Anda di halaman 1dari 6

FORM REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Nama Dokter Muda : M. Syihab Romzi Z NIM: 15711068


Stase : Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Identitas Pasien
Nama/Inisial : Ny. S No. RM : 454764
Umur : 38 tahun Jenis Kelamin : Perempuan
Diagnosis/kasus : Abortus Inkomplit
Pengambilan kasus pada minggu ke : 6

Jenis Refleksi: lingkari yang sesuai (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-Islaman sifatnya
wajib)
a. Ke-Islaman*
b. Etika/moral
c. Medikolegal
d. Sosial Ekonomi
e. Aspek lain

Form Uraian

1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/kasus yang
diambil)
Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Perut dirasakan nyeri dan mules sejak semalam dan keluar darah
prongkol-prongkol. Pasien merasa hamil 3 bulan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 120/84 mmHg, nadi 102 kali/ menit, respirasi 20 kali/menit, suhu 36oC,
konjungtiva anemis (-/-), tidak ada nyeri tekan pada bagian perut. Pada pemeriksaan
vaginal toucher didapatkan pembukaan 1cm, OUE terbuka, teraba jaringan.
Pemeriksaan darah rutin didapatkan hemoglobin 12,0 dan pp test positif (+).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang lebih lanjut pasien di diagnosis
abortus inkomplit. Selanjutnya dilakukan tindakan medis berupa kuretase yang
mendapat persetujuan tertulis dari pasien dan suami pasien,

2. Latar belakang/alasan ketertarikan pemilihan kasus


Abortus adalah pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yg berbobot 500
gr atau kurang dengan umur kehamilan ibu kurang dari 20-22 minggu.
Abortus terdiri dari abortus alami seperti abortus spontaneous, abortus
complet, abortus inkomplit, abortus insipiens dan abortus iminens, sedangkan abortus
buatan terbagi menjadi dua macam, yaitu abortus provokatus medisinalis (abortus atas
indikasi kesehatan ibu hamil tersebut tidak dapat melanjutkan persalinan, seperti
menderita penyakit jantung) dan abortus provokatus kriminalis (tindakan abortus
dengan sengaja dan bukan atas alasan medis).
Berdasarkan data statistik abortus di Indonesia, frekuensi terjadinya abortus
sulit dihitung secara adekuat karena abortus buatan sangat sering terjadi tanpa
dilaporkan, kecuali bila terjadi suatu komplikasi dan memerlukan perawatan di RS.
Tidak sedikit masyarakat yang menentang tindakan aborsi beranggapan bahwa aborsi
sering dilakukan oleh perempuan yang tidak menikah karena alasan hamil diluar nikah
atau alasan lain yang berhubungan dengan norma khususnya norma agama. Dari
survei yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencan Nasional (BKKBN)
aborsi di Indonesia mencapai 2,3 juta setiap tahunnya, dan dari jumlah itu terjadi
aborsi tidak aman/unsaved abortion mencapai 55% atau sekitar 1,2 juta. Dari jumlah
tersebut, angka kematian ibu yang disebabkan karena unsaved abortion adalah 5 %
nya yang berarti sekitar 60.000 orang tiap tahunnya. Menurut WHO 15-20 %
kematian ibu disebabkan oleh infeksi karena aborsi.

3. Refleksi dari aspek etika moral/medikolegal/sosial ekonomi beserta penjelasan


evidence/referensi yang sesuai*
*pilihan minimal satu
Peraturan mengenai praktik aborsi diatur di dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (UU Kesehatan) dan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 
Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), Pasal 75:
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2)   Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a.indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b.kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi
korban perkosaan.
(3)   Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada   ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Yang dimaksud dengan konselor dalam ketentuan ini adalah setiap orang
yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan.
Yang dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh
agama, dan setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki keterampilan untuk itu.
Sanksi hukum bagi penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melanggar
ketentuan yang telah digariskan tercantum dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009,
Pasal 194: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.
Pasal-pasal KUHP yang mengatur aborsi adalah pasal 346 s/d 349.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2) Jika perbuatan (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian
dalam mana kejahatan dilakukan.
Tindakan kuretase yang dilakukan pada kasus tersebut adalah sesuai dengan
indikasi medis karena pasien telah berstatus abortus inkompletus dan apabila tidak
dilakukan tindakan dalam hal ini kuretase, maka akan membahayakan nyawa ibu
karena perdarahan akan terus berlanjut bila didiamkan.

4. Refleksi ke-Islaman beserta penjelasan evidence/referensi yang sesuai


(1) Di dalam Al-Qur’an dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum aborsi,
tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak,
sebagaimana firman Allah swt:
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya, dan Allah
murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang
besar (Q.S. An-Nisa’: 93)
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah
SAW bersabda:
“Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam
perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua,
terbentuklah segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga,
berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat
untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu
penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka,
maupun yang bahagia.“ (Bukhari dan Muslim)
(2) Dalil yang membolehkan dilakukannya aborsi adalah karena kaidah darurat.
Dibolehkan melakukan aborsi jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa
keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan
janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan
mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan
adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah
dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Q.S. Al Maidah: 32)
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan.
Sedangkan Rasulullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk berobat.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia
ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalia !” (HR. Ahmad)
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan :
“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang
lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi
Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan
kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun
ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu
mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan
kandungannya juga suatu mafsadat.

Umpan balik dari pembimbing


TTD Dokter Pembimbing TTD Dokter Muda

dr. Diah Hudrawati H, Sp. OG M. Syihab Romzi Z

Anda mungkin juga menyukai