhkan. Dalam hal ini diperlukan untuk
menjembatani kesenjangan situasi belajar. Sedangkan menurut Gurol definisi dari
berpikir reflektif adalah proses terarah dan tepat dimana individu menganalisis,
mengevaluasi, memotivasi, mendapatkan makna mendalam, menggunakan strategi
pembelajaran yang tepat.
Dalam menyusun rencana untuk merefleksikan diri, mahasiswa perlu berusaha
mencari bukti eksternal seperti umpan balik dari teman atau pembimbing, maupun
referensi yang sesuai untuk mendukung keakuratan untuk identifikasi lessons
learned/learning issues. Selain itu mahasiswa juga perlu menghubungkan pengalaman
yang sedang direfleksikan ini dengan pengalaman lain yang relevan.
Istilah pertumbuhan sering kali dikaitkan dengan istilah perkembangan,
mengapa? Keduanya memiliki keterikatan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Istilah pertumbuhan yaitu proses perubahan yang terjadi secara kuantitatif, mencakup
pertambahan struktur, organ, sel-sel maupun pertambahan berat badan, dan lain
sebagainya. Sedangkan perkembangan merupakan konsep yang memiliki perubahan
yang bersifat kuantitatif dan kualitatif yang mencakup aspek mental/psikologis.
Perkembangan juga dapat diartikan menunjuk pada suatu proses kearah yang
lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk
pada perubahan yang berifat tetap dan tidak dapat diputar kembali (Werner,
1969).26Perkembangan adalah perubahan yang teratur, sistematis dan terorganisir
yang mempunyai tujuan tertentu. Perkembangan memiliki beberapa ciri, yaitu:
berkesinambungan, komulatif, bergerak kearah yang lebih kompleks dan holistik.
Perkembangan psikososial berarti perkembangan sosial seseorang ditinjau dari sudut
pandang psikologi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu reflektif, kritikal reflektif, reflektif terhadap kasus yang telah dan sedang
terjadi (reflection in and on action)
2. Apa yang dimaksud siklus reflektif menurut Kolb’s dan Gibbs, analisis kritis
terhadap kejadian (critical, incident analysis), konseling berpusat pada individu
(pearson-centered councelling), model bantuan menurut Herons
3. Apa itu konsep Psikososial yang relevan sebagai bentuk kasih sayang dan empati
serta aplikasinya

C. Tujuan
1. Agar dapat memahami apa itu reflektif, kritikal reflektif, reflektif terhadap kasus
yang telah dan sedang terjadi (reflection in and on action)
2. Mengetahui siklus reflektif menurut Kolb’s dan Gibbs, analisis kritis terhadap
kejadian (critical, incident analysis), konseling berpusat pada individu (pearson-
centered councelling), model bantuan menurut Herons
3. Dapat mengerti konsep Psikososial yang relevan sebagai bentuk kasih sayang dan
empati serta aplikasinya
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Tentang Berpikir Reflektif


1. Pengertian Berpikir
Berpikir berasal dari kata "pikir" yang berarti akal budi, ingatan, angan-angan.
Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan
memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan Pengertian berpikir
menurut Gilhooly mengacu pada serentetan proses-proses kegiatan merakit,
menggunakan, dan memperbaiki model- model simbolik internal" Ross
berpendapat bahwa berpikir merupakan aktivitas mental dalam aspek teori dasar
mengenai objek psikologis. Sedangkan menurut Gilmer berpikir merupakan suatu
pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang-lambang
pengganti suatu aktivitas yang tampak secara fisik. Menurut Solso berpikir
merupakan proses yang mengahasilkan representasi mental yang baru melalui
transformasi informasi yang melibatkan informasi yang kompleks antara berbagai
proses mental, seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi, dan pemecahan
masalah. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka berpikir merupakan
sebuah proses atau aktivitas sehingga individu atau siswa bersifat aktif.
Sedangkan Wasty Soemanto berpendapat bahwa pada dasarnya aktifitas atau
kegiatan berpikir merupakan sebuah proses yang kompleks dan dinamis. Proses
dinamis dalam berpikir mencakup tiga tahapan, yaitu proses pembentukan
pengertian, proses pembentukan pendapat, dan proses pembentukan keputusan.
Atas dasar pendapat tersebut, proses berpikir merupakan aktivitas memahami
sesuatu atau memecahkan masalah melalui proses pemahaman terhadap sesuatu
atau inti masalah yang sedang dihadapi dan factor-faktor lainnya.
Dengan demikian, berpikir merupakan suatu istilah yang digunakan dalam
menggambarkan aktivitas mental, baik yang berupa tindakan yang disadari
maupun tidak disadari dalam kejadian sehari-hari. Namun dalam prosesnya,
memerlukan perhatian langsung untuk bertindak kea rah lebih sadar, secara
sengaja dan refleksi atau membawa ke aspek-aspek tertentu atas dasar pengalaman
Berpikir secara umum dilandasi oleh asumsi aktivitas mental atau intelektual yang
melibatkan kesadaran dan subjektivitas individu.

2. Pengertian Berpikir Reflektif


Krulik menyatakan bahwa berpikir dapat dibagi menjadi empat kategori,
seperti ditinjukkan pada gambar di bawah ini. King berpendapat bahwa “Higher
order thinking skill include critical, logical, reflective thingking, metacognitive,
and creative thinking”. Yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi
adalah kritis, logis, berpikir reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Salah satu
keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir reflektif30. Lauren Resnick
mendefinisikan berfikir tingkat tinggi sebagai berikut:
a. Berpikir tingkat tinggi bersifat non-algortmik. Artinya, urutan tindakan
itu tidak dapat sepenuhnya ditetapkan terlebih dahulu.
Berpikir tingkat tinggi cenderung kompleks. Urutan atau langkah-
langkah keseluruhan itu tidak dapat “dilihat” hanya dari satu sisi
pandangan tertentu.
b. Berpikir tingkat tinggi sering menghasilkan multisolusi, setiap solusi
memiliki kekurangan dan kelebihan.
Berpikir tingkat tinggi melibatkan pertimbangan yang seksama dan
intetpretasi.
c. Berpikir tingkat tinggi melibatkan penerapan multikriteria, sehingga
kadang-kadang terjadi konflik criteria yang satu dengan yang lain.
Berpikir tingkat tinggi sering melibatkan ketidakpastian. Tidak semua
hal yang berhubungan dengan tugas yang sedang ditangani dapat
dipahami sepenuhnya.
Berpikir tingkat tinggi melibatkan pengaturan diri dalam proses
berpikir. Seorang individu tidak dapat dipandang berpikir tingkat tinggi
apabila ada orang lain yang membantu di setiap tah.
Berpikir tingkat tinggi melibatkan penggalian makna, dan penemuan
pola dalam ketidakberaturan.
d. Berpikir tingkat tinggi merupakan upaya sekuat tenaga dan kerja keras.
Berpikir tingkat tinggi melibatkan kerja mental besar-besaran yang
diperlukan dalam elaborasi dan pemberian pertimbangan
John Dewey mengemukakan suatu bagian dari metode penelitiannya yang
dikenal dengan berpikir reflektif (reflective thinking). Dewey berpendapat bahwa
pendidikan merupakan proses sosial dimana anggota masyarakat yang belum
matang (terutama anak-anak) diajak ikut berpartisipasi dalam masyarakat.

3. Karakteristik Berpikir Reflektif


Boody, Hamilton dan Schon menjelaskan tentang karakteristik dari berpikir
reflektif sebagai berikut:
a. Refleksi sebagai analisis retrospektif atau mengingat kembali
(kemampuan untuk menilai diri sendiri). Dimana pendekatan ini siswa
maupun guru merefleksikan pemikirannya untuk menggabungkan dari
pengalaman sebelumnya dan bagaimana dari pengalaman tersebut
berpengaruh dalam prakteknya.
b. Refleksi sebagai proses pemecahan masalah (kesadaran tentang
bagaimana seseorang belajar). Diperlukannya mengambil langkah-
langkah untuk menganalisis dan menjelaskan masalah sebelum
mengambil tindakan.
Refleksi kritis pada diri (mengembangkan perbaikan diri secara terus
menerus). Refleksi kritis dapat dianggap sebagai proses analisis,
mempertimbangkan kembali dan mempertanyakan pengalaman dalam
konteks yang luas dari suatu permasalahan
c. Refleksi pada keyakinan dan keberhasilan diri. Keyakinan lebih efektif
dibandingkan dengan pengetahuan dalam mempengaruhi seseorang
pada saat menyelesaikan tugas maupun masalah. Selain itu,
keberhasilan merupakan peran yang sangat penting dalam menentukan
praktik dari kemampuan berpikir reflektif
Pada dasarnya berpikir reflektif merupakan sebuah kemampuan siswa dalam
menyeleksi pengetahuan yang telah dimiliki dan tersimpan dalam memorinya
untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi untuk mencapai tujuan-
tujuannya. Menurut John Dewey proses berpikir reflektif yang dilakukan oleh
individu akan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
a. Individu merasakan problem
b. Individu melokalisasi dan membatasi pemahaman terhadap masalahnya.
c. Individu menemukan hubungan-hubungan masalahnya dan merumuskan
hipotesis pemecahan atas dasar pengetahuan yang telah dimilikinya.
d. Individu mengevaluasi hipotesis yang ditentukan, apakah akan menerima
atau menolaknya
e. Individu menerapkan cara pemecahan masalah yang sudah ditentukan dan
dipilih, kemudian hasilnya apakah ia menerima atau menolak hasil
kesimpulannya
Mezirow mengemukakan empat tahap berpikir reflektif prespektif teoritis
yaitu tindakan kebiasaan, pemahaman, refleksi dan kritis.Tindakan kebiasaan
adalah kegiatan otomatis yang dilakukan dengan pikiran. Pemahaman adalah
belajar dan membaca tanpa terkait dengan situasi lain. Refleksi menyangkut
pertimbangan aktif, gigih dan hati-hati dari setiap asumsi atau keyakinan
didasarkan pada keadaan seseorang.
Dewey mengemukakan bahwa komponen berpikir reflektif adalah
kebingungan (perplexity) dan penyelidikan (inquiry). Kebingungan adalah
ketidakpastian tentang sesuatu yang sulit untuk dipahami, kemudianmenantang
pikiran dan sinyal perubahan dalam pikiran dan keyakinan. Penyelidikan adalah
mencari informasi yang mengarah pikiran terarah. Dengan membiarkan
kebingungan dan penyelidikan terjadi pada saat yang sama, perubahan perilaku
seseorang dapat terlihat, demikian juga sebaliknya.
Berpikir reflektif sangat mempengaruhi perilaku baik atau buruk, percaya diri atau
tidaknya seseorang. Dengan demikian guru harus mengetahui berpikir reflektif
agar disesuaikan dengan pembelajaran. Hatton dan Smith mengemukakan bahwa
berpikir reflektif merupakan suatu cara dalam mengubah perilaku seseorang, dan
ini merupakan cara untuk mengatasi masalah praktis.

B. Teori Reflective Learning Gibbs


1. Pengertin Reflektif
Refleksi diri merupakan suatu proses yang tidak mudah, memerlukan usaha
untuk memisahkan unsur-unsur diri serta menggunakan proses kognitif. Refleksi
diri merupakan suatu proses yang terjadi dalam lingkaran pembelajaran, salah satu
kelebihan dari siklus yang ditawarkan Gibbs adalah siklus ini menyajikan
beberapa langkah yang cukup terstruktur, sebagai panduan yang diawali dengan:
menggambarkan peristiwa, menggabarkan perasaan dan pikirian, mengevaluasi,
melakukan analisis, memberikan kesimpulan dan adanya perencanaan tindakan
selanjutnya. Setelah mengalami suatu pengalaman yang akan dijadikan
pembelajaran, individu terlebih dahulu harus menggambarkan pengalaman,
perasaan dan pikiran yang menyertainya.
Hubungan untuk memproyeksikan masa depan yang nyata dan secara rasional
(Gibss, 2010 dalam Aryani dkk, 2015). Dalam proses refleksi diri secara
sederhana kita berusaha menjawab lima pertanyaan seperti dibawah ini:
1. Apa yang telah terjadi?
2. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
3. Apa yang dapat ditarik sebagai pembelajaran dari pengalaman
tersebut?
4. Apa yang dapat dilakukan untuk merefleksikan diri?
5. Apa rencana yang akan dilakukan untuk selanjutnya?
Untuk pandangan tentang “Reflective Learning” ini ada beberapa pakar yang
mempunyai pandangan masing-masing namun tetap mengarah pada tujuan yang
sama yaitu sebagai berikut:

a. Menurut Jarvis (1998) dalam Khodijah (2011) Pembelajaran Refleksi


adalah salah satu tipe pembelajaran yang melibatkan proses kritis dari
pembelajar terhadap situasi di mana belajar itu terjadi.
b. Gagnon dan Collay (2001) dalam Khodijah (2011) memaknai bahwa
refleksi sebagai tindakan menggambarkan sendiri tentang apa yang
telah dirasakan, dilihat, dan iketahui, bagaimana membentuk
pemahaman baru, menambah pemahaman baru, atau meningkatkan
pengetahuan dalam belajar, serta apa yang akan dilakukan atau
dipikirkan selanjutnya.
c. Margot Brown dkk (1997) menyatakan bahwa refleksi merupakan
bagian sentral yang berperan dalam pentransformasian dan
pengintegrasian pengalaman-pengalaman dan pemahaman baru dengan
pengetahuan sebelumnya yang telah dimiliki.

2. Peran & Tujuan Refleksi dalam Belajar


Merefleksi berarti bercermin, maksudnya adalah bercermin pada pengalaman
belajar yang baru saja dilakukan seseorang maupun kelompok. Menurut
Budimansyah (2002) dalam bukunya model pembelajaran dan penilaian berbasis
portofolio mengatakan bahwa Kegiatan belajar seringkali memberikan banyak
pengalaman bagi siswa. Dengan melakukan refleksi, seseorang diajak untuk
melakukan evaluasi tentang apa dan bagaimana mereka telah belajar, apa yang
mungkin akan mereka lakukan seandainya mereka menghadapi situasi belajar
berikutnya. Dengan demikian kegiatan refleksi merupakan suatu cara untuk
belajar, yaitu belajar untuk menghindari kesalahan di masa yang akan datang dan
untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik lagi. Dengan refleksi, seseorang dapat
berpikir tentang apa yang sedang dipelajari, apa yang sudah dilakukan pada masa
lalu, dan bagaimana merespon terhadap kejadian atau peristiwa yang akan ditemui
yang akan datang. John Dewey dalam tulisannya yang berjudul Why Reflective
Thinking Mustbe An Educational Aim seperti yang dikutip oleh
Gagnon dan Collay, mengemukakan ada tiga tujuan refleksi, yaitu:
a. Menimbulkan kesadaran
b. Persiapan dan invensi sistematis
c. Pemerkayaan pemaknaan

3. Model Refleksi graham Gibss


1) Tahap-tahap Refleksi
Gibbs, dengan nama Lengkapnya Graham Gibbs adalah seorang ahli yang
bergerak dibidang pendidikan di Universitas Oxford. Model gibbs ini
merupakan pengembangan dari siklus Kolb yang dibuat pada tahun 1984.
Siklus Kolb ini meliputi tahap pengalam kongkrit, pengamatan reflektif,
konseptualisasi abstrak, dan perencanaan percobaan secara aktif.Gibbs menilai
bahwa model yang dibuat oleh Kolb ini terlalu sempit dan kurang maju,
sehingga Gibbs melakukan pengajuan suatu siklus dimana siklus tersebut
dapat mengmbangkan siklus yang dimiliki oleh Kolb. Namun antara siklus
Gibbs dan Kolb ini memiliki
Keterangan Siklus Gibbs :

Description Menggambaran apa yang terjadi secara akurat dan detail


Feelings Menggambarkan apa yang diraskan dan dipikirkan
Evaluation Menilai hak-hak baik/ buruk dari pengalaman tersebut
Analysis Menganalisis apa yang menyebabkan situasi tersebut. Tahap
analisis akan menjawab tentang mengapa dan bagaimana suatu
hal terjadi
Conclusion Menengaskan hal seharusnya dilakukan maupun tidak
Action Plan Rencna yang akan dilakukan selanjutnya
Dalam Santoso (2015) dibawah ini memaparkan terkait pertanyaan-
pertanyaan yang biasanya terdapat dalam siklus Gibbs yaitu :
a. Description (apa yang terjadi)
Pada langkah ini kita diarahkan untuk mendeskripsikan apa yang
terjadi. Berikan gambaran yang jelas dan rinci mengenai situasi yang
terjadi lengkap dengan data yang relevan.
b. Feelings (apa yang anda pikirkan dan rasakan)
Pada langkah ini menggambarkan apa yang kita pikirkan dan rasakan
sebelum, selama, dan setelah situasi terjadi serta gambarkan apa reaksi
kita dalam situasi ini.
c. Evaluation (melakukan evaluasi apa yang baik dan buruk)
Pada tahap ini memberikan penilaian positif dan negatifpada situasi
yang terjadi kepada seseorang. Memberi gambaran tentang sesuatu
yang berjalan baik dan sesuatu yang tidak berjalan dengan baik serta
bagaimana situasi tersebut berakhir. Fokuslah pada sesuatu yang paling
penting dan relevan yang bisa mewakili keadaan.
d. Analysis ( menganalisis apa yang menyebabkan situasi tersebut)
Tahap ini bersifat menganalisis. Menjelaskan mengapa ada yang
berjalan dengan baik atau yang tidak dan apa akibatnya. Memaparkan
kontribusi kita dalam situasi itu dan mengapa seperti itu. Pada tahap ini
kita dapat membandingkan situasi ini dengan teori yang ada.
e. Conclusion (apa yang seharusnya sudah kita lakukan)
Pada bagian ini memberikan penjalasan rinci tentang pelajaran apa
yang kita peroleh dari situasi yang ada. Menjelaskan juga jika ada
sesuatu yang bisa kita ubah untuk memperbaiki keadaan.
f. Action Plan ( jika situasi tersebut terjadi lagi, maka apa yang akan kita
lakukan)
Pada siklus terkahir ini berisi tentang penjelasan apa yang perlu kita
lakukan untuk menghadapi situasi yang sama dikemudian hari dan
untuk memperbaiki situasi itu.

2) Reflective Practice in Nursingusing Gibbs Reflective Cycle


Gibbs Reflective Cycle, 1988 Graham Gibbs membahas penggunaan
pembekalan terstruktur untuk memfasilitasi refleksi terlibat dalam Kolb
“siklus experiential learning”. Dia menyajikan tahapan terstruktur pembekalan
penuh sebagai berikut:
1. Description
Jelaskan secara rinci, apa yang terjadi ?
Termasuk : di mana anda berada, siapa lagi yang ada di sana, mengapa
Anda berada di sana, apa yang anda lakukan, apa yang orang lain lakukan,
apa konteks acara ini, apa yang terjadi, apa hasilnya.
2. Feelings
Cobalah untuk mengingat dan mengeksplorasi apa yang terjadi di dalam
pikiran anda,
Termasuk: bagaimana anda merasa ketika kejadian ini terjadi, apa yang
anda pikirkan saat itu, bagaimana perasaan anda, bagaimana perasaan
orang lain, bagaimana perasaan anda dari apa yang terjadi, apa yang anda
pikirkan tentang hal itu sekarang.
3. Evaluation
Cobalah untuk mengevaluasi atau membuat keputusan tentang apa yang
telah terjadi, Pertimbangkan apa yang baik tentang pengalaman dan apa
yang buruk tentang pengalaman,
4. Analysis
“Apa analisis anda dalam situasi ini? Bawalah ide-ide dari luar
pengalaman untuk membantu Anda.” Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Apakah pengalaman orang yang berbeda akan sama atau berbeda?
5. Conclusion
“Apa yang bisa disimpulkan, dalam pengertian umum, dari pengalaman
dan analisis yang telah dilakukan?” “Apa yang bisa disimpulkan tentang
sendiri yang spesifik, unik, situasi pribadi atau cara kerja?”
6. Action Plan
“Apa yang akan anda lakukan secara berbeda pada situasi semacam ini
waktu berikutnya?” “Langkah-langkah apa yang akan anda ambil atas
dasar apa yang telah anda pelajari?”

3) Analisis Kritis dan Modifikasi Siklus Refleksi Gibbs


Refleksi diri merupakan suatu proses yang tidak mudah, memerlukan
usaha untuk memisahkan unsur-unsur diri serta menggunakan proses kognitif.
Refleksi diri merupakan suatu proses yang terjadi dalam lingkaran
pembelajaran, salah satu kelebihan dari siklus yang ditawarkan Gibbs adalah
siklus ini menyajikan beberapa langkah yang cukup terstruktur, sebagai
panduan yang diawali dengan: menggambarkan peristiwa, menggabarkan
perasaan dan pikirian, mengevaluasi, melakukan analisis, memberikan
kesimpulan dan adanya perencanaan tindakan selanjutnya. Setelah mengalami
suatu pengalaman yang akan dijadikan pembelajaran, individu terlebih dahulu
harus menggambarkan pengalaman, perasaan dan pikiran yang menyertainya.
Hal yang perlu dikritisi adalah munculnya tahap evaluasi sebagi tahap
ketiga yang selanjutya diikuti dengan analisis sebagai tahap keempat.
Berdasrkan isinya evaluasi tahap ketiga ini berisis penilaian terhadap hal – hal
yang baik dan buruk dari pengalaman. Proses tahap ketiga berakhir dengan
ditemukanya sebuah hasil penilaian, tahap evaluasi justru sangat diperlukan
setalah tahap analisis. Ketika menempatkan refleksi sebagai sebuah proses
pembelajaran yang utuh, penulis melihat bahwa siklus ketiga Gibss semestinya
ditempatkan dalam tahap evaluasi dengan penyusaian isi. Evaluasi
ditempatkan setelah tahap analisis. Tahap perencanaan tindakan selanjutnya
dari siklus Gibbs adalah action plan yang berbicara mengenai apa yang akan
dilakukan dalam situasi mendatang, terutama situasi mirip dengan apa yang
pernah dialami. Tahap ini merupakan salah satu kekuatan lain dari model
Gibbs. Banyak tokoh menjelaskan proses berrfleksi berhenti pada tahap hasil
pembelajaran tanpa action plan.

C. Perkembangan Psikososial
1. Pengertian Perkembangan Psikososial
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek
psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis atau
faktor psikis atau sosial, yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
Psikososial sendiri berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada aspek
psikologis dari individu (pikiran, perasaan dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada
hubungan eksternal individu dengan orang-orang disekitarnya (Pusat Krisis Fakultas
Psikologi UI). Istilah psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup
faktor-faktor psikis (Chaplin, 2011).
2. Teori Perkembangan Psikososial
Erik Erikson sangat dikenal dengan tulisan-tulisannya di bidang psikologi anak.
Berangkat dari teori tahap-tahap perkembangan psikoseksual Freud yang lebih
menekankan pada dorongan-dorongan seksual, erikson mengembangkan teori tersebut
dengan menekankan pada aspek-aspek perkembangan sosial. Dia mengembangkan teori
yang disebut theory of psychosocial Develoment (teori perkembangan psikososial) di
mana ia membagi tahap-tahap perkembangan manusia menjadi delapan tahapan.
a. Empati
1. Pengertian Empati
Menurut Zoll dan Enz (2012) empati dapat diartikan sebagai
kemampuan dankecenderungan seseorang (“observer”) untuk memahami apa
yang orang lain (“target”) pikirkan dan rasakan pada situasi tertentu. Empati
pertama kali diperkenalkan olehTitchener (1909) sebagai terjemahan bahasa
Inggris dari kata bahasa German“Einfühlung” (Vischer, 1873; Lipps, 1903)
dimana aslinya digunakan dalam pelajaranestetika untuk menggambarkan
hubungan antara seseorang dengan sebuah benda seni.Selama abad 20 an
istilah ini lebih diterapkan pada hubungan antar manusia, dengan kurang
lebih dua penekanan yang timbul, salah satunya mengacu pada komponen
afektif empati, dan lainnya mengacu pada komponen kognitif empati. Empati
merupakan salah satu bentuk emosi kesadaran diri, selain rasa malu,rasa
cemburu, rasa bangga dan rasa bersalah. Menurut Darwin, emosi-emosi
tersebutberawal dari perkembangan kesadaran diri dan melibatkan
penguasaan peraturan dan standar (LaFreniere, 2000)
2. Bentuk Empati
Salah satu hal yang penting adalah membedakan respons empati itu
sendiri. Eisenberg (2000) memandang respons empati dapat diwujudkan
dengan dua cara, yaitusimpati dan tekanan pribadi. Lebih lanjut Eisenberg
(2000) mendefinisikan simpatisebagai respon afektif yang terdiri dari
perasaan menderita atau perhatian untuk orangyang menderita dan yang
memerlukan bantuan. Mengapa perhatian hanya untuk orang yang menderita?
Manusia tercipta baik adanya. Mereka diyakini mempunyai kemampuan
untuk memperhatikan orang lain, terlebih lagi ketika orang lain dalam
keadaan yang kurang menguntungkan. Keadaan yang menyenangkan pun
menarik orang lain untuk merasakannya, namun keadaan yang kurang
menguntungkan lebih membuat orang untuk ikut merasakannya. Hal ini dapat
dijelaskan dengan fenomena bahwa dalam keadaan yang menyedihkan,
manusia lebih mudah tersentuh. Penjelasan lain yang berbeda sudut pandang
dapat dilihat dalam pernyataan Snyder dan Lopez (2007) yang menyatakan
bahwa selama ini manusia memperhatikan hal-hal negatif dalam psikologi,
sebelum akhirnya mereka bergerak menuju ke arah psikologi positif. Simpati
diyakini melibatkan orientasi orang lain, motivasi altruistik (Batson
dalambEisenberg, 2000). Simpati bermula dari empati, tetapi juga merupakan
hasil proses kognitif.
3. Aspek Empati
Menurut Zoll dan Enz (2012) aspek empati terdiri dari:
a. Empati kognitif
Memahami perbedaan proses kognitif didalam observer
mulai dari proses asosiatif yang relatif sederhana pada mekanisme
pembelajaran sampai titik mengambil alih perspektif orang lain
dengan tegas. Untuk mencapai ini, observer harus fokus perhatian
pada targetnya, membaca sinyal ekspesif dan juga sinyal keadaan
yang berubah, dan mencoba untuk memahami reaksi yang mengalir
dari target. Proses ini berjalan berdasarkan pada apa yang dia ketahui
tentang ekspresi emosional secara umum, makna dari situasi secara
umum, dan reaksi target sebelumnya. Selain itu, prasyarat motivasi,
serta diperlukan juga akurasi persepsi. Sementara pengalaman
pribadi menjadi dasar semua pemahaman empati (bertindak sebagai
dasar pengetahuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi reaksi-
reaksi internal terhadap rangsangan eksternal), kemampuan kognitif
untuk membedakan antara diri sendiri dan orang lain menjadi penting
sekali dalam empati (Bischof-köhler, 1989). Empati kognitif dalam
pengertian ini sangat berhubungan erat pada konsep teori pikiran.
Teori pikiran artinya (1) Kemampuan untuk mengembangkan sebuah
pemahaman keadaan mental pada orang lain, dimana tidak dapat
dilihat secara langsung (e.g. mengenali bahwa orang dapat
mengungkapkan emosi tertentu ketika merasakan hal yang berbeda)
dan (2) menarik kesimpulan sehubungan dengan reaksi dan tingkah
laku orang lain. Untuk membuat prediksi-prediksi ini diasumsikan
bahwa observer memiliki “teori pikiran” atas orang lain (Premack &
Woodruff, 1978).
b. Empati Affektif
Berhubungan dengan proses dimana emosi observer muncul
karena adanya (sadar atau tidak sadar) persepsi keadaan internal
target (baik emosi ataupun pikiran dan sikap). Empati afektif dengan
demikian dapat menjadi hasil dari empati kognitif, tetapi dapat juga
timbul dari persepsi perilaku ekspresif yang segera memindahkan
keadaan emosi dari satu orang ke orang lain (penularan emosi).
Dalam kasus ini, keadaan afektif observer timbul sama tingginya
dengan target. Sebagai hasil dari sebuah hubungan langsung atau
pemindahan keadaan emosi antara perorangan melalui verbal (kata-
kata), pra-verbal, dan isyarat non verbal. Hubungan ini menjadi
fungsi biologi dalam membina identitas sosial dan adaptasi dalam
kelompok, misalnya, ketika sangat penting bagi kawanan hewan
untuk bereaksi dengan cepat dari pemangsa yang hanya terdeteksi
oleh satu atau beberapa anggota dalam sebuah kelompok. Dalam hal
empati afektif reaktif muncul karena proses kognitif (empatik),
sebuah percampuran yang lebih rumit dari keadaan afektif (seperti
sombong) berakibat bertentangan dengan keadaan emosional yang
sangat mirip yang dihasilkan dari penularan emosi.

D. Pelayanan kebidanan
Standar pelayanan kebidanan adalah tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna dalam pelaksanaan praktik kebidanan yang dipergunakan sebagai batas
penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat
diterima oleh masyarakat.
1. Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam
praktik suatu profesi dan keberadaanya sangat penting karena akan menentukan
tindakan selanjutnya. Menurut George R. Terry, pengambilan keputusan adalah
memilih alternatif yang ada. Ada 5 (lima) hal pokok dalam pengambilan
keputusan:
 Intuisi berdasarkan perasaan, lebih subyektif dan mudah terpengaruh
 Pengalaman mewarnai pengetahuan praktis, seringnya terpapar suatu
kasus meningkatkan kemampuan mengambil keputusan terhadap suatu
kasus
 Fakta, keputusan lebih riel, valit dan baik.
 Wewenang lebih bersifat rutinitas
 Rasional, keputusan bersifat obyektif, trasparan, konsisten
Keterlibatan bidan dalam proses pengambilan keputusan sangat penting karena
dipengaruhi oleh 3 hal
 Pelayanan "one to one" : Bidan dan klien yang be rsifat sangat pribadi
dan bidan bisa memenuhi kebutuhan.
 Meningkatkan sensitivitas terhadap klien bidan berusaha keras untuk
memenuhi kebutuhan
 Perawatan berfokus pada ibu(women centered care) dan asuhan total
total care)
Tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia pada umumnya
disebabkan oleh 3 keterlambatan yaitu
 Terlambat mengenali tanda tanda bahaya kehamilan sehingga terlambat
untuk memulai pertolongan
 Terlambat tiba di fasilitas pelayanan keschatan
 Terlambat mendapat pelayanan setelah tiba di tempat pelayanan
2. Teori-Teori Pengambilan Keputusan
 Teori Utilitarisme:
Ketika keputusan diambil, memaksimalkan kesenangan, meminimalkan
ketidaksenangan
 Teori Deontology
Menurut Immanuel Kant: sesuatu dikatakan baik bila bertindak baik.
Contoh bila berjanji ditepati, bila pinjam hrus dikembalikan
 Teori Hedonisme:
Menurut Aristippos sesui kodratnya, setiap manusia mencari kesenangan
dan menghindari ketidaksenangan.
 Teori Eudemonisme:
Menurut Filsuf Yunani Aristoteles, bahwa dalam setiap kegiatannya
manusia mengejar suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi
kita

3. Bentuk pengambilan keputusan :


 Strategi: dipengaruhi oleh kebijakan organisasi atau pimpinan, rencana dan
masa depan, rencana bisnis dan lain-lain
 Cara kerja yang dipengaruhi pelayanan kebidanan di dunia, klinik, dan
komunitas.
 Individu dan profesi : dilakukan oleh bidan yang dipengaruhi oleh standart
praktik kebidanan.

Pendekatan tradisional dalam pengambilan keputusan


 Mengenal dan mengidentifikasi masalah
 Menegaskan masalah dengan menunjukan hubungan antara masa lalu dan
sekarang
 Memperjelas hasil prioritas yang ingin dicapai.
 Mempertimbangkan pilihan yang ada.
 Mengevaluasi pilihan tersebut.
 Memilih solusi dan menetapkan atau melaksanakannya.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan


 Faktor fisik, didasarkan pada rasa yang dialami oleh tubuh sepeti rasa
sakit, tidak nyaman dan kenikmatan.
 emosional, didasarkan pada perasaan atau sikap.
 Rasional, didasarkan pada pengetahuan
 Praktik, didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan dalam
melaksanakanya.
 Interpersonal, didasarkan pada pengrauh jarigan sosial yang ada
 Struktural, didasarkan pada lingkup sosial ekonomi dan politik.

5. Dasar Pengambilan keputusan :


 Ketidak sanggupan (bersifat segera)
 Keterpaksaaan karena suatu krisis, yang menuntut sesuatu unutuk segera
dilakukan
6. Pengambilan keputusan yang etis
Ciri2nya:
 Mempunyai pertimbangan yang benar atau salah
 Sering menyangkut pilihn yang sukar
 Tidak mungkin dielakkan
 Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman,lingkungan social

7. Tips pengambilan keputusan dalam keadaan kritis:


 Identifikasi dan tegaskan apa masalahnya, baik oleh sendiri atau dengan
orang lain
 Tetapkan hasil apa yang diinginkan.
 Uji kesesuaian dari setiap solusi yang ada
 Pilih solusi yang lebih baik.
 Laksanakan tindakan tanpa ada keterlambatan.
E. Model bantuan menurut Herons
Memahami Model Model Heron memiliki dua kategori dasar atau gaya -
"otoritatif" dan "fasilitatif". Mereka dua kategori rincian lebih lanjut ke dalam enam
kategori total untuk menjelaskan bagaimana orang intervensi ketika membantu
1. Cara Menggunakan Model
Anda dapat menggunakan model untuk melihat cara Anda berkomunikasi
dalam berbagai pengaturan "membantu" di tempat kerja. Jika Anda terbiasa satu
atau dua gaya, model akan membantu Anda belajar dan lebih banyak
menggunakan gaya, dan sehingga meningkatkan dampak dan hasil dari bantuan
yang Anda berikan. Gunakan gambar 1 di bawah ini untuk menganalisis gaya
yang Anda gunakan dalam pengaturan kerja tertentu. Jika Anda membantu
seseorang untuk memecahkan suatu masalah tertentu atau masalah, menggunakan
model untuk rencana intervensi Anda sehingga Anda membantu anggota tim Anda
atau klien dengan cara terbaik mungkin. Gunakan angka 1 untuk memilih gaya
yang sesuai dan merencanakan apa yang harus dikatakan dan meminta orang lain.

F. Konseling Berpusat Pribadi


1. Tokoh Teori Konseling Berpusat Individu
Konseling bepusat pada pribadi didirikan dan dikembangkan oleh Carl
Ransom Rogers, la dilahirkan di Oak Park pada tanggal 8 Januari 1902 dan
meninggal dunia di La Jolla, California. Ayahnya adalah seorang kontraktor dan
insinyur teknik sipil. Keluarganya penuh perhatian dan kasih sayang, sangat
praktis dan sederhana. Rogers anak keempat dari enam orang bersaudara. Pada
tahun 1919, Rogers memasuki Universitas Chicago. Rogers mendapat gelar
sarjana muda dibidang sejarah tahun 1924. Pada saat itu ia hanya mengikuti satu
matakuliah psikologi. Dan pada tahun 1924, Rogers menikah dan dikaruniai dua
orang anak, laki-laki dan perempuan.
Rogers kemudian memasuki Union Theological Seminary di New York
Meskipun kuliah-kuliahnya sangat menarik dan merangsang dirinya, akhirnya ia
pindah ke Teachers College Universitas Kolumbia dan memperoleh gelar M. A
dan Ph. D. Masing-masing pada tahun 1928 dan tahun 1931 dalam bidang
psikologi pendidikan dan klinis. Rogers bekerja di Rochester-New York antara
tahun 1928 hingga tahun 1938. Di tempat ini, ia menangani anak-anak delingkuen
dan kurang mampu yang dikirimkan oleh beberapa lembaga dan pengadilan pada
Chlid Study Departement . Selama tahun 1939-1940, ia menjadi direktur Pusat
Bimbingan Rochester. Pada tahun 1940, ia pindah ke Universitas Negeri Ohio
sebagai guru besar psikologi klinis, dan tahun 1944-1945 ia menjadi direktur
layanan konseling di universitas tersebut.
2. Sejarah Perkembangan Teori Konseling Berpusat Pribadi
Pendekatan konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl Ransom
Rogers pada tahun 1940-an. Munculnya pendekatan ini didasarkan pada konsep
psikologi humanistik sebagai reaksi terhadap directive counseling dan pendekatan
Pendekatan humanistik menekankan terhadap pengalaman konseli saat
"sekarang dan di sini" (here and now) dibandingkan fokus pada akar
permasalahan saat masa kanak-kanak (psikodinamik) maupun pencapaian pola
perilaku baru di yang akan datang (behaviorisme). Oleh karenanya, pendekatan ini
meletakkan konseli sebagai pusat konseling, karena konseli adalah orang yang
paling tahu tentang dirinya dan dapat menemukan tingkah laku yang pantas bagi
dirinya. Pendekatan berpusat pada pribadi mendapatkan sambutan positif dari
berbagai kalangan baik
3. Hakikat Manusia Menurut Teori Konseling Berpusat Pribadi
Rogers membangun teorinya ini berdasarkan penelitian dan observasi
langsung terhadap peristiwa-peristiwa nyata, dimana pada akhirnya, ia
memandang bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik. Beberapa konsepsi
Rogers tentang hakekat manusia (human being) adalah sebagai berikut:
 Manusia adalah mahluk yang baik dan dapat dipercaya
Rogers yakin bahwa pada dasarnya manusia pada dasarnya adalah
mahlukbyang baik dan dapat dipercaya. Kata - kata seperti trustworthy
reliable, constructive and good adalah ciri-ciri bawaan manusia.
 Manusia lebih bijak dari inteleknya
Rogers yakin bahwa manusia itu lebih bijak dari inteleknya, bilmana
manusia berfungsi dengan cara yang baik dan tidak defensive maka ia
akan mempercayai reaksi organismiknya secara keseluruhan yang sering
kali menghasilkan penelitian yang lebih baik ( walaupun lebih intuitif) dari
pikiran sadarnya sendiri.
 Manusia adalah mahluk yang mengalami
Yaitu mahluk yang merasa kan, memikirkan, berkehendak dan
mempertanyakan. Rogers yakin bahwa ilmu yang memadai tentang
manusia harus memperhatikan ciri ini. Ia juga meyakini bahwa inti
kehidupan yang bernilai terletak dalam mengalami ini yaitu pribadi yang
terdalam finner person).
 Kehidupan pada saat ini, kehidupan ialah hidup sekarang
Rogers mengartikan keyakinan untuk menekan bahwa kehidupn lebih dari
sekedar tingkah laku atomistic masa lalu yang ditentukan oleh peristiwa-
peristiwa masa lalu dan nilai kehidupan terletak pada saat sekarang bukan
pada masa lalu atau beberapa saat yang akan datang yang diharapkan.
 Manusia adalah mahluk yang bersifat subjektif
Rogers mengatakan bahwa pada dasarnya manusia hidup dalam dunia
pribadibdan subjektifnya sendiri. Jadi tingkah laku manusia hanya dapat
dipahami berdasarkan subjektifnya yaitu bagaimana individu itu
memandang diri dan lingkungannya
 Hubungan manusiawi yang mendalam merupakan salah satu kebutuhan
yang tepokok manusia
Pada awal tulisamya Rogers memperhatikan pentingnya "hubungan aku-
engkau", namun akihr-akhir ini ia memberikan penekanan yang lebih besar
pada tema tersebut, sekarang ia menekan bahwa setiap individu memilki
kebutuhan untuk mengadakan hubungan komunikatif timbal balik yang
mendalam, spontan dan bebas. Penekanan ini sesuai dengan kerja
kelompok pertemuan(encounter group work) yang dikembangkan Rogers
dan penekanan terhadap dan keaslian konselor serta pengungkapan
perasaan dalam hubungan konseling.
 Manusia memiliki kecenderungan kearah aktualisasi
Pandangan rogers mengenai tendensi aktualisasi menekankan beberapa
gagasan sebagai berikut:
a. Kecenderungan aktualisasi merupakan kekuatan pendorong yang
utama bagi organism manusia
b. Kecenderungan aktualisasi itu merupakan fungsi keseluruhan
organism, bukan beberapa bagian daripadanya
c. Tendensi aktualisasi merupakan konsepsi yang luas dan meliputi
kebutuhan kebutuhan dan moti - motif yang biasa
d. Kehidupan adalah proses yang aktif bukan pasif. Rogers
memandangan organism sebagai pengambil inisiatif yang aktif dan
berarah pada tujuan dan ia menolak konsep kehidupan" organism
kosong"
e. Manusia memiliki kemampuan dan kecenderungan atau motivasi
untuk mengaktualisasikan dirinya
4. Perkembangan Perilaku Menurut Teori Konseling Berpusat Pribadi
1) Struktur Kepribadian
Rogers memandang kepribadian sebagai suatu kesatuan yang mencakup tigas
unsur pokok, yaitu organisme, medan fendomena, dan self
a. Organisme (Organism)
Organisme merupakan salah satu aspek kepribadian yang
merupakan suatu keseluruhan individu Sebagai suatu kebulatan
diri, organisme memiliki ciri- ciri sebagai berikut:
 Organisme terdiri atas pikiran, perasaan, tingkah laku,
dan wadah fisik baik disadari maupun tidak
 Organisme mereaksi sebagai suatu kebulatan terhadap
medan fenomena dalam upaya memuaskan kebutuhan-
kebutuhannya.
 Organisme memiliki satu kebutuhan dasar untuk
beraktualisasi yaitu dorongan untuk membina,
mempertahankan, dan mengembangkan diri.
 Dalam menghadapi pengalaman, organisme mungkin
melambangkannya dalam kesadaran, atau menolak dan
atau mengabaikannya.
b. Medan Fenomena (Phenomenal Field)
Medan fenomena merupakan dunia pribadi setiap individu dan
menjadi sumber kerangka acuan internal dalam memandang
kehidupan.orangtua, dan hubungan pertemanan.

c. Self (Diri)
Self merupakan suatu konsep kepribadian yang paling pokok
dalam teori Rogers.
2) Pribadi Sehat dan Bermasalah
a. Pribadi Sehat
Rogers menyebut pribadi sehat dengan istilah "fully functioning person"
yaitu pribadi yang berfungsi secara sempuma atau penuh, untuk
menunjukkan bahwa pribadi sehat itu tidak statis melainkan berada dalam
proses yang terus menerus berkembang. Pribadi ideal ini dapat dikenali
dari karakteristiknya, yaitu:
 Keserasian (Congruence)
 Keterbukaan terhadap pengalaman
 Penyesuaian diri secara psikologis.
 Ekstensionalitas.
 Matang, kematangan (mature, maturity)
5. Hakikat Konseling Menurut Teori Konseling Berpusat Pribadi
Pada hakikatnya, pendekatan client centered adalah cabang khusus dari terapi
humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia
subjektif dan fenomenalnya. Konseling ini berfungsi terutama sebagai penunjang
pertumbuhan pribadi konseli dengan jalan membantu konseli dalam menemukan
kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah.
6. Kondisi Pengubahan
Tujuan utama pendekatan person centered adalah pencapaian kemandirian dan
integrasi diri. Dalam pandangan Rogers (1997) tujuan konseling bukan semata-
semata menyelesaikan masalah tetapi membantu konseli dalam proses
pertumbuhannya sehingga konseli dapat mengatasi masalah yang dialaminya
sekarang dengan lebih baik dapat mengatasi masalahnya sendiri dimasa yang akan
datang (Corey, 1986.p. 103).
Tujuan dasar pendekatan person-centered dapat terlihat dari pendapat Rogers
(1961) tentang individu yang dapat mengaktualisasi diri. Individu yang dapat
mengaktualisasi diri dapat terlihat dari karakteristik yaitu:
 Memiliki keterbukaan terhadap pengalaman (openness to experience).
 Kepercayaan pada diri sendiri (self-trust)
 Sumber internal evaluasi internal source of evaluation)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tujuan dari berpikir merupakan suatu proses yang penting dalam pendidikan,
belajar, dan pembelajaran. Proses berpikir pada siswa merupakan wujud
keseriusannya dalam belajar. Berpikir membantu siswa untuk menghadapi persoalan
atau masalah dalam proses pembelajaran, ujian, dan kegiatan pendidikan lain seperti
eksperimen, observasi, dan praktik lapangan lainnya.
Menurut Dewey, definisi mengenai berpikir reflektif adalah: “active,
persistent, and careful consideration of any belief or supposed from of knowledge in
the light of the grounds that support it and the conclusion to which it tends”. Jadi,
berpikir reflektif adalah aktif, terus menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan
seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya atau format tentang
pengetahuan dengan alasan yang mendukungnya dan menuju pada suatu kesimpulan.
Istilah pertumbuhan sering kali dikaitkan dengan istilah perkembangan,
mengapa? Keduanya memiliki keterikatan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Istilah pertumbuhan yaitu proses perubahan yang terjadi secara kuantitatif, mencakup
pertambahan struktur, organ, sel-sel maupun pertambahan berat badan, dan lain
sebagainya. Sedangkan perkembangan merupakan konsep yang memiliki perubahan
yang bersifat kuantitatif dan kualitatif yang mencakup aspek mental/psikologis.
Perkembangan dapat diartikan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih
sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk pada
perubahan yang berifat tetap dan tidak dapat diputar kembali (Werner, 1969).
DAFTAR PUSTAKA

Gibbs, G. 1988. Learning by doing: A guide to teaching and learning methods, Oxford:
Oxford Further Education Unit.
Kim, H,S. 1999. "Critical reflective inguiry for knowledge development of nursing practice".
Journal of Advanced Nursing, 29, 5, 1205-1213
Maria Laksmi Anantasari, 2012. Model Reflektif Graham Gibbs untuk mengembangkan
Religiusitas. Vol 1. No. 2
Marnita, M, (2017). Model pembelajaran Reflektif Learning Untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Sains Dan Penguasaan Konsep Siswa Pokok Bahasan Kalor Dan
Perpindahannya Di Kelas VII MTSN. Jurnal Almuslim, 5(1).

Anda mungkin juga menyukai