Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KLIPING

ABORSI

Disusun oleh:
Almufaridah Romelli

FAKULTAS KEBIDANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2016

KASUS ABORSI DAN PEYELESAIANNYA

A. KASUS
Terkait Kasus Aborsi di Sentosa Lama, Dokter dan Bidan Ditahan Poltabes Medan
Kasus ini terjadi di Medan. Terkait kasus dugaan melakukan aborsi di salah satu rumah
yang diduga dijadikan sebagai tempat praktek aborsi di Jalan Lubuk Kuda Gang Marco Sentosa
Lama yang digerebek anggota Reskrim Poltabes Medan, Sabtu (12/12) lalu, dua orang telah
dijadikan tersangka dan masih ditahan di Mapoltabes Medan. Kedua tersangka yakni Dr J dan
Bidan M.
Kasat Reskrim Kompol Gidion Arif Setyawan SIK dan Kanit VC Poltabes Medan AKP
Ronny Nicolas Sidabutar SIK saat dikonfirmasi SIB, Senin (14/12) membenarkan bahwa
pihaknya telah menetapkan Dr J dan Bidan M sebagai tersangka dan masih ditahan di
Mapoltabes Medan guna pengusutan lebih lanjut.
Untuk biaya aborsi, R dikenakan biaya Rp 2 juta oleh tersangka. Diduga, R melakukan
aborsi atas kemauan dirinya sendiri.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, penggerebekan itu berawal dari adanya laporan
masyarakat yang menyebutkan bahwa satu rumah di Jalan Lubuk Kuda Gang Marco Sentosa
Lama kerap kali dijadikan tempat praktek aborsi.
Kemudian anggota Unit VC Reskrim Poltabes Medan melakukan penyelidikan di lapangan
sekaligus menggerebek rumah tersebut. Dr J dan Bidan M yang diduga sebagai pelaku aborsi
tersebut selanjutnya diboyong ke Mapoltabes Medan untuk diperiksa. (M16/y)
B. SOLUSI
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992, dijelaskan bahwa tindakan
medis dalam bentuk apapun dan atau pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang
karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma
kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin
yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Indikasi medis adalah suatu kondisi
yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis
tertentu itu, ibu hamil dan atau janinnya terancam bahaya maut.

Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga kesehatan
yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan. Sebelum melakukan tindakan medis tertentu tenaga
kesehatan harus terlebih dahulu meminta pertimbangan tim ahli yang dapat terdiri dari berbagai
bidang seperti medis, agama, hukum, dan psikologi.
Jadi, pada kasus aborsi di atas, pelaku (bidan) ditindak oleh kepolisian dan dijerat KUHP
Bab XIX Pasal 299, 348 dan 349 serta UU Kesehatan No.23 tahun 1992 Pasal 80 ayat 1. Dan
bidan tersebut dicabut ijin praktiknya. Sedangkan korban dijerat KUHP pasal 346.
C. HUKUM
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin
termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah Abortus Provocatus Criminalis
Yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan
tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
(Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari
definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga
kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim
dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah
bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment)
karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah
perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian
akan hasil (resultaa verbintenis).
Apabila tenaga-tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini
bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan
dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.

Perlu disadari bahwa di dalam pelayanan kebidanan seringkali muncul masalah atau isu di
masyarakat yang berkaitan dengan etik dan moral, dilema serta konflik yang dihadapi bidan
sebagai praktisi kebidanan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid 3, Isu adalah gosip atau kabar yang belum
pasti, bukan merupakan kenyataan dan lebih kearah negatif. Sedangkan moral adalah nilai-nilai
keagungan makhluk Tuhan yaitu manusia, yang menjadikan manusia itu memiliki budi pekerti
mulia, namun dalam hal ini moral dapat pula menjadikan manusia minus.
Di dalam pelayanan kebidanan terdapat Isu Moral. Isu Moral merupakan topik yang
penting berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh nilainilai yang berhubungan dengan kehidupan orang sehari-hari menyangkut kasus abortus,
euthanasia, keputusan untuk terminasi kehamilan. Isu Moral juga berhubungan dengan kejadian
yang luar biasa dalam kehidupan sehari-hari, seperti menyangkut konflik, malpraktik, perang
dsb.
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah abortus.
Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh.
Beberapa pasal yang terkait adalah:
Pasal 299
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati,
dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat
digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak
tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan
tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat,
pidananya dapat ditambah sepertiga. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam
menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas
nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang
turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama 15 tahun.
Pasal 348
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan
sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
D. UU Kesehatan No.23 Tahun 1992
Pasal 15:
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan:
Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
3. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dilakukan sesuai
dengan tanggung jawab profesi erta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
4. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
5. Pada sarana kesehatan tertentu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
dan ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pasal 80:
Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (92),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (liam belas) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ANALISIS KASUS REMAJA ABORSI TEWAS USAI DISUNTIK BIDAN


A. KASUS II
Minggu,18 Mei 2008 20:00 WIB
KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21),
warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah
berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat
perangsang oleh bidan puskesmas.
Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil
hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri.
Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil
hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri bekerja
menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya.
Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso

merasa menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi


perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin
tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih
(40), yang sehari-hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri.
Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima
jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila dengan alasan
keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000.
Kedua pasangan mesum tersebut menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun
menjadi Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah satu
puskesmas di Kediri melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa
nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke
tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami
kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik.
Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri
AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi
hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya,
Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus
mengelurkan darah.
Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun
karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis
di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari
Sabtu pukul 23.00 WIB.

Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di rumah sakit.
Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di
rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan
sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di
Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian Novila.
Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan
kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum memiliki suami ataupun pacar.
Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum
pelaku. Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang
pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai tenaga medis
atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992.
Belum diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut.

PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek mempunyai arti
pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang
salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan
difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956). Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya (negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia abortus didefinisikan sebagai terjadi keguguran
janin, melakukan abortus (aborsi) sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak
menginginkan bakal bayi yang dikandung itu).
Aborsi yang dilegalkan diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 15, sedangkan Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan
yaitu UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dijelaskan pula pada Pasal 75 ayat 2 dan pasal
76.
B. Analisis Kasus
Pada kasus di atas dijelaskan bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis aborsi illegal. Kasus
diatas berawal dari pasangan yang melakukan hubungan gelap (perselingkuhan) yang
mengakibatkan si wanita hamil. Pria dan wanita sepakat untuk menggugurkan kandungan yang
berumur 3 bulan itu ke bidan. Bidan menyanggupi untuk melakukan aborsi tersebut dengan
imbalan Rp 2.000.000,00.
Semua tenaga kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika lulus dari pendidikan. Salah
satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas sabaik-baiknya menurut undangundang yang berlaku. Tetapi pada kasus ini bidan E melanggar sumpah tersebut. Bidan dengan
sengaja memberikan suntikan oxytocin duradril 1,5 cc yang dicampur dengan cynano balamin.
Hal ini mengakibatkan perdarahan hebat pada wanita tersebut dan berakhir dengan kematian.
Kasus aborsi di atas termasuk kasus pidana, karena adanya aduan dari ayah korban yang
meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku. Kasus ini
mengakibatkan bidan E terjerat pasal 348 KUHP tentang pembunuhan dan melanggar Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 atau pada Undang-undang yang baru yaitu
Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009.
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 bidan E bisa dijerat
dengan Pasal 80 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sedangkan menurut
pembaharuan Undang Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 dijerat dengan pasal 194
dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

C. Peraturan/Regulasi

Aborsi menurut pandangan hukum di Indonesia :


a. Menurut KUHP dinyatakan bahwa ibu yang melakukan aborsi, dokter atau bidan atau dukun
yang membantu melakukan aborsi, dan orang yang mendukung terlaksananya aborsi akan
mendapat hukuman.
Pasal 348
1.
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2.
Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
b. Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan
sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana
dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan,
dijelaskan pula tentang aborsi.
Pasal 75
1.
Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2.
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan;

c. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Kesimpulan
Malpraktik aborsi yang tidak aman dan ilegal masih banyak dilakukan di sekitar kita,
bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun. Sebagai contoh dari kasus di atas, diketahui bahwa
seorang bidan dengan sengaja telah melakukan praktik aborsi kepada salah satu pasiennya,
dimana bidan itu sadar betul kalau tindakan tersebut adalah bukan kewenangannya. Tindakan
aborsi mengandung risiko yang cukup tinggi. Risiko yang mungkin timbul antara lain
perdarahan, infeksi pada alat reproduksi, rupture uteri, bahkan bisa sampai terjadi kematian.
Pasal-pasal yang mengatur tentang tindakan aborsi pun tidak sedikit, dengan berbagai ancaman
hukuman, namun hal ini tidak menyurutkan niat para oknum tenaga kesehatan untuk tetap
melakukan praktik aborsi yang ilegal.

Foto - Foto Proses Aborsi

DAFTAR PUSTAKA
https://khanzima.wordpress.com/tag/contoh-kasus/
Ameln,F., 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta.
Dahlan, S., 2002, Hukum Kesehatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.

Guwandi, J., 1993, Malpraktek Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,


Jakarta.
Mariyanti, Ninik, 1988, Malpraktek Kedokteran, Bina Aksara, Jakarta.
http://bidankita.com/?p=210
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/tugas-kuliahlainnya/malpraktek-bidan

Anda mungkin juga menyukai