Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang
dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau (Kementrian Kesehatan RI, 2010)
UU KTR
Untuk mengurangi dampak negatif penggunaan rokok, pemerintah
telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Selain itu juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
Analisis KTR
Kawasan tanpa rokok (KTR) adalah sebuah kebijakan yang didasari
oleh semakin banyaknya jumlah perokok aktif yang melakukan kebiasaan merokoknya di sembarang tempat, yang mana kebiasaan tersebut memungkinkan munculnya rasa ketidaknyamanan orang-orang di lingkungan sekitarnya yang tidak memiliki kebiasan merokok. Kebijakan ini dikeluarkan atas dasar pertimbangan tetap terpenuhinya hak untuk merokok bagi si perokok, dan utamanya hak-hak untuk memperoleh kesehatan dan kenyamanan bagi orang yang bukan perokok (perokok pasif) yang dikhawatirkan juga akan terkena dampak dari asap rokok yang dihasilkan oleh perokok jika tidak tersedianya kawasan khusus yang memisahkan. Kebijakan KTR pada intinya menginginkan agar kalangan yang bukan perokok dapat terhindar dari asap yang dihasilkan perokok yang merokok di sembarang tempat yang dapat menyebabkan berkurangnya kualitas udara disekitarnya. Kebijakan KTR sebenarnya bukanlah kebijakan yang mengekang si perokok agar berhenti merokok, tapi ditujukan agar perokok dapat merokok di tempat yang sudah disediakan dan memenuhi hak yang dimilikinya untuk merokok tanpa mengkhawatirkan orang lain yang bukan perokok, sehingga orang lain Nama: Muhammad Syihab Romzi Zain NIM: 15711068
tidak menanggung resiko apapun yang dihasilkan akibat kebiasaan si
perokok.
Cara mewujudkan KTR di UII
Proses perwujudan KTR di UII dapat diawali dengan mencari tahu
tanggapan semua orang di lingkungan kampus mengenai kebijakan yang akan dibuat. Jika data menunjukkan kebijakan KTR ini penting untuk dibuat dan diterapkan maka perlu dilakukan pembicaraan lebih lanjut dari kalangan perokok dan bukan perokok tentang bagaimana sebaiknya kebijakan ini dapat direalisasikan dan membentuk pengurus yang akan menangani konsep dan rincian mengenai kebijakan apa saja yang akan diterapkan. Setelah kebijakan sudah tercipta dan adanya larangan merokok disembarang tempat, maka perlu diperhatikan juga hak perokok yaitu dengan membangun tempat agar dia tetap bisa merokok dan tidak menggangu orang lain yang bukan perokok. Selain itu yang lebih penting adalah harus ada tanda atau spanduk larangan merokok di sembarang tempat agar kalangan bukan perokok juga mendapat haknya yaitu bebas dari asap rokok. Tapi meskipun sudah ada tanda larangan, pembuat kebijakan tetap harus melakukan sosialisasi agar kebijakan yang tercipta berjalan sesuai harapan karena kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada yang mematuhi kebijakan tersebut. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah harus adanya konsistensi dalam menjalankan sebuah kebijakan dengan cara dilakukan pengawasan dan penegakan hukum jika ada yang melanggar kebijakan tersebut sesuai dengan ketentuan di kebijakan tersebut mengenai tindakan apa yang perlu dilakukan agar si pelanggar tidak mengulangi perbuatannya.