Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kasus aborsi marak diberitakan di media masa yang menyangkut tenaga kesehatan di Indonesia. Kasus

ini membawa dampak buruk bagi pasien dan juga tenaga kesehatan lainnya. Media masa yang memberitahukan

tentang kasus gugatan atau tuntutan hukum (perdata atau pidana) kepada tenaga kesehatan baik bidan,

dokter dan manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari

tindakan mal praktek atau kelalaian medis.

Berbicara mengenai aborsi akan menimbulkan berbagai tanggapan dan penilaian yang berbeda-beda

pada masing-masing individu karena adanya perbedaan pengetahuan dari diri mereka sehingga sikap yang

ditimbulkan berbeda pula.

Hasil studi membuktikan bahwa angka kejadian aborsi pada wanita dewasa menikah lebih besar dari pada

angka kejadian pada wanita yang belum menikah termasuk remaja. Fakta ini sangat memprihatinkan kita

sebagai tenaga kesehatan mengalami dilema etik dan tidak bias memberikan pelayanan karena terbentur hukum

maupun norma yang ada. Akibatnya banyak terjadi aborsi ilegal sehingga dapat meningkatkan morbiditas

maupun mortalitas yang tinggi pada wanita.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1  Kasus yang Dikaji

ABORSI

Kasus aborsi ini dilakukan di salah satu Klinik Bersalin yang ada di wilayah Tanjungpinang. Anggota

Reskrim Polres Tanjungpinang 2 tahun yang lalu memboyong seorang Dokter yang berpraktek aborsi itu dan

dijadikan tersangka. Tersangka dijerat pasal 80 UU RI tahun 2003 tentang kesehatan dan UU No 29 tahun 2009

tentang praktek kedokteran dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

Sedangkan korban dugaan aborsi berinisial R telah dipersangka dengan pasal 384 KUHP dengan ancaman

4 tahun penjara. R tidak dilakukan penahanan karena ancaman dibamah umur.

2.2  Materi yang Mendukung

2.2.1 Definisi

Aborsi adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin.

Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah

kelahiran premature.

2.2.2 Aborsi terdiri dari 2 macam :

1.  Aborsi provokatus medisinalis karena alasan kesehatan ibu hamil tersebut tidak dapat melanjutkan kehamilannya.

Misalnya sakit jantung, tuberkulosis paru, DM, asma, gagal ginjal, hipertensi hati menahun (JNPK-

KR, 1999) dalam hal ini keselamatan ibu yang diutamakan. Tentunya tindakan ini harus ada inform choice dan

inform consent.

2.  Aborsi provokatus kriminalis seperti contoh kasus di atas, tindakan pengosongan rahim dari buah kehamilan yang
dilakukan dengan sengaja bukan karena medis, tetapi alasan lain karena hamil di luar nikah atau terjadi pada

pasangan yang menikah karena gagal kontrasepsi maupun karena tidak menginginkan kehamilannya.

2.2.3 Jenis jenis abortus menurut terjadinya

1.  Abortus spontanea (abortus yang berlangsung tanpa tindakan)


      Abortus imminens : peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, di mana

hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks.


      Abortus insipiens : peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi

serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus


      Abortus inkompletus : pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih

ada sisa tertinggal dalam uterus


      Abortus kompletus : semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.

2.  Abortus pronokatus (abortus yang dilakukan dengan sengaja)


      menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum

dapat diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu atau berat bayi belum 1000 gram,

Walaupun terdapat bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.

2.2.4 Faktor-faktor yang menyebabkan aborsi

1.    Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Terjadi sebelum kehamilan 8 minggu. Penyebab kelainan ini: kelainan

kromosom / genetika, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak begitu bagus atau kurang

sempurna dan pengaruh zat-zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat-obatan, tembakau, alkohol dan

infeksi virus

2.    Kelainan pada plasenta. Berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh

karena penyakit darah tinggi yang menahun.

3.    Faktor ibu berupa penyakit kronis seperti, radang paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus

toxoplasma.

4.    Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim.

Mioma uteri dan kelainan bawaan pada rahim.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1  Pengertian Malpraktek.

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu Berkonotasi yuridis. Secara

harfiah “mal” mempunyai arti "salah" sedangkan "praktek” mempunyai arti "pelaksanaan" atau "tindakan",

sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun artiharfiahnya demikian

tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka

pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan definisi malpraktek profesikesehatan adalah "kelalaian dari seseorang

dokter / perawat / bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati

dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran

di lingkungan yang sama" (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).

Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi bidan. Di dalam setiap profesi termasuk profesi

tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan

praktek sudah seharusnya lah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari

sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice. Hal

ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga

apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada

perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif

yang dipakai untuk menentukan adanya ethica malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga

berbeda. Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua bentuk

yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice (Lord Chief Justice, 1893).

3.1 1  Malpraktek dibidang Hukum

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang

dilanggar, yakni :

1.    Criminal malpractice .

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut

memenuhi rumusan delik pidana yakni perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela dan dilakukan dengan

sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan

(negligence).

Criminal malpractice yang berupa kesengajaan ( intensional ), seperti :

1)   Pasal 322 KUHP, tentang Pelanggaran Wajib Simpan Rahasia Kebidanan, yang berbunyi :

Ayat (1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau

pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu diancam dengan pidana penjara paling lama

sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratu rupiah.


Ayat (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut

atas pengaduan orang itu.

2)   Pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP, tentang Abortus Provokatus. Pasal 346 KUHP Mengatakan:

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk

itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

3)   Pasal 348 KUHP menyatakan:

Ayat (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan

persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan

Ayat (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh

tahun.

4)   Pasal 349 KUHP menyatakan:

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun

melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka

pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk

menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

5)   Pasal 351 KUHP, tentang penganiayaan, yang berbunyi:

Ayat (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling

banyak tiga ratus rupiah,

Ayat (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
lima tahun.

Ayat (3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Ayat (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. Ayat (5) Percobaan untuk melakukan

kejahatan ini tidak dipdana.

Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan

pasien informed consent:

1)   Pasal 347 KUHP menyatakan:

Ayat (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan dan mematikan kandungan seorang wanita tanpa

persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Ayat (2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima

belas tahun.
2)   Pasal 349 KUHP menyatakan:

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun

melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348,

maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk

menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan

Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati melakukan proses kelahiran.

1)   Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat.

Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan

mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu

tahun.

2)   Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebabkan luka berat: Ayat (1) Barang siapa karena kealpaannya

menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau

kurungan paling lama satu tahun.

Ayat (2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga

menimbulkan penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu,

diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

3)   Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker,

sopir, masinis dan lain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati

atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih berat pula.

Pasal 361 KUHP menyatakan:

Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian,

maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian

dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan.

Pertanggung jawaban di depan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan

oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

1.    Civil malpractice

Seorang bidan bidan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak

memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).

Tindakan bidan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:

1.    Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.

2.    Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
3.    Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.

4.    Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan. Pertanggung jawaban civil

malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of

vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan

yang dilakukan karyawannya (bidan) selama bidan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.

5.    Administrative malpractice

Bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala bidan tersebut telah melanggar hukum

administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan

menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi bidan untuk

menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban bidan. Apabila

aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum

administrasi.

3.2  Pembahasan Kasus

Dari kasus di atas dapat kita lihat bahwa dokter tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap

klien / pasiennya. Tindakan yang dilakukan oleh dokter merupakan pelanggaran etika, hukum dan agama,

karena telah membantu kliennya dalam melakukan aborsi.

Seorang dokter seharusnya tidak melakukan hal tersebut, jika ada seorang klien yang datang untuk

melakukan aborsi sebaiknya kita sebagai seorang dokter memberikan konseling mengenai bahaya yang

ditimbulkan oleh aborsi tersebut, selain itu juga menjelaskan bahwa perbuatan aborsi tersebut melanggar etika,

moral, hukum dan sangat bertentangan dengan agama.

Melihat kasus di atas pelaku bisa terkena pidana :

1.    Criminal, malpractice yang berupa kesengajaan ( intensional ), yaitu :

-       Pasal 348 WHIP menyatakan:


Ayat (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan

persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan

-       Pasal 349 KUHP menyatakan: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang

tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan

dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan

dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

2.    Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa

persetujuan pasien informed consent;

-       Pasal 347 KUHP menyatakan:

Ayat (I) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan dan mematikan kandungan seorang wanita tanpa

persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

-       Pasal 349 KUHP menyatakan:

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun

melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasat 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk

menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.


BAB IV

KESIMPULAN

Setiap tenaga kesehatan mempunyai kode etik dalam pelaksanaan tugasnya. Setiap pelanggaran etik

yang dilakukan dapat dikenakan sanksi berupa tuntutan. Dan dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan baik perawat, bidan maupun dokter harus mencari tahu terlebih dahulu permasalahan yang terjadi

sehingga kita sebagai tenaga kesehatan tidak gegabah dalam melakukan tindakan yang akan di lakukan

sehingga tidak membuat kesalahan.

Atas dasar beberapa uraian yang telah disebutkan di atas masalah malapraktek adalah sebagai berikut:

1. Kasus malapraktek merupakan suatu kasus yang menarik, yang sering dialami oleh masyarakat dimana dalam

posisi selalu sebagai korban. Dengan banyak kasus yang mencuat di pengadilan menunjukkan bahwa tingkat

kesadaran hukum masyarakat mulai meningkat, sehingga perpaduan antara kedua hal tersebut di atas akan

menimbulkan suatu perbenturan atau sengketa.

2. Bidan/Dokter/Perawat diharapkan bekerja dengan memperhatikan standarisasi wewenangnya yang telah

ditetapkan sesuai dengan profesinya sehingga tidak akan terjadi lagi kasus - kasus malpraktek lainnya.
PENDIDIKAN HUMANIORA
Pendidikan humaniora adalah suatu bahan pendidikan yang mencerminkan keutuhan
manusia dan membantu agar manusia menjadi lebih manusiawi, yaitu membantu manusia untuk
mengaktualkan potensi-potensi yang ada, sehingga akhirnya terbentuk manusia yang utuh, yang
memiliki kematangan emosional, kematangan moral dan kematangan spiritual.
Setiap bangsa pasti ditandai dengan pluralitas agama dan budaya. Kehidupan dalam iklim
yang berbeda ini diharapkan manusia atau setiap pribadi itu memiliki dimensi individual dan sosial.
Hal ini sangat berkaitan dengan bagaimana hidup bersama orang lain, mengembangkan kepekaan
untuk saling menghormati dan menghargai.
Dalam mencapai kesempurnaan kehidupan setiap individu memiliki akal dan budi atau yang
lazim disebut pikiran dan perasaan yang memungkinkan munculnya tuntutan-tuntutan hidup manusia
yang lebih daripada tuntutan hidup makhluk lain dan memungkinkan munculnya karya-karya manusia
yang sampai kapanpun tidak pernah akan dapat dihasilkan oleh makhluk lain.
Berdasarkan uraian di atas kita mengetahui bahwa tujuan dari pendidikan humaniora adalah
untuk membimbing manusia menjadi manusia seutuhnya dan mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan
yang semakin terkikis, untuk kehidupan yang lebih sempurna.

A.     Pengertian Humaniora
Menurut bahasa latin, humaniora disebut artes liberales yaitu studi tentang kemanusiaan.
Sedangkan menurut pendidikan Yunani Kuno, humaniora disebut dengan trivium, yaitu logika,
retorika dan gramatika. Pada hakikatnya humaniora adalah ilmu-ilmu yang bersentuhan dengan nilai-
nilai kemanusiaan yang mencakup etika, logika, estetika, pendidikan pancasila, pendidikan
kewarganegaraan, agama dan fenomenologi.

B.     Pentingnya Mempelajari Pendidikan Humaniora


Berbagai macam kasus kekerasan yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, tindakan
anarkis dan pelanggaran nilai kemanusiaan bahkan sudah menjadi keseharian. Indikatornya adalah
pendidikan belum berperan signifikan dalam proses membangun kepribadian bangsa yang berjiwa
sosial dan kemanusiaan. Tampaknya, manusia harus lebih “dimanusiakan” lagi. Keterpurukan bangsa
yang berlarut-larut juga berhubungan dengan kegagalan pendidikan di masa lalu yang
mengakibatkan terjadinya proses dehumanisasi.
Gagasan dan langkah menuju pendidikan yang berorientasi kemanusiaan merupakan salah
satu upaya mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan yang semakin terkikis. Melalui pendidikan de-
humaniora diharapkan manusia dapat mengenal dirinya, kemanusiaannya yang utuh, dan tidak hanya
dapat menundukkan lingkungan alam fisik melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada prinsipnya, pendidikan humaniora bertujuan membuat manusiawi/untuk keselamatan
dan kesempurnaan manusia.

C.     Latar Belakang Pendidikan Humaniora


1.      Pengertian kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk
memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan
masyarakat.
Untuk lebih jelas dapat dirinci sebagai berikut :
a.       Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia yang meliputi
kebudayaan material dan kebudayaan non material.
b.      Kebudayaan itu diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
c.       Kebudayaan itu adalah kebudayaan manusia dan hampir semua tindakan manusia adalah
kebudayaan.
2.      Manusia sebagai pengemban nilai-nilai
Di muka telah dijelaskan bahwa adanya akal dan budidaya pada manusia, telah
menyebabkan adanya perbedaan cara dan pola hidup di antara keduanya. Oleh karena itu, akal dan
budi menyebabkan manusia memiliki cara dan pola hidup yang berdimensi ganda, yakni kehidupan
yang bersifat material dan kehidupan yang bersifat spiritual. Manusia dimanapun dia berada dan
apapun kedudukannya selalu berpengharapan dan berusaha merasakan nikmatnya kedua jenis
kehidupan tersebut.
Hal di atas sebagaimana kodrat dari Tuhan bahwasanya manusia memang ditakdirkan
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar mereka saling mengenal. Saling mengenal di sini diartikan
bahwasanya agar mereka yang berbeda-beda itu bisa saling melengkapi dalam artian memberi dan
menerima.
Kemajuan dan perkembangan yang hanya terbatas pada kemajuan material saja akan
menimbulkan kepincangan pada kehidupan manusia. Kehidupan mereka kurang sempurna, dimensi
di dalamnya akan hilang, karena batin mereka kosong akibatnya tidak akan memperoleh
ketenteraman, ketertiban hidup, melainkan justru dapat lebih rusak karenanya.
Material dan spiritual adalah dua hal yang saling melengkapi. Dua hal ini bagaikan jasad dan
ruh. Kebahagiaan material akan menunjang jasmani kita, sedangkan kebahagiaan spiritual akan
menunjang ruhani kita.
3.      Manusia sebagai makhluk termulia
Kalau kita lihat dari segi bentuk fisiknya maupun yang ada di sebaliknya, tidak berlebihan
kalau manusia menyatakan dirinya sebagai makhluk termulia. Di antara makhluk-makhluk lain ciptaan
Tuhan.
Beberapa keistimewaan yang dimiliki manusia dibanding dengan makhluk yang lain, adalah :
a.       Manusia mampu mengatur perkembangan hidup makhluk lain dan menghindarkannya dari
kepunahan.
b.      Manusia mampu mengubah apa yang ada di alam ini
c.       Manusia memiliki ilmu pengetahuan yang karenanya kehidupan mereka makin berkembang dan
makin sempurna
d.      Semua unsur alam termasuk makhluk-makhluk lain dapat dikuasai manusia dan dimanfaatkan untuk
keperluan hidupnya.
4.      Budaya sebagai sarana kemajuan dan sebagai ancaman
Filsuf Hegel dalam abad ke-19 membahas budaya sebagai keterasingan manusia dengan
dirinya sendiri. Dalam berbudaya, manusia tidak menerima begitu saja apa yang disediakan oleh
alam, tetapi mengubahnya dan mengembangkannya lebih lanjut.
Dengan akal dan dayanya, manusia berusaha untuk merubah sesuatu yang bersifat bahan
mentah, yang disediakan oleh alam menjadi bahan jadi yang bisa dimanfaatkan untuk kelangsungan
hidup mereka. Dengan selalu berfikir dan mencoba, menjadikan manusia menjadi maju. Lain halnya
dengan mereka yang tidak berminat untuk selalu berfikir dan mencoba. Pasti, akan terlihat sekali
perbedaan antara keduanya.
Selain sebagai kemajuan budaya juga bisa menjadi ancaman. Budaya merupakan bahaya
bagi manusia sendiri, yang dimaksud umpama tekhnik, peradaban, pabrik berasap, udara yang
penuh debu, kota yang kotor, hutan yang masih kotor, kediktatoran akal dan budaya yang tamat.
Baginya budaya itu menguasai, menyalahgunakan, menjajah dan mematikan.
Begitulah keadaannya jika manusia mengembangkan kebudayaannya tanpa memperhatikan
etika. Akan terlihat sekali perbedaan antara pengembangan kebudayaan yang memperhatikan etika
dan yang tidak.
D.    Metode Pendidikan Humaniora
Tugas pendidikan masa kini, pertama-tama bukannya mengajarkan “apa yang paling baik
diketahui dan dipikirkan pada masa lampau”, akan tetapi yang lebih penting adalah menyajikan
informasi dan orientasi terhadap masa kini, dan khususnya orientasi terhadap masa depan di mana
nantinya para siswa akan hidup di dalamnya. Dengan pendidikan seperti itu, mereka akan memiliki
kepekaan dan kemampuan-kemampuan untuk mengambil bagian secara kreatif di berbagai
kehidupan masa mendatang.
Mengingat masa lampau tidak akan memberikan kesegaran pada masa kini dan yang akan
datang. Sesuai dengan maqolah dalam buku “Laa Tahzan” bahwasanya hari ini adalah milik anda.
Yang perlu kita fikirkan adalah hari ini, marilah kita hadapkan diri kita pada kejadian sekarang. Boleh
juga kita menoleh masa lampau, sekedar untuk pelajaran. Kita bisa mengoreksi diri kita dengan
melihat kesalahan-kesalahan pada masa lampau. Namun hanya sebatas itu, jangan kita terlalu larut
dalam kejadian masa lampau.
Pendidikan humaniora adalah pembinaan kualitas kepribadian anak didik, yaitu untuk
mencapai tujuan pengembangan “pribadi seutuhnya”, maka perlu untuk disajikan program-program
kegiatan belajar-mengajar yang sifatnya non-verbal, sehingga memungkinkan anak didik untuk
mengembangkan kesadaran kepekaannya, serta kemampuan-kemampuan lainnya untuk menikmati
kehidupan aktual dan bukan lagi terkungkung hanya di dalam lingkungan dunia intelek yang serba
abstrak.
Hal tersebut sangat penting, seseorang yang hanya intelek, tidak akan seimbang jika tidak
disertai dengan kecakapan. Orang yang tidak cakap tidak akan mampu menunjukkan dan
mengembangkan keintelekannya. Begitu pula orang yang cakap tapi tidak intelek. Dia mampu
menunjukkan dan mengembangkan sesuatu. Akan tetapi, dia tidak punya sesuatu atau materi atau
bahan untuk ditunjukkan dan dikembangkan.
Selain hal-hal di atas, pendidikan humaniora juga mementingkan masalah spiritual. Manusia
tak cukup hanya kaya, tampan, cantik dan berkecukupan. Orang yang tersebut tidak akan tenang
hatinya tanpa adanya ketenteraman hati. Hal ini dapat dicapai dengan selalu mendekatkan diri pada
sang khaliq dan mensyukuri nikmat-Nya.

KESIMPULAN
1.      Pendidikan humaniora adalah pendidikan yang berorientasi untuk mendidik manusia menjadi
manusia seutuhnya.
2.      Prinsip pendidikan humaniora bertujuan membuat manusia lebih manusiawi atau untuk keselamatan
dan kesempurnaan manusia.
3.      Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi
kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dengan
adanya kebudayaan inilah yang melatarbelakangi pendidikan humaniora.
4.      Bahwasanya manusia diberkahi adanya akal dan budi daya yang menyebabkan cara dan pola hidup
yang berbeda diantara keduanya. Dan dengan adanya akal dan budidaya manusia adalah sebagai
pengemban nilai-nilai moral baik yang bersifat material maupun spiritual.
5.      Dalam metode pendidikan humaniora, anak didik dikenalkan pada pengembangan material dan
spiritual.

Anda mungkin juga menyukai