Anda di halaman 1dari 18

Pengenalan Peralatan Dan Perlengkapan Yang Diperlukan Dalam Praktik Kebidanan :

Kateterisasi Sterilisasi Kit Dan Fetal Monitoring Equipment

Pemeriksaan Fisik Ibu Dan Bayi

Dosen Pengampu : Ni Deni Dharmayanti, S.ST., M.Tr.Keb

DISUSUN OLEH:
1. Amelia Agustin 1052211001
2. Emma Mardiyah Djutha 1052211026
3. Fadilah Nasywa Az Zahra 1052211008
4. Intan Mutiara Anggiana 1052211011
5. Putri Adelia Cahaya 1052211030

PRODI S1 KEBIDANAN DAN PROFESI BIDAN


FALUKTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN
ALAMAT JALAN RAYA PONDOK GEDE NO.23-25 JAKARTA TIMUR 13550
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Makalah kami dengan judul “Pengenalan
Peralatan Dan Perlengkapan Yang Diperlukan Dalam Praktik Kebidanan : Kateterisasi
Sterilisasi Kit Dan Fetal Monitoring Equipment”.

Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 11 Oktober 2022

Penyusun

ii | P a g e
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR.................................................................………… ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..........................................................……….... 4
1.2. Rumusan Masalah....................................................………… 4
1.3. Tujuan ......................................................................………… 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kateterisasi……………………………………….. 5
2.2. Prosedur Tindakan Kateterisasi…………………..................... 5
2.3. Pengertian Sterilisasi……………………………………......... 7
2.4. Prosedur Kerja Sterilisasi…………………………………….. 8
2.5. Pengertian Fetal Monitoring Equipment……………………... 13
2.6. Prosedur Penggunaan Fetal Monitoring Equipment……......... 13
BAB II PENUTUP
3.1. Kesimpulan...............................................................………… 16
3.2. Saran ........................................................................………… 17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 17

iii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Kateterisasi kandung kemih adalah pemasangan selang karet atau plastic
melalui uretra ke dalam kandung kemih. Tujuan kateterisasi untuk mengalirkan
urine pada klien dari kandung kemih sehingga dapat lancar keluar dari uretra
klien. Kateterisasi dilakukan pada klien yang tidak mampu mengontrol
perkemihan dan mereka yang mengalami obstruksi aliran perkemihan.
Sterilisasi adalah Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme termasuk endospore bakteri dari benda – benda mati/instrumen.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya dengan bahan
kimia. Banyak zat kimia dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme
berkisar dari unsur logam berat seperti perak dan tembaga sampai kepada molekul
organic yang kompleks seperti persenyawaan ammonium kuartener.
sedangkan Fetal Monitor merupakan alat pemeriksaan kesehatan yang
menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi (ultrasonografi), untuk
memperkirakan kondisi aliran darah melalui pembuluh darah. Proses Fetal
monitoring biasanya diawali dengan mengoleskan gel pada permukaan kulit
bagian tubuh yang akan dipindai. Selanjutnya, perangkat genggam yang disebut
transduser, akan diletakkan di atas permukaan kulit untuk memulai pemindaian.
Perangkat ini kemudian akan mengirimkan gelombang suara yang kemudian akan
diperkuat melalui mikrofon. Gelombang suara akan memantul pada benda padat,
termasuk sel darah. Sehingga pergerakan sel darah akan terpantau ketika nada
pantulan gelombang suara berubah, yang dikenal sebagai efek Doppler.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang diatas, maka didapat rumusan masakah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kateterisasi ?
2. Bagaimana prosedur tindakan kateterisasi ?
3. Apa yang dimaksud dengan sterilisasi ?
4. Bagaimana prosedur kerja sterilisasi ?
5. Apa yang dimaksud dengan fetal monitoring equipment ?
6. Bagaimana prosedur tindakan fetal monitoring equipment ?

1.3. TUJUAN
Dari rumusan masalah diatas, maka didapat tujuan makalah sebagai berikut :
1. Memahami pengertian kateterisasi.
2. Memahami prosedur tindakan kateterisasi.
3. Memahami pengertian sterilisasi.
4. Memahami prosedur kerja sterilisasi.
5. Memahami pengertian fetal monitoring equipment.
6. Memahami prosedur tindakan fetal monitoring equipment.

iv | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kateterisasi


Kateterisasi kandung kemih adalah pemasangan selang karet atau plastic melalui
uretra ke dalam kandung kemih. Tujuan kateterisasi untuk mengalirkan urine
pada klien dari kandung kemih sehingga dapat lancar keluar dari uretra klien.
Kateterisasi dilakukan pada klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan dan
mereka yang mengalami obstruksi aliran perkemihan. Pada klien wanita letak
uretra berdekatan dengan anus, sehingga resiko terhadap infeksi selalu besar
untuk itu sebelum pemasangan kateter dilakukan pembersihan perineum secara
menyeluruh. Perawatan perineal harus sering dilakukan setelah pemasangan.
Peralatan yang berkaitan dengan insersi kedalam uretra harus steril.

2.2. Prosedur Tindakan Kateterisasi

Berikut gambar standar operasional prosedur pemasangan kateter

v|Page
vi | P a g e
2.3. Pengertian Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau pengahancuran semua bentuk
kehidupan mikroba yang dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik dan
kimiawi. Sterilisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman
patogen atau apatogen beserta spora yang terdapat pada alat kesehatan dengan
cara merebus, stoom, panas tinggi atau bahan kimia. Jenis sterilisasi antara lain
sterilisasi cepat, sterilisasi kering, sterilisasi gas (formalin H2O2) dan radiasi
ionisasi.
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Sterilisasi :
a. Sterilisator harus siap pakai, bersih dan masih berfungsi.

vii | P a g e
b. Peralatan yang akan disterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas
dengan menyebutkan nama alat, jenis peralatan, jumlah dan tanggal
pelaksanaan steril.
c. Penataan alat harus berprinsip semua bagian dapat steril.
d. Tidak boleh menambahkan peralatan dalam sterilisator sebelum waktu
mensterilkan selesai.
e. Memindahkan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril.
f. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila
terbuka harus dilakukan sterilisasi ulang.

2.4. Prosedur Kerja Sterilisasi

Prosedur Kerja

a. Bersihkan peralatan yang akan disterilisasi.


b. Peralatan yang dibungkus harus diberi label (nama, tanggal dan jam
sterilisasi).
c. Masukkan ke dalam sterilisator dan hidupkan sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
d. Cara Sterilisasi :
1. Sterilisasi uap, dilakukan dengan suhu 121 derajat celcius dengan tekanan
pada 106 kPa. Penggunaanya 20 menit untuk alat tidak terbungkus dan 30
menit untuk alat yang dibungkus.
2. Sterilisasi panas kering (oven) digunakan dengan suhu 170 derajat celcius
selama 1 jam. Waktu perhitungan dimuai setelah suhu yang diinginkan
tercapai dan 160 derajat celcius untuk alat tajam (gunting, jarum) selama 2
jam.
3. Sterilisasi kimiawi dengan menggunakan glutaraldehid 2-4% (cydex) yang
direndam sekurang-kurangnya 10 jam atau menggunakan formaldehid 8&
yang direndam selama 24 jam.
4. Sterilisasi dengan cara rebus, untuk mensterilkan peralatan dari logam,
kaca, dan karet. Rebus peralatan dalam air mendidih 100 derajat celcius
selama 15-20 menit.

viii | P a g e
5. Sterilisasi dengan cara steam, untuk mensterilkan peralatan dari tenun.
Sterilkan peralatan dengan uap panas di dalam autoklaf dengan waktu,
suhu, dan tekanan tertentu.

 Desinfeksi
Merupakan proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada
objek yang tidak hidup dengan pengecualian terhadap endospore bakteri.
Desinfeksi juga dikatakan suatu tindakan yang dilakukan untuk
membunuh kuman patogen dan apatogen tetapi tidak dengan membunuh
spora yang terdapat pada alat kesehatan. Desinfeksi dilakukan dengan cara
menggunakan bahan dsenifektan melalui cara mencuci, mengoles,
merendam dan menjemur untuk mencegah terjadinya infeksi dan
mengkondisikan alat dalam keadaan siap pakai. Kemampuan desinfektan
ditentukan oleh waktu sebelum pembersihan objek, kandungan zat
organic, tipe dan tingkat kontaminasi mikroba, konsentrasi dan waktu
pemaparan, suhu serta derajat Ph.
 Dekontaminasi, pencucian dan pembersihan alat/instrument.
Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam menangani peralatan,
perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lainnya yang
terkontaminasi. Dekontaminasi membuat benda-benda lebih aman untuk
ditangani petugas pada saat dilakukan pembersihan. Untuk perlindungan
lebih jauh, pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah

ix | P a g e
tangga dari lateks, jika menangani peralatan yang sudah digunakan atau
kotor.
 Tujuan Dekontaminasi
1. Menurunkan transmisi penyakit dan pencegahan infeksi pada alat
instrument yang telah dilakukan pencucian.
2. Memusnahkan semua bentuk mikroorganisme patogen termasuk
spora, yemg telah ada pada peralatan kedokteran yang telah dipakai.
3. Mencegah penyebaran infeksi melalui peralatan pasien atau
permukaan lingkungan.
4. Membuang kotoran yang tampak.
5. Membuang kotoran yang tidak terlihat (mikroorganisme).
6. Melindungi petugas kesehatan dan pasien.
 Prosedur Kerja
1. Siapkan alat-alat yang akan didekontaminasi.
2. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dan mengeringkan
dengan handuk bersih.
3. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
4. Membuat larutan klorin 0,5%.
5. Merendam semua instrument dalam keadaan terbuka selama 10
menit.
6. Setelah 10 menit, mencuci alat dengan air detergen, menggunakan
sikat yang lembut untuk membersihkan bagian yang bergerigi dan
sekrup alat darah dan lender yang tertinggal di bawah permukaan air
detergen.
7. Membilas alat pada air mengalir, kemudian tiriskan. Untuk
selanjutnya dilakukan tindakan DTT atau sterilisasi.
8. Melepas APD, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir dan
mengeringkan dengan handuk bersih.
 Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme kecuali endospore bakteri dengan cara merebus atau
kimiawi. DTT dapat digunakan untuk alat atau barang yang akan kontak
dengan kulit maupun mukosa membran yang tidak utuh. Bila sterilisasi
tidak tersedia, DTT merupakan satu-satunya pilihan.

x|Page
 DTT dengan cara merebus
Merebus merupakan cara efektif dan praktis untuk DTT. Perebusan air
selama 20 menit setelah mendidih, dimana semua alat harus terendam
semua, ditutup rapat dan dibiarkan mendidih. Sedangkan alat yang
dikukus adalah sarung tangan. Sebelum DTT alat harus didekontaminasi
dulu dengan merendam dalam larutan klorin 0,55 kemudian dicuci dan
dibilas kemudian DTT.
 Prosedur Kerja
1. Menyiapkan alat, bahan dan perlengkapan :
a. APD
b. Panci tertutup
c. Kompor
d. Air bersih secukupnya
e. Stopwatch
f. Korentang
g. Bak instrument steril
h. Lakban khusus/plester putih dan bolpoin/spidol
2. Menggunakan alat pelindung diri.
3. Memasukkan instrument/alat kedalam panci, pastikan alat dalam
keadaan terbuka, serta air 2-2,5 cm diatas permukaan instrument.
4. Menutup panci perebus, mengecilkan api agar air tetap mendidih,
tetapi tidak terlalu bergolak. Jangan membuka tutup/menambah
air/instrument selama proses belum selesai.
5. Menghitung waktu saat air mulai mendidih, dan merebus selama 20
menit.
6. Setelah 20 menit, mengeluarkan instrument segera dengan
menggunakan korentang, tidak menunggu sampai air menjadi dingin.
7. Menyimpan dalam wadah DTT tertutup dan siap digunakan.
8. Mencuci tangan setelah selesai melakukan tindakan.
9. Mencatat tanggal dilakukannya DTT dan masa berlakunya (1 minggu)
dengan lakban khusus.
 DTT Dengan Cara Mengukus

xi | P a g e
Dilakukan dengan cara pemanasan menggunakan uap air panas. Untuk
pencegahan infeksi alat resusitasi seperti tabung resusitasi dan pipa
penghisap lender dapat dilakukan dengan dikukus.
 Prosedur Kerja
1. Menyiapkan alat, bahan dan perlengkapan :
a. APD
b. Panci tertutup
c. Kompor
d. Air bersih secukupnya
e. Stopwatch
f. Korentang
g. Bak instrument/wadah instrument steril
h. Lakban khusus/plester putih dan bolpoin/spidol
2. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, mengeringkan dengan
handuk bersih.
3. Menggunakan APD.
4. Memasukan air ke dalam panci bagian bawah, menempatkan panci
kedua yang kosong yang dasarnya kering ( tanpa lubang ) di samping
sumber panas (kompor).
5. Melipat pergelangan sarung tangan, menempatkan sarung tangan pada
panci pengukuran yang berlubang. Susun sarung tangan menghadap
keluar mengarah ke pinggir panci. Untuk penyerapan uap air dapat
disimpan alas kain di atas pengukusan.
6. Mengulang proses ini sampai dua panci pengukus sarung tangan,
menempatkan panci kosong di samping sumber panas. Jika sarung
tangan akan di DTT dengan kasa, maka ditempatkan pada pengukusan
paling atas.
7. Menutup kelakat dan memanaskan air mendidih.
8. Mengukus selama 20 menit mulai menghitung saat air mulai mendidih.
9. Mengangkat pengukus atas dan menutup panci berikutnya.
10.Mengguncangkan pengukus agar air turun dari pengukus yang baru
diangkat.
11.Menempatkan pengukus yang baru diangkat ke atas panci kosong dan
menutup panci yang paling atas.

xii | P a g e
12.Mengulangi prosedur di atas sampai semua pengukus ditempatkan di
panci kosong. Jangan meletakkan panci yang berisi sarung tangan
diatas meja atau permukaan lain karena sarung tangan akan
terkontaminasi.
13.Membiarkan sarung tangan sampai kering dalam kelakat sebelum
dipakai dengan cara didiamkan dalam kelakat selama 1-2 jam.
14.Mencuci tangan setelah melakukan tindakan.
15.Mencatat tanggal dilakukannya DTT dan masa berlakunya ( 1
minggu ) dengan lakban khusus.

2.5. Pengertian Fetal Monitor Equipment

Merupakan metode pengecekan keadaan janin di dalam rahim sang ibu.


Biasanya metode ini mengecek denyut jantung, ritme jantung, dan ada atau tidak
adanya peningkatan atau pengurangan kecepatan detak jantung sang janin. Rata-
rata denyut jantung janin ini biasanya diantara 110 sampai dengan 160 denyut
permenit. Denyut jantung sang janin ini juga dapat berubah bergantung kepada
kondisi di dalam rahim. Keadaan dimana jantung janin yang abnormal, seperti
denyut yang berada di bawah atau diatas rata-rata, dapat menjadi acuan terjadi

xiii | P a g e
masalah pada kondisi janin. Pola jantung sang janin yang abnormal juga dapat
menjadi indikator diperlukannya operasi caesar.

2.6. Prosedur Penggunaan Fetal Monitor Equipment

Penggunaan Fetal Monitoring ini dapat menggunakan media Doppler handheld


atau genggam. Electronic Fetal Monitoring (EFM) biasanya digunakan pada umur
kehamilan tua untuk mengevaluasi janin atau keadaan janin pada saat proses
melahirkan. Secara umum tahap-tahap fetal monitoring bisa diurutkan seperti
berikut :
 Gel akan dipasangkan dan ditempel ke perut sang ibu yang dijadikan
sebagai media untuk transduser ultrasound.
 Transduser ultrasound dipasangkan ke perut sang ibu dengan tali dan
mengirimkan rekaman detak jantung janin ke perekam. Denyut jantung ini
nantinya akan muncul ke layar dan dicetak di kertas khusus.
 Pada saat kontraksi, Tokodinamometer (alat monitor yang dipasangkan di
perut dengan posisi di atas rahim) eksternal dapat merekam pola dari
kontraksi.
Kendala Dalam Menerapkan Fetal Monitoring. Beberapa faktor yang menjadi
kendala di dalam metode Electronic Fetal Monitoring (EFM) Seperti berikut :
1. Malpraktik
Malpraktik ini biasanya terjadi karena perawat atau dokter yang
bersangkutan memberikan keputusan yang tidak sesuai atau salah setelah
membaca hasil strip EFM.
2. Kendala institusional
Kendala seperti kekurangan doppler, kendala yang berkaitan dengan
ramifikasi jika tidak ada kertas strip yang tersedia, ilmu auskultasi dan ilmu
bantu melahirkan harus dikuasai atau dipelajari ulang dan kendala lainnya
dapat menghambat metode EFM dilaksanakan.
3. Bidan
Tanpa disadari, bidan juga berperan besar terhadap EFM. Bidan akan
mengambil keputusan untuk EFM di dua waktu yang kritis seperti, pada
saat penilaian awal dan ketika bidan menganggap bahwa sang ibu hamil
termasuk ke dalam kategori high-risk atau low-risk.
4. Edukasi persalinan

xiv | P a g e
Edukasi persalinan, seperti kelahiran di Amerika Serikat, sekarang di
dominasi dengan persalinan di rumah sakit daripada di rumah. Perubahan
ini dapat menjadikan pelatih edukasi persalinan dipekerjakan oleh rumah
sakit yang dapat menimbulkan perbedaan kepentingan dan perbedaan etis.

Resiko dan Manfaat dari Fetal Monitoring. Sesuai dengan perkembangan jaman,
Electronic Fetal Monitoring ini sudah mulai digunakan di beberapa rumah sakit di
Indonesia. Sejauh ini belum ada efek samping negatif yang tercatat pada
penggunaan EFM seperti fetoscope, Doppler atau external monitoring. Scalp
electrode atau Pencatut elektroda dapat menghasilkan sedikit efek pada kulit
seperti terpotong atau luka pada kepala janin, tetapi luka ini dapat sembuh dengan
cepat.
Penggunaan EFM ini memiliki manfaat seperti diagnosa dan mengecekan
masalah yang terjadi pada janin. Sang dokter dapat membaca hasil EFM yang
berupa strip berisi detail mengenai denyut jantung dan indikator lainnya. Setelah
membaca hasil EFM ini maka dokter akan melakukan penanganan sesuai dengan
keadaan sang janin.

xv | P a g e
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berbagai upaya untuk mengatasi masalah yang terjadi pada system
perkencingan adalah bagi klien yang mendapat perawatan bed rest total, ketidak
mampuan fisik maka, Bidan Membantu klien buang air kecil bagi klien yang
mengalami inkontinensia atau retensi urine maka dilakukan tindakan Memasang
dan mencabut kateter, baik yang sementara atau terus menerus. Bagi klien yang
dipasang kateter terus menerus dilakukan irigasi pada keterisasi. Selanjutnya
bidan memberikan penyuluhan dan latihan agar klien mampu melakukan upaya
secara mandiri terkait dengan masalah gangguan pada system perkencingan.
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau pengahancuran semua bentuk
kehidupan mikroba yang dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik dan
kimiawi. Sterilisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman
patogen atau apatogen beserta spora yang terdapat pada alat kesehatan dengan
cara di uap, panas kering (oven), kimiawi, rebus dan steam. Desinfeksi adalah
proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada objek yang tidak hidup
dengan pengecualian terhadap endospore bakteri. Dekontaminasi adalah langkah

xvi | P a g e
pertama dalam menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda-
benda lainnya yang terkontaminasi.
Fetal Monitor Equipment metode pengecekan keadaan janin di dalam rahim
sang ibu. Biasanya metode ini mengecek denyut jantung, ritme jantung, dan ada
atau tidak adanya peningkatan atau pengurangan kecepatan detak jantung sang
janin. Rata-rata denyut jantung janin ini biasanya diantara 110 sampai dengan 160
denyut permenit.

3.2. Saran
Sebelum melakukan sterilisasi dengan kimiawi perlu dikaji terlebih dahulu benda
yang akan di sterilisasi. Setelah itu pilih bahan yang efektif sesuai dengan tujuan
sterilisasi. Saat memegang alat sebaiknya praktikan menggunakan hanspon, agar
dipastikan alat benar – benar steril.
Diharapkan dapat membantu pasien yang terpasang keteter tetap dalam
pemenuhan kebutuhan eliminasi dengan mengembalikan fungsi berkemih melalui
penerapan bladder training.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan untuk pengembangan penelitian
selanjutnya maka disarankan perlu adanya timer secara internal pada
mikrokontroler yang menunjukkan lamanya perhitungan dalam 1 menit dan secara
otomatis akan menghentikan proses pehnghitungan jumlah detakan tanpa bantuan
operator. Perlu dibuat pilihan usia janin, sehingga kriteria banyaknya jumlah detak
jantung janin dapat dipisahkan berdasarkan usia janin.

DAFTAR PUSTAKA

Sriami, S.Pd., SK.M., M.Kes. Susilaningrum, A.Per.Pen., M.Kes. Sukesi,


A.Per.Pen., K.Kp.Ns., M.Kes. Desember 2016. Keterampilan Dasar Kebidanan.

xvii | P a g e
Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan.
Sriyanti Cut, SST., M.Keb. Desember 2016. Praktik Kebutuhan Dasar Manusia I.
Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan.
Novarita Dina KW, dkk. 2022. Teori dan Praktik Keterampilan Dasar Kebidanan.
Malang : Rena Cipta Mandiri.
Dartiwen, S.S.T., M.Kes. Anggita Intan, S.S.T., M.Kes. Apriliani Purwandyarti,
S.S.T., M.Keb. Desember 2020. Yogyakarta : Deepublish.
Risa Pitriana dkk. 2015. Panduan Lengkap Keterampilan Dasar Kebidanan I.
Yogyakarta : Deepublish.

xviii | P a g e

Anda mungkin juga menyukai