Anda di halaman 1dari 8

MALPRAKTEK

 PENGERTIAN MALPRAKTEK
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai
arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau
tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah
tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka
pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah
“kelalaian dari seseorang dokter atau tenaga keperawatan (perawat dan bidan) untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan
merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance
Mutuelle de Los Angelos, California, 1956)

 Definisi malpraktek dalam dunia kedokteran adalah kelalaian profesional karena tindakan
atau kealpaan oleh pihak penyedia jasa kesehatan, sehingga perawatan yang diberikan
tidak sesuai dengan prosedur standar medis (SOP) sehingga mengakibatkan kondisi medis
yang memburuk, atau kematian seorang pasien.
 Definisi malpraktek di Indonesia adalah dokter gagal merawat pasien sehingga pasien
meninggal dunia. Sepertinya asumsinya adalah kalau SOP medis dijalankan, seorang
pasien tidak mungkin meninggal dunia. Jadi apabila anda adalah seorang dokter, tidak
perlu heran dengan opini yang beredar. Termasuk opini di Kompasiana tampaknya cukup
mewakili distribusi opini di Indonesia
 KASUS

 Kasus 1

Judul : Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan


Minggu,18 Mei 2008 20:00 WIB

KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga
Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha
menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat
perangsang oleh bidan puskesmas.
Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil
hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri.
Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil
hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri bekerja
menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di
rumahnya. Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya
di Ponorogo, Santoso merasa menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut
berlanjut menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut
atas persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40),
yang sehari-hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri.
Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap
menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila dengan alasan
keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000.
Kedua pasangan mesum tersebut menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun
menjadi Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah satu
puskesmas di Kediri melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa
nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12
ke tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan
mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik.
Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri
AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi
hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju
rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ
intimnya terus mengelurkan darah.
Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun
karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas
medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia
pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB.
Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di rumah sakit.
Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di
rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas
menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang berikut Santoso
diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian Novila.
Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan
kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum memiliki suami ataupun
pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan
menghukum pelaku.
Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan.
Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan.
Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Belum
diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut. (Hari Tri
Wasono, 2008)
 Pembahasan Hukum
Aborsi menurut pandangan hukum di Indonesia :
1)   Menurut KUHP dinyatakan bahwa ibu yang melakukan aborsi, dokter atau bidan atau
dukun yang membantu melakukan aborsi, dan orang yang mendukung terlaksananya
aborsi akan mendapat hukuman.
 Pasal 229
1.   Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
atau denda paling banyak empat puluh ribu rupiah.
2.   Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan
atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3.   Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pekerjaannya maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan pekerjaan itu.
 Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
 Pasal 347
1.  Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2.  Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.
 Pasal 348
1.  Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan.
2.  Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
 Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam
mana kejahatan dilakukan.
 Pasal 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan
kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun
secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai
bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling
lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:


a)   Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain,
diancam hukuman empat tahun.
b)  Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan
ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati diancam 15
tahun
c)  Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu
hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
d)  Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter,
bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan
hak untuk praktek dapat dicabut.
2)  Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan :
Pasal 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a.  berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b.      oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim
ahli;
c.       dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
d.      pada sarana kesehatan tertentu.
Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2),
dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

 PENYELESAI
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia abortus didefinisikan sebagai terjadi keguguran
janin; melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak
menginginkan bakal bayi yang dikandung itu).
Aborsi yang dilegalkan diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 15, sedangkan Pembaharuan Undang - Undang
Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009  tentang Kesehatan, dijelaskan pula pada Pasal 75
ayat 2 dan pasal 76.
Pada kasus di atas dijelaskan  bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis aborsi illegal. Kasus
diatas berawal dari pasangan yang melakukan hubungan gelap (perselingkuhan) yang
mengakibatkan sang wanita hamil, Pria dan wanita sepakat untuk menggugurkan
kandungan yang berumur 3 bulan itu ke bidan. Bidan menyanggupi untuk melakukan
aborsi tersebut dengan imbalan Rp 2.000.000,00.
Semua ahli madya kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika lulus dari pendidikan.
Salah satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas sabaik-baiknya
menurut undang-undang yang berlaku.  Tetapi pada kasus ini bidan E melanggar sumpah
tersebut. Bidan dengan sengaja dan adanya niat memberikan suntikan oxytocin duradril
1,5 cc yang dicampur dengan cynano balamin. Hal ini mengakibatkan perdarahan hebat
pada wanita tersebut dan berakhir dengan kematian.
Kasus aborsi di atas termasuk kasus pidana, karena adanya aduan dari ayah korban yang
meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku. Kasus
ini mengakibatkan bidan E terjerat pasal 348 KUHP tentang pembunuhan daan melanggar
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 atau pada Undang-undang
yang baru yaitu Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009.
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 bidan E bisa dijerat
dengan Pasal 80 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),
sedangkan menurut pembaharuan Undang Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009
dijerat dengan pasal 194 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 KASUS 2
Pinggul IRT Infeksi Berdarah, Diduga Malpraktek Bidan

Kamis, 18 September 2014 00:00

BATAM (HK) --Pasangan suami istri, Guniawan Butar-butar (25) dan Weni Perawati
(25), warga yang berdomisili di perumahan Taman Viktoria Blok C2 nomor 17, Tanjung
Riau, Sekupang mengaku kesal dengan ulah bidan DA yang diduga melakukan mal praktek,
di tempatnya di Perumahan Taman Laguna Indah Blok B3 No 9, Sekupang.
Suami istri (Pasutri) yang punya 2 anak itu mengatakan saat itu mereka hendak melaksanakan
program pemerintah seperti keluarga berencana (KB) melalui suntikan pada 20 Oktober 2013
silam. Lantaran harus rutin setiap 3 bulan sekali, pasutri ini pun selalu datang ke bidan
tersebut untuk melakukan penyuntikan itu. Setelah berjalan beberapa bulan kemudian, korban
pun malah mengalami sakit-sakitan. Lantaran, ditempat bekas suntikan korban mengalami
pembengkakan dan bernanah dibagian pinggul kiri.
"Awalnya kami berobat untuk buat KB pada (20/10/2013) lalu hingga (16/1/2014). Tak itu
saja pada tanggal 10 April, dan terakhir tanggal 3 Juli kemarin. Malah bulan Juli itulah istri
saya mengeluh kesakitan. Sampai saat ini tak ada tanggung jawab dari Bidan itu," kata suami
dari Weni, Rabu (17/9) siang. Setelah melaksanakan suntik KB itu, pihak bidan yang
memberikan lembaran kosong dan tulisan tangan itu pun tak berstempel. " Saat diminta
kwintansinya mereka alasan struknya habis. Padahal alasan itu dipakai mulai awal kami
suntik KB," resah Guniawan.
Padahal sambungnya, setelah dibawa berobat ke rumah sakit umum daerah (RSUD) Embung
Fatimah, dokter itu menyatakan bahwa luka tersebut positif akibat Abses atau infeksi gara-
gara suntikan tersebut. Korban yang mengalami pembengkakan dibagian pinggul itu,
akhirnya dilakukan rawat jalan di RSUD Embung Fatimah, Batam. Bahkan, dokter yang
menangani korban itu mau bersedia menjadi saksi kalau kasus ini menuju ke ranah hukum.
Parahnya lagi, dokter itu saja mau jadi saksi di meja hijau kalau nanti akan merembet.
Makanya, kami langsung lapor ke Polsek Sekupang namun tak diterima. Di Polresta Barelang
juga ditolak gara-gara barang bukti tak kuat.Weni, yang didampingi suaminya menyatakan,
akibat dari ulah bidan tersebut ia mengalami demam tinggi selama tiga hari. " Saya demam
gara-gara suntikan itu. Memang awalnya kecil sekarang malah besar hingga sudah pecah dan
selalu keluar nanah," ujar wanita yang mengaku 5 tahun menikah itu. Pasutri itu juga
berharap agar bidan yang sudah melakukan praktek asal-asal itu supaya bisa bertanggung
jawab atas materil dan moril yang telah dirugikannya.
"Saya berharap semoga bidan itu bertanggung jawab. Selain itu, kalau memang mereka tak
punya izin, semoga tak ada lagi korban lain seperti saya ini," harap Guniawan yang
didampingi istrinya. Ketika sejumlah pewarta harian ini meminta konfirmasi kepada bidan
tersebut melalui telepon tak diangkat-angkat. Bahkan, pesan singkat yang dikirim tak
kunjung ada balasannya.

 PENYELESAIAN

Menurut saya seharusnya bidan itu lebih profesional terhadap tindakannya dengan cara
bertanggung jawab, saling terbuka dan memberikan penjelasan, sesuai dengan
tindakannya sehingga pasien tersebut tidak merasa dirugikan dengan kesalahan/
tindakannya. Seorang bidan seharusnya juga lebih menunjukkan jati dirinya sebagai bidan
yang profesional dan menjaga nama lembaga profesinya dan menjungjung tinggi
namanya.

 Kasus 3
Analisis dugaan Malpraktik bidan DW, berdasarkan tugas dan tanggung jawab dan
etika profesi bidan

Korban mal praktek seorang bidan, seorang ibu di Bengkalis bernama Novi
mengingal dunia. Tidak hanya itu, bayi yang ada dikandungnya turut meninggal. Kini
pelakunya yaitu DW sudah dilaporkan ke Polres Bengkalis terkait dugaan mal praktek
tersebut. Pelapornya tidak lain adalah suami korban bernama Nasril.

 "Laporan secara resmi kasus ini sudah kita terima. Kasusnya masih kita dalami, ,"
ujar Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo Senin (23/12)Guntur. Informasi
dihimpun di pihak kepolisian, peristiwa itu berawal pada Selasa (19/11) lalu, Novi pergi
mengecekan kesehatannya dan kehamilannya ke dr Erry Franto SpOG di Duri, Mandau,
Bengkalis. Hasilnya korban tidak bisa melahirkan normal dan harus dioperasi, karena kondisi
anaknya dalam kandungan miring (sungsang). Selesai melakukan pemeriksaan korban pulang
dan dalam perjalanan korban ketemu dengan inisial DW (pelaku). Lalu pelaku mengaku bisa
membantu korban melahirkan normal. Merasa yakin, karena pelaku juga ahli medis, korban
pergi ke tempat praktek pelaku di Jalan Pertanian, Duri Barat, Mandau, Bengkalis Riau.
Namun setelah bersusah payah mengusahakannya agar korban melahirkan normal, pelaku
akhirnya menyerah dan memberi rujukan kepada korban ke Rumah Sakit (RS) Mutia Sari
Jalan Bathin Bertuah, Duri, Mandau. Sesampainya di rumah sakit saat diperiksa ternyata
korban dan bayinya telah meninggal dunia.

 PENYELESAIAN
Menurut saya bidan tersebut sudah melanggar standart profesi kebidanan yang mana tidak
seharusnya bidan tersebut menolong persalinan dengan komplikasi-komplikasi yang
berat khususnya pada persalinan sungsang ini selain itu bidan tersebut juga harus
memamahami resiko selanjutnya yang akan terjadi pada pasien, sehingga bidan tersebut
tidak langsung memutuskan untuk menolong persalinan sungsan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai