Anda di halaman 1dari 11

ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM, MORAL, DAN AGAMA

A. Latar Belakang

Aborsi, menjadi suatu mimpi buruk bagi setiap keluarga manapun. Tentu pada
dasarnya setiap keluarga mengharapkan buah hati yang dinilai menjadi salah satu karunia
Tuhan paling indah. Ketika seorang keluarga melakukan aborsi tentu akan ada berbagai hal
yang menyangkut di dalamnya, baik itu permasalahan moral, agama, bahkan hukum
nasional yang pada dasarnya melarang keras tindakan aborsi. Tentu akan menjadi hal yang
bebeda apabila terdapat suatu pertimbangan atapun pengecualian tertentu yang tentunya
sangat mendesak.

Memang, fenomena aborsi sendiri telah lama menjadi isu yang kontroversial.
Berbagai sudut pandang turut mewarnai pindakan aborsi, baik yang menolak secara tegas
tanpa adanya pengecualian hingga kaum yang menilai bahwa aborsi perlu dilakukan
dengan melihat berbagai pertimbangan.

Berangkat dari permasalahan aborsi baik penolakan maupun aborsi dengan


berbagai pertimbangan yang menyatakan bahwa perlu dilakukan dalam konidisi tertentu,
maka dalam makalah ini kemudian akan dijelaskan secara lebih terperinci mengenai
berbagai sudut pandang terkait aborsi baik secara hukum, moral maupun agama.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi aborsi dan apa saja jenisnya?
2. Bagaimana aborsi dalam perspektif hukum, moral, agama?

C. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan definisi aborsi beserta jenis-jenisnya.
2. Menjelaskan praktek aborsi dalam perspektif hukum, moral, dan agama.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Jenis Aborsi


Aborsi adalah pengakhiran kehamilan baik belum cukup waktu, yaitu di bawah usia
20 sampai 28 minggu, mau pun belum cukup berat, yaitu di bawah 400 gr sampai 1000 gr
(Romli, 2011). Selain itu, terdapat beberapa pendapat para ahli tentang aborsi, antara lain:
Sadikin Ginaputra berpendapat, abortus adalah pengakhiran kehamilan atau konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan; Maryono Reksodipuro, aborsi adalah
pengeluaran hasil konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) dari rahim sebelum waktunya;
M.A. Hanafiyah, aborsi adalah keluarnya isi rahim ibu yang telah mengandung hidup
insane sebelum waktunya. Dengan demikian, aborsi adalah proses untuk mengakhiri masa
kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan. Menurut dunia kedokteran Aborsi
dibagi menjadi dua, antara lain (Wibowo, 2018):
a). Aborsi spontan ( Abortus Spontanea ), yaitu merupakan mekanisme alamiah yang
menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu, atau aborsi
secara tidak sengaja dan berlangsung alami tanpa ada kehendak dari pihak-pihak tertentu.
Masyarakat mengenalnya dengan istilah keguguran. Abortus spontanea merupakan abortus
yang berlangsung tanpa tindakan/pengeluaran janin secara spontan sebelum janin dianggap
mampu bertahan hidup.
b) Aborsi buatan ( Aborsi Provocatus ), yaitu merupakan suatu upaya yang disengaja untuk
mnghentikan proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu, dimana janin (hasil konsepsi)
yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia luar.

B. Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif


Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam Bab XIV
tentang Kejahatan Kesusilaan khususnya Pasal 229, dan Bab XIX Pasal 346 sampai dengan
Pasal 349, dan digolongkan kedalam kejahatan terhadap nyawa. KUHP melarang aborsi
dan sanksi hukumnya cukup berat. Hukumannya tidak hanya ditujukan kepada wanita yang
bersangkutan tetapi semua pihak yang terlibat dalam kejahatan itu. Tindakan aborsi
menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia dikategorikan sebagai
tindakan kriminal atau dikategorikan sebagai kejahatan terhadap nyawa.
Selain itu, pengaturan mengenai praktik aborsi diatur di dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada prinsipnya, setiap
orang dilarang melakukan aborsi, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 75 ayat (1), ayat
(2), ayat (3) UU Kesehatan berikut ini:
Ayat (1) “Setiap orang dilarang melakukan aborsi.”
Ayat (2) “Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan: (a) Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetic
berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau (b) Kehamilan akibat
perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan”.
Ayat (3) “Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang”.
Menurut Pasal 76 UU Kesehatan menyatakan syarat-syarat boleh dilakukannya
aborsi. Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan :
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

C. Aborsi dalam Perspektif Agama


a. Pandangan Agama Islam

Semua agama sepakat bahwa mengambil nyawa seseorang adalah sangat-sangat tidak
diperbolehkan dalam bentuk atau alasan apapun. Namun akan ada pengecualian apabila kita
menilik dari sudut pandang agama Islam dalam hal aborsi. Dalam Islam, aborsi dapat dilakukan
dengan melihat kondisi keadaan janin dan ibunya serta melihat pula usia janin yaitu 4 bulan.

Aborsi yang dirasa perlu dilakukan kemudain dituang dalam Fatwa MUI Nomor 4
Tahun 2005 tentang Aborsi menjelaskan bahwa (Resmini, 2010):
1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu
(nidasi).
2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.
Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah
perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan
caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter
serta dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu. Keadaan hajat yang
berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah ketika janin yang
dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan,
kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya
terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama, kebolehan aborsi ini harus
dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
3. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
Melihat dari fatwa diatas dapat dilihat bahwa para ulama sepakat bahwa aborsi atau
pengguguran kandungan dengan menilik berbagai pertimbangan demi keselamatan sang
ibu atau bahkan sang buah hati sendiri setelah usia 4 bulan atau sebelum terjadinya
implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). Karena diyakini bahwa pada saat itu
telah terjadi kehidupan manusia secara penuh. Pengguguran pada fase setelah terjadinya
implantasi blastosis tersebut dianggap sama dengan merusak jiwa yang dapat dikenai
hukuman, baik di dunia maupun di akhirat.

b. Pandangan Agama Katholik


Dalam padangan agama katholik, Romo Subhaga menyatakan bahwa sejak
pembuahan, janin sudah berpotensi menjadi manusia, oleh sebab itu segala bentuk usaha
pengguguran kandungan dilarang, karena Allah mencintai manusia itu sendiri, Allah
membuat hidup, tidak pernah membuat kematian. Yesus memperjuangkan dengan
menguasai maut untuk menjaga kehidupan. Allah mencintai hidupnya, maut adalah
penderitaan yang paling dasar bagi manusia tetapi Allah selalu mengampuninya (Resmini,
2010).

c. Pandangan Agama Kristen


Dalam pandangan agama kristen, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Kejadian
2.7 "Utusan Allah membentuk manusia itu dari debu dan menghembuskan nafas hidup ke
dalam hidung-Nya, demikianlah manusia itu menjadi mahluk yang hidup. Perkembang
biakan untuk melanjutkan hidup, tidak pernah Allah membuat perintah mati”.Berdasarkan
sumber di atas bahwa Tuhan mencintai hidup oleh karena itu aborsi yang mematikan
dilarang (termasuk pembunuhan bayi dalam kandungan yang dilakukan oleh remaja putri).
Kehamilan adalah kemauan Tuhan yang tidak dapat diminta oleh manusia. Kalau Tuhan
tidak menghendaki seorang wanita hamil, walaupun dengan berbagai usaha telah
dilakukan, wanita tersebut tetap tidak bisa hamil.
Aborsi adalah sebagai salah satu akibat dari hubungan free sex pranikah. Perbuatan
aborsi adalah perbuatan yang merampas nyawa suatu insan yang tidak berdosa, kebebasan
untuk memilih bukan hak mutlak manusia, terlebih lagi kebebasan untuk membunuh.
Orang percaya manusia selalu berada dalam keterikatan kepada Tuhan. Dasar pandangan
agama Protestan menolak aborsi dikarenakan: Pertama, kehidupan (sejak ovum dibuahi)
bernilai dihadapan Tuhan, yang ternyata adalah kudus dan harus diselamatkan dengan
harga apapun. Kedua, Kematian dan kehidupan harus ditinjau dari sudut rohani. Ketiga,
aborsi mempunyai dampak emosional, spiritual dan jasmani. Keempat: Aborsi
bertentangan dengan pandangan AIkitab (Resmini, 2010).

d. Pandangan Agama Budha


Dalam Parita Suci dijelaskan bahwa ajaran agama Buddha yang bersumber dari
Pancasila Buddhis disebutkan bahwa melakukan pembunuhan atau aborsi merupakan
perbuatan dosa. Ajaran-ajaran agama Buddha menyatakan segala pembunuhan merupakan
perbuatan yang membawa akibat buruk yang akan masuk ke alam Apaya (neraka) termasuk
kriteria sebagai berikut: Pertama, adanya suatu mahluk hidup tidak saja manusia juga yang
lain-lain. Kedua, dilakukan dengan sadar. Ketiga, dilakukan dengan niat. Keempat, diikuti
dengan langkah-langkah dan. Kelima, diikuti dengan akibat kematian wanita yang
melakukan pengguguran kandungan telah memenuhi kriteria di atas yang berakibat si
pelaku masuk ke alam apaya (neraka).
Biku Titaketuko menyatakan bahwa bayi dalam kandungan dianggap sudah
berpotensi menjadi manusia sejak saat roh kehidupan dihembuskan ke dalam rahim
seorang wanita yaitu sejak bertemunya sel telur wanita dengan sperma laki-laki. Sejak saat
itu, pengguguran kandungan dilarang karena tergolong perbuatan pembunuhan terhadap
bayi dalam kandungan. Ajaran agama Budha menentang segala pembunuhan dalam bentuk
apapun, apalagi pembunuhan terhadap janin yang tidak berdosa, karena dalam ajaran
Budha dikenal ada nya teori karma, yaitu suatu teori sebab akibat. Setiap tindakan yang
didasarkan pada kemauan sendiri akan menghasilkan efek atau akibat. Apabila perbuatan
baik akan menghasilkan akibat yang baik dan perbuatan yang buruk berakibat buruk, hal
itu dikarenakan oleh alam dan hukum itu sendiri.
Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ajaran agama Buddha yang bersumber
dari Pancasila Buddhis menentang tindakan pembunuhan dalam bentuk apapun, apalagi
perbuatan aborsi yang dilakukan akibat hubungan free sex pranikah yang dilakukan oleh
remaja putri, ajaran Buddhis memandang perbuatan melakukan aborsi yang dilakukan oleh
remaja putri tersebut menurut ajaran karma akan berdampak pada kelahiran dan
kehidupannya dimasa yang akan datang (Resmini, 2010).
D. Aborsi dalam Perspektif Moral

Aborsi dipandang sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan etika
sebagaimana yang ada di Indonesia.

Bukan tidak mungkin tindakan aborsi dapat menyebabkan masalah dalam keluarga yang
merupakan bagian dari masyarakat. Memang pada dasarnya sangat penting bagi seorang
wanita untuk memiliki suasana harmonis diantara kerabat terdekat, baik orang tua dan
kerabat dari suami. Perlu juga digaris bawah disini yaitu seorang dokter sebenarnya sangat
tidak merekomendasikan keputusan aborsi, apabila tidak ditemukan suatu keadaan yang
sangat darurat. Memang benar jika apa yang disebut pada ketentuan hukum positif di
Indonesia, khususnya pada UU Kesehatan yang telah disebut sebelumnya bahwasanya
aborsi dapat dilakukan apabila dalam keadaan tertentu ataupun sudah menemui titik
dimana nyawa sang bunda sudah berada dalam keadaan genting. Pun Tindakan aborsi yang
dilihat juga perlu melihat kondisi janin sebagaimana juga tercantum dalam UU Kesehatan.

Meskipun berbahaya dan secara moral tidak bisa diterima, aborsi masih tetap
dilakukan dengan berbagai pertimbangan diatas. Dalam khazanah intelektual yang
mencermati persoalan aborsi, terdapat pemikir-pemikir yang pandangannya dapat
dikelompokkan dalam tiga tipe yakni pandangan konservatif, pandangan liberal dan
pandangan moderat. (Astalim, 2011).

Pertama yang akan dibahas adalah pandangan konservatif. Kaum konservatif beranggapan
bahwa janin memiliki kedudukan moral yang utuh sebagaimana manusia hidup pada umumnya
sehingga dapat dikatakan memiliki hak untuk menikmati hidup. Salah satu tokohnya yaitu John
Noonan, yang menegaskan bahwa apapun risikonya, janin memiliki hak mutlak untuk hidup. Pun
hak ini berlaku tanpa adanya pengecualian, entah karena janin merupakan akibat dari korban
perkosaan atau karena ia memiliki kelainan-kelainan serius. Aborsi itu pada intinya adalah
membunuh. Pandangan atas pemikiran bahwa perlu dilakukan aborsi untuk menyelamatkan ibu
atau karena kelainan serius pada janin, tidak lebih dari sikap berkompromi atas tindakan
pembunuhan.

Kemudian yang kedua yaitu pandangan liberal yang menentang pandangan kaum
konservatif. Salah satu tokohnya adalah Judith Jarvis Thomson. Thomson beranggapan
bahwa aborsi masih bisa dibenarkan secara praktis dalam berbagai persoalan dan
pertimbangan. Janin tidak bisa hidup sendiri melainkan hidup dari tubuh ibunya. Maka,
seorang ibu memiliki hak untuk melakukan aborsi, pun termasuk juga dalam kasus
perkosaan. Tentu saja pandangan ini mengabaikan karakter khas dari janin yang
notabenenya memiliki hak untuk hidup dan menikmati kehidupan. Hal ini tentu sangat
tidak sesuai dengan pandangan moral, khususnya di Indonesia yang bahkan dalam kasus
perkosaan pun, pembunuhan terhadap bayi tidak bisa diterima, meskipun perkosaan itu
secara moral merupakan tindakan terkutuk.
Kemudian yang ketiga adalah pandangan kaum moderat, atau dapat dikatakan
sebagai jalan tengah dari perdebatan antara kaum konservatif dan liberal. Kaum moderat
memiliki argumen bahwa pada usia-usia awal kehamilan aborsi dapat dilakukan demi ‘kepentingan
dan keselamatan’ ibu yang tentunya juga dibatasi dengan procedural dan berbagai pertimbangan
aborsi itu sendiri. Pengecualian juga dapat terjadi pada usia kehamilan yang terakhir pun dapat
dilakukan untuk menyelamatkan wanita dari kematian atau cacat permanen. Tentu pandangan yang
terakhir ini secara garis besar banyak diikuti oleh berbagai negara di belahan dunia, termasuk pula
Indonesia.

Dengan melihat sudut pandang aborsi kaitannya moral di Indonesia, suatu tindakan aborsi
disini tentu dapat dikatakan sebagai suatu fenomena sosial yang buruk apabila aborsi dilakukan
dengan mengabaikan hak serta norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Pun di dalam
masyarakat sendiri norma tertinggi yang dijadikan sebagai dasar adalah Pancasila, yang mana
didasarkan pada prinsip ketuhanan. Ketika berbicara ketuhanan, tentu kembali lagi pada pokok
permasalahan agama yang secara garis besarnya seluruh agama apapun sepakat bahwa Tindakan
aborsi adalah haram hukumnya. Namun terkadang, suatu hal yang haram tersebut dapat menjadi
halal apabila terdapat kegentingan yang menyelimuti serta berbagai pertimbangan. Suatu tindakan
yang keji jika aborsi dilakukan tanpa adannya pertimbangan yang telah disebut sebelumnya atau
yang tertera dalam UU Kesehatan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Aborsi secara garis besar dapat dikatakan sebagai pengakhiran kehamilan yang ada
di dalam kandungan sang ibu. Pun dalam prakteknya masih banyak menuai kontroversi.
Mengingat banyaknya kontroversi sebagai akibat dari aborsi ini, kemudian dapat ditelaah
dari berbagai sudut pandang. Dalam hukum nasional di Indonesia, aborsi sangat dilarang
baik di dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan. Namun, disisi lain terdapat
suatu pengecualian yang kemudian diatur di dalam pasal 76 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Kemudian aborsi yang kemudian dikaitkan dengan pandangan agama bahwa sejatinya
tindakan tersebut sangat dilarang atau bahkan dilarang. Namun, akan berbeda bila menilik dari sisi
agama Islam sebagaimana disebutkan dalam Fatwa MUI, bahwa aborsi dapat dilakukan apabila
terdapat pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Terakhir dalam pandangan moral, suatu tindakan aborsi disini tentu dapat dikatakan
sebagai suatu fenomena sosial yang buruk apabila aborsi dilakukan dengan mengabaikan hak serta
norma-norma yang ada di dalam masyarakat atau dilakukan tanpa adanya pertimbangan. Kemudian
dalam perkembangannya berkaitan dengan moral, terdapat tiga kelompok yang memiliki
pandangan berbeda diantaranya yaitu pandangan konservatif, liberal dan moderat.
Daftar Pustaka

Resmini, W. (2010). Pandangan Norma Agama Dan Norma Hukum Tentang Aborsi. Ganec
Swara, 4(2), 114–122.

Romli, D. (2011). Aborsi Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam ( Suatu Kajian
Komparatif ). AL-‘ADALAH, 10(2).

Wibowo, S. (2018). HUKUM ABORSI DALAM PERSPEKTIF INTERKONEKTIF


(TINJAUAN DARI HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA). Jurnal
Justiti Hukum, 3(1).

Atalim, S. (2011). PERSPEKTIF MORALITAS DALAM PERKARA ABORSI.


Jurnal Yudisial. Vol. 3.

Anda mungkin juga menyukai